"Semua boleh menyampaikan pendapat secara bebas. Katakan pandangan kalian, apa pun itu, semuanya!"
Di Basis Pelatihan Melwood, dalam kantor Yang Chengzhuo yang terkunci rapat, hanya ada tim pelatih yang dibawanya sendiri. Kemudian Ian Rush dan tim teknologi Liverpool juga terlibat dalam pertemuan ini.
Untungnya kantor Yang Chengzhuo cukup luas sehingga bisa menampung belasan orang ini rapat bersama.
Meski Liverpool berada di posisi terbawah klasemen Piala Amsterdam, tapi Yang Chengzhuo masih bisa bertahan berkat popularitas dan statusnya.
Ingat ketika Liverpool baru kembali ke Inggris, langsung ada wartawan tak tahu diri yang mendekat dan bertanya, "Sang Kaisar, performa timmu sangat mengecewakan, terutama Arjen Robben dan Cristiano Ronaldo. Kedua pemain ini bermain buruk. Apakah Anda akan mempertimbangkan untuk menurunkan mereka dari lineup pembuka?"
Awalnya kondisi hati Yang Chengzhuo cukup baik, tapi mendengar ini langsung kesal dan melontarkan kritik pedas.
"Menurutku wajahmu sangat mengecewakan. Kalau menurut logikamu, apakah aku harus memberi kabar ke orang tuamu untuk membentuk ulangmu agar terlihat lebih keren sebelum dipertontonkan ke publik?"
Wartawan itu yang baru saja dimarahi malah tersenyum, "Terima kasih atas tanggapannya, Sang Kaisar!"
“Benar-benar bajingan, keesokan harinya langsung memuat semua ucapan Yang Chengzhuo ini di koran, meng-hype besar-besaran soal Yang kurang berkelas, hingga seluruh media Inggris mulai ikut-ikutan. Bahkan Eropa mulai melaporkan, mulai dari tekanan sangat besar pada Yang hingga Liverpool yang disebut 'lumpur darah tak bisa menopang tembok', semua dikeluarkan.
Yang Chengzhuo sama sekali tidak menghiraukan omong kosong media luar itu, dia hanya fokus pada pandangan internal tim.
Pertandingan pemanasan telah usai, musim baru segera tiba. Laga pertama melawan Chelsea adalah permulaan perjalanan epik yang sangat krusial. Yang tidak ingin kalah, jadi dia sangat butuh mendengar pendapat para asisten.
Setelah memandang semua orang yang diam seribu bahasa, Yang tertawa getir, "Ada apa ini? Kalau ada masalah silakan langsung disampaikan, bicara sebebas-bebasnya!"
"Menurut saya..." Paulus Bayer yang paling akrab dan paling lama bekerja sama dengan Yang membuka suara pertama kali melihat situasi ini, "Masalah koordinasi Arjen Robben dan Cristiano Ronaldo di lini tengah-depan sangat jelas terlihat."
Yang Cheng mengangguk, membuat gerakan untuk melanjutkan.
"Sesuai ucapanmu sebelumnya, kau ingin mereka memotong ke dalam dengan kaki non-dominan, tapi Arjen terlihat sangat tidak nyaman. Di sayap kanan, dia sama sekali tidak memiliki daya hancur seperti di kiri. Minimal di kiri dia bisa melakukan terobosan dan melewati lawan, punya kecepatan dan teknik dribel. Jadi menurutku, gegabah memindahkannya ke kanan justru merugikan."
Yang Cheng bertepuk tangan, "Bagus! Lanjutkan. Siapa lagi?"
"Masalah Cristiano Ronaldo? Sudah kukatakan berkali-kali!" Moniz ikut angkat bicara.
"Dia tidak bisa melewati lawan. Jika kebiasaan membawa bola berlebihan ini tidak dihilangkan, bahkan menurutku dia tidak layak jadi starter. Dia akan jadi hambatan terbesar dalam pergerakan lini tengah-depan kita. Melawan Ajax dan Valencia dalam dua pertandingan itu sudah kau lihat sendiri - dia benar-benar linglung!"
