Setiap pelatih legendaris yang berpengalaman dan visioner pasti paham: Untuk menilai kemampuan bertahan lawan, lihat pertahanan mereka. Tim dengan pertahanan kacau balau sulit melancarkan serangan balik efektif. Sebaliknya, tim yang terlihat terdesak tapi pertahanannya tetap rapi, justru paling perlu diwaspadai.
Ini mirip dengan strategi Cao Gui dalam perang: "Negara besar sulit ditebak, waspadai penyergapan. Saat jejak roda mereka kacau dan bendera jatuh, barulah kejar." Prinsip dasarnya sama dengan penjelasan di atas.
Ini sebenarnya prinsip yang sangat mudah dipahami, hampir setiap pelatih kepala akan paham, hanya saja pemahaman masing-masing berbeda. Tapi yang benar-benar bisa mempertahankan prinsip ini dalam pertandingan sangat sedikit, bahkan pelatih legendaris top seperti Yang Chengzhuo dan Ferguson pun mungkin melakukan kesalahan seperti ini.
Manusia adalah makhluk berdarah berdaging yang bisa melakukan kesalahan, tidak ada manusia yang tidak pernah salah!
Taktik Yang Chengzhuo di babak kedua berangkat dari logika dasar: Seluruh anggota Barcelona tak sabar ingin mengalahkan Liverpool, terutama dalam situasi Liverpool bermain kekurangan satu pemain. Mereka merasa ini timing optimal untuk mengalahkan Yang Chengzhuo, mengalahkan Liverpool dan merebut gelar Liga Champions, sehingga mereka akan berusaha mati-matian mencetak gol.
Liverpool yang kekurangan satu pemain tidak mungkin lagi menyerang agresif seperti di babak pertama. Maka Yang Chengzhuo memilih taktik pura-pura lemah secara aktif: Biarkan lawan menyerang, kami bertahan, lalu menunggu - menunggu lawan melakukan kesalahan!
Ini adalah taktik memanfaatkan batasan yang efektif. Setidaknya pertahanan Barcelona secara tak sadar terus maju ke depan, terutama Oleguer dan Van Bronckhorst.
Bek sayap yang lebih aktif maju ke depan bisa menyediakan lebih banyak pilihan serangan di lini tengah, namun juga membawa risiko besar...
Contohnya di momen ini, saat Michael Essien merebut pergerakan bola di kaki Xavi, ia langsung mendapat tekanan dan mengoper ke Michael Carrick.
Andres Iniesta langsung menekan Carrick. Pemain terakhir kemudian mengoper melintang ke kiri ke John Arne Riise. Setelah membawa bola beberapa langkah, Riise melihat Steven Gerrard menarik diri dari tengah untuk menyambut, lalu langsung mengoper kepadanya.
Gerrard melakukan pemberhentian mendadak, jelas merasakan seluruh tubuh Edmilson menghantam dari belakang. Tapi dia tetap dingin, dengan gemilang bertahan dari Edmilson. Setelah mengangkat kaki kanan, tepat sebelum Oleguer mendekat dan melakukan jepitan 2 lawan 1, punggung kaki luarnya mengirim bola ke belakang pertahanan kanan Barcelona.
Cristiano Ronaldo menerobos cepat dari sisi kiri. Daya ledaknya membuatnya dalam sekejap melewati seluruh garis belakang Barcelona, sangat cepat bagai kilat merah menyala.
Fans Liverpool di tribun bersorak-sorai gegap gempita, satu per satu memberikan semangat untuk Cristiano Ronaldo.
Pemain Portugal mengerahkan seluruh tenaga, setelah menguasai bola langsung menerobos diagonal ke area terlarang. Sementara Robben di sayap kanan juga melesat cepat, Van Bronckhorst yang tertinggal di belakang si Sayap Terbang Belanda.
Seluruh suasana terlihat seperti dua kepala panah api yang melesat ke wilayah terlarang Barcelona. Puyol dan Márquez juga seketika membuat keputusan: Puyol mengawasi Cristiano Ronaldo, sementara Márquez harus memperhatikan Robben di belakang.
Kecepatan sprint kedua sayap Liverpool yang unggul di zamannya langsung menciptakan situasi 2 lawan 2 dalam sekejap.
Begitu Cristiano Ronaldo memasuki area terlarang, Puyol langsung mendekat.
