Bicara tentang Liga Champions musim ini, dua tim yang paling diunggulkan untuk merebut gelar adalah Chelsea dan Juventus yang dilatih Capello.
Kedua tim ini memiliki ciri khas yang sama: sistem pertahanan yang sangat ketat, bahkan hampir mustahil ditembus.
Setelah pindah dari Roma ke Juventus musim ini, Capello membawa serta Jonathan Zebina, Christian Panucci, dan Antonio Cassano. Di saat bersamaan, dia juga merekrut Fabio Cannavaro dan Zlatan Ibrahimovic atas desakan kuatnya.
Tepatnya kelompok bintang ini, terutama Zebina, Cannavaro, dan Panucci, ditambah Thuram dari skuad Juventus, bersama-sama membentuk sistem pertahanan Juventus musim ini yang hampir sempurna tanpa cela.
Benar, bahkan lebih sempurna daripada Chelsea, karena kedua sisi pertahanan The Blues memiliki banyak kelemahan. Gallas hanya ada satu, sementara Ferreira dan Bridge sama-sama bukan bek sayap yang bisa diandalkan, sehingga selalu ada satu sisi yang mengkhawatirkan.
Namun lini tengah-depan The Blues memang lebih kuat daripada Juventus, dengan lebih banyak bintang dan kekuatan yang lebih mumpuni.
Lini tengah Juventus mengandalkan bek-bek yang membentuk mesin penggiling daging seperti Tacchinardi, Appiah, dan Bratschi, ditambah Cassano dan Camoranesi di sayap - terutama yang terakhir merupakan pemain dengan performa terbaik di Serie A musim ini, bahkan bisa dibilang tak ada tandingannya. Di depan ada Ibrahimovic, Trezeguet, Zalayeta, dan Del Piero.
Jika pertahanan Chelsea bertumpu pada kekuatan pemain serta kemampuan bertempur yang bersatu, maka Juventus mengandalkan sistem pertahanan Italia yang khas dan rigor.
Sulit menentukan tim mana yang lebih unggul, namun keduanya memang sama-sama menonjol.
Selain dua kandidat panas ini, Bayern München, Inter Milan, Manchester United, dan Liverpool juga dianggap lebih unggul. Adapun AC Milan, masalah struktural tetap ada. Meski memiliki Kaká dan Shevchenko di skuad, minimnya organisator lini tengah dan inti pertahanan membuat perhatian yang diterima legiun merah-hitam ini kurang efektif.
Perubahan ini seharusnya merupakan dampak dari kebijakan Yang Chengzhuo. Bagaimanapun juga, Nesta, Emerson, dan Pirlo kini berada di Inter Milan. Poros tengah AC Milan telah kehilangan separuh andalannya, ditambah ketiadaan sistem rotasi pengganti yang memadai sehingga kekuatan mereka memang tak sulit untuk dianalisis.
Hal serupa juga terjadi pada Chelsea.
Pada kehidupan sebelumnya, Mourinho datang ke Chelsea dan memajukan posisi Lampard yang sebelumnya mundur di era Ranieri ke posisi gelandang serang, sepenuhnya menciptakan puncak karir Lampard. Namun kini, Chelsea kehilangan senjata sayap, kehilangan titik tumpu di lini depan Didier Drogba, membuat fungsi Lampard tidak begitu menonjol lagi. Bukan hanya jumlah gol yang menyusut drastis, dia juga menanggung lebih banyak tugas pertahanan.
Dalam pertandingan melawan Liverpool ini, dia sama sekali tidak menunjukkan penampilan Lampard di kehidupan sebelumnya, malah terlihat seperti gelandang pekerja keras. Bahkan dia mendapat kartu kuning saat bertahan melawan Michael Carrick.
Tapi Liverpool juga sulit menembus pertahanan Chelsea.
Tim Yang Chengzhuo mengutamakan pergerakan, koordinasi passing, teknik dan duel satu lawan satu. Namun semua ini hampir tidak berfungsi menghadapi Chelsea yang mulai merapatkan formasi. Pasalnya, tim Mourinho menempatkan tiga garis utama dengan kompak, hampir tidak menyisakan celah ruang untuk dimanfaatkan Liverpool.
……
……
Waktu terus berjalan, Chelsea seperti mesin penghancur yang berulang kali menggagalkan serangan Liverpool. Jika ada kesempatan balik, mereka langsung melakukan serangan balik. Jika tidak, mereka tetap bertahan dengan kaku tanpa variasi, namun efektif.
Bahkan ketika waktu memasuki menit ke-75, Mourinho masih belum menunjukkan gerakan apa pun.
