Di ruang VIP anggota pendiri Bernabeu, Vicente del Bosque, Valdano, Hierro, Sanchís dan lainnya menyaksikan pertandingan di bawah dengan kerutan dahi. Di saat seperti ini, pasti seluruhnya sedang memikirkan satu hal di hati.
"Dia benar-benar fans setia Real Madrid!" Valdano berkata dengan senyum pahit.
Sejak masa lalu sudah ada yang mengatakan, tapi pemain Argentina itu tak begitu percaya. Namun pertandingan ini membuatnya yakin.
Valdano itu Orang apa itu sebenarnya?
Dulu Real Madrid dibantai 0-5 oleh Barcelona milik Cruyff, selama dua musim berturut-turut diserang di momen genting oleh Tenerife hingga menyebabkan gelar juara liga direbut klub lain. Ketua Mendoza langsung membawa dua faktor penentu dari Tenerife saat itu - pelatih kepala Valdano dan inti lini tengah Redondo ke Bernabeu. Hasilnya, pemain Argentina itu di season kedua sudah membalas Barcelona dengan skor 5-0, lalu memenangkan gelar juara di akhir musim, mengakhiri secara tuntas era tim pertama Cruyff.
Kemudian Valdano turun jabatan di tengah jalan karena gagal memodifikasi Real Madrid. Setelah itu dimulailah gejolak internal Real Madrid hingga tahun 1999 ketika Del Bosque mengambil alih tim di pertengahan jalan. Saat Florentino Pérez naik panggung, Valdano dijadikan penasihat teknologi tim. Real Madrid memulai era Galácticos edisi pertama. Tapi di tahun 2003, kabar keluarnya Del Bosque justru disampaikan langsung oleh Valdano sendiri kepadanya.
Namun kini, keduanya sudah memecahkan masalah ini. Bagaimanapun, Valdano bukanlah pengambil keputusan saat itu.
"Tapi kenapa dia harus duel sihir melawan Barcelona?" Hierro mengernyitkan dahi.
Selain 10 menit pertama pertandingan dimana serangan gencar Real Madrid menguasai keunggulan, pertandingan selanjutnya mulai mengekspos banyak kelemahan Los Blancos. Misalnya saat serangan mereka mendapat tekanan lawan, kesalahan koordinasi passing Real Madrid semakin meningkat. Sementara Barcelona mulai terus-menerus memanfaatkan kesalahan ini untuk melancarkan serangan balik yang menciptakan ancaman.
Jika kedua tim sama-sama bermain serangan berirama cepat, Real Madrid hampir tidak ada peluang menang!
"Mungkin, aku bisa paham!" Del Bosque menoleh, sudut bibirnya sedikit terangkat dengan kepahitan sekaligus pujian.
Valdano juga mengangguk. Dia samar-samar bisa menebak alasannya.
“Dalam tiga tahun terakhir, baik sepakbola, semangat, semangat juang, kehendak—semuanya kita kalah. Begitu menyebut Barcelona, kita langsung ketakutan, seolah lawan kita sudah bukan berasal dari planet yang sama. Ini adalah bayangan psikologis akibat penghinaan berkelanjutan!”
Fenomena ini mirip dengan fobia Korea dan Jepang di timnas. Sebenarnya pernah ada periode dimana beberapa pertandingan belum tentu karena kemampuan teknis lebih rendah, tapi tekanan dan bayangan psikologis membuat pemain sulit mengembangkan permainan secara maksimal. Hal ini sendiri sudah membuat kita kalah sejak awal.
Del Bosque mendengus, "Tapi pada akhirnya, Barcelona tetaplah Barcelona. Mereka tetap turun dengan 11 pemain. Mungkin sebagai tim lebih kuat, tapi pada hakikatnya pertarungan Real Madrid vs Barcelona tetaplah manusia melawan manusia. Tidak ada yang pasti lebih unggul!"
"Dia ingin semua orang Real Madrid melihat jelas, Barcelona bukanlah tak terkalahkan!" Valdano menambahkan.
Saat mereka berbicara, Barcelona melancarkan serangan balik cepat. Iniesta mengirim umpan terobosan ke sisi kiri kotak penalti. Ronaldinho menyambar sebelum Salgado, menerobos kotak terlarang Real Madrid. Dalam situasi bisa langsung melepas tendangan, dia justru memilih melewati kiper Casillas yang maju menyongsong, namun disambar dengan gesit oleh Casillas hingga seluruh tubuhnya terjatuh di area penalti.
Dari ruang VIP, semua orang mendengar jelas rintihan tertekan fans di tribun. Seluruh mata tertuju pada keputusan wasit utama.
