Ah～～
Saat suara gemuruh fans Liverpool bergema dari tribun Stadion Anfield, Carlo Ancelotti yang berdiri di pinggir lapangan ikut tegang. Terutama ketika tanpa sadar melangkah keluar dari bangku pelatih tim tamu menuju pinggir lapangan, Michael Carrick telah menyelesaikan umpan jauh khas dari belakang.
Beralih dari serangan ke pertahanan, gempuran ofensif Liverpool yang paling otoriter dan dominatif langsung menyergap.
Tapi kali ini, Paolo Maldini mati-matian merebut bola sebelum Didier Drogba, menyundul bola untuk mengatasi tekanan Liverpool yang cukup mengancam. Ancelotti pun menghela napas lega.
Jika Drogba berhasil merebut bola udara pertama di kotak penalti, maka yang menanti mereka adalah tekanan Liverpool yang nyaris tak kenal kompromi.
"Dasar orang gila sialan!" Ancelotti bergumam dalam hati.
Kadang dia benar-benar tak mengerti, mengapa Yang Chengzhuo selalu bisa menyerang dengan mati-matian begini?
Apakah sebenarnya dia memiliki kepercayaan diri yang cukup besar pada timnya sendiri? Ataukah dia memang nekat seperti ini tanpa merasa tertekan?
Untuk persoalan yang mengurai hati seperti ini, Yang Chengzhuo mustahil membicarakannya dengan Ancelotti. Yang terakhir pun secara alami tidak akan mengetahuinya.
"Ivan, awasi lebih ketat sayap kanan!" Ancelotti keluar untuk mengingatkan muridnya yang baru saja memeluk Yang Chengzhuo dengan mesra sebelum pertandingan. Saat itu dia benar-benar merasakan keanehan yang luar biasa.
Tanpa Gattuso, sepakbola AC Milan kini sama sekali tidak bisa berjalan mulus. Masalahnya, prajurit bertahan tangguh yang paling diandalkan Ancelotti ini justru merupakan murid andalan Yang Chengzhuo. Bahkan sebelumnya dengan gamblang dia memberitahu media bahwa pelatih kepala yang paling dihormatinya adalah Yang Chengzhuo.
Mungkin, jika Ancelotti memiliki moral mulia seperti "orang yang minum air tidak lupa pada penggali sumur", dia akan merasa malu dengan aksinya yang diam-diam memusuhi Yang Chengzhuo. Tapi jelas terlihat, dia tidak memilikinya.
Di lapangan, irama serangan dan pertahanan kedua tim sangat cepat. Liverpool langsung melancarkan serangan sejak permulaan pertandingan, sementara AC Milan - seperti yang diperkirakan Yang Chengzhuo - lebih berharap bisa mengendalikan bola. Strategi Ancelotti adalah: daripada bimbang antara menyerang atau bertahan, lebih baik kuasai permainan, stabilkan situasi, lalu lihat perkembangan.
Namun pola pikir seperti ini sudah diacaukan Liverpool sejak awal, karena jelas-jelas The Reds bermain dengan tempo tinggi.
Aku cepat, apakah kau bisa mengimbangi? Jika tidak, serangan cepatku akan menghancurkan kelambananmu!
Maka terciptalah beberapa menit awal ini dimana kedua kubu saling serang dengan irama tinggi.
"Kita terlihat kurang bersemangat!" Tassotti berkomentar sambil mengernyitkan alisnya.
Ancelotti mengangguk. Semangat yang dimaksud bukan berasal dari aspek fisik, tapi dari aspek spiritual.
Lambat memanas selalu menjadi masalah besar bagi AC Milan, ini sangat terkait dengan banyaknya pemain senior di skuad mereka. Banyak pemain sudah berada di fase akhir karier profesional, meski berpengalaman, namun gairah bertanding jauh kalah dibanding pemain muda.
"Pulihkan stabilitas dulu!" Ancelotti pun tidak bisa berbuat apa-apa.
Tapi tepat setelah ucapannya, Liverpool tiba-tiba meningkatkan kecepatan.
……
……
Pertandingan baru berjalan 10 menit, namun Cafu sudah terengah-engah. Butiran keringat sebesar kacang mengalir dari wajahnya, jatuh ke seragam yang sudah basah kuyup dan menempel erat di punggungnya.
Kapten Brasil ini berusia 35 tahun. Di antara pemain Brasil, berapa banyak yang masih bisa menjadi starter di keluarga elit top seperti AC Milan di usia 35?
