Fenomena menarik adalah, sepanjang masa liburan musim dingin, Real Madrid dan Barcelona sama-sama tidak melakukan rekrutmen pemain baru. Strategi kedua tim ini adalah menjaga stabilitas. Hal ini membuat banyak fans yang berharap merasa kecewa.
Namun berbeda dengan Barcelona yang tidak melepas pemain, Real Madrid melepas beberapa pemain muda akademi sepak bola. Mereka adalah pemain Castilla yang usianya sudah cukup untuk mencari panggung lebih tinggi guna melanjutkan kemajuan. Yang paling terkenal adalah Soldado, pemain yang dipanggil Yaso ke tim utama musim ini.
Tidak bisa menyalahkan Yang Chengzhuo tidak memberi kesempatan. Pertama, garis depan tim saat ini diisi Villa sebagai pasukan inti mutlak dengan momentum gol yang ganas. Negredo berperan sebagai target man dengan variasi taktik yang efeknya jelas. Raul dan Agüero sering bermain sebagai gelandang serang tapi juga bisa jadi striker. Dalam situasi seperti ini, kesempatan Soldado malah berkurang.
Performanya di Castilla cukup bagus dengan banyak gol. Tapi melihat rekan seperti Mata, Negredo, Arbeloa, De la Red bersinar di tim utama, watak meledak-ledaknya tidak terima. Akhirnya dia mengajukan proposal untuk meninggalkan klub.
Yang Chengzhuo menghormati keputusan Soldado. Pada akhirnya memutuskan melepasnya ke Getafe dengan harga €4 juta, dengan klausul buy-back €5 juta di masa depan. Namun bagi pelatih, klausul ini hanya dianggap hiasan semata.
Namun pada hari kembali ke Valdebebas, Yang Chengzhuo secara khusus menelepon Soldado, memberikan restu agar penampilannya di Getafe menonjol. Ia juga menyatakan, jika menemukan masalah apa pun, Soldado bisa langsung menghubunginya kapan saja.
"Aku dan Real Madrid akan selalu memberikan dukungan di belakang layarmu. Kerja bagus, anak muda!"
Ucapan Yang Chengzhuo menyentuh hati Soldado. Pada konferensi pers pengumuman bergabungnya dia dengan klub satu kota Getafe di hari berikutnya, Soldado berjanji: "Ke tim mana pun aku pergi, Real Madrid selamanya menjadi yang utama di hatiku."
"Merasa menyesal tak bisa terus bermain di bawah komando Tuan Yang Chengzhuo. Tapi aku yakin, jika ada seseorang di dunia ini yang bisa membawa Real Madrid ke puncak kejayaan, pastilah dia. Beliau adalah pelatih kepala yang hebat, dan aku berharap masa depan gemilang menantinya di Madrid."
Selain Soldado, Yang Chengzhuo juga menghubungi satu per satu pemain muda tim muda yang akan hengkang, meyakinkan mereka bahwa Real Madrid akan selalu menjadi pendukung yang kokoh meski menghadapi kesulitan apa pun di luar sana!
Aksi Yang Chengzhuo ini setelah diumumkan melalui situs resmi menuai pujian dari para fans. Mereka menilai klub mulai memiliki sentuhan humanis dan kehangatan emosional di era pelatih baru ini, bukan lagi sekadar mesin penghasil uang yang dingin seperti masa lalu.
"Terima kasih Sang Kaisar! Real Madrid yang kami kenal akhirnya kembali!" teriak fans sambil mengangkat kartu kertas di luar lapangan latihan.
Kepergian Soldado tidak terlalu mempengaruhi kekuatan menyeluruh Los Blancos.
Duo gelandang bertahan Xabi Alonso dan Mascherano semakin solid. Koordinasi tak terucap antara keduanya membuat peran mereka semakin vital dalam skema tim ini.
Banyak yang merasa aneh, sebenarnya mengapa Xabi Alonso dan Mascherano begitu dihargai oleh Yang Chengzhuo? Mereka sama-sama kurang kecepatan, juga bukan gelandang tangguh seperti Essien atau Gattuso yang stamina-nya abadi. Kenapa Yang Chengzhuo begitu menghargai mereka?
Menurut Yang Chengzhuo, Xabi Alonso berbeda dengan Andrea Pirlo atau Xavi. Dia memiliki ciri khas teknik yang jelas. Saat menguasai bola, dia tidak bisa efektif melepaskan diri. Maka area pengaruhnya berada di depan wilayah terlarang 32 meter. Sense positioning-nya sangat baik, termasuk tipe pemain bertahan yang mengandalkan kesadaran.
