Pekan ke-32 Serie A, Inter Milan dengan formasi cadangan menyambut kedatangan Parma di San Siro.
Inter Milan yang sudah pasti juara liga terlihat bermain lebih santai. Sementara Parma yang berambisi merangsek ke posisi 4 besar zona kualifikasi Liga Champions bermain mati-matian. Namun akhirnya Inter tetap menang 1-0 lewat gol Van Bommel yang mengandaskan perlawanan Parma.
Tiga hari kemudian, Inter Milan bertugas di kandang sendiri menyambut lawan leg kedua semifinal Liga Champions, Juventus.
Tidak diragukan lagi, pertandingan ini dijuluki dunia luar sebagai lomba yang sudah kehilangan suspense. Dalam situasi Yang Chengzhuo dan timnya mengalahkan lawan 3-1 di tandang, kemungkinan pembalikan di kandang sendiri sangat minimal - itu sama sekali bukan gaya bermain sang pelatih.
Akhirnya, mengandalkan gol dari Nedvěd dan Ronaldo, Inter Milan mengalahkan Juventus 2-1 di kandang sendiri, dengan total skor 5-2 mengeluarkan Legiun Zebra dari Liga Champions Eropa dan melaju ke final.
Saat pertandingan berakhir, seluruh Stadion Giuseppe Meazza bergemuruh dengan sorakan "Sang Kaisar". Ini merupakan kali ketiga Yang Chengzhuo membawa tim ke final Liga Champions, menyamakan rekor sejarah kompetisi tersebut. Di usia 31 tahun, namanya sudah tercatat abadi dalam sejarah Liga Champions.
Meski gagal mempertahankan gelar juara Liga Champions seperti era keemasan Inter Milan, semua orang tahu bahwa jika Inter Milan musim ini benar-benar bisa merealisasikan treble seperti prediksi Yang Chengzhuo, hal ini akan membuat Dinasti Nerazzurri melampaui era keemasan Inter Milan dan menjadi momen paling gemilang dalam sejarah klub.
Dalam 4 tahun kepelatihan Yang Chengzhuo, performa Inter Milan terus meningkat tiap musim. Prestasi ini membuat Dinasti Nerazzurri-nya dipuja fans Inter Milan di seluruh dunia. Bahkan dalam penamaan stadion baru Inter Milan sebelumnya, usulan "Stadion Sang Kaisar" sempat unggul jauh, namun akhirnya dibatalkan setelah Yang sendiri menolak dengan halus.
Dalam konferensi pers pasca-pertandingan usai lomba, Yang Chengzhuo menyatakan kepada wartawan bahwa ia merasa sangat puas dengan kondisi tim saat ini.
"Di Coppa Italia dan Liga Champions, kami berhasil lolos ke final. Kita punya peluang merebut kedua gelar ini. Ini benar-benar hal yang brilian bagi kami. Aku lega timku berhasil mencapai ini!"
Wartawan di TKP langsung bertanya pada Yang Chengzhuo tentang kebiasaannya bergumam saat pemain mencetak gol. Dengan senyum, pelatih Inter Milan itu menggelengkan kepala.
"Aku sedang mendoakan rekan-rekan sebangsaku di tanah air," jawabnya dengan tulus.
Sementara Inter mengeliminasi Juventus, AC Milan berhasil menyingkirkan raksasa Spanyol Real Madrid lewat agregat 1-1 (0-0 di kandang, 1-1 di tandang). Duel Derby Milan pun akan tersaji di final Liga Champions.
Pertarungan dua raksasa kota Milano di panggung tertinggi Eropa ini langsung menyedot perhatian alam semesta. Pertandingan yang awalnya hanya derby lokal ini berubah menjadi tontonan global yang viral di seluruh penjuru dunia.
Dari pertandingan AC Milan melawan Real Madrid terlihat bahwa pertahanan AC Milan dilakukan secara teratur bagai roda gigi yang rati. Dari beberapa laga terkini, kombinasi striker ganda Shevchenko dan Inzaghi sepertinya telah dipoles dengan baik oleh Ancelotti. Setidaknya dalam laga tandang melawan Real Madrid, umpan silang Inzaghi berhasil membantu Shevchenko mencetak gol.
Hal ini menambah kadar suspense pada final yang akan datang. Apakah AC Milan yang terus menunjukkan progres bisa mengandalkan final penting ini untuk menghancurkan Inter Milan? Ataukah Legiun Nerazzurri yang akan menciptakan puncak legenda baru?