Dia bangga bisa mencapai ini, sekaligus berjuang untuk tiket Piala Dunia Jerman. Inilah yang membuatnya selalu profesional dalam setiap pertandingan.
Masalahnya, ada hal-hal yang tidak bisa dihentikan hanya dengan disiplin, ketekunan dan kerja keras.
Seperti kebugaran, usia, atau status puncak legenda!
Cafu di puncak legenda bisa menerobos maju memberikan umpan silang sebagai sayap, tapi juga masih sempat kembali ke zona pertahanan untuk bertahan dengan sprint puluhan meter. Saat itu dia berwibawa di sayap kanan, tak terkalahkan.
Kini, dia masih bisa maju menyerang, tapi tidak bisa lagi segera kembali seperti dulu atau aktif bertahan, karena setelah berlari puluhan meter dia harus memulihkan napas dulu.
Banyak yang mengkritik bahwa dia jadi malas, bersikap bintang, dan mengabaikan pertahanan.
Sebenarnya, hati ingin tapi keterbatasan diri. Dia ingin, tapi tak mampu.
Beberapa barang hilang tanpa disadari, kau tak tahu kapan ia meninggalkanmu, tak tahu apakah akan kembali, apalagi tahu akan menjadi seperti apa setelah kehilangannya.
Barulah saat berdiri di lapangan sepakbola, menyaksikan langsung remaja penuh gairah di hadapan ini, baru kusadari: Aku sudah tua!
Oh ya, siapa namanya?
Untuk sementara, kepala Cafu blank. Tak teringat nama Robben, tak tahu kapan Robben bertukar posisi diam-diam dengan CR7 ke sayap kanan. Tiba-tiba ia tak bisa beradaptasi.
Respons naluri adalah berpikir: Siapa dia? Apa ciri khas tekniknya?
Tak lama, ia pun teringat.
Arjen? Robben, striker Belanda, berkaki kiri...
Ini membuatnya terkejut. Posisinya masih mengikuti pola pertahanan saat menghadapi CR7 yang lebih fokus memblokir sudut pemotongan ke dalam. Bukankah ini sama saja membiarkan celah di sisi kiri terbuka?
Begitu Cafu menyadari, Robben tidak memberinya waktu. Setelah Riise maju ke depan, umpan Carrick tiba di kakinya. Yang terakhir ini memanfaatkan momentum untuk mengirim bola ke depan, Robben menggunakan gerakan tipuan sederhana yang sangat efektif, berhasil menipu Cafu, lalu membawa bola menyusur sisi kiri menuju batas.
Di dalam wilayah terlarang, Drogba telah berhasil bertahan melawan Stam. Striker Pantai Gading ini mengandalkan kemampuan fisik yang menjadi kebanggaannya. Bek Belanda itu mati-matian berusaha mendesaknya, namun menemukan makhluk sihir ini sekuat gunung.
Maldini harus segera menutupinya karena Cafu telah dilewati. Ia harus memblokir sudut pergerakan Robben ke tengah medan, mencegahnya masuk sembarangan ke wilayah terlarang. Akibatnya, area sekitar gerbang belakang menjadi ajang duel satu lawan satu antara Drogba dan Stam.
Robben dengan cepat tiba di tepi area penalti, Paolo Maldini menjaga ketat, tapi Robben tiba-tiba melakukan pemberhentian mendadak lalu berakselerasi ke garis belakang. Sebelum bola keluar, ia melayangkan crossing setengah tinggi yang meluncur mulus melewati sela kaki Maldini menuju titik depan gawang.
Siapa yang ada di sana?
Gerrard!!
Gerrard terlihat melaju tanpa henti dari belakang langsung menerobos area pertahanan AC Milan. Menyambut crossing Robben, ia sama sekali tidak ragu meski melihat Dida mulai maju menyongsong. Tanpa mempedulikan risiko menabrak tiang gawang, ia melompat bagai ikan terbang dengan segenap keberanian.
Di detik yang menentukan ini, ribuan pasang mata menyaksikan Gerrard menerjang bola. Dida yang sudah keluar setengah jalan tiba-tiba menghentikan langkah dan mencoba melakukan penyelamatan, namun bola melesat mulus di sisi kanannya lalu menyusup ke jala.
“GOALLLLLLLLLLLL！！！”
"Header spektakuler ala ikan terbang dari Steven Gerrard!"