Sedangkan Mascherano adalah tipe yang bisa merebut, mengganggu, dan memotong. Tekniknya sebenarnya tidak buruk, memiliki kemampuan organisasi tertentu. Dia termasuk gelandang bertahan klasik. Berdiri di depan area 32 meter bersama Xabi Alonso, mereka bisa membentuk perlindungan memadai sekaligus memastikan penguasaan bola dan operasional organisasi tim.
Selain Barcelona, mungkin jarang tim yang menempatkan tekanan dan pengawasan ketat di area 32 meter gawang Real Madrid, hal ini memastikan efektivitas sistem dua gelandang bertahan ini.
Tapi ini baru satu potongan terakhir dari taktik ideal Yang Chengzhuo untuk Real Madrid di hatinya.
Dalam bidang taktik sepakbola, banyak yang berpendapat formasi 433 lahir untuk mengendalikan permainan, sementara 4231 adalah kompromi atas keterbatasan kemampuan serang dari belakang. Namun Yang Chengzhuo ingin mengubah persepsi ini.
Karena dia ingin membuktikan dengan fakta bahwa 4231 tak hanya kompromi atas kelemahan ofensif belakang, tapi juga bisa menjadi formasi pergerakan efektif yang melibatkan lini belakang secara aktif dalam serangan lini tengah-depan - sesuatu yang tak bisa dilakukan formasi 433 maupun taktik lainnya.
Setiap pelatih kepala saat menyusun taktik, pertimbangan pertama yang pasti adalah keseimbangan. Jadi, kecuali formasi 433 seperti gaya Chelsea dengan "tukang jagal lini tengah" dalam kehidupan sebelumnya Yang Chengzhuo, semua formasi 433 harus fokus pada pressing depan karena kelemahan perlindungan di lini tengah.
Namun dalam konsep 4231 Yang Chengzhuo, Xabi Alonso dan Mascherano yang keluar dari area pertahanan penting lawan memungkinkan organisasi lini tengah berjalan tanpa batasan besar. Kedekatan mereka dengan garis pertahanan memungkinkan bantuan rutin ke belakang sekaligus menjamin solusi serangan balik saat bek terlibat dalam serangan depan.
Artinya, seluruh garis pertahanan Real Madrid bisa bergantian menyerang di kemudian hari. Selama situasi lapangan memungkinkan, bek tengah bahkan bisa menggiring bola maju. Kehadiran Xabi Alonso dan Mascherano-lah yang menjamin kemampuan ini. Tentu saja, tidak mungkin semua maju bersamaan - itu jelas omong kosong.
Tapi satu hal yang pasti, serangan bek sayap akan sangat sering muncul. Karena Yang Chengzhuo memainkan dua gelandang bertahan, tujuannya adalah memastikan Real Madrid memiliki kekuatan dan mobilitas yang cukup untuk mendorong garis pertahanan maju 10 meter bahkan lebih, menindih lawan di wilayah sendiri, sehingga bek sayap seperti Marcelo barulah sesuai dengan selera Yang Chengzhuo.
Seiring dengan semakin ketatnya taktik, ruang di lapangan sepakbola selalu berada di sayap. Area tengah terlalu padat dan sulit ditembus, harus mengandalkan serangan sayap untuk melakukan pergerakan penarikan, lalu tiba-tiba beralih ke tengah guna menciptakan elemen kejutan.
Dari perspektif ini, ditambah karakteristik pertahanan lini belakang-tengah tim saat ini yang sangat solid, serangan yang dimulai dari gerakan menerobos dari belakang akan semakin penting. Contohnya seperti strategi penguasaan bola di lini belakang Barcelona di kehidupan sebelumnya Yang Chengzhuo, gerakan maju Alves, Maicon dari Inter Milan, serta Evra dari Manchester United, semuanya termasuk dalam tipe serangan yang dimulai dari belakang.
Bahkan ada yang bilang, posisi bek sayap akan menjadi yang terpenting dalam taktik, ini agak berlebihan. Tapi semakin penting itu benar adanya, bahkan terkadang bisa berfungsi sebagai inti pengatur permainan, namun hanya dalam waktu dan lingkungan spesifik. Soalnya bek sayap terlalu banyak menguasai bola juga hal berbahaya.