Moniz berhenti sejenak, kemudian melanjutkan: "Yang Chengzhuo, kita sudah bekerja sama bertahun-tahun. Aku tahu kemampuanmu menilai orang sangat tajam, tapi kali ini berbeda. Anggota itu benar-benar tidak mau mendengarkan. Ini masalah sifat asli, tidak ada hubungannya dengan keahlianmu menilai orang. Penilaianmu benar - dia memang berbakat dan punya talenta, tapi masalahnya terletak pada karakternya."
Yang Chengzhuo kembali mengangguk. Robben sangat patuh pada pelatihan. Apa pun yang Yang Chengzhuo perintahkan akan dia lakukan. Oleh karena itu tim pelatih tidak punya keberatan besar terhadapnya. Kontradiksi terbesar justru terletak pada: Haruskah Robben bermain di sayap kiri atau sayap kanan?
Ini termasuk diskusi di Tingkatan taktik, tapi masalah Cristiano Ronaldo jauh lebih rumit.
Anak muda ini datang ke Liverpool dengan logat daerah yang kental dan Inggris yang terbata-bata, langsung menyelam dalam permainan menggiring bola. Yang Chengzhuo sudah berkali-kali menegur dan membimbingnya, bahkan hampir setiap hari mengutuknya selama latihan. Tapi setelah sebulan, tidak ada kemajuan sama sekali.
Kamu bicara padanya, dia hanya mengangguk, tidak membuka mulut, tapi setelah itu tetap melakukan hal yang sama.
Ini mengingatkan Yang Cheng pada Denílson, tapi masalahnya, bahaya yang ditimbulkan anggota ini jauh lebih serius daripada Denílson.
Kenapa Moniz bilang dia tidak bisa melakukan dribbling?
Alasannya sederhana: dribbling bukan mengandalkan teknik. Mereka yang menganggap teknik bisa melewati lawan itu omong kosong! Sebanyak apa pun tripmu, mengayuh sepeda jutaan kali, mungkin bisa menipu pemain baru, tapi begitu bertemu defender berpengalaman, langsung mengalahkanmu. Sekali pun takkan bisa lewat!
Makanya, performa Cristiano Ronaldo saat tur Asia masih lumayan. Tapi begitu sampai Piala Amsterdam, dia benar-benar tenggelam. Terutama saat melawan Koeman yang ahli permainan tekanan - statistik tim teknologi Liverpool menunjukkan, tingkat kesuksesan satu lawan satu Cristiano Ronaldo melawan Valencia: 0!
Menggelikan bukan?
Cristiano Ronaldo yang kemudian dijuluki "pria teknik flamboyan" oleh jutaan fans, ternyata gagal melewati pemain!
Tapi inilah fakta!
Sesungguhnya, melewati lawan tidak membutuhkan teknik rumit yang berlebihan, hanya dua hal: rasa bola dan frekuensi langkah!
Tapi kedua hal ini justru kurang dimiliki Cristiano Ronaldo.
Perhatikan cara mengontrol bolanya, sentuhan pertamanya selalu terlalu jauh, lalu bergantung pada hoki - bisa mengejar atau kehilangan bola. Ini jelas masalah rasa bola, ditambah kebiasaan bermain sejak kecil yang kurang baik.
Performa dribbling Arjen Robben jauh lebih baik, kombinasi langkah dan rasa bolanya sempurna. Tim pelatih terus memujinya.
Banyak fans menganggap tekniknya flamboyan, tapi perlu dipahami: stepover bukanlah teknik melewati lawan, sama sekali tidak berguna di lapangan!
Maka tim pelatih Liverpool kini sepakat: ganti Cristiano Ronaldo dengan Dirk Kuyt atau Danny Murphy, fokus asah kemampuan Robben di sayap kiri dan gerakan menyusup Steven Gerrard dari belakang. Ini cara optimal untuk memaksimalkan daya serang Liverpool di fase ini.
