"Kuharap suatu hari nanti, kau bisa membawa pulang Ballon d'Or sesungguhnya dari Eropa!" kata Telê Santana dengan penuh perasaan sambil menyerahkan replika piala Ballon d'Or Eropa kepada Denílson.
“Percayalah padaku, selama kamu mengikuti aku, suatu hari nanti kamu bisa menjadi pemain paling hebat di planet ini!” Yang Chengzhuo menepuk bahu Denílson dengan penuh percaya diri, menjamin kata demi kata.
Dua orang yang hampir bisa dikatakan sebagai manusia terpenting dalam kehidupannya, tiba-tiba muncul dalam otak Denílson di momen ini.
Berbagai kejadian masa lalu langsung bereaksi jelas dalam otaknya yang kosong akibat pertandingan sengit, bagai adegan film yang diputar cepat dengan kecepatan berlipat ganda, membuat Denílson meninjau ulang masa lalunya dengan gamblang.
Dia haus akan kesuksesan! Dia ingin sukses di bawah komando Yang Cheng! Dia ingin merebut Ballon d'Or Eropa, membawanya pulang ke Brasil, menyerahkannya pada pelatih kepala yang paling dihormatinya, dan berteriak: "Aku berhasil!"
Ada sebuah keyakinan dalam dirinya, keyakinan yang berasal langsung dari Yang Chengzhuo!
Dua tahun lalu, saat pertama kali tiba di Jerman, dia hanyalah buah zakar lembek yang mudah mundur dan penuh ketakutan; namun dua tahun kemudian, di bawah komando Yang Chengzhuo, terpapar oleh rekan satu tim yang ganas seperti serigala dan harimau, dia berubah menjadi serigala kelaparan yang haus akan penghargaan dan kemenangan!
Saat Denílson menatap ke arah bangku pelatih tim tuan rumah di pinggir lapangan, melihat sosok pelatih kepala yang berdiri tegak bagai patung dengan gigi terkatup dan aura keganasan menyala-nyala mengawasi pertandingan, hanya tersisa satu niat di kepalanya: Bertarung habis-habisan!
Bukan hanya dirinya, semua pemain 1. FC Kaiserslautern yang menyaksikan Yang Chengzhuo nyaris mengamuk sambil meneriakkan keinginannya akan satu kemenangan, siap mempertaruhkan nyawa untuk mewujudkannya!
Karena dialah Bos yang paling mereka hormati!
Karena dialah pelatih kepala yang membawa mereka melangkah hingga hari ini, mengarahkan mereka menuju kemenangan!
Jika hari ini ada yang bertanya pada mereka, siapakah dalam hidup yang rela mereka perjuangkan sampai mati, percayalah semua pemain 1. FC Kaiserslautern hanya akan punya satu jawaban: Yang Chengzhuo!
Pemain dengan jersey warna berbeda berjejal rapat di sekeliling. Seluruh wilayah terlarang nyaris berubah menjadi gelanggang gulat, saling dorong dan berdesakan. Bola yang masuk ke area ini selalu berubah jadi sangat brutal.
Di luar kotak penalti, pertahanan Borussia Mönchengladbach juga tak kalah ketat. Effenberg sendiri menjaga area luar, di seluruh wilayah 32 meter Borussia Mönchengladbach hampir dipenuhi bek dan penyapu.
1. FC Kaiserslautern ingin menguasai bola di area pinggir? Bisa. Tapi kalau mau masuk ke zona ini? Maaf, tidak boleh!
Deco berkali-kali mencoba memasukkan bola, tapi bola terus-menerus dikeluarkan kembali.
Dibagi ke kedua sisi, Salihamidžić dan Sebastian Deisler sama-sama bertarung habis-habisan, tapi tidak bisa, lawan terlalu banyak. Mereka dengan cerdas tidak memberikan kesempatan satu-guru-satu-murid bahkan satu-lawan-dua pada kedua penyerang sayap.
Bagi penyerang sayap, satu-lawan-satu menguntungkan, satu-lawan-dua sudah merugikan. Saat kau menghadapi satu-lawan-tiga bahkan satu-lawan-empat, maaf, kau akan sadar sama sekali tidak ada keuntungan.
Strategi Borussia Mönchengladbach sangat jelas: dalam pertandingan ini ingin menang sudah hampir mustahil, jadi mereka mau imbang!
Tapi Yang Chengzhuo tidak mau imbang!
