Liverpool vs MU selalu menjadi duel paling memikat di arena Liga Primer.
Bentrokan antara dua tim yang bisa dibilang terbesar dan paling hebat dalam sejarah liga Inggris ini selalu menghadirkan momen tak terlupakan bagi para fans. Ada momen sukacita, ada pula momen yang menyakitkan.
Saat wasit utama Willy membunyikan peluit tanda berakhirnya pertandingan, pada detik itu juga seluruh fans di Stadion Anfield terdiam seribu bahasa.
Bukan mereka tak pernah mengalami kekalahan, juga bukan tak punya nyali menerima kekalahan. Tapi ketika menyaksikan langsung Liverpool kalah 0:1 dari MU di kandang sendiri Anfield, yang tersisa hanyalah rasa tak berdaya.
Mungkin satu-satunya kebanggaan mereka adalah keberanian menggunakan taktik serangan aktif-proaktif untuk menghadapi MU. Namun lawan yang paling mereka musuhi ini justru mengadopsi taktik pertahanan-balik ala formasi baja.
Dua tim seolah sedang melakukan latihan menyerang dan bertahan, Liverpool mendominasi sepanjang pertandingan namun gagal mencetak gol. Terutama di babak kedua, mobilitas pemain Liverpool turun drastis. Dampak pertandingan ganda dalam seminggu membuat mereka terus-menerus dikejar. Manchester United memanfaatkan momentum ini dengan serangan balik, Ryan Giggs memberikan umpan silang ke Diego Forlán, gol!
Satu kesempatan menggagalkan usaha 90 menit Liverpool.
Yang Chengzhuo tegak berdiri di pinggir lapangan. Pembunuhan pasti adalah keahlian utamanya. Ia sering mengakhiri pertandingan lawan, tapi ketika lawan menggunakan taktik andalannya untuk mengalahkannya, api kemarahan berkobar dalam hatinya. Ingin meledak, tapi harus ditahan.
"Kekalahan harus dihadapi dengan kepala tegak!" begitu prinsipnya.
"Sungguh disayangkan, masih ada mood minum alkohol?" Ferguson tersenyum mendekat.
"Tentu saja!" Yang Cheng malah tertawa lebar, "Setelah konferensi pers, aku tunggu di kantor!"
Dia juga memiliki sebuah kantor miliknya sendiri di Anfield, hanya saja ia tidak sering datang ke sini.
"Sangat langka, sangat langka!" Ferguson tersenyum.
Melihat sikapnya itu, Yang Chengzhuo paham betul bahwa dia sengaja datang untuk mencemooh dirinya. Ia menyeringai dingin, "Tidak bermoral!" Lalu berbalik dan pergi. Ia tidak suka tinggal untuk menerima cemoohan dan pukulan dari Ferguson.
Ferguson tertawa di belakangnya. Meski proses pertandingan bahkan membuat dirinya sendiri merasa frustasi dan tidak senang, tapi hasil akhirnya memuaskan. Setidaknya Manchester United menang, bukan?
……
……
Di ruang ganti, suasana sunyi senyap. Para pemain satu per satu menundukkan kepala. Keringat mengalir di pipi mereka, menetes ke lantai ruang ganti, tapi tidak menarik perhatian siapa pun.
Ini adalah kekalahan kedua Liverpool di musim ini, sekaligus kekalahan kandang pertama Yang Chengzhuo dalam beberapa tahun terakhir. Pukulan ini bagi seluruh anggota Liverpool, bisa dibilang sangat besar.
Tapi baru saja, saat Yang Chengzhuo masuk ke ruang ganti, hanya berkata, "Kita kalah dalam pertandingan yang layak dibanggakan!"
Kalah pun ada yang layak dibanggakan dan tidak?
Gerrard mengatupkan tinjunya hingga putih, mata membelalak menatap lantai, gigi gemeretuk. Jelas di detik ini hatinya dipenuhi kebencian - kalah dari siapa saja tak masalah, kecuali Manchester United!
"Sialan!" Gerrard tiba-tiba berdiri, berbalik menghantamkan tinju ke loker di belakangnya. Dor! Suara benturan itu membuat rekan setimnya terkejut dan menatapnya.
"Sialan!" Dor! Kembali terdengar.
"Sialan MU!" Dor! Lagi.
Dor～Dor～Dor～
"Jangan begini, Steven!" Hyypiä dan yang lain segera mengepungnya, mencoba menahan gerakan Gerrard.
