Ronaldo - sebuah nama yang hampir identik dengan keagungan dan legenda.
Begitu nama ini terlintas, orang langsung teringat pembunuh berdarah Brasil yang mendominasi Inter Milan. Ia hampir mewakili semua keunggulan pemain serang di planet ini. Ia hampir personifikasi dari status kebal!
Di bawah kepelatihan Yang Chengzhuo, Ronaldo semakin tak terkalahkan. Hampir tak ada tim yang mampu menghalangi kombinasi garis depan dirinya dengan Van Nistelrooy. Tak ada bek yang berani mengklaim bisa menghentikannya. Satu-satunya yang bisa dilakukan lawan hanyalah berusaha semampunya ketika berhadapan dengannya.
Tapi nama ini, bagi sebagian orang justru menjadi alasan untuk dicemooh.
Masih ingat, saat baru bergabung dengan Sporting Lisbon, rekan satu tim selalu mengolok-olok namanya.
"Lho, bukannya kamu harusnya di Milan? Kok bisa sampai di Lisbon, Ronaldo?"
"Inter Milan punya Ronaldo, kami di Sporting Lisbon juga punya Ronaldo!"
"Ronaldo kami jauh lebih hebat dari si palsu di Inter Milan itu!"
……
Logat daerah plus namanya, menjadikannya bahan olokan dan cemoohan semua orang.
Tak ada yang tahu bagaimana ia melewati masa-masa itu. Bagi anak 13 tahun, ejekan dan hinaan dari sekitar sungguh sulit diterima.
Pernah terlintas untuk menyerah. Saat menelepon keluarga dua kali seminggu, ia terus merintih memohon agar orang tuanya segera membawanya keluar dari neraka ini.
"Mereka hanya sekelompok teman sebaya yang tidak mengerti apa-apa dan suka bermain, Cristiano Ronaldo, semua orang hanya bercanda, tidak apa-apa!" Ayah selalu berkata seperti itu.
"Teruskan, jangan pedulikan omongan mereka, Cristiano Ronaldo!" Ibu selalu memberi dorongan, tapi saat mengucapkan kata-kata ini, air matanya selalu mengalir bersama tangisannya, isakannya tersedu-sedu, dan tangisan yang menyayat hati.
Mereka berasal dari pedesaan miskin yang sulit mendapat kesempatan untuk menonjol, tidak ada yang ingin dia menyerah dengan mudah.
Di kamp pelatihan Sporting Lisbon, Cristiano Ronaldo belajar satu hal: untuk bisa berpijak di dunia ini dan memenangkan rasa hormat semua orang, dia harus menjadi yang paling hebat dan paling mencolok!
Jadi, dia berlatih lebih keras daripada teman sebayanya, menunjukkan ketekunan yang melebihi siapa pun, dan selalu memiliki kehausan akan kemenangan dan kejayaan yang tak dimiliki rekan-rekan seumurannya. Dia ingin meraih kesuksesan, ingin mendapatkan rasa hormat dan pengakuan dari semua orang.
Dia akan melakukannya dengan caranya sendiri!
……
Ketika melihat Finnan di sayap kanan mengoper bola, Cristiano Ronaldo langsung mengejar ke arah bendera sudut kanan. Sementara Bridge terus membayanginya ketat, Lampard di garis tengah justru mundur untuk mengisi celah pertahanan yang ditinggalkan Bridge.
Keduanya membentuk formasi tanduk di sisi kanan kotak penalti. Terutama setelah menyaksikan Cristiano Ronaldo berhasil menghentikan bola tepat sebelum keluar lapangan, Lampard semakin mantap berdiri di garis tepi kanan kotak penalti, sementara Bridge terus mundur ke dalam area terlarang untuk mengantisipasi terobosan Cristiano Ronaldo.
Setelah menyambar bola, mata Cristiano Ronaldo tak lepas dari Bridge. Selama di Liverpool, dia dilatih untuk selalu mengangkat kepala. Kini dia melihat Bridge yang sedang mundur, dan Lampard yang bersiap untuk jaga ruang.
Semua pemandangan ini membanjiri otaknya dalam sekejap, lalu keputusan tercipta seketika.
Percepatan, langsung menerjang Bridge!
Bek sayap Inggris itu jelas menyadari sudah terlambat mundur ke garis wilayah terlarang, formasi jepit dengan Lampard pun sulit terbentuk. Akhirnya dia memilih mendekat.
