Di Italia, banyak media mencandai Ancelotti, menganggap jika tak bisa mengalahkan Yang Chengzhuo di lapangan, pelatih AC Milan ini berusaha mendominasi lawan dengan cara lain seperti mengubah posisi pemain.
Banyak pemain yang diubah posisinya oleh Ancelotti, contohnya Serginho yang bermain sebagai bek kiri. Namun ini bukan contoh sukses. Keberhasilan justru terlihat pada Rui Costa yang beralih dari gelandang serang ke gelandang bertahan, meski taktik ini dianggap meniru cara Yang Chengzhuo memanfaatkan Pirlo dan Emerson, bukan orisinalitas Ancelotti.
Ancelotti lalu memposisikan Kaladze di tengah sebagai partner Stam. Langkah ini sukses memicu performa Kaladze, membuat garis pertahanan AC Milan semakin kokoh hingga menjadi tim dengan kebobolan tersedikit di Serie A musim ini.
Namun masalah seringkali tak muncul saat segala sesuatu berjalan mulus, justru terakumulasi diam-diam dalam situasi normal, lalu meledak tiba-tiba ketika kita menghadapi kesulitan.
"Dalam 18 menit pertama Liverpool, dua tembakan paling berbahaya adalah tendangan keras Gerrard yang menyusup dari belakang. Semua orang yang melihat penyusupan Gerrard pasti pertama-tama bertanya: Di mana gelandang bertahan?"
"Tembakan berbahaya kedua adalah momen ini. Drogba menyusup dari belakang, Kaladze jelas-jelas tidak memilih posisi yang sesuai. Seharusnya dia menghadang di depan Drogba, bukan mengikuti dari belakang. Sejak awal dia sudah salah memilih posisi."
"Maka ketika Drogba mati-matian maju menghadapi umpan datar rendah ini, dia hanya menyentuh bola dengan kakinya. Bola menghantam kakinya dan masuk ke gawang. Kaladze yang berada di sampingnya hanya bisa menyaksikan kejadian ini dengan tak berdaya, karena dialah yang salah!"
“GOALLLLLLLLLLLLLLLLL！！！！”
"Menit ke-18, Liverpool akhirnya membuka keunggulan! Didier Drogba si Raja Gajah Pantai Gading menyelesaikan interupsi umpan di kotak penalti dengan tendangan menusuk yang menaklukkan gawang AC Milan. Ini adalah koordinasi sayap-tengah yang sangat apik!"
"Setelah mencetak gol, Drogba melepaskan genggaman Kakha Kaladze yang masih menarik kausnya, lalu melesat ke bawah tribun KOP. Tepat di depan tiang bendera sudut, ia melakukan gerakan hormat sempurna dengan ekspresi yang khidmat tak terkira."
"Haha, anggota ini memang sangat kocak, tapi tendangan golnya juga benar-benar cantik!"
"Umpan terobosan Gerrard sangat berakibat fatal, kemampuan serangan sayap dan kecepatan Cristiano Ronaldo di sayap kiri juga membuat mata bersinar, serangan Drogba yang menerobos dari belakang benar-benar memanifestasikan keindahan tenaga dan kecepatan. Gol Liverpool ini benar-benar memuaskan!"
Terlihat para pemain Liverpool satu per satu menyusul ke hadapan Drogba, memeluk erat raksasa ini. Seluruh orang di sana merayakannya sambil melambaikan tangan ke fans di tribun.
“AC Milan melakukan kesalahan yang sangat serius, yaitu terlalu banyak membiarkan bola bertahan di area pertahanan mereka sendiri. Mereka seharusnya mengirim bola ke depan sebanyak mungkin, karena ketika menghadapi tekanan di area lawan, terlalu banyak mengontrol bola di area pertahanan sendiri adalah hal yang sangat berbahaya, terlebih di bawah tekanan sekuat dari Liverpool ini.”
“Saat Gerrard mengenai mistar gawang sebelumnya, kita semua masih khawatir Liverpool akan kalah karena ketergesaan. Namun kini kita melihat Liverpool menunjukkan kematangan yang lebih dibanding musim lalu. Meski kalah 2 gol di kandang lawan dan memulai pertandingan di kandang sendiri dengan tidak menguntungkan, mereka tetap tidak panik dan terus menjalankan taktik Yang Chengzhuo dengan teratur bagai roda gigi yang rapi.”