Tidak ada pergantian pemain, tidak ada penyesuaian, tidak ada perubahan!
Yang mengejutkan, Yang Cheng juga tidak melakukan penyesuaian saat istirahat tengah. Ia tetap membiarkan para pemain Liverpool menyerang, hanya sesekali mengingatkan mereka untuk tidak terburu-buru dan tidak terlalu menekan ke depan, mengingat beberapa serangan balik Robinho dan Duff sempat membahayakan.
Dalam kondisi seperti ini, pertandingan seolah berubah menjadi perang statis.
"Sampai saat ini, kedua pelatih kepala sudah tidak bisa berbuat banyak lagi. Kunci utamanya sekarang terletak pada performa pemain. Jelas terlihat kedua tim kekurangan bintang top seperti Ronaldo atau Ronaldinho yang bisa mengubah jalannya pertandingan sendirian di momen genting."
"Ini membuat pertandingan sepenuhnya berubah menjadi perlawanan murni kehendak dan semangat juang. Siapa yang memiliki keinginan menang lebih kuat, dialah yang lebih berpeluang meraih kemenangan dalam pertandingan ini."
"Tapi jika hasilnya imbang 0:0, Chelsea jelas akan berada di posisi yang relatif lebih menguntungkan. Karena di leg kedua nanti mereka akan bertanding di kandang sendiri Stamford Bridge. Asal bisa memastikan kemenangan atas Liverpool di kandang, peluang mereka untuk lolos dari babak penyisihan sangat besar."
"Dari sudut pandang ini, skor 0:0 memang merupakan hasil yang bagus."
"Tapi, apakah Yang Chengzhuo akan puas dengan 0:0?" Komentator di TKP merasa ini tidak sesuai dengan sifat asli sang pelatih.
"Oh, kita lihat Liverpool sedang mempersiapkan pergantian pemain. Yang Chengzhuo tak henti-hentinya berpesan kepada Larsson di pinggir lapangan. Sepertinya striker Swedia ini akan diturunkan. Siapa yang akan diganti? Apakah pergantian posisi seimbang? Atkahkah untuk memperkuat serangan?"
Seluruh Stadion Anfield langsung bergemuruh sorak-sorai gegap gempita saat Yang Chengzhuo memutuskan pergantian pemain. Semua fans berharap pelatih kepala dapat menemukan cara untuk memecahkan kebuntuan di lapangan.
"Essien!" Komentator mengeluarkan rintihan tertekan, "Liverpool terus memperkuat serangan! Yang Chengzhuo berani mengganti gelandang bertahan Michael Essien dengan penyerang Larsson. Ini sinyal sangat aktif untuk meningkatkan ofensif tim!"
KOP di tribun silih berganti bertepuk tangan penuh semangat. Dengan gerak-gerik mereka mendukung pelatih kepala: Kami mau menang! Bukan seri! Kami mau kemenangan!
Lagu 【Kamu Takkan Pernah Berjalan Sendiri】 kembali menggema di Anfield. Seluruh fans Liverpool bersemangat menyanyikannya.
Mereka bukan pelatih maupun pemain. Hanya ini cara mereka memberikan dukungan untuk tim kesayangan.
“Memang benar pergantian pemain yang sangat bergaya khas Yang Cheng. Dia tak pernah rela dengan hasil imbang. Inilah Sang Kaisar, inilah Yang Chengzhuo yang mengagumkan. Meski pergantian seperti ini mungkin menyebabkan Liverpool kalah, tapi keputusannya menunjukkan keteguhan dalam mengejar sepakbola ofensif tanpa lelah.”
“Saya yakin, di saat seperti ini, jutaan fans pasti merasa cemas dengan keputusan Yang Cheng, namun sekaligus mengagumi keberaniannya. Setidaknya tidak semua orang berani melakukan substitusi berisiko tinggi dalam situasi seperti ini!”
Setelah berganti pemain, Liverpool tidak boleh merapatkan barisan. Kehilangan Michael Essien di lini tengah berarti kehilangan kekuatan pertahanan utama. Jika bertahan pasif, sama saja memberi Chelsea kesempatan mematikan.
Sebaliknya, jika Liverpool terus menindih Chelsea, meski berpotensi terkena serangan balik, setidaknya formasi tidak akan mengalami retakan parau.
Ini adalah perjudian sekaligus pengambilan risiko!
……
……
“Dia gila, pasti dia sudah gila!”
Di kursi bisnis Stadion Anfield, Abramovich berteriak dengan kehilangan kontrol diri.