Tapi Cristiano Ronaldo melakukan gerakan tipuan yang nyaris sempurna, berpura-pura hendak menyusur garis lapangan. Meski sudah berkali-kali terjebak, Bridge tetap tertipu. Seluruh fokusnya goyah, membiarkan CR7 melesat melewatinya.
CR7 menggiring bola mendekati wilayah terlarang. Melihat hal ini, Lampard langsung menyusur garis belakang untuk menghadang di jalur masuknya. Namun saat turun, CR7 tiba-tiba mengubah arah. Dengan kelincahan menggiring bola, dia menghindari Lampard yang mendekat lalu membawa bola menyusuri garis kanan wilayah terlarang.
Seluruh proses ini terdengar lambat jika diceritakan, tetapi sebenarnya dengan kecepatan luar biasa, daya ledak, dan teknik kaki yang mumpuni dari Cristiano Ronaldo, semua terjadi dalam sekejap. Setelah mengelabui Bridge dan Lampard berturut-turut, dia tiba-tiba berakselerasi dan berhasil menciptakan jarak satu karakter dari Lampard dan Bridge yang mengejar dari belakang.
Seluruh area penalti Chelsea terbuka lebar di hadapan Cristiano Ronaldo. Di titik depan area penalti, John Terry tak terlihat, sementara Marcel Desailly menjaga Arjen Robben di sayap kiri. Namun dia melihat siluet merah menyala sedang menerobos masuk ke wilayah terlarang.
Dalam sepersekian detik, otaknya tak bisa mengenali identitas sosok itu, tetapi nalurinya menduga itu pasti Steven Gerrard.
Dengan lembut dia mengirimkan umpan bola tanah yang mengarah tepat ke titik penalti.
Saat dia berhasil melihat jelas, siluet merah itu sudah menunggang kuda perang! Mengontrol bola, mengayunkan kaki, dan melepaskan tembakan keras!
Bola seperti peluru meriam, langsung menggeser tiang kanan, menyusup ke bawah tubuh Cudicini dan masuk ke gawang.
“GOALLLLLLLLLLLLLLL！！！”
Komentator di tempat kejadian dengan penuh semangat memanjangkan suaranya sangat-sangat panjang, seolah ingin meluapkan kegembiraan dalam hatinya.
"Liverpool berhasil memecah kebuntuan di menit ke-53, meraih satu gol pembuka!"
"Ini adalah tembakan keras dahsyat dari Gerrard, Cudicini sama sekali tak berdaya hanya bisa menyaksikan bola masuk! Tapi yang ingin kami soroti adalah pertunjukan magis di sayap kanan sebelumnya - aksi mengelabui Bridge dan Lampard secara beruntun itu bagaikan sihir, benar-benar memukau!"
"Pemain muda asal Portugal ini adalah pemain sayap yang luar biasa berbakat. Kita seolah menyaksikan bintang baru yang sedang naik daun, dia akan menjadi permata berikutnya yang diasah sang Kaisar!"
“Cristiano Ronaldo？Mulai hari ini, mari kita ingat nama ini, ingat manusia ini!”
Setelah Gerrard mencetak gol, dengan penuh semangat langsung melompat ke sayap kanan, seluruh tubuhnya menggendong Cristiano Ronaldo di pinggang.
“Haha, kau ini anak muda, gerakanmu cantik seperti pertunjukan sulap! Dalam situasi seperti itu masih bisa membawa bola keluar!”
Cristiano Ronaldo juga tertawa gembira, dirinya sendiri agak tak percaya - baru saja terpancing emosi, siapa sangka benar-benar berhasil melakukannya.
Tapi di detik-detik tadi, tiba-tiba ia teringat video pelatihan khusus Ronaldo yang pernah ditunjukkan Yang Chengzhuo. Beberapa hari ini ia terus mempelajari video itu dan berlatih keras, berharap bisa mengalahkan pelatih kepala. Ingin membuktikan pada Yang Chengzhuo: Jika Ronaldo bisa mencapai 16 detik, dia juga bisa!
Saat merayakan bersama Gerrard dan menerima sorak dari rekan satu tim serta tribun penonton, Cristiano Ronaldo tidak lupa melirik ke arah pelatih kepala di kejauhan. Dia agak khawatir karena Yang Chengzhuo tidak suka dia terlalu sering membawa bola, terutama gerakan-gerakan megah itu, jadi dia cemas pelatih akan mengutuknya karena terlalu memonopoli bola.