Casillas lebih dulu menyambar bola. Wasit dengan pengamatan tajam tidak memberikan titik penalti, membuat semua orang menghela nafas lega.
“Salgado sudah tua, melawan tim La Liga lain mungkin masih bisa, tapi menghadapi Barcelona, apalagi Ronaldinho, dia langsung kewalahan menghadapi serangan. Kenapa tidak memainkan Ramos?” Sanchís juga mengernyitkan dahi, “Apa karena dia tidak menghormati pelatih kepala di Piala Carranza?”
Di momen genting, pelatih kepala seharusnya mengesampingkan dendam pribadi dengan pemain dan mengutamakan kepentingan umum.
Tapi Valdano malah menggelengkan kepala, “Menurutku tindakannya tidak salah!”
Setelah berhenti sejenak, Valdano menghela nafas, “Memang benar Salgado tak bisa menahan Ronaldinho, ini bahaya tersembunyi. Tapi masalahnya, Ramos pun belum tentu bisa. Lagi pula watak anak muda ini belakangan semakin buruk. Meski baru bergabung satu season, tapi sikapnya sudah seperti bintang top.”
Seolah melihat ketidakpercayaan Hierro dan Sanchís dkk, Valdano bertanya: "Bintang top mana yang berani menyerang keras manajemen klub di hadapan media? Menyerang keras rekan satu tim di ruang ganti?"
Pertanyaan ini membuat Hierro dan Sanchís langsung tidak bisa protes.
Pemain yang punya keberatan terhadap klub bisa mengajukan proposal, punya masalah dengan rekan tim bisa dibicarakan di ruang ganti, tak perlu mengumbar omongan sembrono di media. Tapi Ramos justru melakukan itu di paruh musim lalu, tepat saat-saat terakhir sprint kompetisi tim.
Vicente del Bosque menggelengkan kepala sambil tersenyum pahit, "Tetap saja media yang merusak!"
Meski baru bergabung dengan tim selama satu musim, Sergio Ramos justru dibentuk media sebagai pelumas ruang ganti Real Madrid di musim lalu. Banyak media terbahak-bahak membocorkan rahasia bahwa Ramos adalah pemain paling populer di ruang ganti - bukan hanya bintang top seperti Zinedine Zidane yang sangat mengaguminya, rekan seperti Michel Salgado dan Fernando Hierro bahkan memperlakukannya layaknya saudara. Bahkan ketika tim ingin mengorganisir acara makan bersama atau aktivitas lainnya, semuanya direncanakan melalui dirinya.
Ditambah lagi media kerap membocorkan kabar bahwa si Anu mengagumi Ramos, menganggapnya akan menjadi sosok tertentu. Hal ini membuat kemampuan sepak bola Ramos tidak berkembang signifikan, sementara watak dan gaya bermainnya malah memburuk. Dia memegang rekor kartu kuning dan merah terbanyak di Real Madrid - 19 kartu kuning dan 4 kartu merah dalam 33 pertandingan selama satu musim, statistik yang benar-benar tak terbayangkan.
Mungkin banyak faktor yang menyebabkan jumlah kartu yang berlebihan - gaya bermain tim, tekanan pertahanan, usia yang terlalu muda, dan lain-lain. Tapi bukankah sifat pemarah dan gaya bermainnya yang terlalu kasar juga menjadi penyebabnya?
"Jika dia ingin berkembang, dia harus bisa mengendalikan temperamen dan gaya bermainnya. Kalau tidak, dengan terus seperti ini, dia takkan pernah mencapai level yang diharapkan orang-orang. Karena tahun demi tahun berlalu, waktu tidak akan membuatnya tetap muda selamanya!"
Saat mengucapkan ini, Valdano menatap Hierro - legenda Real Madrid yang juga pernah menjadi raja kartu merah, dianggap sebagai pemimpin spiritual dan jiwa sejati tim di masa lalu. Namun jelas, bahkan dia pun setuju bahwa semangat juang tidak harus diwujudkan melalui kartu kuning-merah, terutama sebagai bek yang seharusnya melakukan tackling dengan lebih bersih.
"Kalian harus ingat betapa banyak 'pembantaian' yang diciptakan dua mentornya di Sevilla dulu di La Liga!" Valdano mengingatkan.
Dua mentor Ramos di Sevilla, Javi Navarro dan Alfaro, sudah terkenal sebagai penjahat di La Liga. Sevilla tahun 03 memang dikenal sebagai tim kasar yang gemar merusak, dijuluki "barbar", dengan tackling yang galak.