Pemain Portugal ini dihalangi jalan untuk terus memotong ke dalam. Kecepatannya tiba-tiba melambat, lalu tiba-tiba berakselerasi lagi, berpura-pura akan terus menggiring bola ke batas garis akhir. Puyol juga mengikuti ritme perlambatan dan percepatan ini. Terutama ketika melihat Cristiano Ronaldo berpura-pura akan melepaskan crossing akurat, di kepalanya langsung muncul adegan bagaimana Márquez dipermainkan pada pertemuan terakhir.
Nak, tipu muslihat cukup dimainkan sekali saja. Kali kedua sudah mulai menjengkelkan!
Puyol kali ini tidak memilih untuk memblokir dengan tubuh, hanya melakukan gerakan bertahan yang simbolis. Karena menurutnya, crossing akurat Cristiano Ronaldo hanyalah ilusi, tipuan semata. Dia tidak melihat ada yang bisa menyambut di area tengah.
Namun tak disangka, kaki kiri Cristiano benar-benar menyentuh bola. Bola menggelinding melewati celah kaki kanan Puyol yang terangkat. Lalu terlihat Robben menerjang dari sisi kanan seperti angin, melewati Márquez. Di bawah gangguan bek Belanda itu, dengan gigih dia menyambar bola lebih dulu dan melakukan tendangan sliding sambil terjatuh.
Sebelumnya, perhatian Valdés terfokus di sisi kiri Cristiano, posisinya agak ke kiri. Tiba-tiba bola berpindah ke tengah, sementara tendangan sliding Robben mengarah ke sudut kanan bawah gawang. Kiper Barcelona itu sama sekali tak bisa bereaksi, hanya bisa menonton bola menggelinding di atas rumput, melintasi garis gawang dengan mudah dan masuk ke jala.
Seketika, Stade de France seolah berubah menjadi ruang hampa. Semua orang membeku, tak ada suara yang keluar.
Kamera siaran langsung TV segera beralih ke wasit utama Terje Hauge setelah bola melewati garis gawang.
Gol ini benar-benar tak terbantahkan karena kecepatan serangan balik Liverpool yang luar biasa cepat. Tidak ada pelanggaran, tidak ada kontak fisik, bahkan Carles Puyol dan Rafael Márquez pun tidak sempat berpikir untuk berpura-pura terjatuh demi mendapatkan pelanggaran. Semuanya terjadi terlalu cepat, tidak memberi cukup waktu untuk berpikir.
Termasuk Hauge sendiri!
Dia berlari dari belakang dan langsung menyaksikan bola masuk!
Dia membeku selama dua detik penuh, matanya bolak-balik memandang Cristiano Ronaldo dan Arjen Robben, lalu Puyol dan Márquez. Dia mencoba memastikan apakah hakim garis memberi sinyal offside, tapi jelas tidak ada sama sekali.
Saat melakukan gerakan anti-offside, seluruh tubuh Cristiano Ronaldo jelas tertinggal jauh dari garis pertahanan Barcelona. Jika ini masih dianggap offside, pasti akan membuat fans sepakbola sedunia menertawakannya habis-habisan. Lantas apa lagi kredibilitas yang tersisa untuk final Liga Champions?
UEFA lebih baik bikin sendiri dua tim dan main rumah-rumahan saja!
Sementara UEFA meminta klub-klub untuk tidak melewati batas, mereka juga sangat paham tentang batas yang harus dipegang oleh kompetisi bisnis.
Dalam batas tersebut, mereka bisa menemukan berbagai alasan seperti keputusan salah wasit atau hukuman tidak tepat - semua ini masih bisa diterima sebagian besar fans netral. Yang tidak terima hanya minoritas kecil fans, tapi setelah satu musim berganti dengan season baru, fans yang mudah lupa ini akan kembali memerhatikan Liga Champions. Makanya UEFA selalu senang menggunakan cara ini.
Tapi jika batas itu dilewati sampai sebagian besar fans netral sulit menerima, maka segala konsekuensi yang menyusul bisa menghancurkan otoritas dan pengaruh Liga Champions yang susah payah dibangun bertahun-tahun ini.
Oleh karena itu, kewenangan yang dimiliki Hauge hanya terbatas pada aturan. Saat kontroversi muncul, jika Liverpool mencetak gol tanpa melanggar aturan sama sekali, dia tak bisa berbuat apa-apa selain meniup peluit di mulutnya.
Biiip～～～～～～
Bunyi peluit itu terdengar begitu merdu, begitu jernih.