"Pertahankan penguasaan bola, pertahankan!" Yang Chengzhuo sudah tidak peduli hal lain. Dia sama sekali tidak khawatir penyesuaian taktiknya akan didengar lawan, bahkan menggunakan suara keras di pinggir lapangan untuk terus meneriakkan perintah.
Untuk menembus Formasi baja, cara tidak banyak. Saat tembakan jarak jauh dan kemampuan individu sama-sama tidak efektif, mungkin menunggu pelanggaran lawan bisa jadi pilihan bagus.
Denílson hampir sesak napas akibat berdesakan, terutama setelah pindah ke posisi tengah yang menghadapi Effenberg. Anggota ini menyebarkan aura menakutkan dari seluruh tubuhnya, lebih mengerikan dan galak dibandingkan tukang jagal Gattuso, menciptakan tekanan psikologis besar baginya.
Namun saat mendengar teriak sang Bos, ia memandang sekeliling dan menyadari rekan satu timnya dibatasi. Akhirnya dia memilih mundur ke area tengah untuk menyambut operan.
Ketika Denílson keluar dari kerumunan, Deco yang sedang diganggu segera mengirim bola ke bawah kakinya lalu kabur untuk mempersiapkan formasi penyambutan - taktik operan khas 1. FC Kaiserslautern.
Tapi Denílson menolak mengoper lagi. Dia harus mengikuti perintah Bos: "Pegang erat bola itu!"
Membelakangi gawang Borussia Mönchengladbach, Denílson dengan jelas merasakan tekanan datang dari belakang. Tiba-tiba seluruh tubuhnya seolah ditabrak kekuatan dahsyat yang nyaris membuatnya sempoyongan, namun ia mengatupkan gigi bertahan mati-matian.
Bola menempel erat di kakinya. Saat benturan gagal menggesernya, dengan pergeseran pusat gravitasi yang lihai, lawan langsung refleks ingin memblok posisi. Tak disangka Denílson berbalik mendadak dan melewati lawan dari sisi lain dengan dribel langsung.
"Luar biasa! Gerakan tipuan yang brilian untuk melepaskan diri..."
Tapi baru saja melewati satu lawan, saat berbalik Denílson sudah berhadapan dengan sosok yang kembali memberi tekanan psikologis berat - si julukan yang sama mengerikannya dengan kekuatannya, Harimau Effenberg!
Namun saat ini Denílson hampir tidak punya waktu untuk berpikir, dia bereaksi secara naluriah. Dalam ruang sempit, dia menyelipkan gerakan mengayuh sepeda (stepover) dalam gerakan tipuan, langsung menerobos celah antara dua defender yang berada di kiri dan depan.
Begitu melewati mereka, dia sudah masuk ke jarak tembak. Berada di area kiri luar kotak penalti, kaki kirinya tepat untuk melepaskan tendangan melengkung.
Memikirkan ini, Denílson baru saja melakukan penyesuaian, tiba-tiba bek tengah Borussia Mönchengladbach menyergap keluar dari kotak penalti, langsung menghalangi sudut tembakannya. Terpaksa orang Brasil ini mengubah pendirian dadakan: jeda, tarikan, dua aksi beruntun digarap mulus. Di celah sempit, dia mengubah arah serangan dari kiri ke kanan, menipu bek tengah yang maju merebut, lalu berputar menghadap gawang dengan postur tubuh mengarah ke kanan.
"Kemampuan kaki kanan juga bisa Dia gunakan, dan saat ini di dalam wilayah terlarang lawan telah muncul celah yang kosong melompong, jadi langsung Dia ayunkan kaki, bersiap untuk melakukan tembakan jarak menengah-jauh!
Tapi tepat di saat ini, Effenberg yang telah ditinggalkan jauhnya kembali ke posisi. Dengan tubuhnya Dia hantamkan secara kasar, gerakan kakinya juga galak, langsung menjatuhkan Denílson, sementara kakinya juga menyandung kaki kiri penopang Denílson.
Orang Brasil ini akhirnya limbung, seluruh tubuhnya tumbang di luar area lengkungan kotak penalti besar.
"Pelanggaran! Effenberg melakukan pelanggaran di luar kotak penalti, wasit utama tanpa keraguan membunyikan peluit pelanggaran. Ini memang benar sebuah pelanggaran, Effenberg mendapat kartu kuning keduanya, dua kuning menjadi satu merah, langsung dikeluarkan dari lapangan!"
Yang Cheng di pinggir lapangan menyaksikan suasana ini, kesal dalam hati. Sudut tembakan Denílson sebelumnya sebenarnya bisa memiliki banyak pilihan jika langsung menembak. Bahkan jika dia lebih cerdas dengan menipu penjaga gawang, kemungkinan mencetak gol sangat besar. Namun pelanggaran Effenberg di momen genting berhasil menghentikan aksi tembakan pemain Brasil itu.
