Di sebelah selatan Manchester, sekitar 8 kilometer dari bandara, terdapat hotel liburan desa bernama Mottram Hall.
Tempat ini terkenal dengan lapangan golfnya, sekaligus menjadi lokasi favorit para pemain MU untuk bersantai di sela pertandingan - bermain golf, tenis, squash, bahkan berlatih memanah.
Hotel ini juga menjadi magnet para gadis muda cantik dan paparazzi. Kelompok pertama senang menggoda bintang-bintang besar dari dua tim Manchester, sementara yang kedua mengintai untuk merekam proses penggodaannya.
Tapi malam ini, hotel bintang empat ini menjadi milik satu jenis orang: Inter Milan!
Moratti kali ini tidak main-main, langsung menyewa sebuah manor era Georgia di hotel bintang empat ini sebagai tempat jamuan makan seluruh anggota Inter Milan. Hanya internal klub, keluarga, dan tamu VIP yang diundang klub yang boleh menghadiri perayaan setelah kemenangan ini.
Moratti beserta petinggi Inter Milan hadir semua dalam acara ini. Moratti dan Yang Chengzhuo bahkan turun tangan sendiri memotong kue biru-hitam simbol buah kemenangan, lalu membagikannya ke semua yang hadir untuk merasakan manisnya gelar juara, berbagi hasil kemenangan bersama tim.
Di luar, ribuan wartawan yang mengikuti tim sejak ritual pemberian penghargaan di Stadion Old Trafford kini berkumpul. Tapi mereka ditolak masuk, alasan utama Inter Milan memilih lokasi ini.
Tak perlu diragukan lagi, Yang Chengzhuo adalah tokoh utama hari ini di jamuan makan ini.
Florentino Pérez mencari sebuah alasan untuk mendekati Yang Chengzhuo dan berbincang, sekali lagi membahas persoalan kepelatihan di Real Madrid. Kali ini dia menunjukkan ketulusan lebih tinggi dengan menawarkan sebagian hak transfer kepada Yang Chengzhuo, namun Yang tetap dengan halus menolak ajakan Los Blancos.
"Pesan saya masih sama, Vicente del Bosque-lah pelatih kepala paling cocok untuk Real Madrid!" Ini bisa dianggap sebagai peringatannya untuk Florentino, namun jelas terlihat sang presiden sama sekali tidak menyerap perkataan tersebut.
Setelah itu pengunjung terus berdatangan berurutan, membuat Yang Chengzhuo mulai tidak tahan. Ia pun memilih keluar dari aula utama.
Hotel ini mempertahankan secara tuntas cita rasa era Georgia masa lampau - hutan rindang, pepohonan megah, dan jalan setapak pedesaan yang memesona. Begitu melangkah keluar dari bangunan utama, udara sejuk tengah malam yang sarat aroma wangi pedesaan langsung menyergap, membuat seluruh tubuhnya terasa segar bak ditelan panorama alam.
Di selatan kediaman terdapat sebuah danau kecil, di tengah danau ada pulau kecil yang dipenuhi pepohonan. Di pulau tersebut terdapat paviliun kayu. Dengan menggunakan kano dari tepi danau, orang bisa mencapai pulau di tengah danau.
Yang Chengzhuo berjalan perlahan di sepanjang tepi danau, menghirup udara segar di sekelilingnya. Seluruh tubuhnya sama sekali tidak menunjukkan kelelahan akibat begadang, malah terasa penuh semangat dan sangat bersemangat.
Langit Inggris selalu kelabu, sehingga hujan bisa turun kapan saja di mana saja. Namun hotel telah menempatkan lampu dengan pencahayaan yang tidak menyilaukan di tempat-tempat strategis, tidak merusak atmosfer lingkungan sekitar sekaligus memungkinkan orang melihat jelas jalan dan pemandangan di sekitarnya.
Duduk di atas rumput tepi danau, Yang Chengzhuo hanya terdiam memandang paviliun kayu di kejauhan, hingga akhirnya merasakan ada yang mendekat.
Saat menoleh, ia melihat Facchetti yang sedang berjalan mendekat, senyum tipis mengembang di wajahnya.
"Sudah minum banyak alkohol, Giacinto?" tanya Yang Chengzhuo.
Facchetti menggelengkan kepala, lalu duduk di samping Yang Chengzhuo, "Akhir-akhir ini aku mulai ikuti saranmu, semakin jarang minum alkohol dan kopi. Diet sehat lah."
Yang Chengzhuo terkekik-kekik. Samar-samar, dia bisa menebak maksud kedatangan Facchetti.
