Pertandingan AC Milan terlambat satu hari dibanding Inter. Tapi kali ini lawan mereka adalah Atalanta yang hanya berjarak 1 jam perjalanan dari Milan. Ancelotti bisa datang ke Stadion Giuseppe Meazza bersama para asistennya untuk menyaksikan Derby Italia ini.
Sesuai harapan Ancelotti, keinginan untuk membuat Juventus mengalahkan Inter Milan di kandang lawan adalah hal yang tidak realistis. Jadi menurutnya, jika Juventus bisa menyamakan kedudukan dengan Inter Milan, itu sudah menjadi akhir yang cukup bagus.
Permulaan pertandingan memberinya kejutan. Taktik serangan cepat Lippi memberikan efek yang sangat menonjol. Inter Milan bahkan sempat dipaksa dalam kondisi terburu-buru. Namun Juventus yang gagal mencetak gol meski terus menekan mulai kehabisan tenaga. Ketiadaan kreativitas lini tengah Legiun Zebra membuat tekanan mereka sulit bertahan lama, sehingga situasi pun cepat berbalik dikuasai Inter Milan.
Selanjutnya, seiring perkembangan situasi pertandingan, ekspresi Ancelotti semakin serius. Jika kesalahan Birindelli yang membuat Nedvěd berhasil merebut bola lalu memberikan umpan silang ke Ronaldo hingga mencetak gol, masih bisa dianggap sebagai kesalahan pemain individual, maka kesalahan operan Conte dan gol Nedvěd berikutnya benar-benar menghapus niatnya untuk berdalih demikian.
"Terlihat seperti kesalahan, sebenarnya ini karena Inter Milan memberikan tekanan psikologis yang sangat besar kepada lawan, menyebabkan mereka mengalami penyimpangan dalam menilai detail dan mengolah bola. Aku yakin, saat itu Birindelli dan Conte pasti tidak berpikir seperti ini. Kesalahan seperti ini terjadi di luar perkiraan mereka."
Ancelotti melanjutkan analisisnya sambil menghela napas, "Taktik pengepungan dan blokade di lini tengah-depan Inter Milan terlalu terperinci, berlapis-lapis. Ditambah dengan Nedvěd yang benar-benar abadi di depan, Ronaldo dan Van Nistelrooy yang selalu siap menerobos celah, serta kerja sama operan variatif Pirlo dan Deco di belakang. Benar-benar mustahil diantisipasi!"
Sebagai lawan yang akan segera bertanding, secara prinsip Ancelotti seharusnya tidak mengucapkan kata-kata yang bisa menurunkan semangat seperti ini. Tapi saat ini hanya ada asistennya di sampingnya, jadi dia sama sekali tidak khawatir kata-katanya akan bocor.
"Nedvěd 'itu' benar-benar sulit ditaklukkan, apa dia memang benar-benar abadi?" Asisten pelatih Tassotti merasa sulit percaya.
Tanpa gangguan omong kosong belaka Nedvěd di lini depan, taktik pengepungan bersama Inter Milan di lini tengah-depan tidak akan sehebat ini daya hancurnya.
Ini mirip seperti saat AC Milan memiliki Gattuso di lini tengah. Kini legiun merah-hitam bisa mengalahkan siapa pun di lini tengah, kecuali Gattuso. Tanpanya, lini tengah AC Milan kehilangan ketebalan, dan pertahanan depan kehilangan zona penyangga.
Peran Nedvěd agak serupa dengan Gattuso, namun makna taktisnya lebih besar karena posisinya lebih maju. Ditambah kemampuan oper bola yang hebat dan tembakan jarak jauh yang mencengangkan dari pemain asal Ceko ini, membuatnya hampir bisa langsung melancarkan serangan balik jika berhasil merebut bola di lini tengah-depan.
"Gaya Nedvěd sudah seperti ini sejak era Kaiserslautern. Jarak larinya selalu sepanjang itu, hanya saja sekarang dia bermain semakin cerdas dan masih terus berkembang. Setelah Emerson comeback musim ini, Yang Chengzhuo merasa nyaman dengan ketebalan pertahanan di area tengah, lalu mulai merancang strategi untuk membebaskan Nedvěd. Jadi selain tetap menyumbang di sektor pertahanan, performanya di sektor serangan juga semakin menonjol."