Ini jelas pelanggaran teknis yang disengaja! Mendapat kartu kuning kedua adalah konsekuensi yang wajar!
"Sudah menit ke-86, ini kesempatan terakhir!" keluh Yang Cheng sambil mengerutkan dahi.
Semua tahu, begitu Effenberg turun, Borussia Mönchengladbach pasti akan berusaha mati-matian bertahan di menit akhir. Dengan kekurangan satu pemain, satu-satunya pilihan adalah bertahan mati-matian dengan semua pemain mundur ke wilayah terlarang.
Maka tendangan bebas di posisi strategis ini menjadi harapan terakhir 1. FC Kaiserslautern!
Tiba-tiba Yang Cheng merindukan Verón. Pemain Argentina itu memang penendang bebas andalan tim, sayangnya namanya tidak tercantum dalam daftar skuat.
Selain Verón, siapa lagi yang bisa diandalkan?
"Aku yang urus!" Saat Denílson bersiap menempatkan bola untuk mengeksekusi tendangan bebas ini, Deisler tiba-tiba mendekat dan dengan inisiatif meminta izin mengambil alih eksekusi tendangan bebas tersebut.
Denílson membeku sejenak, "Seb Kecil..."
Bukan hanya Denílson yang terkejut, Nedvěd, Van Nistelrooy, dan yang lain juga menunjukkan ekspresi terperanjat. Mereka belum pernah menyaksikan Deisler begitu aktif meminta sesuatu sebelumnya.
"Aku terus berlatih tendangan bebas, percayalah!" kata Deisler dengan wajah penuh keyakinan.
Para pemain bingung menentukan keputusan, lalu memandang ke arah Yang Chengzhuo di pinggir lapangan.
Yang menatap Deisler yang terlihat sangat percaya diri dan penuh tekad, seolah menyampaikan: "Bos, bukankah kau selalu mendorongku untuk lebih berani menghadapi tantangan?"
Tiba-tiba semangat membara mengalir dalam dada Yang Chengzhuo.
Ya, jika sebuah pertandingan dan gelar juara bisa mengubah Deisler menjadi pribadi yang utuh, itu pasti sepadan!
Memikirkan ini, Yang Cheng mengangguk setuju dengan mantap.
Wajah Deni penuh rasa syukur sambil mengangguk ke arah Yang Cheng, kemudian berjalan ke titik penalti. Ia menggendong bola, mengelap permukaan bola dari serpihan rumput dan genangan air menggunakan ujung jerseynya, menciumnya lembut sebelum meletakkannya kembali di titik penalti dengan kelembutan yang tak tertandingi!
"Seb Kecil, aku yang memberi perlindungan!" Denílson yang kidal ini merasa nyaman mengeksekusi dari posisi ini baik menggunakan kaki kiri maupun kanan, sehingga rela menjadi pengalih perhatian untuk Deni.
"Kerja bagus, Seb Kecil, kami percaya padamu!" Nedvěd segera mendekat memberikan dorongan.
"Benar, Seb Kecil, jangan beri tekanan pada diri sendiri!" Kehl juga datang dari belakang menyemangati.
"Aku dan Henrik akan segera menyerang gawang, jadi..." Van Nistelrooy menepuk bahu Denílson. Meski kalimatnya terputus, maksudnya jelas: memberi tahu Denílson bahwa sekalipun gagal, mereka akan berusaha mencari kesempatan tembakan tambahan.
"Tenang, rekan-rekan, gol ini pasti kumasukkan!" Denílson menunjukkan kepercayaan diri yang tak terduga, terutama ekspresi wajahnya yang mengatupkan gigi dengan tekad baja, kontras tajam dengan image anak baik sebelumnya, bagai sebuah pembongkaran citra.
Rekan satu tim terlihat terkejut, namun dalam periode pertandingan, tidak ada waktu untuk berpikir lebih lanjut.
Tembok manusia sudah terbentuk, tapi posisinya terlalu maju. Wasit memberi isyarat untuk mundur sedikit, sementara kiper Borussia Mönchengladbach terus menyesuaikan formasi tembok sembari memantau jangkauan penglihatannya.
Saat semua persiapan rampung, Denílson dan Deni berdiri di kanan-kiri saling mendukung seperti tanduk banteng. Selain pemain 1. FC Kaiserslautern, tak satu pun tahu siapa yang sebenarnya akan mengeksekusi tendangan tersebut.