Begitu pikirannya tidak bisa disalahkan, satu-satunya yang disayangkan adalah Cristiano Ronaldo.
Kadang Yang Chengzhuo berpikir, mengapa begitu banyak bakat baru yang tidak bisa menunjukan potensi?
Bukan karena bakat mereka kurang, tapi karena mereka ditinggalkan oleh pelatih kepala.
Seperti Cristiano Ronaldo saat ini, jika Yang Chengzhuo menyerahkannya dengan alasan taktik tidak tepat, secara terbuka dan sepenuhnya logis, semua orang hanya akan berkata, anak muda Portugal itu "itu" hanya tampak mewah, keputusan Yang meninggalkannya adalah pilihan tepat. Meski ada kerugian biaya transfer, tetap lebih baik daripada menggunakan dia tapi tidak dapat nilai bagus.
Jika dia menghabiskan waktu satu dua tahun di Liverpool seperti ini, melewatkan usia optimal untuk peningkatan, dia akan menjadi tidak berguna.
Mengikuti Paulus Bayer dan Moniz, semua orang mulai menerbitkan pandangan mereka. Seperti musim lalu, masalah terbesar Liverpool saat ini menyoroti serangan di lini tengah-depan, dengan poin penting pada posisi Arjen Robben dan penggunaan Cristiano Ronaldo.
“René、Ricardo, kalian bertanggung jawab sebagai teknisi, ada cara untuk memperbaiki penyakitnya?” Yang Chengzhuo bertanya.
Moniz dan Mullenstein saling memandang, menghela napas. Ternyata Yang Cheng masih enggan menyerah pada Cristiano Ronaldo. “Hanya bisa kami katakan, kontrol bola dan koordinasi langkah masih bisa kami bantu. Tapi masalahnya tidak cuma di situ.”
Yang Cheng mengangguk, “Persoalan lain akan kuselesaikan!”
Semua orang terpana seperti melihat keajaiban.
“Kamu...” Paulus Bayer merasa anggota ini tidak masuk akal, tertawa getir, “Sebenarnya apa nilai khusus yang membuatmu menghargainya sampai segini?”
Orang lain juga berpikir demikian. Dengan status Yang Cheng yang sekarang, dia sepenuhnya bisa mendapatkan lebih banyak.
“Dia bisa menjadi bintang top paling menonjol di dunia ini!” Wajah Yang Cheng penuh percaya diri.
Semua orang heran membisu.
Masih ada apa yang bisa mereka katakan?
……
……
Lantas, apa sebenarnya yang dibutuhkan seorang pemain untuk tumbuh menjadi bintang top?
Bakat yang menonjol, usaha pantang menyerah, tim yang solid, bimbingan guru yang bijak, lalu apa lagi?
Menurut Yang Chengzhuo, ada satu poin penting lagi: kondisi mental!
Dari sudut pandang pelatih kepala top, kini Yang Chengzhuo bisa merefleksikan metode pelatihan Ferguson terhadap Cristiano Ronaldo generasi baru di kehidupan sebelumnya. Ternyata Ferguson belum sepenuhnya membentuk mentalitas bintang top yang seharusnya dimiliki pemain kelas atas.
Perbandingan paling nyata terlihat antara Kaká tahun 2007 dengan Cristiano Ronaldo generasi baru, kemudian antara Cristiano Ronaldo generasi baru dengan Messi. Semua orang akan menyadari bahwa secara mental, Cristiano Ronaldo generasi baru benar-benar kalah dari kedua pemain ini.
Di kehidupan sebelumnya, Yang Chengzhuo pernah membaca otobiografi Cristiano Ronaldo generasi baru. Ia memahami latar belakang keluarga miskin sang pemain yang berasal dari daerah terpencil. Sejak pindah ke Lisbon, Cristiano Ronaldo generasi baru terus menerus mengalami prasangka dari orang-orang sekitar.