Di sini, komentator langsung terdiam sejenak ketika kamera TV mengarah ke Yang Chengzhuo yang tetap tenang di pinggir lapangan. "Taktik Yang Chengzhuo dalam pertandingan ini sangat efektif membatasi AC Milan. Kami sebelumnya masih heran, kenapa harus mengabaikan Carrick dan memilih Davids? Sekarang kami baru paham. Dalam strategi pressing depan dan serangan balik, peran Carrick menjadi minim. Sebaliknya, kelemahan defensifnya justru membuat pertahanan lini tengah Liverpool rapuh."
"Kombinasi Davids dan Essien malah menciptakan sistem interceptasi luas di lini tengah Liverpool yang nyaris menjangkau semua area. Ditambah ketiadaan penyerang sayap mumpuni di AC Milan, seluruh lapangan tengah benar-benar dikuasai Liverpool."
"Tapi kita juga harus melihat, AC Milan juga menciptakan beberapa peluang berbahaya, terutama gol pasti Inzaghi, namun performa Hyypiä dalam beberapa kesempatan dan duel udara sangat stabil. Strategi serangan udara memang bukan taktik yang dikuasai AC Milan. Ancelotti seharusnya mempertimbangkan penyesuaian, bahkan mengubah formasi."
"Karena AC Milan tidak memiliki pemain serangan sayap, kedua bek sayap Liverpool bisa maju sangat ke depan, bahkan terus-menerus membantu dua gelandang bertahan melakukan tekanan di area tengah. Ini sama saja memajukan garis pertahanan, tapi AC Milan kurang memiliki kemampuan menembus pertahanan ini. Kaká di tengah pun seperti telapak tangan kesepian!"
……
……
Dengan gol pertama Didier Drogba untuk Liverpool, situasi pertandingan mulai terbuka.
Liverpool tetap konsisten dengan taktik perlawanan terpojok mereka, memanfaatkan keunggulan di lini tengah dan depan untuk menekan wilayah AC Milan dan melancarkan serangan dahsyat di area tersebut.
Taktik 433 Liverpool bisa dimainkan dengan fleksibilitas tinggi. Dua sayap bisa maju sebagai 3 striker, atau mundur untuk mendukung lini tengah. Gerrard, Davids, dan Michael Essien yang telah beristirahat seminggu penuh menunjukkan kebugaran fisik yang prima. Dengan inisiatif pertandingan di tangan, mereka mendominasi area tengah dengan jangkauan gerak yang luas.
Riise dan Glen Johnson tak ragu melakukan tekanan ofensif di sisi lapangan, terutama saat tim menguasai bola. Mereka dengan tegas menerobos ke depan sebagai opsi passing di lini tengah.
Meski konfigurasi lini tengah AC Milan terlihat indah dan artistik, masalah utamanya adalah Gattuso yang sendirian jelas tidak cukup.
Bahkan Makelele di Chelsea pun tak bisa seorang diri membuka seluruh lapangan tengah, hal yang sama terjadi pada Vieira di Juventus. Pemain tipe seperti Gattuso justru semakin menegaskan ketidakmampuannya menjadi pilar utama di lini tengah.
Formasi mewah 4 nomor 10 yang dulu dibangun Yang Chengzhuo di Inter Milan mengandalkan Nedvěd dan Emerson sebagai prajurit tangguh yang mahir menyerang sekaligus bertahan. Tanpa keduanya, kreativitas formasi 4 nomor 10 Inter tak akan terwujud, keindahan taktik itu hanya akan menjadi menara di udara.
AC Milan kini terlalu condong ke sisi estetika. Keberadaan Rui Costa, Seedorf, dan Kaká secara bersamaan menimbulkan masalah: ketiganya minim kontribusi defensif. Bahkan Rui Costa yang sudah berusia hanya bisa mempertahankan posisi, tak mampu menutup area luas atau banyak bergerak.
Dengan demikian, empat pemain lini tengah hanya bisa mengandalkan Gattuso. Begitu gagal memenuhi keinginan Ancelotti untuk maju ke depan mengontrol bola, lini tengah AC Milan akan mengalami ketidakseimbangan serius.
Maka setelah Liverpool mencetak gol pertama, tekanan serangan mereka langsung menjadi sangat aktif.
Taktik Liverpool sederhana: biarkan kalian mengontrol bola di belakang, kami akan memperkuat pressing depan. Asal bisa merebut satu kali, kami langsung melakukan serangan balik.
Seketika itu juga, kondisi di depan gawang AC Milan menjadi kacau balau.