"Menit ke-11, menit ke-11 lho!" Komentator langsung mulai kehilangan kendali, karena tak ada yang menyangka Liverpool ternyata bisa menyamakan skor secepat ini, ini benar-benar pukulan tak terduga!
"Terlalu cepat, serangan balik Liverpool secara keseluruhan sungguh luar biasa cepat, pertahanan kuno AC Milan benar-benar dihancurkan!"
"Baik Cafu maupun Maldini sama-sama gagal menghentikan Robben, terutama Cafu yang ternyata membiarkan Robben mengambil bola dan melewatinya dengan mudah, ia hanya bisa menonton Robben melintas tanpa bisa berbuat apa-apa, benar-benar mengejutkan."
Gerrard yang baru saja mencetak gol terjatuh seluruh tubuhnya di rumput, tapi segera ia melompat bangkit dari tanah.
Rekan setimnya di sekeliling berusaha mati-matian menerjang untuk merayakan gol bersamanya, tapi Gerrard malah langsung masuk ke gawang, mengambil golnya dari garis gawang lalu lari cepat ke arah tengah lapangan.
"Tak perlu dirayakan! Kita masih ketinggalan, kita harus terus mencetak gol, mencetak lebih banyak gol lagi!"
Aksi Gerrard membuat rekan satu tim agak terkejut, tapi mereka semua paham, meski skor kembali 1:1, kini ini kandang Liverpool, jangan beri kesempatan AC Milan mencetak gol, kalau tidak semuanya akan hancur.
Berlari ke area tengah, Gerrard memeluk bola dengan satu tangan sambil mengacungkan jari telunjuk ke atas kepalanya, seolah berkata: "Fans Liverpool di tribun Anfield, biarkan sorak-semangat kalian bergemuruh lebih dahsyat!"
Fans Liverpool segera membalas permintaan kapten dengan gegap gempita. Ribuan fans Liverpool di stadion berteriak histeris menyebut nama Gerrard, mereka semua seperti kesurupan menerobos ke depan pagar pembatas, menjerit-jerit memberi semangat.
Pemain Liverpool satu per satu kembali ke posisi masing-masing, menunggu tendangan dimulai AC Milan.
Skala pasukan ini benar-benar momok menakutkan.
"Semangat juang yang luar biasa, Gerrard. Jiwa sejati tim Liverpool ini menunjukkan kehendak bertempur yang sangat menonjol dalam pertandingan ini. Dia hampir mewakili semangat dan tradisi Liverpool. Dia lebih paham daripada siapa pun betapa bermaknanya lolos ke final bagi Liverpool."
Di pinggir lapangan, Dalglish dan Ian Rush melonjak-lonjak kegirangan sambil berteriak. Hanya mereka yang benar-benar mengerti arti lolos kembali ke final Liga Champions. Untuk merebut tiket masuk ini, mereka bahkan rela mengorbankan segalanya.
"Dengan gol ini, dengan aksinya setelah mencetak gol, aku sama sekali yakin Gerrard akan tercatat dalam sejarah Liverpool! Dia akan menjadi salah satu bintang terbesar dalam sejarah klub!" seru Alan Hansen dengan penuh emosi saat menyiarkan siaran langsung domestik Inggris.
Bagi Liverpool di momen ini, gol Gerrard tidak lagi sekadar sebuah gol biasa.
……
……
Liverpool yang sudah unggul skor mulai bermain dengan sangat agresif.
The Reds bukanlah tim yang lemah, Liverpool selalu dikenal sebagai tim yang semakin kuat ketika menghadapi lawan tangguh. Setelah Gerrard mencetak gol, aura tim langsung terstimulasi. Serangan mereka menjadi jauh lebih berani dan garang dibanding awal pertandingan.
AC Milan menghadapi serangan gila-gilaan Liverpool. Legiun Merah-Hitam ternyata tak bisa menemukan solusi efektif, terpaksa mundur bertahan dan terus terdesak.
Namun meski begitu, gawang AC Milan tetap terlihat sangat kritis.
Menit ke-16, Cristiano Ronaldo kembali ke sayap kiri. Setelah breakthrough melewati Cafu, ia mengirim umpan crossing ke kotak penalti. Didier Drogba menyundul bola ke belakang, Gerrard menyusup dari barisan kedua dan melepaskan tendangan voli keras di sekitar titik penalti. Sayangnya bola melambung sedikit terlalu tinggi, menghantam mistar gawang sebelum keluar garis lapangan.