Bahkan saat bersekolah pun dia mendapat perlakuan khusus dari teman-teman sekelas di sekolah Lisbon. Di hari pertama masuk, guru menyuruhnya memperkenalkan diri. Begitu membuka mulut, seluruh kelas tertawa terbahak-bahak hanya karena dia berasal dari Kepulauan Madeira - sebuah wilayah terpencil - dengan logat kampung yang kental.
Tahun itu usianya 13 tahun. Berkali-kali dia menangis menelepon minta pulang ke rumah!
Bayangkanlah, dalam lingkungan seperti itu dia bisa menonjol hanya mengandalkan ketekunan dan kegigihan. Tapi ini juga membuat kondisi mentalnya berbeda dengan pemain lain seperti Kaká dan Messi yang tumbuh dalam lingkungan lebih santai, sehingga memiliki perspektif lebih sehat terhadap sepakbola.
Bagi Cristiano Ronaldo, sepakbola adalah satu-satunya senjata untuk membuktikan diri!
Dia agak mirip bakat-bakat sepakbola asal Brasil, hanya saja dia beruntung bertemu dengan Ferguson.
Tapi kenapa dikatakan Ferguson belum melatihnya dengan maksimal?
Setelah bergabung dengan Manchester United, Cristiano Ronaldo mendapat perhatian, namun ia sulit berbaur. Gaya bermain yang terlalu sering membawa bola ditambah sifat keras kepala yang tidak mau mendengarkan nasihat, membuat statusnya di ruang ganti MU mirip dengan situasinya sekarang di Liverpool.
Tapi MU dan Liverpool berbeda, karena saat itu MU sedang terbelah.
Sir Ferguson yang sudah berusia lebih tua mulai tidak terlibat langsung dalam pelatihan, semuanya ditangani Queiroz. Namun sebagai orang asal Portugal, Queiroz harus melawan bos-bos besar lokal seperti Roy Keane sambil berebut kekuasaan. Maka ia mati-matian merangkul Cristiano Ronaldo yang difavoritkan Ferguson, memberikannya perlakuan istimewa bahkan membiarkan kesalahan, secara perlahan membentuk gaya bermainnya yang kurang kesadaran tim.
Alhasil, tanpa alasan jelas bahkan bagi dirinya sendiri, Cristiano Ronaldo malah berpihak melawan Roy Keane dan kawan-kawan.
Butt menghajarnya, pergi; Alan? Smith atas perintah Keane, menamparnya untuk memberikan pelajaran; Van Nistelrooy berselisih dengannya, juga pergi; bahkan Keane, sang Kapten pun pergi.
Sebenarnya, ini adalah dendam antara kelompok lokal dan Queiroz, namun Cristiano Ronaldo justru menjadi sosok penyendiri di ruang ganti MU, sementara Queiroz sukses mendapatkan kekuasaan yang diinginkannya.
Lalu, mengapa MU terlihat seolah-olah tidak pernah memiliki masalah-masalah ini di permukaan?
Alasannya sederhana: MU dari awal sampai akhir hanya memiliki satu suara, yaitu Ferguson.
Inilah perbedaan MU dengan Arsenal. Artinya, sekalipun Ferguson mau menjual pemain, memutuskan untuk melepas Cristiano Ronaldo, dia tidak akan mengekspos masalah-masalah ini karena hanya dengan cara demikianlah harga mahal bisa didapat - kalau tidak, siapa yang mau membayar "harga langit" untuk Ronaldo?
Tapi Arsenal berbeda, Fabregas selama bertahun-tahun terus ribut ingin kembali ke Barcelona, Wenger mulut ember. Jika diganti Ferguson, atau Yang Chengzhuo sekarang, bagus! Kamu ribut, aku sialan blokir kamu di bangku cadangan satu tahun, lihat masih berani ribut? Wu Fa Wu Tian!
Ini masalah sifat asli, juga masalah kendali tim.
Yang Chengzhuo teringat kehidupan sebelumnya ini terutama karena dia yakin: tanpa kontradiksi di MU saat itu, sifat asli Cristiano Ronaldo akan lebih baik. Karena pembiaran Queiroz lah yang menciptakan kesadaran tim-nya semakin buruk, sampai-sampai Ryan Giggs, Darren Fletcher, Dimitar Berbatov dan lainnya terbuka mengkritik gaya bermainnya yang enggan membantu orang lain.