Ada ungkapan yang tepat: Final Liga Champions hanya bertarung dalam satu pertandingan. Semua rekam jejak sebelum dan sesudah final tak ada hubungannya dengan laga itu sendiri. Mereka hanya bertarung di satu pertandingan ini - siapa yang menunjukkan kemampuan lebih baik, siapa yang lebih efektif melawan strategi lawan, dialah yang akan menang.
Yang Chengzhuo juga setuju dengan hal ini, sehingga dalam wawancara media dia menyatakan Inter Milan bukan kandidat panas.
"Mereka yang terus-menerus memuji kami sebagai favorit di koran sebenarnya licik. Mereka ingin melihat kami lengah, melihat kami ceroboh. Sebenarnya, kemenangan/kekalahan dalam pertandingan ini antara kami dan AC Milan seimbang."
Terlihat jelas, dia masih trauma dengan pepatah "kandidat panas sudah pasti mati".
Tapi jelas, dunia luar tidak akan mengurangi hype hanya karena seruan Yang Chengzhuo ini.
Dari serangkaian analisis jadwal pertandingan, Inter Milan memang mendominasi keunggulan tertentu.
Tim ini saat ini sudah tidak mengejar liga lagi. Mereka menjadi juara liga lebih cepat, sama sekali tidak perlu khawatir dengan liga. Yang Chengzhuo juga selalu menggunakan pasukan cadangan dan pemain muda tim muda untuk bertarung di liga, sekaligus memberi mereka kesempatan berlatih maupun waktu beristirahat dan menyesuaikan status untuk pasukan inti tim utama.
Tapi AC Milan tidak bisa, demi pertandingan kandang lawan melawan Real Madrid, mereka kalah 1-0 dari Brescia di pekan ke-32 Liga, membuat kualifikasi Liga Champions musim depan mereka menghadapi tantangan dari Lazio, Parma dan Udinese. Ini memaksa mereka harus mengalahkan semua lawan di 2 pertandingan liga tersisa, baru bisa memastikan tampil di Liga Champions musim depan.
Kehilangan Liga Champions adalah pukulan berat bagi satu tim manapun.
Oleh karena itu AC Milan masih harus membagi perhatian antara Serie A dan final Liga Champions, hal ini pasti mempengaruhi pengaturan formasi Ancelotti.
……
……
Seolah ingin membuktikan dugaan dunia luar, AC Milan setelah istirahat selama seminggu, dalam pertandingan kandang menghadapi Bologna di putaran ke-33 Serie A, mengerahkan seluruh pemain inti. Shevchenko dan Inzaghi kembali berduet di lini serang. Akhirnya berkat gol dari Rui Costa, Seedorf, dan Inzaghi, AC Milan menang 3-1 atas Bologna di kandang sendiri.
Dalam pertandingan ini performa Inzaghi sangat gemilang, namun rekannya Shevchenko tampil lesu. Keduanya masih belum menemukan chemistry, hal ini jelas akan menjadi "penyakit hati" bagi AC Milan di final yang akan datang.
Ancelotti usai pertandingan tersenyum membahas persiapan menghadapi laga pertama final Coppa Italia yang akan segera digelar.
"Kami mengerahkan pasukan inti?" Dia tersenyum getir menghadapi lensa wartawan, "Ya, ini karena saya sangat yakin dengan tim saya. Saya tahu kami akan menunjukkan aura di pertandingan tengah pekan. Sebaliknya, lawan kami terlihat ketakutan. Mereka benar-benar menyerah di liga demi mempersiapkan diri untuk piala ini."
Seorang wartawan dari Koran Kota Milan langsung angkat tangan membantah ucapannya, "Tapi Tuan Ancelotti, Inter Milan menang 2-0 di kandang Modena dan tetap meraih 3 poin!"
"Tapi mereka sudah kalah aura duluan, bukan?" Ancelotti masih bersikap keras kepala.
Saat ditanya tentang susunan pemain untuk partai pertama final Coppa Italia di tengah pekan, Ancelotti tidak memberikan jawaban frontal. Namun dia berkata, "Kami akan memainkan pemain dengan status terbaik sebagai pembuka!"
Ucapan Ancelotti langsung sampai ke telinga Yang Cheng begitu kembali ke Milan. Sang Kaisar jelas tidak menyukai si Gendut Ancelotti ini, menggelengkan kepala dengan senyum dingin, "Beranikah dia mengerahkan pasukan inti untuk bertarung melawan kita?"