Meski nadanya terdengar menyalahkan Yang Chengzhuo, sebenarnya hanya mereka yang mengenalnya bisa memahami - kekhawatirannya bahwa pergantian pemain oleh pelatih itu akan kembali mengalahkan timnya.
Kenyon dan Zahavi saling pandang, sama-sama tersenyum pahit. Mereka agak bingung: Mengapa Abramovich terus mengawasi ketat Yang Chengzhuo? Bukankah Mourinho-lah pelatih kepala Chelsea?
"Bisakah kita mempertahankan ini?" tanya Abramovich setelah jeda, kalimat yang jika terdengar publik pasti membuat tim kehilangan semangat - karena jelas-jelas menunjukkan sikap pura-pura lemah.
"Secara teori, sistem pertahanan menyeluruh José nyaris sempurna. Jika dia fokus bertahan, Liverpool tidak bisa menembus!" analisis Zahavi. Sebagai manajer, ia cukup paham taktik permainan.
Tentu saja, ini hanya secara teori.
Setelah mendengar itu, Abramovich merasa lebih lega. Melihat Yang Chengzhuo yang berdiri di pinggir lapangan memimpin pertandingan, seolah-olah ia melihat dua kata di wajah orang Tionghoa itu: enggan dan kepasrahan.
"Masih ada kesempatan untuk menang?" tanya Abramovich lagi.
Zahavi diam-diam menyungging senyum pahit dalam hati, mengapa orang ini selalu tak pernah merasa puas?
Tapi di permukaan tubuhnya, ia tak berani langsung menjawab Abramovich seperti itu, kecuali jika ia tak ingin terus bergandengan bahu dengan orang Rusia. Oleh karena itu ia tersenyum dan berkata optimis: "Secara teori masih ada peluang besar. Pergantian anggota tim Yang Chengzhuo terlalu berisiko, terutama setelah kedua sayap terlibat dalam serangan. Begitu terkena serangan balik..."
Begitu Zahavi selesai bicara, perubahan menegangkan segera terjadi di lapangan.
Terlihat Liverpool sedang menyerang. Carrick mengirim umpan lambung langsung mencari Didier Drogba, namun John Terry menyambar lebih dulu sebelum striker Pantai Gading itu, menyundul bola untuk membebaskan bahaya.
"Bola jatuh di kaki Lampard, tapi Gerrard segera mendekat, tidak memberi kesempatan Lampard untuk berbalik."
Namun Lampard tidak berbalik, setelah mengontrol bola, ia melakukan tendangan keras membebaskan bola ke arah Liverpool.
Tendangan ini murni solusi darurat, sama sekali bukan operan bertujuan, tapi Duff memanfaatkan kecepatannya mati-matian mengejar bola tersebut, Hyypiä dan Carragher berlari ke belakang dengan usaha ekstrim.
Dua bek tengah Liverpool memiliki kecepatan mengejar yang cukup baik dengan pembagian peran jelas: Hyypiä mendekati Duff sementara Carragher bersiap jaga ruang di belakangnya.
Tapi mereka lalai mengawasi Robinho yang menerobos cepat di sayap kiri.
"Bahaya! Sayap kanan Liverpool kosong tanpa yang menjaga Robinho! Duff menghadapi Hyypiä, operan... Robinho menerima bola... Tercipta situasi one-on-one dengan kiper!"
Seluruh stadion Anfield, jutaan fans Liverpool hampir tak bisa menahan diri untuk tidak meninggalkan kursinya, mata mereka tertuju pada gawang yang dijaga Reina, namun kiper Spanyol itu justru mengawasi ketat Robinho.
Umpan silang Duff berhasil melewati Hyypiä dan Carragher, mendarat di kaki Robinho. Namun kaki dominan pemain Brasil ini adalah kanan. Mourinho menempatkannya di sayap kiri agar bisa melakukan potongan ke dalam dengan kaki kiri, meski senjata utamanya tetap tembakan menggunakan kaki kanan.
Karena tembakan kaki kanan memiliki kekuatan dan akurasi sudut yang lebih baik, Robinho memilih mengontrol bola dengan kaki kiri saat menerima umpan Duff. Namun kecepatan umpan yang meluncur di atas rumput dengan putaran sengit itu membuat pengontrolan bola Robinho terburu-buru, sedikit terlalu keras.
Reina hampir secara insting membaca situasi. Karena bola yang terontrol kurang rapi, Robinho perlu melakukan penyesuaian posisi untuk menembak dengan optimal. Maka kiper itu segera maju menyongsong dengan gesit.