Liga Champions Eropa sudah ditaklukkan, Coppa Italia juga hampir pasti dimenangkan. Gelar treble hampir bisa dikatakan sudah menjadi takdir. Kini semua orang mungkin mulai memikirkan apakah Yang Cheng akan bertahan atau pergi.
Musim lalu isu ini digoreng media hingga riuh rendah seantero dunia, kini tentu tak terkecuali.
Bagaimanapun, pengaruh Yang Cheng di media sekarang tak kalah dari bintang sepak bola mana pun. Desas-desus pindah klubnya bahkan membuat seluruh media dunia memburunya.
"Massimo sendiri tak berani datang, jadi terpaksa aku yang maju!" Facchetti akhirnya berbicara sendiri.
Yang Cheng mengangguk, Moratti sebenarnya terkadang emosi sangat rapuh. Dia selalu berkata pada orang lain bahwa dia memperlakukan Yang Cheng seperti anak sendiri, begitu pula Yang Cheng padanya. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dalam, oleh karena itu dia takut ditolak.
"Tinggallah, jangan pergi!" Facchetti membujuk dengan harapan penuh.
"Tronchetti baru saja berbicara dengan Massimo. Jika kamu mau tetap, dia bersedia menambah gaji tahunanmu secara pribadi sebesar 3 juta euro, sekaligus memberikan dana operasional di pasar transfer, juga..."
Facchetti masih ingin menjelaskan lebih banyak tentang ketulusan Inter Milan, namun Yang Cheng mengulurkan tangan menyela ucapannya.
"Kamu tahu alasannya, Giacinto! Kamu tahu alasan aku pergi!" kata Yang Cheng.
Facchetti tersenyum pahit.
"Terkadang kalau dipikir-pikir, malah lebih baik kalau Yang Cheng adalah anggota serakah yang melupakan moral. Setidaknya orang bisa punya celah untuk mengeksploitasi, tahu cara menahannya. Tapi nyatanya, sikapnya justru seperti ini sekarang."
"Dia akan menjadi teman yang sangat-sangat layak untuk dijalin persahabatan mendalam. Tapi bagi pebisnis manapun, dia adalah calon pasangan negosiasi yang dibenci. Minimal kamu tidak bisa menebak apa yang dia inginkan, karena pebisnis cuma bisa mengukur nilai dan kepentingan."
"Makanya orang seperti Florentino Pérez tidak akan paham niat Yang Cheng."
"Seluruh alam semesta haus ke Real Madrid, kenapa cuma dia yang enggan pergi?"
"Tapi Facchetti mengerti. Makanya dia tidak menyalahkan Yang Cheng setengah kata pun."
"Serie A perlahan membaik. Berlusconi juga tidak mungkin jadi Perdana Menteri seumur hidup. Begitu dia mengumumkan pengunduran diri, rival terberat naik, utang yang dia tinggalkan kini harus dilunasi semua." Facchetti masih ingin menyarankan.
Tapi Yang Chengzhuo menggelengkan kepala, "Tahukah kamu? Giacinto, kadang aku bertanya-tanya - mengapa Serie A yang kubicari bisa berubah seperti ini? Menurut kesimpulan terakhirku, tahukah kamu jawabannya?"
Facchetti menggelengkan kepala.
"Karena sepakbola di sini terlilit terlalu banyak politik!" Yang Chengzhuo merasa Serie A persis seperti Tiong Cau*.(Catatan: 'Tiong Cau' merupakan plesetan Liga Super China/CSL dalam konteks kritik)
"Aku tak pernah berharap seperti anak-anak yang mengira sepakbola itu murni. Barang ini sejak awal tak pernah murni, karena semua fans menumpukan terlalu banyak harapan dan beban padanya. Aku hanya ingin persoalan sepakbola terselesaikan dengan aturan sepakbola."
Berhenti sejenak, dia berkata: "Seperti yang sering kukatakan, fans AC Milan tidak menyukaiku, bagus! Aku tidak menolak kebencian mereka. Jika mereka ingin balas dendam, ingin melakukan apa saja, aku sambut! Punya kemampuan? Kalahkan aku di lapangan sepakbola! Kalau bisa menang, itu bukti kelihaianmu. Tapi jika hanya mengandalkan taktik kotor dan cara rekrutan luar medan gaya, sekalipun kau mengalahkanku, aku tetap tak merasa kalah. Karena sejak awal, mereka sudah kalah!"
"Aku hanya seorang pelatih kepala, Giacinto!" Yang Chengzhuo tersenyum sambil menepuk bahu Facchetti.