Menit ke-20, Robben di sayap kanan menerima operan dari Gerrard. Setelah tidak bisa melepaskan diri dari kawalan Maldini, ia memilih menggiring bola sendiri ke sektor kanan. Di depan area penalti, menghadapi tekanan Kaladze dan Rui Costa, dengan kemampuan menggiringnya yang luar biasa ia berhasil membuka ruang kosong dan melepaskan tembakan melengkung yang nyaris menyentuh mistar gawang, sayangnya melambung terlalu tinggi!
Tapi 1 menit kemudian, Davids kembali berhasil merebut bola, Gerrard memberikan umpan lambung, Didier Drogba melawan offside dan menyusup ke kotak penalti. Setelah mengontrol bola dengan dada, ia ingin melakukan tendangan voli keras, namun gagal menyambar bagian yang tepat, menyebabkan bola melenceng dari Kutub Selatan ke Kutub Utara.
Penyerang tengah asal Pantai Gading itu setelah menyelesaikan tembakan, terkekeh sambil tiarap di tanah lama tak berani bangkit. Jelas terlihat ia merasa malu dengan kemampuan sendiri, "Kalau belum punya keahlian seperti ini, jangan coba-coba meniru teknik orang lain."
3 menit kemudian, Rui Costa menjatuhkan Gerrard dari belakang. Cristiano Ronaldo mengambil tendangan bebas langsung yang berhasil ditepis Dida ke atas mistar gawang. Pada tendangan sudut berikutnya, Carragher melakukan sundulan di titik depan yang menciptakan kekacauan di kotak penalti AC Milan. Kakha Kaladze hampir saja mencetak gol bunuh diri dalam keributan itu.
"Liverpool melancarkan serangan beruntun yang ganas! Pertahanan AC Milan terlihat terhuyung-huyung, seolah tak sanggup bertahan lebih lama lagi!"
"Kakha Kaladze jelas terlihat kondisi mentalnya tidak stabil. Sebelumnya dia melakukan kesalahan saat bertahan menghadapi Didier Drogba. Kini Liverpool dengan jelas menargetkan serangan dari belakang pertahanan, membuat kedua bek tengah AC Milan menerima tekanan besar."
Kamera siaran langsung TV menyorot Carlo Ancelotti di pinggir lapangan. Si Gendut Ancelotti berdiri tegak dengan ekspresi datar. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya dipikirkannya, atau apakah dia punya cara untuk menghentikan serangan Liverpool.
"Taktik andalan AC Milan telah berhasil ditantahkan dan diatasi Liverpool. Mungkin dia seharusnya mempertimbangkan penyusunan pertahanan khusus sambil memulihkan stabilitas situasi terlebih dahulu."
Namun tak lama setelah pernyataan itu, Liverpool kembali berhasil merebut bola di area tengah!
……
……
Entah apakah karena dipancing ucapan Yang Chengzhuo sebelum pertandingan, Edgar Davids tampil menonjol dalam laga ini. Gelandang Belanda itu berlari tak kenal lelah ke setiap sudut midfield AC Milan, langsung menutup pergerakan begitu bola memasuki wilayahnya.
Pemain bertubuh pendek, kecepatan tidak lambat, pusat gravitasi rendah - jika dibelit pemain seperti ini, itu benar-benar mimpi buruk.
Hal ini membuat Yang Chengzhuo teringat Tim Semesta Barcelona di kehidupan sebelumnya. Rata-rata tinggi badan tim itu sangat rendah, membuat mereka sangat fleksibel baik saat menyerang maupun bertahan. Terutama pressing di lini depan mereka, berkat kelincahan raga dan pusat gravitasi rendah, memungkinkan gerakan-gerakan yang tak bisa dilakukan pemain bertubuh tinggi, mereka bisa lakukan dengan mudah, sangat merekat.
Davids kini seperti ini. Dia bukan hanya memiliki pusat gravitasi rendah dan kelincahan raga, tapi juga gerakan bertahanannya sangat galak namun akurat. Pengalamannya yang sangat kaya membuat Seedorf yang dibelitnya pusing bukan main. Jika bukan karena mempertimbangkan Davids adalah kapten timnas Belanda, sungguh dia ingin mengumpat habis-habisan.
Tapi semakin gelisah dia, semakin mudah kehilangan bola.
Saat dia sedikit kehilangan kendali atas bola, Davids tiba-tiba menyambar dari sisi kanannya. Keuntungan pemain bertubuh kecil seperti belut lumpur ini adalah kemampuannya menyusup di celah sempit. Begitu muncul, punggungnya langsung membentengi Seedorf bagai antrean penjegal, menghalangi posisi lawan.