Pernah di Stadion Santiago Bernabéu, Alfaro pertama-tama menginjak keras sendi lutut kiri Salgado yang sedang terjatuh dengan kaki kirinya, menyebabkan pemain itu menggeliat kesakitan di atas rumput sebelum akhirnya diangkut keluar lapangan dengan tandu, mengalami luka berat dan diskorsing. Namun belum sampai beberapa menit berlalu, Navarro menggunakan cara yang sama, menginjak dengan mantap sendi lutut kanan Owen.
Perbedaan antara keduanya: Navarro langsung dikeluarkan dengan kartu merah, sementara Alfaro sempat lolos dari hukuman saat itu. Tapi setelah pertandingan usai, Alfaro mendapat hukuman tambahan dari asosiasi sepakbola Spanyol berupa skorsing 4 pertandingan, menjadikannya pemain terbanyak diskors di La Liga musim itu. Sedangkan Navarro yang dapat kartu merah hanya diskors 2 pertandingan.
"Hierro dan Del Bosque sama-sama mengalami sendiri pertandingan ini. Mereka juga tahu bagaimana gaya bermain Sevilla di era dulu. Jadi mereka sangat paham, kebangkitan Sevilla saat ini sama sekali tidak bergantung pada permainan kasar seperti itu, melainkan pada modernisasi teknik dengan lebih banyak pemain teknikal seperti Alves dan Reyes."
"Dari sini jelas terlihat, jika Ramos tidak bisa mengubah kebiasaan buruk ini, sulit baginya untuk melangkah ke jajaran bek top."
"Siapa pernah melihat pemain yang selalu melakukan pelanggaran kasar dalam pertandingan, sering kena kartu dan diskors, gerakan bertahan ceroboh, serta watak temperamental bisa menjadi pemain top?"
"Tapi, Salgado memang akan menjadi bahaya tersembunyi bagi tim..." Saat mengucapkan ini, Valdano dan Del Bosque saling memandang lalu sama-sama menggelengkan kepala dengan senyum pahit.
"Real Madrid saat ini masih memiliki terlalu banyak hal yang perlu diperbaiki. Berikan lebih banyak waktu untuknya," Del Bosque menghela nafas.
Ini juga kelebihan Yang Chengzhuo dibanding pelatih kepala lain - dia menikmati lingkungan dan waktu longgar yang tak dimiliki orang lain. Dia bisa mendapatkan kekuasaan yang diinginkannya untuk memodifikasi tim sesuai kehendaknya sendiri, sesuatu yang tak pernah berani dibayangkan oleh semua pelatih kepala Real Madrid sebelumnya.
……
……
Salgado memang sudah tua!
Di masa kejayaannya, gaya bermain kasarnya yang tak terkalahkan di sayap kanan Real Madrid, mampu menyerang dan bertahan sekaligus, membuat banyak lawan gentar. Namun kini, berbagai penyakit yang ditinggalkan masa lalu membuat performanya menurun drastis.
Jika bukan karena konflik antara Yang Chengzhuo dan Ramos musim ini, mungkin dia tak akan mendapat kesempatan masuk pasukan inti. Tapi ini justru membuatnya sangat menghargai, selalu berusaha keras menampilkan sisi terbaiknya untuk kembali ke status puncak legenda. Sayangnya, tua memang tak bisa dipungkiri!
Menghadapi Ronaldinho sama sekali bukan perkara mudah. Dia terlalu kuat dan menonjol, hampir tidak bisa ditebak langkah berikutnya. Kita hanya bisa terus mengikuti pantatnya, membuat setiap bek kelelahan.
Contohnya di momen ini, Xavi mengirim umpan terobosan dari tengah ke atas kepala mereka. Salgado kaget oleh bola lambung tiba-tiba, terpojok di belakang Ronaldinho. Berusaha mendesaknya gagal, ingin menunggu penguasaan bola tapi justru pemain Brasil itu langsung menyundul bola ke tengah dengan backheel.
Iniesta menyusup dari belakang, menguasai bola lalu menerobos wilayah terlarang. Thuram menempel ketat untuk memblokirnya. Tapi permainan dribel Iniesta sangat detail, setelah mengalihkan perhatian Thuram, dia melakukan pemberhentian mendadak dan mengembalikan operan saat Eto'o menahan Cannavaro.
Ronaldinho tiba-tiba menyerbu ke area tengah, menguasai bola lalu mengelabui Mascherano sejarak satu tubuh, dan melepaskan tembakan keras dengan kaki kanan!