Hanya 5 menit kemudian, Liverpool kembali melakukan sayap. Arjen Robben berhasil melewati Kakha Kaladze di sisi kanan dan memberikan operan rendah ke kotak penalti. Didier Drogba melakukan tembakan keras dari jarak 16 meter di depan gawang, namun bola meleset sedikit dari sasaran. Sangat disayangkan, mereka menyia-nyiakan peluang emas mencetak gol spektakuler.
Menyaksikan tembakan jarak dekat yang tidak tepat sasaran ini, Yang Chengzhuo nyaris kebuntuan dalam berargumen tentang efek menembak Drogba. "Apa anggota ini benar-benar tidak bisa meningkatkan akurasinya? Ataukah ratusan rekaman kompilasi gerakan menendang yang ditontonnya selama dua tahun ini sama sekali tidak memberikan efek apapun?"
Menghadapi tekanan terus-menerus dari Liverpool, AC Milan yang sempat mengalami kekacauan berhasil menahan genggaman situasi dengan cepat. Yang Chengzhuo pun terpaksa memerintahkan pemainnya untuk melakukan perlambatan tekanan, mulai mencari celah dengan kesabaran. Namun irama pertandingan tetap mempertahankan level khas Liga Primer yang sangat intens.
Davids, Gerrard, dan Carrick melakukan pemotongan lini tengah AC Milan dengan sangat baik, terutama Davids. Setelah pulih dari cedera, performa "Babi Hutan Belanda" ini jelas lebih baik dibanding Essien, hanya saja sang pemain Belanda sudah berusia lanjut sementara Essien masih dalam masa pembentukan. Davids adalah kekuatan Liverpool saat ini, sedangkan Essien adalah masa depan tim.
Dengan dia yang mengawasi Rui Costa, Yang Chengzhuo merasa sangat tenang.
……
……
Dengan skor 1:0, kedua tim kembali ke ruang ganti.
Setelah 15 menit istirahat, kedua pihak bertukar sisi lapangan untuk melanjutkan pertandingan.
Kedua tim tidak melakukan penyesuaian pergantian pemain maupun perbaikan taktik babak pertama. Bahkan saat bek kanan AC Milan Cafu terus-menerus dijebol oleh dua sayap Liverpool seperti saringan, Ancelotti tetap tak melakukan perubahan.
Pantas saja, karena saat ini pemain sayap kanan di skuad AC Milan, baik itu Šimić maupun Pancaro, sejujurnya tidak bisa menandingi Cafu. Keberadaan yang pertama (Šimić) sekali lagi membuktikan betapa tepatnya keputusan Yang Chengzhuo menjualnya ke musuh bebuyutan dulu, sedangkan yang terakhir (Pancaro) menunjukkan bahwa usia bukanlah satu-satunya standar penilaian penurunan performa.
Karena Pancaro satu tahun lebih muda daripada Cafu, tapi sebenarnya penurunan performanya justru lebih cepat daripada Cafu.
Tapi begitu babak kedua dimulai, AC Milan kembali merasakan kengerian serangan Liverpool.
Ancelotti telah mengingatkan para pemain di ruang ganti bahwa Liverpool pasti akan melancarkan serangan yang lebih dahsyat di babak kedua dan memberikan tekanan besar kepada AC Milan, tapi mereka sama sekali tidak menyangka tekanan yang diberikan Liverpool akan sebesar ini.
Dari babak kedua, mereka melanjutkan taktik yang sama seperti di babak pertama, aktif mencari kesempatan menyerang, seolah skor masih tertinggal. Padahal sebenarnya, kedua tim kini telah kembali ke garis start yang sama.
Didier Drogba mati-matian menerjang pertahanan AC Milan. Kehadirannya membuat Paolo Maldini dan Stam merasakan kelelahan dikejar-kejar. Meski akurasi tembakannya terlihat buruk, tingkat eksekusi taktiknya tinggi dengan kebugaran prima yang terus bergerak tanpa henti - ini menuntut konsentrasi tinggi dari defender tanpa celah kelalaian.
Cristiano Ronaldo dan Arjen Robben terus menggempur kedua sayap AC Milan. Mereka terus-menerus bertukar posisi sesuai kondisi lapangan, menciptakan masalah besar bagi pertahanan Rossoneri.
Gerrard hampir ada di mana-mana. Maju, dia bisa menekan pertahanan AC Milan. Mundur, dia bisa mengganggu operan bola lini tengah AC Milan. Setiap saat dia terus berlari, setiap saat dia terus menginspirasi pemain Liverpool.