Tapi tak disangka, Yang Chengzhuo justru mengacungkan ibu jari ke arahnya sambil mengangguk. Dia tersenyum!
Pada detik ini, hati Cristiano Ronaldo benar-benar tenang karena dia tahu pelatih puas dengan performanya.
Sebenarnya dalam rangkaian aksi barusan, dia tidak berlebihan memonopoli bola maupun melakukan gerakan mewah. Tanpa gerakan sirkus rumit seperti sebelumnya, dia berhasil melewati Bridge dan Lampard secara berturut-turut.
"Tapi ini mungkin satu-satunya momen efektif yang ditunjukkannya sepanjang pertandingan. Sebagian besar waktu, dia tetap Cristiano Ronaldo versi lama. Hanya saja marking Bridge hari ini benar-benar gagal total, ditambah penyesuaian taktik Yang Chengzhuo di babak kedua yang langsung menciptakan ruang baginya, barulah dia mendapat kesempatan untuk menunjukkan kemampuan."
"Luar biasa! Sudah bertahun-tahun kami tidak menyaksikan sepakbola ofensif secantik ini di Stadion Anfield!"
"Sang Kaisar memang pantas menyandang gelarnya. Meski baru sebentar memimpin Liverpool, dari detail taktis yang terlihat jelas bahwa Liverpool ini masih seperti pedang yang perlu ditempa ulang, bahkan masih memiliki beberapa celah dan kekurangan. Tapi kita harus mengakui, kehadirannya telah menyuntikkan sesuatu yang berbeda ke dalam tim ini."
"Setidaknya di era Houllier dulu, kita tidak pernah melihat serangan mengalir deras dengan koordinasi serumah ini. Pemain seperti Cristiano Ronaldo tidak akan pernah dihargai oleh pelatih seperti Houllier."
"Namun kini, kita melihat Liverpool yang sama sekali berbeda, menyaksikan harapan kebangkitan tim legendaris ini!"
Komentator di TKP terlihat sangat antusias, tak kalah dengan semangat KOP di tribun penonton.
Mereka di tribun terus melantunkan lagu tim Liverpool, diselingi tepuk tangan yang membentuk aura perkasa, mengalir deras dari atas tribun. Para suporter berharap tim bisa terus melanjutkan momentum, terus menekan Chelsea tanpa ampun, mencetak lebih banyak gol, dan meraih kemenangan besar yang memuaskan.
……
……
William Gallas turun ke lapangan, menggantikan langsung Adrian Mutu yang performanya buruk. Taktik Ranieri jelas - memperkuat pertahanan lalu memanfaatkan kecepatan Damien Duff untuk serangan balik.
Yang Chengzhuo tidak melakukan perubahan strategi. Ia tetap memerintahkan para pemain untuk terus menjalankan taktik ofensif. Namun setelah kehadiran Gallas, pelatih segera menyadari kesulitan menembus sayap kiri Chelsea. Oleh karena itu, ia memerintahkan Steven Gerrard, Edgar Davids, dan Didier Drogba untuk meningkatkan tekanan terhadap garis pertahanan lawan.
Menit ke-67, Terry menerima operan balik dari lini depan, Didier Drogba berada di sekitarnya. Pemain Pantai Gading ini sama sekali tidak ragu, langsung memilih untuk menekan.
Mungkin Drogba punya banyak kekurangan, tapi dia memiliki satu kelebihan yang sangat disukai Yang Chengzhuo: eksekusi taktisnya. Dia akan menjalankan tugas yang diberikan pelatih kepala tanpa keraguan sedikit pun, bertarung habis-habisan hingga napas terakhir.
Dia juga pemain yang merangkak naik dari tim lapisan bawah. Karena itu, dia lebih memahami daripada siapapun betapa sulitnya mencapai posisinya sekarang. Dia sangat menghargai segala yang dimilikinya saat ini, dan sangat menghargai kesempatan bermain serta berkembang di bawah kepelatihan pelatih legendaris top Yang Chengzhuo. Dia haus untuk mengukir namanya dalam sejarah klub Liverpool seperti yang selalu diucapkan Yang Chengzhuo.
Jadi setiap tekanan yang dilakukannya memiliki aura mengintimidasi. Begitu John Terry melihat Didier Drogba menerjang, dengan buru-buru ia memilih mengoper bola ke Juan Sebastián Verón terdekat. Pemain Argentina itu berlari kembali, seolah ingin menyambut.
Namun begitu bola meninggalkan kakinya, Terry langsung menyesal.