Penilaian kiper Spanyol sangat akurat, Robinho agak kaku dalam mengontrol bola, ragu-ragu menentukan titik sentuh, harus melakukan penyesuaian. Tapi saat dia selesai menyesuaikan, Reina sudah menerjang keluar.
Tembakan jarak menengah-jauh yang keras bertenaga meluncur ke arah Reina. Tanpa panik sedikitpun, kiper Spanyol itu memfokuskan pandangan pada kaki lawan, menganalisis titik sentuh bola. Dengan refleks sempurna, dia terjatuhkan sambil mengulurkan kedua tangan dan langsung mencekal tembakan tersebut!
"GOALLLLLLLLL……" Komentator sudah tak sabar ingin melantunkan sorakan gol. Tapi saat menyadari situasi berubah, dengan kecepatan respons setara Reina, dia segera mengoreksi: "Penyelamatan yang luar biasa! Reina menggagalkan gol pasti Robinho!"
Di kursi bisnis, Abramovich yang semula sudah melesat dari kursinya dan bersiap merayakan dengan gegap gempita, kini terpaku di tempat dengan wajah bodoh, memandangi Robinho yang sama-sama tertegun setelah melakukan tembakan, lalu menoleh ke Duff yang terjatuh setelah mengoper dan kini sedang menghantam-hamiti rumput lapangan.
"Apa-apaan sialan ini?" Abramovich merasakan dirinya sedang dipermainkan.
Sebaliknya, fans Liverpool di Anfield serempak melontarkan sorak-sorai penuh semangat, teriakan "Reina! Reina!" bergema tak henti. Di momen ini, dewa pintu asal Spanyol itu tuntas menaklukkan Anfield.
Di depan bangku pelatih tim tamu, Mourinho yang sebelumnya sempat melesat keluar karena gembira, kini berjalan lesu kembali ke bangku pelatih. Semua orang bisa melihat dua kata "frustasi" tertulis jelas di wajahnya.
Gol pasti seperti ini, bisa saja tidak masuk?
Tapi yang lebih ironis, Reina setelah berdiri dari tanah, tersenyum dan mengacungkan ibu jari ke arah Robinho.
"Sepertinya dia bilang, 'Hey Robinho, operan one-on-one-mu benar-benar cantik!'" komentator tertawa terbahak-bahak dengan candaan.
"Ini pasti peluang mencetak gol terbaik yang diciptakan Chelsea sepanjang pertandingan, bahkan mungkin kesempatan terakhir untuk mencetak gol spektakuler di laga ini, tapi Robinho dengan mudah menyia-nyiakannya. Sungguh disayangkan!"
"Kalau tendangan itu masuk, pengalamannya akan sama sekali berbeda!"
Prinsip ini tidak perlu dijelaskan komentator, semua orang sangat paham.
Setelah Reina menyambar bola one-on-one Robinho, reaksi pertama Yang Chengzhuo adalah terkejut, tapi reaksi kedua langsung Serang.
"Ini timing serangan yang sangat tepat!" teriak Yang Chengzhuo penuh semangat.
Paulus Bayer dan Benitez sama-sama tertegun seperti patung, merasa tidak percaya. Tim mereka sendiri baru saja terhindar dari bencana, hampir tertembus oleh serangan balik Chelsea. Tapi anggota ini di saat seperti ini bukannya merenungi diri, malah masih berteriak gembira minta serangan?
Jika dia bukan Yang Chengzhuo, pasti akan dikutuk sebagai orang bodoh + idiot!
"Apakah kalian tidak merasakannya?" Yang Chengzhuo balik bertanya.
"Dengarkan teriakan fans Liverpool di seluruh stadion ini! Kita baru saja menghentikan serangan Chelsea yang pasti akan mencetak gol. Ini membuktikan keseimbangan kemenangan masih condong ke pihak kita!"
Sambil berkata demikian, Yang Chengzhuo langsung meluncur ke pinggir lapangan, berteriak ke pemain di lapangan sambil mengayunkan lengannya dengan gesit.
"Serang, beri aku serangan!!"
Reina segera melempar bola ke Finnan yang kembali ke sayap kanan. Chelsea langsung mengorganisir tekanan agresif di lini depan.
Finnan menguasai bola dengan posisi membopong, begitu berbalik, Lampard langsung mendekat dengan pressing. Jelas ingin merebut bola di lini depan untuk melancarkan serangan balik, menempa selagi masih hangat dan mengalahkan Liverpool. Tapi Finnan yang melihat kedatangan Lampard langsung mengirim operan silang.