Semerdu sampai membuat semua fans Liverpool terbuai, sejernih sampai membangunkan mereka dengan kesadaran baru, meledakkan sorak-sorai paling gegap gempita sepanjang pertandingan.
Yang Chengzhuo bahkan melompat-lompat di pinggir lapangan dengan kedua tangan mengepal, bersorak penuh semangat.
Di bangku cadangan dan area pelatih Liverpool, semua orang saling berpelukan. Para pemain di lapangan berhamburan menghampiri pahlawan gol Arjen Robben, menjatuhkan striker Belanda itu ke rumput.
"Gol sah!!!" Komentator pun ikut bersemangat.
"Liverpool pada menit ke-72 babak kedua, setelah menerima serangan dominan Barcelona selama hampir setengah jam, menggunakan serangan balik yang luar biasa tajam untuk merobek pertahanan sepenuhnya Barcelona. Gol penentu dicetak oleh sayap Belanda Arjen Robben yang dibantu umpan pemain muda Portugal Cristiano Ronaldo, skor 1-2!"
"Sungguh luar biasa! Kecepatan serangan balik Liverpool benar-benar mengagumkan. Riise mengoper ke Gerrard, sang Kapten Liverpool mengirimkan umpan terobosan yang menjadi kunci utama. Dialah yang membantu Cristiano Ronaldo muda merusak pertahanan Barcelona, kemudian pemain Portugal itu menggunakan kemampuan individunya melewati Carles Puyol dan mengirimkan operan rendah ke area tengah."
“Baik Puyol maupun Márquez sama-sama melakukan kesalahan besar dengan tidak memberikan perhatian yang cukup kepada Cristiano Ronaldo dan Robben! Ini mungkin terkait dengan dominasi Barcelona selama hampir setengah jam yang membuat mental mereka agak kendor, atau terlalu fokus mengejar gol!”
Seluruh Stade de France bergemuruh. Fans Liverpool menciptakan aura yang seakan mampu mengguncang langit, menginfeksi setiap orang di tribun maupun di dalam lapangan - kecuali pemain dan pendukung Barcelona.
Mereka pasti masih bertanya-tanya: Sebenarnya kenapa ini bisa terjadi?
Mengapa Barcelona yang mendominasi permainan, tapi justru Liverpool yang mencetak gol?
Fans biasa tidak mengerti, para pemain berkabut, tetapi Rijkaard justru sangat jelas. Dia tahu mengapa ini terjadi karena dia bukan orang tak berotak. Hanya saja sebelumnya otaknya terlalu dipenuhi keunggulan dalam suasana pertandingan dan kehausan akan gol, sehingga menghalanginya melihat situasi dengan jelas.
Namun gol Liverpool seolah memberikan pukulan keras di kepala, menyadarkannya kembali.
Dia kalah!
Benar-benar kalah!
Entah dari pengaturan formasi sebelum pertandingan, kepemimpinan saat lomba, bahkan saat istirahat tengah karena efek rantai dari kekurangan satu pemain Liverpool dan perubahan formasi berani mereka - semua bukti Yang Chengzhuo mengalahkannya tanpa keraguan!
Seperti serangan balik Liverpool kali ini, tak ada celah untuk dikritik!
Ini merupakan pukulan memilukan sekaligus pelajaran sulit diterima, karena di dunia ini tak ada yang rela mengakui kemampuan teknisnya lebih rendah.
Kini Rijkaard hatinya kacau balau, di kepalanya terus-menerus ada suara yang memberitahunya, mengingatkannya, bahwa dia harus segera menyesuaikan diri. Jika tidak, Liverpool akan mengejar kemenangan, Barcelona akan mendapat pelajaran memilukan, bahkan mungkin kemasukan gol lagi.
Karena di lapangan, para pemain cenderung buta. Mereka tenggelam dalam pertandingan, seringkali tak bisa menyadari perubahan situasi dengan jelas, juga tak bisa mengendalikan emosi. Inilah alasan mengapa pelatih kepala sangat penting bagi sebuah tim.
Namun di sisi lain, Rijkaard yang mendengar "suara" ini justru kebingungan. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan?
Bertahan? Oh, tidak bisa! Liverpool justru ingin kita bertahan. Begitu bertahan, Yang Chengzhuo hampir bisa langsung mengangkat tangan tinggi-tinggi mengumumkan telah mengalahkan kami dalam pertandingan ini. Bukankah itu sama saja dengan menyerahkan piala juara ke tangan Yang?