Beruntung, Casillas bereaksi sangat cepat, dengan gesit menyambar bola keluar mistar gawang, memberikan tendangan sudut untuk Barcelona.
Salgado hanya bisa mengeluarkan napas berat sambil memandangi dari belakang, ia benar-benar tak berdaya.
Kali ini dia dan Real Madrid berhasil terhindar, namun selanjutnya ketika Ronaldinho menggunakan kemampuannya melewati Salgado, lalu mengoper bola ke belakang dengan tumit cantik ke Eto'o yang dengan tenang mengeksekusi bola dari jarak 10 meter ke gawang Casillas, 1-1!
Stadion Bernabeu terdiam membisu!
Menit ke-32, Barcelona akhirnya menyamakan kedudukan, seluruh Stadion Bernabeu kehilangan suara!
……
……
Ramos duduk di tribun, di sampingnya yang berpakaian rapi duduk kakaknya yang menemani menonton pertandingan, juga manajernya saat ini, Rene, seseorang yang tahu niat dalam hati Ramos kini.
Belakangan Rene terus-menerus muncul di London dan Milan, menjalin hubungan dengan AC Milan dan Chelsea yang sangat tertarik pada Ramos. Jujur, jika Ramos benar-benar memutuskan untuk meninggalkan Real Madrid, dia pasti tidak akan kekurangan pembeli karena sejauh ini dia adalah bek paling hebat di kelompok usianya.
"Sial, Salgado sudah jelas-jelas jadi pemain senior!" Rene menggelengkan kepala sambil menghela napas.
Sekaligus, hatinya bertanya-tanya: Kenapa Yang Chengzhuo lebih memilih memberi kesempatan pada Salgado daripada memulai Ramos sebagai pembuka?
Sudah beberapa bulan berlalu, Ramos tetap dikeluarkan dari daftar skuat. Di setiap pertandingan, dia hanya bisa mengawasi rekan satu tim bermain. Dia tahu betapa menyakitkan hati adiknya ini. Dia pernah menyampaikan keluhan ke manajemen, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Semua keputusan di departemen kompetisi mutlak di tangan Yang Chengzhuo, tak ada yang berani mencampuri.
Ramos tidak berkata apa-apa. Dia bingung harus mengatakan apa. Di satu sisi dia tidak ingin Real Madrid kalah, di sisi lain dia berharap Yang Chengzhuo menyesali keputusan memblokirnya.
"Banyak pihak memantau pertandingan ini. Bukankah aku ke Stadion Santiago Bernabéu dua hari lalu? Tebak siapa yang kutemui di sana?" Rene dan Ramos tetap menatap lapangan, namun percakapan mereka terus berlanjut.
Seolah memahami watak adiknya, René tersenyum, "Mijatović, yang kini bekerja di departemen berita Real Madrid, banyak bercerita padaku. Termasuk fakta bahwa saat ini banyak anggota skuad yang tidak puas dengan Yang Chengzhuo. Mereka merasa dia terlalu otoriter, memonopoli seluruh kekuasaan, dan membuat segudang aturan baru. Semua orang hanya bisa memendam kemarahan. Tapi begitu kita kalah dalam El Clásico nanti..."
René tidak melanjutkan, namun Ramos bisa menebak kelanjutannya. Dia bukan orang bodoh.
"Dia tidak akan pergi!" kata Ramos dengan tegas, "Setidaknya tidak dalam dua tahun ke depan!"
René merenung sejenak, akhirnya menghela nafas mengakui hal tersebut, "Lalu bagaimana denganmu?"
"Jika dia tetap bertahan, maka akulah yang akan pergi!" jawab Ramos hampir tanpa ragu.
"Terlihat jelas, dia yang masih muda dan kurang pengalaman telah memberikan citra tiran pada Yang Chengzhuo dalam hatinya. Dia tidak kekurangan pembeli, tak perlu menyerah pada Yang Chengzhuo. Jika Yang Chengzhuo memutuskan untuk memblokirnya, maka dia akan pergi, meninggalkan Real Madrid."
"Kak, di dunia ini tak ada seorang pun yang tak bisa hidup tanpa kehadiran orang tertentu!"
Rene mengangguk. Dia paham, meski Ramos diblokir di Real Madrid, di luar sana justru sangat populer. AC Milan, Chelsea, Manchester United dan banyak tim elit lain sedang mengejarnya. Dia benar-benar tak kekurangan calon pembeli.
"Mereka semua berharap kau bisa mendapat kesempatan untuk berdiskusi!" kata Rene. Adiknya ini seperti keledai keras kepala. Begitu memutuskan sesuatu, jarang ada yang bisa mengubah niatnya.