Seedorf hanya bisa pasrah melihat bola yang baru saja terpeleset dari kakinya dikuasai Davids. Si pendek ini tak hanya lihai merebut bola, tapi juga mahir membawanya. Setelah merebut, dengan kedua tangan terbuka menghadang rekan senegaranya, dia langsung melesat maju sambil menggiring bola.
Ketika Seedorf akhirnya menyadari dan mulai mengejar, jarak mereka sudah terpaut cukup jauh.
Davids membawa bola maju, tidak terburu-buru ingin mengoper bola, melainkan mengangkat kepala mengamati lingkungan sekitar. Ia melihat Gerrard sedang membuka ruang untuknya, Robben dan Drogba sama-sama bergerak maju. Di hadapannya, karena pergerakan Rui Costa yang terbatas, hampir tidak ada pemain lawan di depan.
Dia langsung menyadari ini adalah kesempatan, karena itu tanpa ragu langsung membawa bola maju.
Hal seperti ini bagi Davids yang masih muda bukanlah hal baru. Kemampuannya membawa bola maju setelah merebut bola bahkan sering dianggap sebagai senjata ampuh untuk mengacaukan keseimbangan di lapangan. Namun seiring bertambahnya usia, dribel seperti ini perlahan berkurang.
Tapi justru karena itu, dribel kali ini sangat mendadak.
Rui Costa mendekati area penalti untuk bertahan melawannya, sementara Drogba menarik diri ke belakang sehingga membawa Stam keluar. Di sisi kanan yang lebih maju, Gerrard tiba-tiba menyerbu membentuk counter-run dengan Drogba, menerobos ruang kosong yang ditinggalkan Stam yang tertarik keluar.
Davids mengoper bola ke Drogba. Striker Pantai Gading itu saat mundur ke belakang, mengontrol bola, mengembalikan operan, serangkaian gerakan mulus bagai air mengalir tanpa sedikitpun bertele-tele. Stam di belakangnya tak bisa mengganggu, Rui Costa di antara keduanya juga tak mampu menghentikan. Nyatanya, manusia memang tak secepat laju bola.
Umpan Drogba diarahkan ke area antara Davids dan Kaladze. Striker Belanda itu menerjang ke depan, sementara Kaladze ragu sesaat sebelum akhirnya juga menyergap keluar. Namun karena keragu-raguannya yang sempat gelisah antara takut gagal dan khawatir kehilangan, Davids berhasil mendahului selangkah, mendorong bola ke dalam kotak penalti tepat di sisi kanan titik penalti.
Seluruh proses ini terjadi dalam sekejap mata. Gerrard yang baru saja menerjang ke area penalti, menyambut umpan tusuk Davids tanpa membuang-buang kesempatan lagi. Dengan membuka tangan lebar-lebar, ia mengayunkan kaki kanan menyambut datangnya bola dan melepaskan tembakan keras dari jarak menengah.
Bola nyaris menempel tanah, dengan kecepatan luar biasa menembus kedua lengan Dida yang melakukan penyelamatan spektakuler, menyusup masuk ke dalam jala gawang.
“GOALLLLLLLLLLLLL！！！！！” Teriakan gembira komentator langsung di TKP!
Gerrard seluruh tubuhnya melesat keluar dari wilayah terlarang, membuka tangan lebar-lebar, dengan semangat menerjang hingga dekat tiang bendera sudut, lalu berlutut di atas rumput.
Semua rekan satu tim Liverpool di sekelilingnya berduyun-duyun mendekat, satu per satu mengerubunginya, membentuk lingkaran kepungan.
"Terlalu cepat! Kecepatan transisi serangan balik Liverpool setelah merebut bola benar-benar di luar dugaan, AC Milan bahkan tak sempat memberi respons!"
"Skor 2-0! Kedua tim kini kembali sejajar di garis start yang sama! Sejak menit ke-18, Liverpool mencetak 2 gol dalam 15 menit singkat, menyamakan agregat menjadi 2-2 imbang!"
Seluruh tribun Stadion Anfield berguncang oleh euforia kegilaan!
Yang Chengzhuo tertawa lebar setelah melihat gol Gerrard, mengacungkan dua jari ke arah fans Liverpool di tribun. Entah itu menandakan skor 2-0 atau permintaan untuk mencetak 2 gol lagi!
"Sangat mengejutkan, benar-benar mengejutkan!" Komentator masih tak percaya dengan apa yang terjadi.