"Aku tidak rela, sialan aku tidak rela!" Gerrard menggenggam bahu Hyypiä sambil mengaum.
"Kita sudah berusaha mati-matian, bertarung habis-habisan, kenapa masih kalah? Kenapa harus kalah?" Gerrard merasa kesal dan menyesal, karena menurutnya dia telah mengkhianati fans yang telah bersorak untuk mereka selama 90 menit di tribun.
Mereka datang ke Stadion Anfield dengan harapan menyaksikan Liverpool membantai Manchester United, tapi akhirnya justru seperti ini. Seberapa kecewa perasaan mereka sekarang?
"Sialan, aku tidak rela!" Gerrard kembali ke kursinya, bibirnya masih bergumam pelan. Bahunya berkedut halus, tapi kepalanya tertanam di antara kedua kakinya. Tak ada yang bisa melihat kondisi hatinya di saat seperti ini.
Semua orang paham, setelah Owen meninggalkan tim, Gerrard menjadi ikon Liverpool. Meski kaptennya Hyypiä, tapi Hyypiä tetap dianggap orang luar. Fans Liverpool hanya mengakui Gerrard, dan menaruh semua harapan pada dirinya, berharap dia bisa memimpin tim merebut gelar juara.
Kekalahan dalam pertandingan ini membuat Liverpool jatuh ke peringkat empat liga, sementara Manchester United menginjak bahu Liverpool untuk naik ke posisi pemuncak klasemen. Bagi Liverpool, ini jelas akhir yang sulit diterima.
"Sialan!" Carragher juga mengumpat, lalu kembali ke posisinya dengan wajah menyergap amarah.
Kekalahan kali ini memang bukan salah siapa-siapa. Yang Chengzhuo tidak melakukan kesalahan, para pemain juga sudah berusaha maksimal. Satu-satunya yang patut disalahkan adalah taktik defensif ekstrim MU yang benar-benar membuat frustasi, sama sekali tidak mencerminkan harga diri tim besar.
Tidak ada yang bisa memahami niat orang-orang seperti kita, karena hanya pemain anggota asli Liverpool yang bisa paham kondisi hati saat Liverpool kalah dari Manchester United, penyesalan yang cukup membuat seseorang menjadi gila.
……
……
"Ya, meski sangat enggan, tapi aku harus mengucapkan Selamat pada Manchester United yang naik ke posisi pemuncak klasemen Liga Primer. Tapi saya ingatkan Ferguson dan MU: kalian harus bertahan lebih lama di posisi itu! Aku dan Liverpool pasti akan menendang kalian turun dari takhta!"
Di konferensi pers pasca-pertandingan, ketika ditanya wartawan tentang MU yang mengalahkan Liverpool lalu naik ke puncak Liga Primer, Yang Chengzhuo dengan wajah masam mengucapkan kata-kata seperti ini.
"Bagi saya, itu adalah tantangan besar. Kedatangan saya ke Liga Primer adalah untuk menghentikan monopoli MU dan Arsenal atas gelar juara Liga Primer. Saya berharap bisa memimpin Liverpool merebut gelar, dan saya yakin kita pasti bisa meraihnya!" kata Yang Chengzhuo dengan wajah penuh determinasi.
“Tapi, permisi Tuan Yang Cheng, apakah para pemain Liverpool akan terpengaruh setelah kalah dari Manchester United?” Seorang wartawan berdiri dan bertanya. Hubungan emosional antara kedua tim membuat derby Inggris menjadi semakin penting.
“Aku yakin, di hadapan krisis apa pun, para pemainku tak pernah mengecewakanku. Kualitas pantang menyerah mereka, serta semangat Liverpool yang melekat, akan membuktikan kebenaran ucapanku ini!”
Ketika wartawan mengulangi ucapan Yang Cheng tersebut kepada Ferguson, orang tua itu hanya terkekeh sambil mengangguk.
“Jika ada tim lain yang bisa merebut gelar juara liga, menurutku itu hal baik. Aku tulus berharap bisa menyaksikan tim ketiga yang layak juara muncul. Itu akan luar biasa bagi kami. Tapi aku juga tetap yakin: mustahil sebuah tim baru yang baru dibentuk, dengan pelatih kepala yang baru datang ke Liga Primer, langsung bisa menjadi juara.”