"Kalau begitu ayo lakukan!" ujar Ramos. Namun setelah berhenti sejenak, dia menambahkan, "Tapi jika pihak lain memintaku memberi tekanan pada Real Madrid, aku tak akan melakukannya. Kau harus menjelaskan ini terlebih dahulu!"
Adalah klub ini yang membuatnya menjadi bintang bola basket terkenal di seluruh dunia. Meski harus pergi, dia tetap tidak ingin bermasalah dengan Real Madrid, karena ini adalah tim yang pernah memberikan kebanggaan dan kegembiraan sejati bagi dirinya dan keluarganya.
Saat Rene bersiap menjawab, terdengar lagi rintihan tertekan dari tribun penonton di sekelilingnya. Kemudian di satu sisi lapangan, beberapa fans Barcelona yang mengikuti tim ke kandang lawan dengan gembira meninggalkan kursi mereka, merayakan dengan sorak-sorai gegap gempita atas gol tambahan Barcelona.
Ini dimulai dari umpan terobosan Xavi yang menusuk pertahanan Real Madrid. Eto'o yang berhasil melawan offside menyambar bola di kotak penalti, lalu mengoper melintang ke kiri. Ronaldinho melepaskan diri dari kawalan Salgado, kemudian melepas tendangan dari sebelah kiri depan gawang yang dijaga Casillas, membawa Barcelona mengubah skor menjadi unggul!
Ini merupakan pukulan berat bagi Real Madrid, karena setelah unggul di awal pertandingan, keunggulan mereka telah dibalikkan Barcelona di babak pertama. Terutama di menit-menit akhir babak pertama, ini jelas menjadi pukulan besar bagi semangat para pemain Los Blancos.
1：2, Barcelona berhasil mengubah skor menjadi unggul di menit ke-41!
Di lapangan, para pemain Real Madrid terlihat muram setelah melihat gol Barcelona. Namun di pinggir lapangan, Yang Chengzhuo tetap tegak berdiri, memilih untuk bersama-sama menanggung semua ini bersama anak asuhnya.
Sebenarnya, dia telah memiliki persiapan mental yang cukup untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi dalam pertandingan ini.
"Memang benar Yang Chengzhuo membawa perubahan besar bagi Real Madrid, tapi jelas terlihat dalam pertandingan ini dia melakukan kesalahan fatal. Setidaknya dia seharusnya tidak terus-menerus bersaing teknik dan ofensif dengan Barcelona, melainkan meninggalkan sikap angkuh Real Madrid di masa lalu dan memilih taktik yang lebih pragmatis untuk melawan Barcelona."
"Berbeda dengan Arbeloa di sayap kiri yang berhasil membekukan Messi, Salgado di sayap kanan sama sekali tak bisa menangkis Ronaldinho. Pemain Brasil ini memainkan peran penting dalam dua gol Barcelona. Yang Chengzhuo harus segera mereorganisasi pertahanan terhadapnya, sementara penyesuaian yang dilakukannya selama istirahat tengah pasti akan mempengaruhi situasi kedua tim di babak kedua."
“Harus dikatakan, skor 1-2 tidak menjelaskan apa-apa. Meski Barcelona menguasai medan, belum tentu mereka yakin menang. Real Madrid yang terlihat kesulitan mengimbangi, jika bisa melakukan penyesuaian tepat, masih punya kesempatan mengalahkan Barcelona. Setidaknya Yang Chengzhuo di masa lalu tak pernah mengurangi taktik brilian saat istirahat tengah ini!”
Persis saat komentator berbicara, wasit kepala Bruller membunyikan peluit tanda berakhirnya babak pertama. Semua orang langsung menghela nafas lega. Seluruh babak pertama memang terlihat mempesona - kedua tim bermain aktif tanpa suasana canggung, saling serang-menyerang yang membuat penonton berteriak seru.
Tapi di balik pertandingan seperti ini seringkali tersembunyi kegagalan taktik pelatih. Paling tidak tidak menggunakan taktik penargetan untuk meredam lawan. Terutama bagi Real Madrid, ini semakin jelas terlihat!
1-2, Real Madrid masih punya kesempatan!
Bukan hanya komentator di TKP, puluhan ribu fans Real Madrid di tribun Stadion Santiago Bernabéu, maupun penonton di depan TV di seluruh alam semesta - mereka semua menunggu keajaiban dari Sang Kaisar yang selalu bisa menciptakan kejutan. Akankah jeda babak pertama ini membawa transformasi ajaib bagi Real Madrid?