Di pinggir lapangan, Yang Cheng juga mengawasi lapangan, tertuju pada Deisler. Para asisten di sampingnya satu per satu keluar dari bangku pelatih, fokus total mengamati segala hal di lapangan. Moniz bahkan tak tahan lagi mulai berdoa.
Seluruh stadion Fritz Walter, seluruh kota Kaiserslautern, bahkan jutaan fans di depan TV, pada detik ini terhening. Semua perhatian tertumpu pada remaja Jerman 18 tahun itu dan bakat Brasil di sampingnya.
Peluit wasit berbunyi menusuk telinga, membangunkan semua yang terlena dalam keheningan total.
Denílson mengangguk diam-diam ke arah Deisler, lalu lebih dulu mulai berlari. Yang belakangan tak ragu, mengikuti di belakang Denílson. Keduanya berurutan seperti rantai.
Saat Denílson melewati titik penalti, tembok manusia bergerak. Ketika giliran Deisler tiba, langsung menggesekkan tendangan melengkung dengan kakinya.
Bola sepak hitam-putih bagai amunisi yang meluncur dari laras meriam, terbang dari kaki Deisler melintasi garis lengkung yang memancarkan keindahan tak tertandingi, nyaris melewati tembok manusia yang melompat tinggi, mencapai puncak ketinggian dengan rotasi kuat sebelum mulai terjun ke arah tiang kiri.
Penjaga gawang mengawasi ketat jalannya bola, konsentrasinya maksimal. Begitu melihat bola meluncur, ia langsung bergeser dua langkah cepat ke kiri, namun menyadari kecepatan bola terlalu tinggi. Dengan sigap ia menerjang sekuat tenaga, seluruh tubuhnya terbang menghadang.
Di detik ini, kiper Borussia Mönchengladbach berharap bisa memanjangkan lengan seperti manusia karet. Sayangnya, meski telah meregangkan tangan kanannya sampai batas kemampuan, upayanya tetap terlambat sedetik.
Saat bola menyusur tiang kiri masuk garis gawang, upaya penyelamatan kiper baru tiba. Tangannya hanya menggenggam angin, tubuhnya jatuh berat menghantam rumput lapangan.
"Se...sepakan tendangan langsung yang sempurna! Cantik sekali, benar-benar luar biasa!"
"Ini adalah gol spektakuler dari tendangan bebas langsung yang sangat-sangat indah, berasal dari pemain muda 18 tahun 1. FC Kaiserslautern, Sebastian Deisler, bakat pendatang baru yang telah masuk Timnas Jerman ini, berhasil mencetak gol penting bagi Kaiserslautern!"
"Dia begitu tenang, begitu mahir, seolah-olah mencetak gol tendangan bebas seperti ini baginya seperti kacang goreng!"
Di lapangan, begitu peluit gol berbunyi, pemain-pemain Kaiserslautern langsung mengelilingi Deisler di tengah. Mereka bergantian memegangi Deisler dengan gembira bukan kepalang, bersemangat sampai lama tidak bisa berkata-kata.
Deisler tetap menunjukkan senyum malu-malu yang khas, berbeda dengan sikap otoriter dan tegas sebelumnya. Saat menerima ucapan selamat dari lawannya, ia menunjukkan sifat aslinya yang sebenarnya.
Setelah berhasil melepaskan diri dari kerumunan rekan satu tim, dia berlari kecil dua langkah menuju pinggir lapangan, sampai di hadapan Yang Chengzhuo.
"Bos... aku berhasil!" ujar Deisler dengan mata berkaca-kaca.
Yang Chengzhuo juga menahan air mata, rasanya ingin sekali menangis tapi mati-matian menahan diri.
Secara aktif mendekat, memeluk erat Deisler, menepuk punggungnya dengan keras bagai seorang ayah yang terharu melihat anaknya dewasa, penuh kesombongan dan kebanggaan!
"Bos!" Para pemain tiba-tiba menyadari kejadian ini lalu satu per satu berlari mendekat, bergantian memeluk Yang Chengzhuo untuk merayakan. Adegan ini langsung tertangkap kamera siaran langsung TV di pinggir lapangan.
"Sepertinya 1. FC Kaiserslautern sudah tidak tahan lagi merayakan kemenangan mereka dalam pertandingan ini lebih awal. Dengan mengalahkan Borussia Mönchengladbach, mereka hampir bisa dikatakan sudah memesan gelar juara Bundesliga musim ini lebih awal. Karena tak ada yang percaya, dalam 2 pertandingan terakhir liga - kandang melawan Wolfsburg dan tandang melawan Hamburg - Kaiserslautern tidak akan mampu meraih 1 poin pun."