"Jika harus memberi penilaian, kontributor terbesar untuk Inter Milan saat ini, yang pertama adalah Nedvěd, kedua Emerson. Sedangkan Ronaldo dan Van Nistelrooy, peringkatnya tidak hanya kalah dari empat gelandang, bahkan harus berada di belakang tim."
Berhenti sejenak, Ancelotti menghela nafas: "Di depan setengah lapangan yang bisa terus menciptakan peluang dan mengirim umpan-umpan berkualitas ini, meski bukan Ronaldo atau Van Nistelrooy, sekalipun diganti Luca Toni dan Martins, Inter Milan tetap bisa terus mencetak gol."
Ancelotti menganalisis pemain dari sudut pandang taktis, sehingga memiliki persepsi seperti ini. Namun dari posisi fans, kedua striker ini terus mencetak gol, sehingga popularitas dan pengaruh mereka terus meningkat.
Tentu saja, kombinasi Ronaldo dan Van Nistelrooy dibandingkan dengan Luca Toni dan Martins, efisiensi mencetak gol yang pertama lebih tinggi. Karena pergerakan, tarikan, dan koordinasi mereka lebih cerdas, kemampuan individu juga lebih menonjol.
"Benarkah tidak ada cara untuk mengatasi?" Tassotti terlihat tidak puas dengan penilaian Ancelotti.
Sebagai pendukung setia AC Milan, Tassotti pasti tidak ingin melihat tetangga bangkit, apalagi dengan cara yang begitu otoriter. Dia adalah salah satu perintis rekor 58 pertandingan tak terkalahkan AC Milan, jadi sama sekali tidak ingin rekor itu disamakan, apalagi dipecahkan oleh rival abadi.
Ancelotti tentu saja tahu perasaan Tassotti, sebenarnya dia sudah tahu sejak awal bahwa Tassotti tidak senang padanya.
Alasannya sederhana, setelah Zaccheroni dipecat, Paolo Maldini sempat melatih AC Milan. Saat itu Tassotti adalah asistennya. Di akhir musim, Maldini memuji Tassotti habis-habisan dan merekomendasikannya ke petinggi klub untuk memimpin AC Milan, menganggap dia bisa melakukan pekerjaan dengan sangat menonjol.
Tapi setelah berdiskusi, Galliani dan Berlusconi akhirnya memutuskan untuk tidak menyetujui usulan ini. Mereka menyatakan Tassotti kurang pengalaman, lalu beralih memilih Terim. Tassotti langsung diturunkan ke tim muda.
Karier Terim di AC Milan tidak lama. Setelah turun jabatan di tengah jalan, saat itu dukungan untuk Tassotti sangat tinggi. Dia dihadapkan pada dua pilihan: melatih Parma atau tetap bertahan di AC Milan menunggu kesempatan. Hasilnya dia memilih opsi terakhir, namun sayangnya meskipun Terim turun jabatan, yang naik ke posisi pelatih Legiun Merah-Hitam justru Ancelotti.
Untuk menghibur Tassotti, Galliani mempromosikannya ke tim utama. Secara halus dikatakan untuk memberinya pengalaman, namun hubungan antara Tassotti dan Ancelotti tidak pernah benar-benan baik. Paling banter mereka hanya hubungan pelatih kepala dan asisten, tidak akan pernah menjadi teman.
Ancelotti mungkin punya kekurangan di beberapa aspek, tapi keunggulannya juga jelas terlihat. Kecerdasannya dalam mengatasi konflik internal tim sangat halus. Jadi meski mendengar protes Tassotti, dia hanya tersenyum tanpa berkomentar lebih lanjut.
"Tepat pada saat ini, Inter Milan kembali ke lapangan, babak kedua pertandingan dimulai!"
……
……
Lipp akhirnya melakukan penyesuaian selama istirahat tengah, namun entah karena pertimbangan apa, ia tidak memilih untuk menggantikan Del Piero yang performanya buruk atau Trezeguet yang fungsinya tidak jelas, malah memilih untuk menggeser Di Vaio.
Ini benar-benar pergantian yang membingungkan, terutama mengingat Di Vaio berprestasi bagus dan justru bisa menjadi ancaman besar dalam serangan balik. Memilih untuk menggeser pemain Italia ini jelas merupakan tindakan melukai diri sendiri.