Cristiano Ronaldo sekarang masih muda, terus-menerus menggiring bola. Di satu sisi ingin diperhatikan orang, tapi di sisi lain sebenarnya ini manifestasi rasa inferior.
"Ada beberapa orang, karena rasa inferior dalam hati mereka terlalu berlebihan, sehingga di permukaan tubuhnya mereka berpura-pura tak peduli, bahkan bisa dengan santai menjadikannya bahan candaan. Sebenarnya, dalam hati mereka sangat memperhatikan, sehingga mereka akan berusaha mati-matian untuk menarik perhatian orang lain."
Natalie teringat sebuah kasus yang pernah dipelajarinya saat sekolah, setelah mendengar analisis Yang Chengzhuo tentang karakter Cristiano Ronaldo.
"Ada seorang individu yang di tempat umum tampak sangat percaya diri, bahkan mungkin Kamu anggap agak sembrono. Terhadap semua persoalan ia berpura-pura santai, tetapi di belakang layar, dialah yang selalu paling giat dan tekun berusaha. Karena ia ingin membuktikan kepada semua yang meremehkannya bahwa dialah yang terhebat, dan membuat mereka yang mengejeknya menyesal."
"Ini adalah respons ekstrem yang muncul saat manusia secara otomatis menyetel keseimbangan psikologisnya."
Yang Chengzhuo juga pernah mempelajari psikologi, tapi tidak sehebat Natalie. Gadis ini lulusan sarjana Harvard, hanya saja tidak melanjutkan studi lebih lanjut. Bahkan mentor di Harvard merasa menyesal akan hal ini.
Dan dia mengambil spesialisasi psikologi klinis.
"Ada cara?" Yang Chengzhuo bertanya.
Natalie menyelonong di ruang tamu besar rumah Yang sambil menggoyang-goyangkan kantong camilan di tangan, sesekali melemparkan sepotong ke mulutnya dan mengunyah dengan bunyi kriuk-kriuk, mengangguk: "Tentu, tapi waktunya harus lebih lama."
"Untuk menghadapi tipe orang seperti ini, cara terbaik adalah perlahan membuatnya melihat diri sendiri dengan jernih, membuatnya paham mana yang benar dan salah. Tapi kamu juga tidak boleh terlalu memihak. Dia harus merasa kamu memperlakukannya sama adilnya dengan semua orang."
Setelah berhenti sejenak, gadis kecil itu mengesankan seperti psikolog berbakat: "Barusan kamu bilang ingin dia lebih menyatu dengan tim. Menurutku cara kamu sekarang tidak baik. Dulu dia paling ahli di sayap kanan, kamu pindahkan ke sayap kiri. Dia tidak terbiasa, performanya buruk, ditambah kritikan dari luar, malah akan membuat rasa inferiornya semakin parah - itu efek sebaliknya."
"Kembalikan dia ke sayap kanan?" Alis Yang Chengzhuo berkerut.
"Berikan yang paling ia kenal, persoalan psikologi harus dipahami sendiri pelan-pelan, mustahil tiba-tiba langsung paham. Mendapat pencerahan itu sulit, jadi..." Natalie menciutkan bibir, tak melanjutkan.
Yang Chengzhuo pasti mengerti, si cerdas ini tahu.
"Mau kubuatkan diagnosis untukmu juga?" Tiba-tiba Natalie bertanya sambil tersenyum lebar.
"Aku? Tidak perlu!" Yang Cheng menggeleng. Ia sendiri paham psikologi dasar, untuk apa minta bantuan orang?
Natalie pernah mengobrol panjang dengan Tim Hank dan Paulus Bayer di jaringan. Ia tahu kabar terbaru tentang Yang Cheng, juga membaca laporan media. Memang ada perubahan kecil pada dirinya, tapi tak disadarinya sendiri. Hanya orang-orang di sisinya yang memperhatikan.