“Seperti diketahui publik, ujian terberat Liga Primer bukan terletak pada masa liburan musim dingin, melainkan pada tiga bulan Februari, Maret, April - periode pasca-liburan musim dingin. Saat itulah cobaan terbesar bagi sebuah tim. Dari sudut pandang pribadi, aku tidak yakin Liverpool bisa bertahan hingga waktu itu tiba.”
Setelah jeda sejenak, pelatih senior yang dihormati ini tersenyum penuh teka-teki: “Bukan tidak mungkin mereka justru tertinggal jauh sebelum liburan musim dingin, bahkan terlempar dari 4 besar. Aku sangat menantikan skenario ini!”
Para wartawan di TKP langsung memahami maksud terselubung Ferguson.
Liverpool saat ini memang mengandalkan mobilitas tinggi, namun kurangnya kontrol terhadap irama permainan membuat konsumsi energi pemain mereka tiap pertandingan sangat besar. Cedera pun semakin mengintai, apalagi dengan datangnya musim dingin tanpa jeda kompetisi. Padatnya jadwal pertandingan bisa membuat skuad The Reds ambruk.
Oleh karena itu, pernyataan Ferguson bukanlah tanpa dasar.
Menanggapi hal ini, Yang Chengzhuo tersenyum penuh keyakinan: “Kalau begitu, kita lihat saja nanti!”
Di TKP, seorang wartawan kembali memanfaatkan periode waktu tertentu ini untuk menanyakan rumor transfer kepada Ferguson.
Kabar beredar bahwa MU tertarik pada penembak jarak jauh andalan Ajax, Ibrahimovic. Ferguson enggan mengkonfirmasi, hanya menyebut penyerang Swedia itu hebat tapi sulitnya mendapatkannya.
"Permisi Sir, bagaimana dengan Xabi Alonso dari Real Sociedad?"
Ferguson menyeringai sejenak ke arah wartawan itu sambil tertawa terbahak: "Xabi Alonso adalah gelandang tengah yang sangat menonjol! Tekniknya komplit, berbakat langka di dunia sepakbola saat ini, plus usianya masih muda. Aku sangat mengaguminya!"
Seperti diketahui publik, Ferguson selalu berharap MU bisa meningkatkan kontrol permainan.
"Kalau begitu, kenapa kalian melepas Verón?" sela Yang Chengzhuo dengan nada menyindir.
Ferguson hanya tersenyum tipis tanpa memberikan jawaban.
Yang Chengzhuo tahu di hati, ini adalah peringatan untuk dirinya sendiri bahwa Xabi Alonso adalah komoditas langka yang ingin direkrut semua orang.
Tentu saja, aksi Ferguson ini adalah demonstrasi kekuasaan dan tekanan terhadap Yang Chengzhuo. Orang Tionghoa itu paham betul, dan negosiasi dengan Real Sociedad juga belum menunjukkan kemajuan terobosan - pihak lawan terus mematok harga tinggi dan enggan berkompromi.
Terkait hal ini, Yang Chengzhuo tak berdaya. Namun kondisi tim yang ada memaksanya untuk kembali memperhatikan posisi gelandang organisasi. Untuk itu, dia telah memastikan dua pemain target, berharap bisa membawa salah satunya ke Anfield selama bursa transfer musim dingin. Dengan demikian, keyakinannya untuk merebut gelar juara liga akan semakin besar.
……
……
Minum bersama Ferguson adalah pengalaman yang unik, karena dari dua orang ini, pasti ada satu yang frustasi menenggak alkohol dalam diam, sementara yang lain asyik berbicara dengan antusias.
Seringkali sang pemenang minum tak kunjung puas, sementara si pecundang terus mencari cara mengejek sang pemenang. Harus menyaksikan sang pemenang tak puas minum, barulah diri mereka merasa puas dan bersenang-senang, seolah telah membalas dendam atas "sebuah panah di lapangan pertandingan".
Usai minum, Yang Chengzhuo kembali ke kantor distrik administratif untuk berdiskusi dengan Rick Parry tentang rekrutmen pemain baru di masa liburan musim dingin. Anggaran transfer klub yang terbatas membuatnya kesulitan menyediakan dana besar, menjadi hambatan utama dalam perekrutan pemain oleh Yang.
"Kami sedang mempersiapkan kontrak sponsor baru yang dananya akan masuk musim panas. Jadi di musim panas kau akan memiliki anggaran transfer lebih longgar, tapi untuk musim dingin ini..." Rick Parry tersenyum getir.