Lihat! Pria bernama Gerrard yang masih memakai ban kapten itu masih berlari, masih berjuang. Kalian bagaimana?
Terkadang, lapangan benar-benar membutuhkan pemain teladan seperti ini. Mereka mungkin bukan yang terhebat, mungkin bukan yang paling berbakat, tapi mereka pantas dihormati oleh orang lain.
Setelah lama gagal mencetak gol, serangan AC Milan yang sudah direncanakan akhirnya mulai menunjukkan peningkatan.
Meski stamina para veteran ini kalah dari remaja, pengalaman mereka jauh lebih kaya. Mereka lebih paham kapan harus melakukan apa.
Contohnya sekarang: Pertama mereka bertahan dari serangan Liverpool, perlahan mengikis semangat kalian, baru kemudian merencanakan serangan balik.
Menit ke-67, Kaká membagi bola ke sektor kanan. Shevchenko yang menarik diri ke belakang Riise menerima bola, lalu melakukan breakthrough dari sektor kanan dan lolos ke wilayah terlarang Liverpool. Namun di bawah interferensi Carragher yang telah kembali ke posisi, tembakan Shevchenko diselamatkan oleh Reina dengan lompatan spektakuler ke garis lapangan. Pemain Spanyol ini menunjukkan performa kompetitif yang sangat baik.
AC Milan mengambil tendangan sudut. Staam menyundul bola di depan wilayah terlarang kecil, namun melambung di atas mistar gawang.
Tapi serangan balik ini tetap membawa ancaman serius, sekaligus menjadi peringatan bagi Liverpool.
"Kita terlalu menekan ke depan!" Benítez mengingatkan dari pinggir lapangan.
Garis pertahanan yang terlalu maju sangat merugikan sistem pertahanan Liverpool. Setidaknya duo Shevchenko dan Kaká dari AC Milan mampu menciptakan ancaman besar dalam serangan balik, terutama Kaká - operan dan tembakannya dalam serangan kilat benar-benar menakutkan.
"Suruh mereka mundur sedikit!" perintah Yang Chengzhuo.
Paulus Bayer segera menyampaikan instruksi pelatih utama ke para pemain di lapangan.
Situasi pertandingan sepakbola ibarat sebuah keseimbangan, saat satu sisi terjatuh, sisi lain akan naik.
Ketika Liverpool mundur, AC Milan pun tak lagi mempertahankan Keteguhan bertahan, melainkan mulai mencoba melakukan tekanan untuk menyerang.
Bagaimanapun, dari sudut pandang manapun, mereka juga haus akan gol, bahkan lebih gigih daripada Liverpool dalam mencetak gol. Karena siapa pun bisa memprediksi bahwa Liverpool sedang mengambil napas sejenak, mempersiapkan gelombang serangan berikutnya. Begitu Liverpool mendapatkan kesempatan bernapas, serangan berikutnya akan lebih ganas dari sebelumnya, langsung berlanjut hingga pertandingan berakhir.
Tapi jika bisa memanfaatkan momen ini untuk meraih satu gol tambahan, itu sama saja dengan menjatuhkan hukuman mati bagi Liverpool.
Ancelotti tampaknya berpikir sama. Ia menggantikan Seedorf dengan striker Inzaghi, jelas untuk memperkuat serangan tim. Namun ia tak berani menyentuh Gattuso dan Ambrosini, karena kehadiran dua pemain ini bisa memastikan stabilitas lini pertahanan AC Milan.
"Ini benar-benar pergantian anggota yang kontradiktif!" Yang Cheng tersenyum.
Tapi dia juga segera melakukan penyesuaian, memposisikan Finnan sedikit ke depan. Tanpa Seedorf, sayap kiri AC Milan hampir tidak mengancam. Sebaliknya di sisi kiri mereka, Riise harus lebih fokus pada pertahanan mengingat Shevchenko terus-menerus bergerak di area ini, dan umpan balik Kaká hampir selalu mengarah ke sisi ini.
"Mau duel sihir? Aku temani! Siapa takut siapa?" Yang Cheng lebih percaya diri dengan serangan timnya.
Lagipula dia tidak punya pilihan. Jika memilih bertahan, semua keunggulan yang terkumpul susah payah akan terkuras habis. Masih tersisa 20 menit, semuanya masih bisa berubah.