"Pemain paling berbahaya Juventus di babak pertama adalah Di Vaio, tapi Lippi malah menggesernya sekarang. Kembali ke taktik normal 442 dengan formasi sejajar di lini tengah - ini benar-benar kontroversial! Bukankah ini sama saja dengan memberi tahu Inter Milan: 'Kalian bisa menyerang dengan berani?'"
Komentator di TKP tidak memahami keputusan pergantian Lippi. Demikian pula Yang Chengzhuo yang juga kebingungan.
“Tidak ada lagi Del Piero, mereka mau bertarung dengan apa?” Yang Chengzhuo tersenyum bertanya, “Posisi bridgehead Trezeguet? Atau pergerakan fleksibel Del Piero?” Sambil berkata, dia tidak tahan menggelengkan kepala dengan senyum getir.
Fungsi bridgehead Trezeguet tergantung lawan siapa. Di hadapan Lúcio dan Nesta, pemain Prancis ini sama sekali tidak mendapat keuntungan. Sedangkan Del Piero jelas lebih tidak bisa. Secara ketat, sejak cedera tahun 98, performa Del Piero tak pernah mencapai ketinggian sebelumnya, meski dalam dua season terakhir golnya cukup bagus.
Tapi Del Piero jelas pemain yang layak dihormati. Bagaimanapun, tak seorang pun bisa menghapus fakta ini.
Hanya sebagai lawan, penghormatan ini harus tetap dalam hati!
“Mungkin dia sedang mempertimbangkan taktik konvensional untuk membekukan serangan kita, melihat apakah bisa memutar balik situasi!” Benitez mengajukan hipotesis.
Seorang pelatih kepala, setiap perintah yang dikirimkan sebelumnya, siapa yang tahu efeknya? Ini seperti sutradara yang memfilmkan sebuah movie, sebelum rilis siapa yang tahu box office-nya? Semua hanya bisa berusaha maksimal sampai akhir.
Penyesuaian Lippi kali ini, apapun alasannya, memasukkan Tacchinardi jelas memperkuat kemampuan mencegah dan kontribusi defensif Juventus di area tengah. Terutama keteraturan pertahanan efektif yang mereka organisasi di wilayah sendiri, membuat serangan Inter Milan sulit menembus pertahanan mereka untuk sementara.
Di tribun, fans Inter Milan masih bersenandung penuh semangat. Mereka semua bersemangat dan bergembira menyaksikan tim unggul 2 gol. Seolah sudah menyaksikan kemenangan ke-11 tim yang memecahkan rekor sejarah Juventus era dulu, mereka bersorak-sorai gegap gempita penuh kegembiraan.
“Pemain Inter Milan di lapangan terus melancarkan serangan ke pertahanan Juventus, terus memberikan tekanan.”
“Nedvěd setelah istirahat tengah, terus menekan Juventus di lini tengah-depan. Lari dan pressing-nya yang hampir ada di mana-mana benar-benar membawa masalah besar bagi Juventus, memberi ruang gerak lebih luas untuk Pirlo dan Deco di belakangnya.”
“Sudah berapa lama?” Yang Chengzhuo bertanya.
Dia sedang mempersiapkan pergantian pemain.
“63 menit!” Paulus Bayer menjawab.
Asisten Jerman ini menambahkan, “Sejak babak kedua dimulai, Juventus hanya melakukan satu tembakan!”
18 menit, satu tembakan – data ini benar-benar terlihat memalukan.
Tapi selain serangan awal Inter, Yang Cheng memberi isyarat agar tim bermain lebih stabil. Memimpin skor, bermain sabar adalah pilihan tepat.
“Mau ganti pemain?” Paulus Bayer bertanya.
Yang Chengzhuo menggelengkan kepala, "Tunggu sebentar lagi."
Saat ini tim sedang mencari kesempatan dengan sabar. Jika berganti pemain, malah akan memutus irama serangan tim.
Seperti membuktikan hipotesis Yang Chengzhuo, Inter Milan segera menemukan celah dan melancarkan gelombang serangan baru.
……
……
Andrea Pirlo terus menyusup dan berlari di area tengah. Saat melihat celah pertahanan Juventus, gelandang itu langsung mengoper bola ke ruang kosong dengan tindakan tegas.
Ferrara dan Thuram yang berjarak dekat sama-sama mundur saat melihat Ronaldo maju ke depan. Pemain Prancis itu bahkan langsung mengangkat kaki untuk menyapu bola.