Carrick yang telah mengosongkan diri sejak Lampard mengejar Finnan, langsung bergerak ke ruang kosong. Begitu bola sampai ke Carrick, Maniche segera menekan karena harus mencegahnya mengirim umpan jauh untuk mengaktifkan serangan cepat.
Harus diingat, pressing ketat Chelsea di lini depan ini bertujuan mencegah tiga kuda cepat Liverpool berlari kencang. Begitu mereka melaju, siapa yang bisa menghentikan?
Carrick tidak berlama-lama menguasai bola. Begitu bola menyentuh kakinya, langsung mengirim umpan terobosan ke belakang punggung Maniche.
Gerrard mundur ke area tengah untuk menyambut operan. Setelah menguasai bola, ia memutar badan dan mengirim umpan diagonal ke Robben di sayap kanan.
Striker Belanda membelakangi Bridge. Bek sayap Inggris itu mengawasi ketat, namun Arjen Robben terus mendesak dengan tubuh untuk merebut ruang. Setelah mengamati arah bola, kaki kirinya menjulur ke depan dan mengontrol bola ke sisi kanan Bridge.
Bridge adalah pemain kidal. Kaki kanannya hanya bisa berfungsi penyangga. Ketika bola mendarat di sisi kanannya, ia hanya bisa menyaksikan bola meluncur halus melewati kakinya. Ingin menyapu bola itu, namun kaki kanan yang menjadi penopang tubuhnya tak mampu melakukan gerakan tersederhana itu.
Tenaga besar pada kontrol bola Robben membuat bola meluncur melewati Bridge, mengikuti garis samping menuju batas kiri. Sementara dirinya, usai menyelesaikan kontrol bola cantik itu, cepat melepaskan diri dari Bridge. Sebuah akselerasi langsung menciptakan kesenjangan dengan bek sayap Inggris itu.
"Melewati lawan dengan memisahkan bola dan diri yang cantik! Robben melakukan teknik melewati lawan dengan memisahkan bola dan diri di sayap kanan, Bridge berdiri seperti tiang kayu latihan, dengan mudah dilewati oleh Robben. Liverpool melakukan serangan balik kilat!" teriak komentator dengan penuh semangat.
Robben melesat seperti angin puting beliung di sisi kanan lapangan, melintas di depan mata fans yang duduk di tribun. Di setiap area yang dilaluinya, para suporter serentak berdiri, bahkan belum sempat bersorak, striker Belanda itu sudah melintas.
Kecepatan pergerakan trisula lini depan Liverpool luar biasa cepat. Ditambah kehadiran Larsson, total empat pemain bergerak maju. Melihat Robben menerobos ke sisi kanan kotak penalti, Larsson yang jelas ingin memotong ke garis tengah langsung berlari menyambut umpan.
Tapi kecepatan mundur Carvalho juga sangat cepat, dengan sigap menutup rute Robben yang mencoba menerobos ke kotak penalti. Striker Belanda itu terpaksa membawa bola mundur sepanjang garis batas, namun dengan lihai memanfaatkan kecepatan untuk mengarahkan bola ke celah antara Carvalho dan Bridge yang berhasil mengejar.
Di dalam kotak penalti, Drogba mati-matian mendesak Terry yang menghalanginya. Keduanya terlibat perlawanan fisik paling purba di titik depan, tapi Cristiano Ronaldo yang menerobos dari sayap kiri justru tak terkawal karena Ferreira tak sanggup mengejar rekan senegaranya.
Robben juga melihat Ronaldo mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi. Ia menyadari Makelele telah kembali ke kotak penalti. Untuk menembak, dirinya harus melewati Carvalho dan Bridge sekaligus melakukan kalibrasi posisi - kelaikan strategi ini sangat rendah.
Oleh karena itu, setelah melihat Cristiano Ronaldo mengangkat tangan, Dia melakukan percepatan melepaskan diri dari Carvalho dan Bridge sejarak satu karakter, langsung melakukan operan silang melintasi belakang Terry dan depan Makelele, mengirim bola ke hadapan CR7 yang menerobos di sayap kiri.
Saat itu, tangan pemain Portugal itu masih belum turun.
Čech yang berada di sisi kanan gawang, sebelumnya jelas sedang mewaspadai Robben, kini sudah terlambat kembali ke posisi semula.
Ferreira di belakang, Makelele dan Terry sudah tidak sempat bereaksi - terutama yang terakhir, posisi awalnya menghalangi Drogba justru menjadi rintangan terbesar dalam pertahanannya sekarang.
Menghadapi gawang yang nyaris kosong ini, CR7 langsung menyapu habis...