Jadi saat ini, Yang Chengzhuo merasa setidaknya dalam satu dua tahun, taktik menyeluruh Real Madrid masih dalam tahap pembangunan dasar. Pemain seperti Cannavaro, Thuram, Beckham, Raul akan perlahan mundur dari pasukan inti ketika waktunya tepat. Sementara David Silva, Villa, Agüero, Ramos, Marcelo akan semakin menggantikan posisi mereka.
Tapi proses pembaruan signifikan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Sejauh ini, di dalam tim Real Madrid hanya Yang Chengzhuo, Paulus Bayer, dan Benitez yang tahu. Karena satu set arahan pemikiran ini dirancang bersama oleh mereka bertiga. Para pelaku lainnya sama sekali tidak paham, kalau tidak pasti sudah kacau balau.
Dalam kondisi seperti ini bagi Real Madrid, mengkonsolidasi kerangka taktik yang ada dan mendorong pemain untuk tetap menunjukkan kemajuan lebih penting daripada merekrut pemain baru. Selain itu, Yang Chengzhuo selalu memegang prinsip "lebih baik kosong daripada asal comot" dalam rekrutmen, karena ia berharap pemain yang direkrut benar-benar bisa memberikan kontribusi pada transformasi taktik yang direncanakannya di masa depan.
Ini juga merupakan strategi rekrutmen khas Yang Chengzhuo - baja bagus harus digunakan di ujung pisau!
……
……
Pelatihan intensif dimulai kembali pada 31 Desember 2006 hingga 7 Januari 2007. Selama periode ini, Real Madrid fokus melakukan penyesuaian untuk paruh kedua musim. Setelah melalui masa liburan Natal yang mirip dengan perayaan Tahun Baru Imlek di dalam negeri, kondisi fisik para pemain secara umum belum ideal, baik dari segi kebugaran maupun performa, sehingga membutuhkan stimulasi dan penyesuaian kembali.
Dalam periode pelatihan intensif yang cukup panjang dan langka ini, Yang Chengzhuo hampir setiap hari menanamkan arah taktiknya kepada para pemain. Meski saat ini terkendala susunan tim, banyak niatnya yang belum bisa dibandingkan dengan kenyataan, namun dia tetap berharap tim bisa menampilkan sepakbola yang lebih baik, terutama dalam hal koordinasi tim dan alur serangan.
Setelah setengah tahun melakukan koordinasi, para pemain pada dasarnya telah membangun keharmonisan tak terucap. Mulai dari cara meminta umpan dan gerakan kabur, teknik menggiring bola, hingga ciri khas teknik individu, semuanya sudah saling dipahami. Tinggal melihat seberapa mampu mereka menunjukkan taktik yang telah disusun Yang Chengzhuo.
Namun memang tim Real Madrid sedang sial dalam jadwal pertandingan. Lawan pertama pasca masa liburan musim dingin langsung berhadapan dengan Deportivo La Coruña.
Stadion Riazor selama ini selalu menjadi mimpi buruk bagi Real Madrid. Sejak abad baru, Real Madrid total 6 kali bertandang ke Stadion Riazor dengan catatan 2 imbang dan 4 kalah, termasuk satu kekalahan memalukan 0:3. Jika menelusuri sejarah lebih jauh, Real Madrid sudah selama 14 tahun gagal mengalahkan Deportivo La Coruña di Stadion Riazor, dengan rekor lebih banyak kalah daripada imbang.
Bagi Real Madrid, tingkat mimpi buruk di tempat ini sebenarnya tidak kalah dari Stadion Camp Nou milik Barcelona.
Setelah menjalani masa liburan Natal yang relaksasi dan memasuki pelatihan intensif musim dingin, performa tim secara umum belum mencapai kondisi ideal. Alhasil, Real Madrid tumbang 0-1 dari Deportivo La Coruña di Stadion Riazor, memperbarui kembali Kutukan Riazor.
Dibandingkan kemenangan tipis Barcelona 1:0 atas Getafe di kandang lawan dengan gol Xavi, kekalahan Real Madrid terasa sangat tidak adil. Dari segi jumlah tembakan (18 vs 9), rasio penguasaan bola (58% vs 42%), hingga jumlah operan (487 vs 321), statistik Los Blancos secara keseluruhan lebih unggul. Namun efisiensi finishing yang jadi masalah: Villa dengan 6 tembakan gagal mengarahkan satupun ke gawang, Raul hanya 1 dari 4 tembakan tepat sasaran. Hasilnya, dari 18 percobaan, hanya 3 yang membahayakan gawang Deportivo.