Rick Parry dan David Moores sama-sama memahami realitas Liverpool saat ini. Yang Chengzhuo membutuhkan gelandang organisasi di musim panas, namun kegagalan merekrut pemain tersebutlah yang menyebabkan kesulitan tim saat ini.
“Berapa yang bisa dialokasikan di masa liburan musim dingin?” Yang Chengzhuo bertanya langsung.
“Tidak melebihi 5 juta euro!” Rick Parri sendiri merasa sulit mengatakannya, terlihat sangat menyedihkan.
Yang Cheng mengangguk, “Harus ada perubahan, klub tanpa dana tak mungkin bertahan lama!”
Ini bisa dianggap sebagai saran, Rick Parri sendiri juga menyadarinya, jadi hanya mengangguk.
Setelah itu, kedua pihak juga membahas tentang akademi sepak bola. Rick Parri menyatakan perlu waktu lebih, saat ini sedang bernegosiasi dengan Steve Heighway. Namun dia berharap Yang Cheng bisa lebih fokus pada liga daripada lengah dengan akademi.
Terlihat, kekalahan di kandang sendiri dari MU mungkin tidak membuatnya menyalahkan Yang Cheng, tapi tetap meninggalkan kekecewaan pada pertandingan tersebut. Jika saja bisa mengalahkan Setan Merah, mungkin dia akan lebih serius menangani hal ini.
Keluar dari distrik administratif, Yang Chengzhuo mengangkat kepalanya memandang logo raksasa Liverpool. Dia tahu, haus akan penghargaan di klub ini telah mencapai tingkat yang hampir obsesif. Jika dia tak bisa membawa kejayaan bagi Liverpool, mereka akan menghabiskan tetes kesabaran terakhir suatu hari nanti.
Tentu saja, proses ini mungkin memakan waktu 3-4 tahun, karena Liga Primer selalu toleran dalam hal ini. Inilah yang paling dia kagumi dari wilayah ini - memberikan waktu yang cukup bagi pelatih kepala untuk membangun taktik yang diinginkan.
Setelah mengambil kendaraan di parkir, Yang Chengzhuo perlahan mulai mengemudi, bersiap untuk pulang.
Tepat saat mobilnya melewati Pintu Gerbang Shankly, dia melihat Gerrard berjongkok di depan Monumen Hillsborough di sisi gerbang. BMW X5 miliknya terparkir di sebelahnya.
“Di dasar monumen, terdapat seikat bunga segar, sekelilingnya dipenuhi karangan bunga. Seperti yang dikatakan Gade, setiap hari selalu ada yang datang memperingati. Orang-orang Liverpool tak pernah melupakan fans yang tak kembali dari Hillsborough. Nama setiap orang mereka tertancap bagai pahatan di monumen ini.”
“Mendengar suara mobil berhenti dan seseorang turun, Gerrard menoleh. Melihat Yang Chengzhuo keluar dari Ferrari biru-hitam, ia kembali memandang monumen itu. Dengan diam-diam, tangannya mengelap debu di tanah dari setiap nama yang terpahat, penuh keseriusan dan ketelitian.”
“Kalah pertandingan, sedih?” Yang Chengzhuo ikut berjongkok, bertanya dengan perhatian.
“Dia juga paham, semua orang telah membebani Gerrard dengan terlalu banyak harapan dan tanggung jawab. Tekanan besar itu ditimpakan padanya, tapi pada akhirnya, usianya baru 23 tahun.”
Gerrard tidak menjawab, dia dengan lembut mengusap setiap goresan pada prasasti batu. Saat tangannya sampai pada salah satu nama, "Joe? Paul? Gilhooley", tangannya terhenti di situ, seolah membelai nama itu.
"Joe Paul Gilhooley, 10 tahun, penggemar termuda dalam Tragedi Hillsborough..." Gerrard bergumam lirih. Matanya dipenuhi kerinduan dan kesedihan yang samar, seolah waktu telah memudarkan segalanya.
Hanya di saat-saat lemah, ketika dia butuh penghiburan, perasaan seperti ini baru muncul.
Mata Yang Chengzhuo mengikuti gerakan tangan Gerrard, melihat nama di prasasti itu. Dibayangkannya seorang anak 10 tahun yang hidup dan menggemaskan, berubah menjadi nama dingin di batu nisan. Seluruh proses ini terasa begitu mengerikan, meninggalkan rasa asam di hati.