Gadis kecil mengangkat bahu, "Tidak masalah. Tapi kadang, seorang individu yang telah meraih pencapaian terlalu tinggi, mencapai puncak legenda tertentu, biasanya motivasi akan ikut mengembang. Meski berusaha menahan diri dan waspada, tetap tak terhindarkan. Karena saat menganalisis masalah, ia akan secara kebiasaan berpihak pada perspektif lebih tinggi, sengaja mengabaikan elemen-elemen fundamental. Bahkan dirinya sendiri tak menyadarinya, tak memperhatikan."
"Contohnya?" Yang Chengzhuo melirik tajam ke arahnya.
"Contohnya, menurutku Paman Cheng sekarang agak terburu-buru. Butuh 4 tahun bagi Anda untuk membangun Inter Milan yang mendominasi Eropa. Tapi kini Anda memaksakan standar Inter Milan itu ke Liverpool. Anda lupa satu hal: Arjen Robben dan Cristiano Ronaldo baru sebatas potensi. Dalam hal kekuatan aktual, mereka masih jauh dari permintaan spesifik Anda."
Yang Chengzhuo diam sejenak, tak bisa membantah.
Harus diakui, semua yang dikatakan Natalie adalah fakta objektif.
Taktik yang disusunnya memang brilian, namun melupakan satu fakta bahwa Liverpool kini baru saja direorganisasi. Drogba adalah semi-jadi, Gerrard, Cristiano Ronaldo, Robben dan lainnya juga masih setengah matang. Mereka belum mencapai level di mana Yang Chengzhuo bisa dengan leluasa memainkan mereka sesuka hati.
Sebagai contoh, Yang meminta Robben bermain di sayap kanan dengan kaki terbalik melakukan potongan ke dalam. Robben patuh, namun saat berada di sisi kanan, ia gagal melihat ruang yang diciptakan oleh gerakan tarikan Drogba. Ini bukan masalah kemauan, tapi kemampuan melaksanakannya.
Hal ini membutuhkan kemampuan membaca pertandingan yang mumpuni dan analisis mendalam untuk bisa melihatnya, juga memerlukan keharmonisan tak terucap yang terbangun antar-pemain.
Tapi situasinya berbeda saat di Inter Milan. Saat merekrut Nedvěd, Ronaldo, Van Nistelrooy, Deco dulu, mereka sudah merupakan produk jadi. Yang Chengzhuo merekrut mereka sesuai kebutuhan tim, sehingga bisa langsung dipakai dan langsung berfungsi optimal. Hanya Pirlo yang membutuhkan proses pengasahan panjang sebelum matang.
Memahami hal ini, Yang Chengzhuo tak bisa menahan diri menghela nafas lega.
Sebenarnya dia sudah lama merasa ada sesuatu yang mengganjal, terutama setelah melihat performa nyaris tak terkalahkan Inter Milan di Piala Amsterdam. Kehausannya untuk melihat Liverpool sukses seperti itu semakin menjadi-jadi, seolah ingin segera mengubah klub ini menjadi Inter Milan kedua besok pagi.
Natalie benar - ini adalah tanda kondisi mentalnya mulai tidak stabil.
Tim pelatih jelas sudah menyadari masalah ini, namun tak ada yang bisa menganalisisnya setajam Natalie.
Setiap individu pasti mengalami fase seperti ini, terlebih mereka yang pernah mencapai puncak karir. Ketidakstabilan mental yang tak terkelola dengan baik akan berujung pada kehancuran total.
Contoh paling membekas bagi Yang adalah Louis van Gaal. Hingga detik ini, pelatih Belanda itu masih terperangkap dalam bayangan kejayaan Ajax Amsterdam.
Merefleksikan semua ini, dia pun kembali menghela nafas panjang.
"Terima kasih, Natalie, kau benar-benar Dewi Keberuntunganku!" ujar Yang Chengzhuo dengan ketulusan.
Wajah Natalie memerah, namun senyumnya merekah bahagia.