Serang? Juga tidak bisa, Liverpool jelas-jelas bermain pertahanan-balik. Dengan kondisi mental pemain Barcelona saat ini, jika terus menyerang, mereka tetap akan nekat dan meninggalkan ruang kosong untuk serangan balik Liverpool. Lagipula, pertahanan Liverpool sudah mempelajari alur serangan Barcelona, jadi serangan sulit efektif.
Ya Tuhan, tidak menyerang, tidak bertahan, gimana caranya?
Rijkaard terlihat sangat tertekan. Ia harus membuat keputusan seketika, tapi sama sekali tidak punya ide.
Berganti anggota?
Mungkin ide yang bagus, tapi masalahnya, ganti siapa?
Ronaldinho? Xavi? Andres Iniesta? Eto'o? Messi?
Semakin dipikir semakin kacau, semakin kacau semakin panik. Saat ini, hati Rijkaard bagaikan semut di atas wajan panas. Hanya saja ia duduk di bangku pelatih tim tuan rumah, menopang kepala, tanpa mengekspos kekacauan ini keluar.
……
……
"Dari sudut pandang psikologi, saat lawan menguasai penuh keunggulan, memberikan pukulan keras yang tak terduga merupakan serangan paling mematikan. Ini pasti membuat mereka kaget dan mudah dihancurkan sepenuhnya!" Mourinho mengawasi serangan Barcelona yang kacau di lapangan. Tapi Rijkaard belum menyesuaikan taktik, hanya tersenyum dingin.
"Pada dasarnya, dia seperti orang yang belum berpengalaman, belum melewati ujian sebenarnya. Hanya mengandalkan status keluarganya untuk mendapat jabatan pelatih klub elit. Orang seperti ini bisa tampil bagus saat kondisi lancar, tapi begitu menghadapi tekanan dan mendapat pukulan tak terduga, mereka pasti linglung dan canggung."
Jika Yang Chengzhuo hadir di sana, pasti akan tertawa dan memberi julukan untuk tipe orang seperti yang digambarkan Mourinho: anak pejabat!
Memang benar, sebelum melatih Barcelona, Rijkaard tidak memiliki prestasi kepelatihan yang layak disebut.
Dia mengelola Belanda, meski lolos ke semifinal Piala Eropa, tapi performa menyeluruh biasa-biasa saja. Namun catatan 8 menang 12 imbang 2 kalah, jika ditempatkan di liga, itu hanya data tim kelas menengah. Tapi ini kan timnas Belanda!
Setelah meninggalkan timnas Belanda, dia mengambil alih Sparta Rotterdam yang langsung menyebabkan degradasi pertama klub tersebut dari liga top Belanda dalam 80 tahun. Rijkaard pun hengkang dari posisi pelatih. Tapi setahun kemudian, dia justru menjadi pelatih kepala Barcelona.
Sejak kehidupan sebelumnya Yang Chengzhuo, dia sudah memperhatikan satu hal: Saat Rijkaard melatih Barça, konon Johan Cruyff memainkan peran besar di belakang layar karena Rijkaard memiliki DNA yang sama dengannya. Namun Cruyff juga khawatir Rijkaard sendirian tak mampu, maka merekrut Teng sebagai asisten pelatih untuk memberi saran taktis.
Jika dilihat murni dari karir kepelatihan, rekam jejak Ten Cate jauh melampaui Rijkaard. Hanya saja ia selalu menangani tim kelas menengah-bawah, namun keahliannya dalam menggali dan melatih pemain muda sangat istimewa. Taktiknya yang penuh akal serta kepemimpinan selama pertandingan selalu mendapat penilaian bagus.
Tapi jelas terlihat, Ten Cate tidak selevel Rijkaard. Yang terakhir memiliki karir profesional yang gemilang plus dukungan Johan Cruyff di belakang layar. Alhasil Rijkaard yang jadi pelatih kepala sementara Ten Cate menjadi asistennya. Hal ini memicu respons besar di Belanda, banyak yang mengironikan Barcelona telah mengacaukan prioritas, menganggap posisi keduanya seharusnya ditukar baru rasional.
Fakta membuktikan, Ten Cate-lah yang membantu Rijkaard menciptakan puncak kejayaan Tim Dua Barcelona.
"Namun situasi saat ini sangat berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Karter yang dulu direkomendasikan Yang Chengzhuo, kini memimpin pengembangan pemain muda di Jerman dan mengepalai timnas muda Jerman, telah menjadi maestro akademi sepak bola ternama. Asisten Rijkaard bukan lagi Karter. Jika bukan karena bimbingan dan strategi Cruyff di belakang layar, entah bagaimana kondisi Barcelona Rijkaard sekarang ini."