Bek sayap kiri legendaris Italia itu menatap Yang Chengzhuo lama-lama, akhirnya mengakui: Sejak mulai mengelola Inter Milan, dia telah menanggung beban dan tanggung jawab yang begitu besar. Dalam hal ini, dukungan yang diberikan klub sangat minim.
Tapi selama empat tahun ini, dia telah melakukan banyak hal untuk Inter Milan. Kini setidaknya Inter Milan sudah layak berdiri di garis start yang sama dengan lawan, bahkan secara psikologis lebih unggul.
"Treble" tak diragukan lagi merupakan puncak tertinggi yang bisa dicapai Inter Milan. Yang Chengzhuo juga telah memenuhi janjinya di masa lalu. Pilihan untuk mundur terhormat di puncak kejayaan ini bisa disebut sebagai hasil paling ideal. Ini sekaligus melepas beban dari pundaknya dan menghentikan kariernya di titik terbaik, meninggalkan kenangan gemilang bagi para fans di masa depan.
Dengan kata lain, bukankah keputusan Yang Chengzhuo untuk pergi justru menunjukkan keberanian?
Susah payah membangun pasukan sekuat ini, lalu pergi begitu saja. Ada berapa orang yang sanggup melakukan ini?
"Benar-benar tak ada ruang untuk negosiasi?" tanya Facchetti.
Yang Chengzhuo menggelengkan kepala tanpa menjawab, namun maksudnya sudah jelas.
Facchetti menghela napas. Ia percaya pada Yang Chengzhuo. Semua rumor tentangnya di luar sana hanyalah omong kosong. Sampai detik ini pasti belum ada perjanjian dengan pihak manapun. Hanya saja tekadnya untuk pergi sudah tak tergoyahkan. Tak ada yang bisa menahannya lagi.
"Bagaimana dengan para fans..."
Yang Chengzhuo mengangguk, "Dalam beberapa hari, Aku sendiri yang akan memberitahu!"
Berhenti sejenak, dia tersenyum, "Mereka pasti sangat senang sekarang, biarkan mereka menikmati 'kegembiraan sejati' ini beberapa hari lagi."
Facchetti tidak berkata lebih banyak. Persiapan Yang Chengzhuo sudah matang, apa lagi yang bisa dia katakan?
……
……
Setelah mengirim pergi Facchetti, Yang Chengzhuo tetap duduk. Akhirnya dia malah merebahkan diri di rumput empuk tak berdaya, mendongak memandang langit.
Meski hingga kini dia belum memutuskan tujuan berikutnya, sama sekali tidak ada kekhawatiran di hatinya.
Yang Chengzhuo kini bukanlah pemula yang baru datang dulu. Dia sekarang adalah Sang Kaisar - sama sekali tidak perlu khawatir kehilangan klub, karena puluhan klub elite sedang memburunya.
Tentu saja, jika benar-benar tidak ada yang cocok, dia malah bersedia mengambil masa liburan tertentu untuk diri sendiri.
Dari tahun 95 sampai sekarang, sudah genap 8 tahun. Selama 8 tahun ini dia terus-menerus bolak-balik sibuk, tak pernah benar-benar bisa lega sepenuhnya. Jika memang tidak menemukan tim yang cocok, lebih baik langsung mengambil liburan saja, bukan?
Memikirkan ini, Yang Cheng teringat anaknya yang jauh di Australia. Dia sudah punya anak!
Begitu niat ini muncul, dia tak tahan lagi tersenyum.
"Ada apa yang lucu?" Canalis tiba-tiba menetes dari tempat tak jelas, mengira dirinya ketahuan mengintip Yang Cheng.
Yang Cheng sebenarnya tidak melihatnya, hanya kebetulan. Tapi dia pura-pura penuh makna tersembunyi sambil tersenyum, "Aku tertawa pada orang yang pengecut seperti tikus tapi nekat mau menakuti orang."
Canalis meliriknya sinis, tapi di bawah cahaya lampu yang redup, ekspresinya tak jelas.
Dengan santai dia duduk, lalu berbaring di tanah bersampingan dengan Yang Cheng.
Sekeliling cukup gelap, semua orang berkumpul di dalam kediaman untuk merayakan dan minum, siapa yang mau keluar ke sini tanpa alasan?
Sebelumnya Yang Chengzhuo telah mengumumkan, hari ini dan besok tim benar-benar libur, para pemain boleh melakukan apapun yang mereka inginkan, dia tidak akan turun tangan melakukan interferensi.
Sesekali terdengar teriakan dari dalam kediaman, bergema sangat jauh di keheningan malam, terasa amat jelas.