Menghadapi tingkat mengenai yang memprihatinkan ini, Yang Chengzhuo tampak kesulitan memberikan penjelasan. Saat diwawancarai media, pelatih asal Tiongkok itu hanya bisa tersenyum getir: "Tim kami benar-benar terjebak dalam kutukan sihir!"
Alfredo Relaño, pemimpin redaksi AS, bahkan menyampaikan keluhan sarkastik saat menjadi komentator tamu di siaran langsung Liga Spanyol di TV Spanyol saluran 4: "Masih ada yang berani menyangkal bahwa Real Madrid sedang dirasuki kutukan?"
"Barcelona menghadapi Getafe, sepanjang pertandingan melakukan 4 kali tembakan dengan 1 tembakan tepat sasaran. Data ini hampir sama dengan Deportivo La Coruña yang memiliki 5 tembakan dan 1 tepat sasaran. Namun mereka berhasil melarikan diri dari Getafe, sedangkan Real Madrid justru mengalami kekalahan pertama pasca masa liburan musim dingin di Stadion Riazor."
Layar siaran langsung TV saat itu menyorot Yang Chengzhuo yang terus-menerus menggelengkan kepala, "Sang Kaisar yang bernasib sial, mungkin dia harus mempertimbangkan untuk merekrut seorang penyihir untuk memutar hokinya. Seluruh musim ini Real Madrid terasa seperti selalu tersendat-sendat, statusnya tidak konsisten, sulit bertahan lama. Sebenarnya kesalahan terjadi di mata rantai mana?"
"Sulit dibayangkan tim yang mampu membantai Espanyol dan Villarreal ini justru mengalami kekalahan di hadapan Deportivo La Coruña yang performanya buruk musim ini, bahkan gagal mendapatkan 1 poin pun. Real Madrid-nya Yang Cheng memberi kesan seolah selalu kurang sesuatu yang vital."
Di konferensi pers pasca pertandingan, Yang Chengzhuo menghadapi pertanyaan bertubi-tubi dari wartawan dan menyatakan semua tanggung jawab ada pada dirinya sendiri.
"Kekalahan ini memperlebar kesenjangan dengan Barcelona. Tentu saja ini kesalahanku. Menurutku masih banyak masalah yang belum kami atasi. Beberapa hal sudah berulang kali kusampaikan dan kutegaskan, tapi tetap belum bisa kami atasi."
Saat mengucapkan ini, Yang Chengzhuo terus menggelengkan kepala dengan ekspresi tak berdaya.
"Tim yang matang sepenuhnya akan mampu meminimalisir dampak masalah dengan kekuatan dan stabilitas mereka. Tapi saat ini kami belum memiliki kematangan dan stabilitas seperti itu. Namun tetap kukatakan: beri kami lebih banyak waktu karena kami masih muda."
Namun beberapa wartawan langsung menyampaikan keraguan: "Setengah tahun lalu permintaan waktu masih masuk akal saat tim baru dibentuk. Tapi setelah setengah tahun lebih, Real Madrid tetap belum menunjukkan performa stabil. Ini sulit diterima!"
“Tuan Yang Cheng, ini adalah performa terburuk dalam karir kepelatihan-Mu selama season pertama!” ada seorang wartawan mengingatkan.
Sudah melewati masa liburan musim dingin, performa Real Madrid tetap Pasang Surut, tetap tidak stabil - sesuatu yang belum pernah terjadi dalam karir kepelatihan Yang Cheng sebelumnya. Semua orang bisa melihat: kekuatan tim ini memang ada, pasti ada, kalau tidak bagaimana mungkin mengalahkan begitu banyak lawan dengan kekuatan menonjol? Tapi memang masih ada yang kurang.
Seperti dikatakan Alfredo Relaño, hanya selangkah lagi!
Yang Cheng tidak memberikan penjelasan apapun. Dia memikul seluruh tanggung jawab. Sebenarnya dia sangat paham di mana letak masalah tim saat ini, tapi tidak bisa mengatakannya!
Alasannya sederhana: saat ini masalah Real Madrid adalah terlalu banyak pemain muda!
Ini juga bisa dianggap sebagai efek samping regenerasi tim. Setelah mengirim pergi begitu banyak bintang top, kami melakukan banyak rekrutan dan promosi pemain muda. Saat ini di pasukan inti, empat pemain seperti Ramos, Arbeloa, Mascherano, dan Silva masih sangat muda. Sementara Cannavaro dan Thuram sudah agak sepuh, membuat bintang-bintang yang berada di masa jaya tim hanya tersisa Raul, Villa, Xabi Alonso, dan David Beckham.