"Lihatlah wajah-wajah muda, bahkan bisa dibilang masih terlihat kekanakan ini. Perhatikan pemuda Tionghoa di tengah yang wajahnya memerah karena terlalu bersemangat. Tak ada yang berani percaya bahwa pria 26 tahun ini bisa memimpin tim promosi yang masih muda ini merebut gelar juara Bundesliga. Ini benar-benar bisa disandingkan dengan keajaiban besar mana pun dalam sejarah sepakbola!"
“Mungkin semua penonton di depan TV, semua fans yang duduk di tribun stadion Fritz Walter, semua pendengar siaran radio, kita semua telah menjadi saksi kelahiran sebuah keajaiban - Keajaiban Kaiserslautern!”
Sepertinya bahkan wasit utama sengaja memberi waktu bagi Yang Chengzhuo untuk merayakan bersama fans. Baru setelah pelukan antara Yang Chengzhuo dengan para pemain selesai, wasit mendekat untuk mendesak agar pertandingan dilanjutkan.
Semua orang baru menyadari bahwa waktu baru memasuki menit ke-87. Masih tersisa 3 menit plus tambahan waktu.
"Hati-hati, teman-teman! Teruskan tekanan, jangan merapatkan formasi, jangan mundur, jangan menunjukkan ketakutan! Lawan kita sudah tak berdaya!"
"Lihatlah wajah mereka! Mereka sudah kehilangan semangat juang dan keyakinan. Jadi kita harus terus memberikan tekanan. Tak perlu khawatir dengan area pertahanan kita, karena kita akan membuat mereka tak bisa menyerang ke sana!"
"Aku akan menemani kalian di pinggir lapangan, lalu kita bersama-sama merayakan kemenangan!" Yang Cheng menepuk tangan dengan keras memberikan dorongan pada pemainnya.
Para pemain satu per satu mengangguk setuju dengan mantap, kemudian kembali ke lapangan pertandingan.
Saat pertandingan dimulai kembali, Borussia Mönchengladbach yang melakukan kick-off segera dipaksa mundur ke separuh lapangan mereka oleh 1. FC Kaiserslautern. Umpan panjang tanpa kesadaran mereka berhasil dibersihkan oleh Sebastian Kehl dengan sundulan, mengembalikan kepemilikan bola ke bawah kaki tim Kaiserslautern.
Namun kali ini Kaiserslautern bermain cerdas. Mereka menekan Mönchengladbach di separuh lapangan lawan tapi tidak terburu-buru menyerbu area 32 meter, melainkan dengan sabar melakukan operan pendek di lini belakang-tengah sambil mencari celah secara sistematis.
Mönchengladbach juga sudah kehilangan semangat juang. Para pemainnya hanya melakukan resistensi simbolis di lapangan, lebih banyak mempertahankan posisi mereka seolah berkata: "Selama kalian tidak menyerang wilayah inti kami, kami tidak akan mengganggu."
Ini jelas aksi menyerah tanpa perlawanan!
Yang Chengzhuo di pinggir lapangan terus menggelengkan kepala, Borussia Mönchengladbach yang kehilangan Effenberg memang kehilangan semangat juang dan jiwa tim, padahal elemen-elemen ini sangat vital dalam sebuah pertandingan sepakbola.
Dia memberi isyarat pada pemainnya untuk mencari peluang dengan sabar, mengulur-ulur waktu, dan bersiap merayakan kemenangan.
Wasit utama yang berpengalaman ini sudah lama memperhatikan dinamika antar tim. Meski memberikan tambahan waktu 3 menit, dia justru membunyikan peluit akhir di menit ke-2 tambahan karena yakin sisa 1 menit terakhir hanya akan diisi operan monoton.
Begitu peluit akhir berbunyi, sorak-sorai gegap gempita langsung meledak dari tribun penonton. Para pemain pun berhamburan merayakan kemenangan, namun tak lama kemudian mereka berduyun-duyun menuju pinggir lapangan.
“Skor berapa? Berapa skor Bayern München melawan Bayer Leverkusen?”
Mereka jelas-jelas berebut ingin tahu hasil pertandingan yang berlangsung bersamaan di Stadion Olimpiade, karena ini akan menentukan apakah Kaiserslautern bisa mempercepat gelar juara!
Sebelum akhir cerita tuntas, siapa yang bisa benar-benar yakin, bukan?