Kali ini sapuan kaki Thuram terlalu tinggi. Ferrara yang seharusnya menyundul bola malah terkena tendangan di dahinya hingga darah mengucur deras. Bek veteran itu langsung berdiri sambil mendorong Thuram yang hendak meminta maaf, melontarkan sumpah serapah. Thuram pun membalas dengan tak mau kalah.
Pemain Juventus segera mendekat untuk melerai mereka, Collina juga menghentikan pertandingan, meminta Ferrara pergi ke pinggir lapangan untuk mendapat pertolongan pertama sederhana. Namun konflik antara Ferrara dan Thuram jelas memberikan bayangan kelam bagi Juventus.
"Ketinggalan dua gol, situasi permainan juga sangat pasif, ini memberikan tekanan psikologis besar bagi pemain Juventus. Kesalahpahaman antara Ferrara dan Thuram barusan juga berasal dari tekanan tersebut. Jika kedua belah pihak tidak bisa mengatasi tekanan ini dengan baik, Inter Milan mungkin akan terus menekan tanpa ampun." Komentator analisis di TKP menjelaskan.
Tak lama, Ferrara kembali ke lapangan. Lukanya sangat kecil, langsung tertangani dengan cepat.
Namun serangan Inter Milan tiba-tiba menjadi semakin ganas, terutama Nedvěd yang meningkatkan tekanan di lini tengah-depan dengan agresivitas ekstra. Pirlo dan Deco di belakangnya juga terus-menerus menciptakan peluang berbahaya.
Menit ke-72, Juventus melakukan bantuan membebaskan bola. Lúcio ungguli Trezeguet dalam duel header dan mengembalikan bola. Emerson yang menyambar bola kemudian menyerahkan kepada Zanetti. Pemain Argentina ini menggiring bola ke area tengah lapangan dan mengoper ke Deco, sementara dirinya sendiri terus menerobos ke depan.
Deco menghadapi jepitan dari Conte dan Tacchinardi. Dari antara dua pemain itu, ia mengoper bola ke Nedvěd. Pemain asal Ceko ini menguasai bola di area kanan depan wilayah terlarang. Melihat posisi Birindelli yang terlalu maju, ia langsung melepaskan umpan ke belakang bek tersebut.
Zanetti tetap gila-gilaan menerobos di sayap kanan. Ia tak peduli apakah umpan tim bisa sampai ke sisi-nya atau tidak, terus saja maju. Terutama ketika melihat Nedvěd menguasai bola di depan area penalti, pergerakannya semakin tegas ke depan.
Posisi penguasaan bola Nedvěd cukup canggung - berada di zona tengah antara Iuliano dan Birindelli. Keduanya ingin maju menekan, tapi takut meninggalkan posisi. Akhirnya Birindelli mendekat beberapa langkah, tapi persis di saat itu Nedvěd melepaskan umpan.
Zanetti melewati Birindelli, meneruskan dribel setelah menguasai bola, sampai di depan garis akhir, langsung melesatkan tendangan keras mengirim umpan lambung ke kotak penalti, tepat ke titik belakang.
Umpan silang Zanetti mengandung putaran dan lekukan, setelah sampai di titik belakang, Ferrara menggunakan tubuhnya untuk mengunci Ronaldo dengan erat, memblokir orang Brasil itu di belakangnya. Menghadapi bola yang datang, karena cedera kepala, dia memilih menghentikan bola dengan dada untuk mengoper ke Van der Sar.
Namun penghentian bola dengan dada ini justru menimbulkan kesalahpahaman lagi. Van der Sar yang mengira Ferrara akan melakukan header klarifikasi, tak menyangka bola justru dioper ke dirinya. Kiper Belanda itu terlambat menyadari, baru bereaksi setelah beberapa detik dan langsung ingin menerjang.
Tapi sebelumnya, siluet berbaju biru-hitam telah lebih dulu muncul di posisi krusial ini. Sebelum Van der Sar sempat maju, pemain itu menyodok bola dengan kaki.
Bola meluncur tepat di samping Van der Sar, nyaris menempel rumput lapangan, menggelinding masuk ke gawang.
Van der Sar ingin menghentikan, Ferrara dan Iuliano di sampingnya juga berusaha menghalangi, namun akhirnya tidak ada yang bisa mencegah bola karet menggelinding masuk ke dalam jaring. Semua orang hanya bisa menyaksikan bola masuk ke gawang.