"Kamu mau pergi?" Canalis memalingkan wajah, menyaksikan profil tajam Yang Cheng seperti diukir pisau.
Yang Chengzhuo mengangguk, tidak menjawab.
"Ke mana?" Canalis bertanya lagi.
Yang Chengzhuo menggelengkan kepala, "Tidak tahu." Namun nada bicaranya tak mengandung keraguan, hanya kelonggaran semata.
Canalis menggigit bibirnya pelan, lalu berbaring kembali, "Lalu apakah kamu akan kembali lagi?"
Yang Cheng terdiam. Setelah meninggalkan Inter Milan, hampir bisa dipastikan dia tak akan kembali ke klub ini lagi.
Lama tak mendapat respons, Canalis bertanya dengan penuh keluhan: "Apakah Milan benar-benar tidak memiliki orang yang layak kau rindukan?"
Barulah si bodoh yang tumpul ini tiba-tiba tersadar, rupanya yang dimaksudkannya adalah ini. Tanpa disengaja ia mengulurkan tangan, menggenggam lembut jemari gadis itu sambil mengusap-usapnya, "Aku akan menyimpan villa di sekitar Danau Como itu. Aku sangat menyukai tempat itu. Kalau ada waktu, aku pasti kembali tinggal di sana."
Setelah berhenti sejenak, Yang Chengzhuo tersenyum, "Ketika suatu hari nanti aku sudah tua dan pensiun, di sanalah aku akan menghabiskan masa pensiunku."
Ia benar-benar mencintai Danau Como, menyukai pemandangan di sana. Sudah direncanakannya: biasa tinggal di Como, saat musim dingin mengungsi ke perkebunan di Australia, hidup bak kaisar.
Tangan yang digenggam Yang Chengzhuo membuat Canalis merasakan manisnya hati. Tubuhnya merebah lebih dekat, namun mulutnya sengaja berkata: "Kalau begitu kau harus sering datang, kalau tidak..."
"Kalau tidak bagaimana?" tanya Yang Chengzhuo sambil tersenyum.
“Nanti aku takut tidak tahan kesepian, cari jantan lain!” Canalis tertawa Gek gek.
Yang Chengzhuo hanya mengangguk santai, "Kalau menurutmu begini lebih bahagia, silakan saja!"
Canalis langsung berguman manja sambil menepuk-nepuk lembut bahunya, jelas tidak puas dengan responsnya, "Tidak bisakah kau ucapkan sedikit kata manis untuk menghiburku?"
Yang Chengzhuo tertawa getir, "Apa kau mau aku bilang: Aduh, jangan! Meski kesepian harus ditahan juga. Kau milikku, seumur hidup tak boleh main serong, gitu?"
Mendengar ucapan polos namun menyebalkan itu, Canalis hampir saja memukuli brengsek ini sampai mati.
Dia bangkit setengah badan, mendekat dan memandangi Yang Chengzhuo dari atas. Mata berkilauannya dalam ruang suram itu seperti bercahaya, "Pokoknya, aku akan menunggumu di Milan. Kalau kau terlalu lama tak datang, aku yang akan mencarimu. Ke mana pun kau pergi, akan kukejar! Seumur hidup jangan harap bisa melepaskan aku, Ngerti?"
Yang Chengzhuo mendengar ini, hatinya hangat, tapi sengaja berpura-pura menggigil seolah seluruh tubuhnya dingin, "Wah, saking manisnya sampai merinding!"
Canalis tertawa gemulai berkali-kali, namun dengan gesit memegang wajahnya memaksa tatapan langsung, lalu perlahan menunduk dan mencium lembut bibirnya, seluruh tubuhnya menempel erat pada tubuh pria itu.
Setelah ciuman berapi-api yang sengit, keduanya seperti tersulut gairah. Kedua tangan Yang Chengzhuo menyusup masuk ke dalam gaun malam sensualnya, usapan-usapannya membuat Sang Dewi asal Italia itu mulai terengah-engah.
"Hah!" Tapi sialan, Yang Chengzhuo justru berhenti di momen kritis.
"Hmm?" Canalis memandangnya dengan penuh keluhan.
"Ayo ke pulau!" bisik Yang Chengzhuo sambil tersenyum seperti pencuri.
“Canalis pipinya memerah, dia benar-benar belum pernah mencoba melakukan 'hal' di tempat yang menggunakan langit sebagai selimut dan tanah sebagai ranjang ini. Dalam hatinya ada sedikit penolakan, tapi juga merasa terstimulasi oleh kebaruan yang inovatif, akhirnya mengangguk setuju.