Menghadapi tantangan aktif dari Yang Cheng, Ancelotti menggelengkan kepala sambil berkata: "Aku tidak akan menjawab semua topik yang berkaitan dengan susunan pemain pertandingan."
Setelah mendapat balasan, Yang Cheng segera memposting wawancara di jaringan internet sambil tertawa terbahak-bahak, "Inilah asal-usul julukannya sebagai pemain senior yang selalu jadi runner-up!"
Berhenti sejenak, dia langsung membetulkan ucapannya, "Oh, salah, bukan runner-up. Jika mereka bisa meraih peringkat ketiga di Serie A musim ini, itu sudah keberuntungan besar. Jadi mulai sekarang dia harus dipanggil pemain senior peringkat ketiga!"
Menghadapi sindiran pedas dari Yang Cheng, Ancelotti tidak memberikan respons lagi. Dia menyadari bahwa dalam hal perang mulut, dirinya benar-benar bukan lawan Yang Cheng. Lebih baik fokus menjalankan tugasnya dengan tenang.
……
……
20 Mei 2003, pukul 20.45 malam, Stadion San Siro Milan.
Ketika Yang Chengzhuo mendapatkan lineup pembuka AC Milan, dia langsung menyodorkan kertas itu ke tangan Benitez dan yang lain di sampingnya sambil menggelengkan kepala, "Tebakanku tepat!"
Benitez membuka kertas itu dan langsung melihat daftar lineup pembuka AC Milan.
Kiper: Abbiati. Lini pertahanan dari kiri ke kanan: Šimić, Martin Laursen, Roque Júnior, dan Helveg. Gelandang: Brocchi, Redondo, Ambrosini, Serginho. Dua striker: Tomasson dan Rivaldo.
AC Milan sama sekali tidak memainkan pemain level starter, bahkan kiper utama asal Brasil Dida diganti Abbiati. Ini adalah sinyal yang jelas tidak bisa lebih jelas lagi.
"Jika dia berani lebih nekat, mungkin aku akan beri rasa hormat!" kata Yang Chengzhuo dengan senyum dingin.
Sejak sebelum pertandingan, Yang Chengzhuo telah membuat hipotesis bahwa Ancelotti tidak berani menunjukkan keberanian dalam pertandingan ini. Dia akan memprioritaskan liga dan final Liga Champions terlebih dahulu, menyerah pada pertandingan ini. Kenyataannya, hipotesisnya terbukti benar.
Benitez menyaksikan senyum Yang Chengzhuo, diam-diam menghela nafas dalam hati. Sejak Ancelotti memasuki stadion ini, sebenarnya dia sudah mengalah dalam pertandingan ini.
Lineup pembuka yang disusun Yang Chengzhuo untuk pertandingan ini mengalami transformasi. Kiper diisi Buffon, lini pertahanan terdiri dari Pasquale, Nesta, Lúcio, dan Zanetti. Zambrotta agak mengalami cedera ringan, dikeluarkan dari daftar skuat oleh Yang Chengzhuo. Ada perubahan di lini tengah karena absennya Ronaldo, sehingga Yang Chengzhuo mengandalkan Van Nistelrooy sebagai striker tunggal.
Di belakang Van Nistelrooy, Emerson dan Pirlo mundur ke posisi bertahan, sementara Nedvěd dan Recoba masing-masing menyerang sisi sayap AC Milan. Deco mengisi posisi gelandang serang, sebuah perubahan formasi besar Inter Milan dalam pertandingan ini. Yang Chengzhuo tidak melanjutkan formasi belah ketupat di lini tengah yang selama ini menjadi andalan tim.
Perubahan formasi selalu membawa risiko, terutama di babak pertama. Variasi taktik Inter membuat pemain mereka terlihat pasif di awal pertandingan. Pasukan cadangan AC Milan menunjukkan ketangguhan luar biasa, justru karena lamanya mereka di bangku cadangan, semangat juang mereka jauh melampaui siapa pun.
Pada menit ke-14, Rivaldo - si "gunung berapi panas di tangan" - mencetak gol pembuka melalui tendangan bebas, memberikan keunggulan bagi AC Milan.
Tapi Yang Chengzhuo tidak melakukan penyesuaikan taktik maupun formasi timnya. Dia tetap memilih mempercayai para pemainnya, membiarkan Nedvěd dan Recoba terus menerjang sayap AC Milan. Deco bertugas menghubungkan lini tengah-depan, sementara Emerson dan Pirlo di belakang bertanggung jawab atas organisasi dan pertahanan. Dua bek sayap terus menerus menerobos maju untuk terlibat dalam serangan.