"Masalahnya, meski bisa mendengarkan saran saat latihan, begitu memasuki pertandingan, Rijkaard hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri. Segera terungkap wujud aslinya yang kurang karakter tegas dan kemampuan memimpin selama laga, memperlihatkan beban pasukan dalam hal visi taktis!"
"Aku rasa kamu sedang iri!" canda Ferguson sambil terkekeh pada Mourinho.
"Orang Portugal gila itu mendengus dingin, 'Aku takkan iri padanya. Di mataku, dia belum layak!'"
Orang Portugal yang sombong tidak akan menganggap lawan yang terlalu jauh kesenjangan kekuatannya dengan diri mereka. Di matanya, yang sepadan sebagai lawan selamanya hanya segelintir, seperti Yang Chengzhuo, Ferguson...
"Mungkin setelah final Liga Champions edisi ini, Rijkaard akan turun jabatan. Kamu bisa mengelola Barcelona!" canda Beckenbauer.
Sorotan mata Mourinho terlihat rumit.
Berdiri di posisi pelatih kepala Chelsea, dia sangat tidak menyukai Barcelona, terutama sepakbola lembek khas mereka. Tapi dari sudut pandang pribadi, justru membuatnya merasa kepelatihan di Barcelona akan menjadi hal yang sulit dipahami—karena dia berasal dari sana. Siapa yang tidak ingin kembali dengan sukses?
Dalam kehidupan sebelumnya Yang Chengzhuo, permusuhan antara Mourinho dan Barcelona mencapai puncaknya setelah Peristiwa CD tahun 2008. Saat itu Yang Chengzhuo membaca analisis mendalam di majalah sepakbola terkemuka dalam negeri yang melaporkan bahwa kepelatihan Mourinho di Barcelona hampir dipakukan di papan besi, namun akhirnya justru Pep Guardiola yang terpilih.
Sejak Peristiwa CD, Mourinho mengumumkan tidak akan pernah melatih Barcelona di kehidupan sekarang ini. Kedua pihak mulai berubah menjadi musuh bebuyutan.
Namun kini, ia masih dipenuhi kerinduan untuk kembali ke Camp Nou karena ini adalah tempat kebangkitannya. Sekaligus ia sangat paham bahwa dalam situasi saat ini, jika Yang Chengzhuo benar-benar meninggalkan Liverpool, kemungkinan besar akan mengambil alih Real Madrid. Maka dengan senang hati ia akan memimpin Barcelona untuk bertarung habis-habisan melawan Yang Chengzhuo.
Berapa banyak lawan yang layak dihargai dalam satu kehidupan?
Mourinho sama sekali tidak akan menyerah begitu saja. Ia ingin mengalahkan Yang Chengzhuo hingga tiarap!
Candaan Beckenbauer setelah diucapkan langsung dilupakan, tidak ada yang ambil pusing karena Mourinho saat ini sedang dalam puncak kecemerlangan di Chelsea. Kepercayaan Abramovich padanya jelas melebihi kehidupan sebelumnya, mengingat ada preseden sukses Yang Chengzhuo.
Dalam situasi seperti ini, Mourinho tidak memiliki kebutuhan yang sangat mendesak untuk mengelola Barcelona.
Sementara para pelatih legendaris ini bercanda tentang Barcelona di tribun, serangan tim Catalan di lapangan tetap tidak menunjukkan peningkatan. Celah pertahanan juga belum terisi, membuat seluruh suasana sudah kacau balau.
Pep Guardiola menggantikan Oleguer yang terus-menerus melakukan kesalahan dengan Gabriel Milito. Puyol dipindahkan ke sayap kanan sementara Milito bermain tandem dengan Márquez di tengah. Mengingat Liverpool sudah tidak memiliki Drogba sebagai ancaman udara, kombinasi Milito-Márquez di jantung pertahanan dianggap lebih stabil.
Selain itu, dia juga menggantikan Edmílson dengan Motta. Performa gelandang bertahan asal Brasil ini sama sekali tidak layak dipuji, gagal meredam Gerrard. Waktu pertandingan tinggal sedikit, Barcelona harus mencetak gol untuk membalikkan keadaan.
Tapi tepat setelah pergantian pemain baru selesai, Liverpool kembali mencetak gol!