Tapi yang lebih menyedihkan adalah kalimat selanjutnya dari Gerrard, "Dia adalah kakak sepupuku, saudara yang paling dekat dan kuhormati!"
Nada bicaranya masih sangat datar, datar sampai membuat orang meragukan keabsahan ucapannya. Karena seseorang yang punya sedikit emosi, tidak akan berbicara sedingin ini tentang nama di batu nisan, setidaknya harus ada sedikit perasaan.
Tapi Yang Chengzhuo percaya, ini benar adanya.
Karena menurut perhitungan usia saat Tragedi Hillsborough terjadi, kala itu Gerrard berusia sekitar 9 tahun. Dia bisa mengingat kedekatan dengan kakak sepupunya, bisa mengingat semua yang terjadi saat itu, tapi tidak memiliki kedalaman emosi seperti orang dewasa.
"Liverpool bagi keluarga kami bagai sebuah iman yang disembah. Semua anggota keluarga merasa bangga dan terhormat bisa mengenakan seragam Liverpool. Dia adalah contoh fans Liverpool sejati - fanatik, teguh, gila. Kami pernah berjanji, akan berbakti untuk Liverpool mulai dari tim muda hingga dewasa, dari Liga Inggris Divisi Pertama. Saat itu dia belum tahu, kompetisi top Inggris nanti tak lagi disebut Liga Inggris, melainkan Liga Primer!"
Sudut bibir Gerrard sedikit terangkat, seperti ingin tersenyum. Entah menertawakan Liga Primer yang menggantikan Liga Inggris, atau mengingat naifnya impian indah mereka di masa muda. Tapi dalam senyumnya, semua bisa melihat bekas kenangan yang membara.
"Kami bermain bersama, selalu menggunakan kaos Liverpool saat bertanding. Di jalanan, di blok kota, melawan gerombolan anak-anak Everton berbaju biru. Kami selalu bisa menghancurkan mereka. Aku bahkan sama sekali tidak meragukan, jika Joe? Paulus bisa bertahan sampai sekarang, dia akan menjadi bintang top yang paling menonjol. Karena dia begitu mencintai sepakbola, begitu mencintai Liverpool. Anfield akan menjadi tim yang diabdinya seumur hidup!"
"Sheffield hanya berjarak 70 mil dari kami. Hari itu, dia pergi menonton langsung pertandingan bersama seorang teman, tapi sudah tidak pernah kembali!"
Gerrard berhenti sejenak, menggelengkan kepala. Tangan kanannya membentuk cakar di atas batu nisan, seolah ingin mencengkeram nama itu, menarik kembali orang tersebut agar bisa kembali ke dunia ini.
"Barulah di hari kedua, kami menerima kabar - Dia Mati!"
"Aku tak percaya, malam sebelumnya di TV kulihat tragedi itu, ternyata di antara mayat ada keluargaku, saudaraku. Kita semua runtuh mental sepenuhnya, terutama orang tua Joe Paulus. Tak terbayangkan, seseorang yang biasanya aktif dan lincah tiba-tiba... lenyap begitu saja!"
"Sejak itu aku bermain dengan keyakinan. Kukatakan pada diri sendiri: Tak boleh mengecewakan Joe Paulus yang mengawasiku dari langit. Karena aku tak bermain sendirian. Aku harus bermain untuk bagiannya juga, bertempur bersamanya demi meraih gelar juara paling gemilang untuk Liverpool. Ini janjiku padanya di pemakamannya."
Yang Chengzhuo yakin, ini juga janji yang diucapkan jutaan pendukung Liverpool dalam upacara pemakaman Tragedi Hillsborough.
"Ini sudah menjadi bagian terpenting dalam kehidupanku. Tak ada alasan apapun yang bisa menghentikanku!"
Yang Chengzhuo diliputi keputusasaan. Jelas terlihat, kekalahan dari Manchester United dalam pertandingan ini membuat keyakinan Gerrard mulai goyah. Ia terlihat begitu lemah hingga hanya bisa datang ke sini mencari pertolongan. Karena almarhum Joe? Paul? Gilheury telah menjadi pilar semangat terkokoh baginya. Janji pada mayat ini terus mendorongnya untuk berusaha tanpa henti.
Apakah seluruh anggota Liverpool juga merasakan hal yang sama?
"Tenang saja, Steven. Hari itu takkan terlalu lama!" kata Yang Chengzhuo sambil menepuk bahu pemuda itu, menatap lekat prasasti batu itu kata demi kata, "Aku janji!"