Ia melihat siluet merah menyala yang mengikuti ketat di belakang Verón, berkulit hitam - tak lain adalah Babi Hutan Belanda, Edgar Davids!
Davids juga patuh pada penjadwalan taktik Yang Chengzhuo. Begitu bek tengah lawan menguasai bola, ia langsung mengawasi ketat Verón. Maka ketika melihat Terry akan mengoper, ia segera mengejar.
Perebutan bola ini dilakukan dengan sangat anggun, bahkan bisa dikatakan tanpa usaha berarti.
Setelah berhasil merebut bola, Davids langsung memanfaatkan momentum untuk bergerak maju. Begitu ia menerobos masuk ke depan wilayah terlarang, pertahanan Chelsea langsung kacau balau.
Marcel Desailly menyambar keluar, namun Davids memilih mengoper bola ke belakangnya.
Berhadapan frontal dengan bek tengah, striker Belanda memiliki kemampuan teknis yang cukup untuk melakukannya dengan tenang, bahkan bisa dibilang dengan sentuhan elegan. Namun melihat citranya dengan rambut kepang panjang yang berantakan, kata sifat 'elegan' sepertinya agak "itu"...
Begitu Terry mengoper bola, Drogba langsung menoleh. Begitu Davids merebut bola, respons nalurinya langsung menerobos masuk ke wilayah terlarang.
Daya ledak Drogba masih sangat hebat. Begitu dia mulai berlari, Terry langsung tertinggal. Ditambah lagi posisi Terry yang cenderung ke kanan, Drogba berada di sisi kirinya. Dari posisinya, dia bisa dengan mudah menerima umpan Davids.
Teknik Davids cukup bagus. Umpannya akurat dengan kekuatan dan timing yang pas. Namun kontrol bola Drogba sedikit kurang rapi. Untungnya dia cepat mengejar dan melepaskan tendangan keras ke gawang Cudicini yang sudah maju menyongsong, 2-0!
“GOALLLLLLLLLLL！！！”
"Liverpool menambah keunggulan! Striker Pantai Gading Didier Drogba mencetak gol kedua untuk Liverpool, 2-0!"
“Pertahanan Chelsea melakukan kesalahan fatal! Terry terlalu ceroboh dalam mengolah bola, malah mengoper ke Verón yang sedang ditekan ketat oleh Davis. Bukankah ini sama saja dengan menghadiahkan bola ke Liverpool?”
Layar siaran langsung TV menampilkan adegan Ranieri membuka mulut lebar-lebar dalam amarah. Terlihat jelas sang pelatih Italia sangat kesal. Jika tertinggal 1-0 masih ada peluang menyamakan skor bahkan menyalip, maka ketertinggalan 2-0 secara tuntas membunuh pertandingan ini. Terutama ketika mengingat ini terjadi di Stadion Anfield.
Dalam tim yang dilatih Yang Chengzhuo, kandang sendiri hampir tidak pernah dikalahkan. Apalagi dalam keadaan unggul dua gol, mustahil masih kalah - itu benar-benar memalukan!
Setelah assist Davis ke Drogba berbuah gol, Yang Chengzhuo spontan erat menggenggam tangan kanannya membuat gerakan yakin akan kemenangan. Adegan ikonik ini tertangkap kamera siaran langsung TV.
"Terlihat jelas, pertandingan ini sudah tidak ada suspense lagi. Tim Yang Chengzhuo berhasil melepaskan diri dari situasi mendominasi tapi gagal mencetak gol di babak pertama, lalu melancarkan serangan ganas di babak kedua, bahkan berhasil memasukkan dua gol ke gawang Chelsea secara beruntun."
"Jika gol pertama menunjukkan kekuatan pemain dan koordinasi tim Liverpool yang hebat, maka gol kedua berasal dari usaha keras para pemain. Didier Drogba, Edgar Davids, dan Steven Gerrard dengan tekanan agresif di lini depan akhirnya mendapatkan imbalan yang melimpah - tekanan merekalah yang menghasilkan gol kedua untuk Liverpool."
"Ini juga merupakan gol yang sangat menurunkan semangat, karena disebabkan oleh kesalahan sendiri. Hal ini pasti akan mempengaruhi seluruh anggota Chelsea baik secara mental maupun semangat. Sebaliknya, Liverpool justru akan semakin bersemangat membara berkat gol ini."