Keduanya segera bangkit dari rumput, dengan pakaian yang tidak rapi berjalan menuju kano yang tertambat di tepi danau.
……
……
Brak-brak-brak.
Yang Chengzhuo mendengar suara ketukan pintu, dalam keadaan setengah sadar menengadah, melihat sekilas ke arah pintu kamar—masih tertutup. Syukurlah, kalau tidak auratnya bisa terekspos. Tapi dia segera menanamkan kepalanya kembali ke bantal empuk dan melanjutkan tidur.
Brak-brak-brak.
"Mau apa?" suara Yang Chengzhuo membelah kesunyian.
"Waktunya habis, sudah saatnya bangun!" teriak Paulus Bayer dari luar.
"Sialan leluhurmu!" gumam Yang Chengzhuo sambil membalas keras, "Tahu lah!"
Bangkit dari ranjang, seluruh tubuhnya masih terasa sakit pinggang dan punggung. Rasanya benar-benar tidak nyaman ber-'perang terbuka' di alam terbuka, meski memberikan stimulasi...
Singkatnya, pekerjaan fisik！
“Hehe, menurutmu, apa yang dilakukan Bos semalaman kemarin？”
Di restoran rumah besar, Ronaldo tertawa mesum sambil bertanya ke rekan satu tim di sekelilingnya。
“Sepertinya dia baru kembali saat subuh！” Nedvěd ingat betul。
“Kudengar, banyak tamu suka menggoda pelayan wanita cantik di hotel ini. Menurut kalian apakah Bos akan...” Ronaldo si bajingan ini sengaja tak menyelesaikan kalimatnya, namun semua orang paham maksudnya。
Yang paling menyebalkan, sekelompok anggota ini malah mengangguk-angguk kompak。
“Wajar, Bos sudah berusia tiga puluh sekian tahun. Paling malang jika seorang pria sendirian tanpa pendamping...” Nesta yang puitis ini berusaha memahami, namun dipotong Ronaldo。
“Alessandro, yang dimaksud adalah pasangan seks...”
Seketika ledakan tawa menggema di ruangan。
"Canalis yang berada di restoran yang sama dengan pemain Inter Milan tapi duduk di meja terpisah, pipinya memerah mendengar percakapan itu. Ia tak berani banyak bicara, khawatir menunjukkan kelemahan tersembunyi."
Tiba-tiba terdengar suara Yang Chengzhuo sengaja membersihkan tenggorokan. Gelak tawa langsung terhenti, semua orang seperti bebek jantan yang lehernya dipuntir sampai patah.
"Lucu, ya?" Yang Chengzhuo duduk santai di posisinya, langsung menyambar makanan dan mulai melahap.
Setelah melakukan pekerjaan fisik begitu lama, wajar saja perut terasa lapar.
"Hmm?" Tatapan Yang Chengzhuo tertuju pada Ronaldo.
Si Brasil itu segera menjilat sambil terkekeh: "Nggak lucu, Bos! Udah dari tadi gua suruh mereka berhenti ketawa. Kawan-kawan brengsek ini emang doyan gosip, nggak tau malu!" Katanya dengan gaya geram palsu.
Semua orang langsung meledak dalam tawa sambil memaki Ronaldo. Semua sepakat si brengsek inilah yang paling tak tahu malu.
“Lumayan lucu juga ya?” Yang Chengzhuo sendiri akhirnya tak bisa menahan tawa. Meski mereka sering bercanda sembarangan sehari-hari, sebenarnya setiap orang sangat menghormati Yang Chengzhuo. Bercanda biasa tidak apa-apa, tapi begitu masuk ke urusan serius, semua langsung berubah khidmat.
“Sudahlah, cepat duduk dan makan! Kita harus buru-buru naik pesawat pulang!” hardik Yang Chengzhuo sambil tersenyum.
Ronaldo tahu dirinya lolos, langsung kembali ke kursinya. Baru saja mengambil sepotong roti panggang beroles selai untuk digigit, Yang Chengzhuo sudah melanjutkan omongannya.
“Beberapa hari ke depan, jadwal latihan Ronaldo digandakan. Paulus, catat baik-baik!”
Wajah Ronaldo yang sedang mengunyah roti panggang itu, ditambah tatapan matanya yang lebar, mirip langit Cheshire: suram dan dipenuhi keputusasaan.
Malah para pemain Inter Milan di sekelilingnya justru bersorak gembira.
“Hidup Bos!”
“Bos bijaksana!”
Semua orang ikut meneriakkan, hanya Ronaldo yang terus-menerus menggelengkan kepala, mana sempat menyentuh sarapan!