"Semangat juang Liverpool ini sungguh pantang menyerah. Bahkan bisa dibilang, pertandingan pertama bagi mereka hanyalah rintangan kecil. Mereka sama sekali tidak meragukan kemampuan lolos, setiap pemain yang diwawancarai wartawan selalu menunjukkan keyakinan."
"Jika hanya satu pemain yang berkata demikian, mungkin biasa saja. Tapi saat semua pemain tanpa kecuali tetap bersemangat dan dengan percaya diri menyatakan bisa melakukan comeback, efek emosional yang ditimbulkan benar-benar sulit dipercaya. Kita bahkan tak bisa membayangkan kekuatan apa yang mendorong mereka dari belakang layar."
Komentator menyaksikan pemain Liverpool yang sedang merayakan di area bendera sudut. Adegan ini sungguh tak terduga dan membingungkan.
"Jika pada pertandingan pertama AC Milan berhasil mengalahkan Liverpool dengan skor 2-0 di kandang sendiri, ditambah absennya bek tengah inti Vidic yang membuat semua orang tidak lagi berharap pada Liverpool, maka dalam pertandingan ini, hanya dalam 33 menit, Liverpool berhasil mencetak dua gol balasan yang membuat semua yang meragukan mereka harus memecahkan kacamata!"
"Kami tidak bisa memahami dari mana keyakinan mereka berasal, tapi dari penampilan para pemain, kita bisa melihat bahwa kepercayaan diri mereka bukanlah gertakan kosong. Mereka benar-benar memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan, bahkan ketika menghadapi situasi sulit di awal pertandingan."
Di tengah penjelasannya, komentator tiba-tiba terlihat tersadar. Melihat para pemain Liverpool yang berlebihan dalam merayakan gol, disaksikan ekspresi marah Yang Chengzhuo yang berteriak dari pinggir lapangan sementara para pemain tertawa-tawa berjalan mundur, semuanya menjadi jelas.
"Mungkin, Yang Chengzhuo-lah sumber keyakinan mereka!"
“Dalglish mengatakan, dalam tiga tahun Yang Chengzhuo bersama Liverpool, kontribusi terbesarnya bukanlah piala juara. Tentu, dia tidak menyangkal pentingnya trofi bagi tim, namun menurutnya Yang Cheng telah membentuk kembali jiwa dan semangat Liverpool - hal yang jauh lebih penting dan luar biasa daripada gelar apa pun!”
“Menurutku, kita punya alasan kuat untuk berharap: Begitu tim ini lolos ke final, sangat mungkin mereka menjadi tim pertama yang Berhasil mempertahankan gelar Liga Champions sejak reformasi kompetisi. Meski UEFA sebagai badan pengelola pasti tidak menyukainya, ini justru akan menjadi buah bibir para penggemar sepakbola.”
“Bukankah wajar saja tim terkuat yang jadi juara?”
"Tepat ketika komentator mengungkapkan perasaan haru ini, AC Milan kembali ke lingkaran tengah untuk memulai tendangan. Ekspresi wajah masam terlihat jelas pada Gilardino dan Inzaghi. Setelah kick-off, mereka langsung mengoper bola ke belakang, sepertinya enggan berhadapan langsung dengan pertahanan Liverpool."
"Namun di tribun penonton Liverpool, mulai terdengar gemuruh suara samar."
"Cetak gol! Cetak gol!! Cetak gol!!!"
"Teriakan itu awalnya lirih, namun perlahan semakin banyak para KOP yang bergabung dalam sorakan. Bahkan banyak fans yang aktif berdiri, mengayunkan lengan sambil meneriakkan yel-yel ke arah lapangan."
"Cetak gol! Cetak gol!! Cetak gol!!!"
"Gelombang semangat ini tidak hanya menyapu seluruh stadion, bahkan penonton di depan TV yang menyaksikan siaran langsung pun bisa merasakan aura dahsyat itu - semangat juang yang membangkitkan semangat!"
"Cetak gol! Cetak gol!! Cetak gol!!!"
Ketika puluhan ribu fans Liverpool di stadion serempak meneriakkan tuntutan untuk mencetak gol lagi, semua pemain Liverpool di lapangan merasakan hasrat yang berasal dari para suporter. Setiap pemain terdalam terpengaruh oleh semangat tersebut.
Mereka haus akan gol, mereka ingin lolos ke final, mereka ingin menjadi tim pertama yang mempertahankan gelar Liga Champions era pasca-reformasi, merekonstruksi kejayaan The Reds di era Shankly dan Paisley yang dulu mendominasi Eropa dengan keperkasaan tak terbendung.