Pierluigi Collina meniup peluit yang menandakan gol sah!
“GOALLLLLLLLLLLL！”
"Di menit ke-72 babak kedua, Inter Milan menambah gol ketiga, 3-0!"
"Tembakan tambahan dari striker Belanda Van Nistelrooy di depan gawang. Umpan silang Zanetti menciptakan kekacauan, performa Ferrara sungguh mengecewakan. Mereka malah melakukan kesalahan fatal dengan Van der Sar, memberi hadiah gratis untuk Van Nistelrooy."
"Ketertinggalan 3 gol jelas mengakhiri pertandingan ini lebih awal. Aku yakin tak ada yang masih percaya Juventus bisa menyamakan skor. Ini Stadion Giuseppe Meazza, di sini Inter Milan tak pernah kalah dan jarang kehilangan 2 gol."
Setelah melihat gol Van Nistelrooy, Lippi menarik kacamata di batang hidungnya dengan kasar sambil bergumam marah. Anggota ini bahkan saat marah pun enggan mengumpat, masih mempertahankan sikap pria terhormatnya.
Sebaliknya Yang Chengzhuo, saat menyaksikan gol Van Nistelrooy, mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi dengan gembira seolah timnya sudah memenangkan pertandingan. Kenyataannya, dia sudah bisa menyimpulkan bahwa pertandingan ini sudah dimenangkan!
Skor 3-0 belum tentu mencerminkan kesulitan selama proses pertandingan. Secara visual ini terlihat seperti pertandingan satu arah, namun sebenarnya penuh dengan pertarungan taktik kedua tim dan performansi aktual para pemain.
Mengalahkan Lippi itu sangat sulit!
Saat Van Nistelrooy mencetak gol, Yang Chengzhuo dengan bersemangat memeluk asisten di sampingnya, lalu berpelukan dengan pemain cadangan di bangku cadangan. Bahkan dia mendatangi area bawah tribun, mengangkat tangan menyambut sorak-sorai gegap gempita para fans di atas.
"Sudah lihat belum? Kalian sudah lihat belum?"
Para fans di tribun serempak berteriak, "Sudah lihat!"
"Kita menang!"
Pertandingan tersisa belasan menit lagi, tapi itu sudah tak berarti banyak.
Juventus yang mempertahankan pertahanan kokoh justru dihujani tiga gol. Pukulan ini tak hanya berupa ketertinggalan situasi pertandingan, tapi juga kegagalan serius secara psikologis dan aura. Kesalahan koordinasi terakhir antara Ferrara, Thuram, dan Van der Sar seharusnya tidak terjadi dalam kondisi normal, tapi justru muncul di tengah pertandingan.
Apa artinya ini?
Ini membuktikan bahwa mental pemain Juventus di menit-menit akhir sudah mengalami penyimpangan. Ditambah pressing ganas Inter Milan di lini tengah-depan yang bahkan mendekati kegilaan, menciptakan tekanan psikologis besar bagi pemain belakang-tengah Juventus, membuat setiap gerakan mereka terasa dibebani tekanan berat layaknya sedang menjalani hukuman.
Teknik mereka akan berubah bentuk, psikologi mereka akan menjadi sangat rapuh, bahkan banyak kesalahan level rendah yang biasanya tidak mereka lakukan, sekarang mungkin saja terjadi.
Apakah ini hoki?
Mungkin, tapi tanpa tekanan yang diberikan Inter Milan dan beban aura yang dibebankan pada lawan, akankah mereka melakukan kesalahan secara aktif?
Pertandingan masih berlanjut, Collina memerintahkan pemain Inter Milan yang merayakan gol untuk kembali ke lapangan.
Trezeguet dan Del Piero menuju lingkaran tengah, mereka menunggu tendangan dimulai.
Seluruh tribun Stadion Giuseppe Meazza bergema dengan lagu tim Inter Milan yang nyaring, disertai sorak-sorai para Nerazzurri.
Ini membuat pemain Juventus merasa canggung, tidak berdaya, bahkan panik.
Mereka bermain sepanjang pertandingan dalam atmosfer seperti ini, sungguh mengerikan seperti neraka!
Jika dipadukan dengan skor pertandingan ini, Stadion Giuseppe Meazza benar-benar menjadi neraka!
Neraka Juventus!
Tapi Surga Inter Milan!
Karena mereka menang!