Situasi segera dikendalikan kembali oleh Inter Milan.
Pada akhirnya, perubahan formasi hanya berbeda dalam posisi berdiri dan arah pergerakan pemain di lapangan. Namun sistem yang melekat dari dalam tulang tetap sama. Awalnya para pemain terlihat agak kaku, koordinasi mereka terlihat kacau. Tapi seiring waktu, mereka mulai beradaptasi dan mulai menunjukkan efek yang dihasilkan.
Lini belakang Šimić dan Helveg sama sekali tidak bisa memberikan rasa nyaman. Kurangnya kecepatan dan ketidakmampuan menghadapi guncangan langsung membuat Yang Chengzhuo memerintahkan Zanetti untuk mengawasi ketat Serginho asal Brasil yang memiliki teknik hebat dan kecepatan menonjol di sisi kiri. Namun di sisi Pasquale, kekhawatiran seperti itu tidak ada.
Bek kiri asal Italia ini memang tidak terlalu cepat, namun tekniknya cukup mahir ditambah crossing akurat yang memungkinkannya selalu menjadi ancaman saat bermain.
Menit ke-27, crossing tepatnya dari sayap kiri berhasil disambut Van Nistelrooy di kotak penalti, mengalahkan kiper Abbiati dan menyamakan skor untuk Inter Milan.
Pemain-pemain Tim Dua AC Milan ini jarang bermain di musim ini. Di satu sisi mereka penuh semangat juang, namun di sisi lain hanya mengandalkan darah berdesir panas tanpa dukungan fisik memadai - kondisi mereka tak mampu mewujudkan niat yang terpendam dalam hati.
Bermain gila-gilaan, mungkin mereka bisa meredam Inter Milan, tapi menghadapi tim utama Inter Milan ini, selama bisa mengendalikan situasi kembali, mereka pasti berakhir dengan kekalahan total.
Babak pertama berakhir imbang, di awal babak kedua Yang Chengzhuo langsung memerintahkan timnya menekan dengan serangan besar-besaran. Sejak detik pertama mereka merebut inisiatif pertandingan, memaksa seluruh pemain AC Milan bertahan di wilayah sendiri.
Setelah proses familiarisasi di babak pertama ditambah latihan simulasi sebelumnya, taktik serangan mendadak Inter Milan di kedua sayap berhasil maksimal. Terutama Recoba yang bolak-balik menyusup di kedua flank, pria Uruguay ini hampir menjadi bintang lapangan dengan performansi paling cemerlang.
Kecepatan kilat, kontrol bola lincah, tembakan yang menonjol - semua elemen ini membuat Recoba memenuhi syarat sebagai penyerang sayap ideal. Andai saja statusnya bisa menjaga stabilitas, pasti sudah lama menjadi pasukan inti Inter Milan.
Tapi meski begitu, Recoba tetap bisa menempati posisi penting dalam taktik Yang Chengzhuo. Setidaknya selama beberapa musim terakhir di bawah kepemimpinan Yang, kemajuannya sangat pesat. Frekuensi penampilannya setiap musim mencapai 20+ dengan performa yang sangat bagus, menjadikannya bagian penting tim.
Menit ke-60, Šimić melewatkan Recoba. Pemain Uruguay yang tak terjaga ini masuk ke sisi kanan kotak penalti. Umpan terobosan Deco langsung mendarat di kakinya. Dengan kaki kirinya, dia menghalangi Roca Junior lalu langsung melepaskan tembakan tepat sasaran, mengubah skor menjadi 1-2 untuk Inter Milan!
Hanya 10 menit kemudian, Recoba kembali menggiring bola secara horizontal di sekitar sudut kanan kotak penalti. Gerakannya melibas pertahanan AC Milan. Baik Redondo maupun Ambrosini tak sempat memblokirnya, hanya bisa menonton saat dia melepas tendangan melambung dari depan area penalti.
Abbiatti melakukan kesalahan fatal dengan posisi yang terlalu maju, sehingga tendangan melambung Recoba berhasil melewati kepalanya dan masuk ke gawang, 1-3!
Dua gol beruntun membuat Recoba benar-benar tak terbendung, terutama dribelnya di lini depan yang terus mengancam dan membuat pertahanan AC Milan kacau balau.
Dengan Nedvěd di kiri dan Recoba di kanan yang terus memotong ke dalam, ditambah Van Nistelrooy yang menjadi ujung tombak dengan pergerakan konstan, pertahanan AC Milan terus kebobolan dan gagal mengawal pemain.