……
……
Seolah-olah untuk membandingkan ucapan komentator ini, meskipun Ranieri kemudian memasukkan Hasselbaink untuk lebih memperkuat serangan tim, berharap duo striker Hasselbaink dan Crespo bisa mengancam pertahanan Liverpool dan meraih gol.
Tapi jelas terlihat seluruh anggota Chelsea terkena pukulan berat, terutama setelah gol kedua, Liverpool malah semakin gencar mengejar kemenangan tanpa memberi kesempatan menyesuaikan atau bernapas, melancarkan gelombang demi gelombang serangan ganas.
Tim yang kurang irama memang seperti ini - begitu menemukan celah, akan terus menyerang sampai kamu menyerah tanpa perlawanan.
Tim seperti ini sering menciptakan dua situasi ekstrem: mendominasi tapi gagal mencetak gol bahkan kalah meski unggul situasi; atau sebaliknya meraih kemenangan besar yang memuaskan.
Tak perlu diragukan lagi, pengalaman Liverpool saat ini sedang berada dalam opsi kedua.
Terutama dengan berjalannya pertandingan, tekanan Liverpool tidak kendur sedikit pun. Yang Chengzhuo mengganti Hamann dengan Essien untuk terus memperkuat kemampuan penetrasi dan pergerakan di lini tengah-depan, serta meningkatkan dominasi gelandang atas Chelsea, membuat situasi menguntungkan ini semakin jelas.
Menit ke-82, Liverpool membangun serangan efektif di sayap kanan. Cristiano Ronaldo menghadapi Gallas di sisi kanan, terus menggiring bola ingin menerobos, namun tak berhasil. Pemain Prancis itu kokoh mempertahankan posisi strategis, tak tertipu oleh gerakan tipuannya, langsung menghancurkan ancaman.
Finnan maju ke depan mengambil bola, melakukan sedikit penyesuaian posisi, lalu melayangkan crossing akurat 45 derajat ke dalam kotak penalti.
Drogba dan Gerrard yang maju ke depan sama-sama berada di wilayah terlarang. Desailly dan Terry berusaha menghentikan keduanya. Namun Drogba yang posisinya lebih ke luar menggunakan tubuhnya mendesak Desailly, melompat tinggi menyambut umpan, menyundul bola dengan gesekan akurat.
Cudicini kali ini cepat tanggap, menghalau bola dengan satu telapak tangan, nyaris mengatasi serangan Liverpool.
Bola dikirim dari sayap kanan, Drogba menyerang tiang kiri. Setelah dihalau Cudicini, bola melayang ke area sudut kiri kotak penalti.
Babayaro yang seharusnya ada di posisi ini justru absen, sementara Robben yang tak seharusnya berada di sini malah muncul.
Striker Belanda itu menghentikan bola dengan kaki kiri, memanfaatkan momentum untuk lolos ke kotak penalti. Menghadapi Cudicini yang sudah kembali pada posisi jaga plus Babayaro di belakangnya, ia memilih melakukan tembakan jarak menengah-jauh dengan kaki kiri secara tenang.
Bola menyelip di antara tiang gawang dan Cudicini. Sang kiper meski mengangkat kaki berharap menghalau, tak berdaya. Bola meluncur cepat melewati zona pertahanannya, menggelinding di garis gawang sebelum menghantam jaring samping kanan.
Pada detik itu, di tribun belakang jaring gawang, fans Liverpool serempak berdiri, berteriak gembira ke arah lapangan menyambut Robben yang melesat keluar wilayah terlarang merayakan gol perdana dalam debut Liga Primer, sekaligus mengagumi kemampuan finishing striker Belanda itu.
Serangan diagonal dari sayap kiri ini sebenarnya adalah tugas yang diberikan Yang Chengzhuo sebelumnya, awalnya dimaksudkan sebagai interferensi taktis, namun justru menghasilkan efek tak terduga.
Kemampuan mencetak gol Robben memang tak diragukan. Musim lalu di PSV Eindhoven ia mencatat 13 gol dan 9 assist dari 35 pertandingan. Kini di Liverpool, debut Liga Primer-nya langsung dihiasi gol plus berbagai aksi individu gemilang sepanjang pertandingan - adakah debut lebih sempurna dari ini?
Penilaian ini bukan hanya untuk Robben, tapi juga Cristiano Ronaldo, Drogba, Gerrard, seluruh skuat Liverpool, bahkan bagi Yang Chengzhuo sendiri - sebuah debut pertama yang nyaris sempurna tanpa cela.