Menit ke-84, Van Nistelrooy menerima umpan dari Nedvěd di sayap kiri namun dijegal Rock Junior di kotak penalti. Deco sukses mengeksekusi tendangan penalti, mengubah skor menjadi 1-4!
Pada detik ini, semua tahu AC Milan sudah tumbang, kalah di final Coppa Italia!
Ancelotti berdiri dengan ekspresi datar di depan kursi pelatih kepala. Fans Rossoneri di tribun terus menyerang keras pelatih mereka: Kenapa tidak mainkan pasukan inti? Mengapa tidak memainkan Inzaghi yang sedang dalam performa bagus? Kenapa menggunakan formasi cadangan murni?
Ancelotti punya alasan tersendiri. Dia harus mempertahankan posisinya terlebih dahulu. Final Coppa Italia jelas tidak sebanding dengan Serie A dan Liga Champions yang menjadi prioritas para atasannya. Hanya dengan menjamin kualifikasi Liga Champions musim depan, dia bisa bertahan. Jika ingin posisi tawar lebih kuat, harus meraih gelar Liga Champions.
Ini final Liga Champions pertama dalam karir kepelatihan Ancelotti. Dia berharap bisa meniru kesuksesan Yang Chengzhuo yang langsung juara di final perdananya. Sebelumnya dia sudah memberi tahu Galliani: Akan mengerahkan segala upaya untuk memperebutkan gelar Liga Champions di sisa musim ini.
Tapi jelas terlihat, fans legiun merah-hitam tidak memandang demikian. Mereka lebih berharap melihat AC Milan menampakkan sedikit saja hasrat akan kemenangan, ketaklelahan dalam mengejar kejayaan dan gelar juara. Namun yang mereka saksikan adalah keputusan rasional untuk menyerah, serta konservatisme yang membabi buta.
Sama-sama berperang di berbagai lini, sama-sama melangkah hingga final di kompetisi berbeda. Tapi tak terbantahkan, dalam kompetisi yang sama, Yang Chengzhuo jauh lebih berpengalaman dibanding Ancelotti. Setidaknya dia tak pernah menyerah pada satu pun pertandingan. Sejak awal, sejak pertandingan pertama kepelatihannya di Inter Milan, dia terus-menerus menanamkan satu konsep.
Kerahkan seluruh tenaga untuk merebut kemenangan di setiap pertandingan!
Entah itu piala hampir tidak berguna, atau pertandingan pemanasan yang dianggap sampah, semuanya harus diperjuangkan untuk satu kemenangan, dan mutlak harus dimenangkan!
Ketika konsep ini melalui proses pengendapan yang panjang, perlahan-lahan berubah menjadi keyakinan sebuah tim, menjadi fondasi utama yang membuat Inter Milan saat ini tetap menjaga daya saing kuat di berbagai garis pertempuran.
Dibandingkan dengan Yang Chengzhuo, kritik utama terhadap Ancelotti dari dunia luar adalah penggunaan pasukan cadangannya. Dengan mempertahankan satu set taktik jangka panjang, pemain seperti Martin Laursen dan Helveg sebenarnya tidak terlalu buruk sampai tidak layak bermain. Namun Ancelotti tetap tidak bisa memberikan kepercayaan kepada mereka.
Tanpa sistem rotasi yang baik, mustahil meraih nilai bagus dalam peperangan multi-kompetisi. Yang Chengzhuo jelas menyadari hal ini, tapi Ancelotti tampaknya belum paham - setidaknya dia belum membangun sistem rotasi efektif untuk AC Milan.
Rivaldo berulah ingin pergi karena tidak mendapat kesempatan bermain di San Siro, tapi pemain seperti Recoba dan Van Bommel tidak pernah protes. Sistem rotasi Yang Chengzhuo tidak hanya memastikan performa dan stabilitas skuat inti, tetapi juga menjamin setiap pemain mendapat waktu bermain yang cukup. Bahkan pemain muda seperti Chiellini, Pasquale, Perrotta, dan Martins pun menunjukkan kemajuan stabil setiap musim melalui jam terbang yang memadai.
"Latihan selama empat tahun di Inter Milan membuatnya semakin matang dan bijaksana. Kini, reputasi dan kemampuan pelatihnya benar-benar telah menempatkannya sebagai pelatih legendaris top dunia!"
Di tribun Stadion San Siro, seseorang memandang ke lapangan tempat skuat Inter Milan sedang merayakan kemenangan, berbisik penuh kekaguman.