Di kantornya pada hari kedua setelah pertandingan selesai, Yang Chengzhuo memberikan komentar singkat yang mendapat persetujuan tim pelatih, "Masalah terbesar kita sekarang adalah pemain muda belum menyadari seberapa hebat diri mereka sebenarnya. Ketika menghadapi berbagai masalah dan kesulitan, mereka gagal segera menyadari bahwa kita bisa mengatasi dan melakukan yang lebih baik."
Dengan kata lain, mudah timbul kecurigaan terhadap diri sendiri dan sikap nggak yakin!
Dan baik itu terhadap pemain rekrutan seperti Silva dan Villa, maupun lulusan akademi seperti Mata dan Arbeloa, mengenakan nomor punggung Los Blancos dan berbakti untuk Galácticos, ini merupakan kejayaan sekaligus tekanan. Itulah mengapa ketika menghadapi situasi tertentu, mereka kerap bingung menentukan pilihan, menjadi terlalu berhati-hati dan ragu-ragu.
Seperti dalam pertandingan melawan Deportivo La Coruña ini, sebenarnya performa para bibit muda sangat buruk. Ramos bahkan dibobol oleh Capdevila dari zona pertahanannya melalui dribel maut, lalu crossing akurat yang menghasilkan gol kemenangan untuk rekan setimnya.
Namun ucapan-ucapan bernas Yang Chengzhuo ini hanya bisa disimpan dalam hati, tak boleh bocor sedikit pun ke pemain. Sebab, hal itu akan membuat para pemain muda merasa sang pelatih mulai menaruh kecurigaan - yang justru akan semakin menghantam keyakinan diri mereka.
Situasi Real Madrid saat ini sangat berbeda dengan Inter Milan dan Liverpool. Di masa Inter Milan, meski Legiun Nerazzurri juga mengalami reorganisasi, para pemain yang direkrut sudah merupakan figur kompeten sejak lama, dengan sedikit pendatang baru muda. Jadi yang kurang hanyalah keharmonisan tak terucap dan proses integrasi. Sedangkan di Liverpool, setidaknya pilar seperti Gerrard, Hyypiä, Carragher, Riise, Murphy, Hamann bisa diandalkan oleh Yang Chengzhuo.
Kini Real Madrid benar-benar dibubarkan total. Kecuali Xabi Alonso dan Casillas, seluruh anggota tim lainnya dibubarkan untuk direorganisasi. Hal ini membuat beberapa pemain baru yang bergabung dan bakat muda terlihat baik-baik saja dalam kondisi normal, tapi begitu menghadapi situasi tertentu, mereka akan mengekspos masalah.
Menghadapi situasi seperti ini, pelatih kepala pun tidak bisa berbuat apa-apa. Biasanya hanya memberikan kesabaran dan menunggu!
Atau ketika situasi memburuk hingga tingkat tertentu, membuat semua pemain akhirnya bisa melepaskan beban sepenuhnya!
Misalnya ketika sudah tidak ada harapan juara lagi, para pemain pun sepenuhnya melepas tangan dan kaki, tanpa tekanan psikologis maupun beban, justru lebih mudah menunjukkan performa yang lebih baik.
Sebenarnya banyak perubahan drastis dan serangan balik habis-habisan terjadi dalam situasi seperti ini. Saat itu, meski taktik pelatih kepala berfungsi, pengaruhnya terbatas. Faktor penentunya tetap aura para pemain - mental "lagi pula kondisi sudah seburuk ini, apapun yang kulakukan takkan lebih buruk dari sekarang, mending bertarung habis-habisan".
Tanpa semangat Pertahanan di Sungai Mati ini, mustahil menyelesaikan perubahan drastis.
Banyak yang bilang Inter Milan adalah tim terkuat pimpinan Yang Chengzhuo. Tapi menurut Yang sendiri, Liverpool-lah yang lebih unggul!
Sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata perasaan itu. Setelah mengalami keajaiban Istanbul, semua orang sangat mempercayai diri mereka sendiri dan rekan satu tim. Bahkan dalam situasi yang sangat buruk sekalipun, mereka tetap yakin bisa mengalahkan lawan. Keyakinan itu telah berubah menjadi suatu prinsip hidup yang tertanam di otak mereka.
Oleh karena itu, di season kedua pasca Istanbul, Liverpool mengalami letusan kreativitas total. Meski berganti pelatih kepala musim ini, The Reds tetap menunjukkan kemampuan bertarung yang tak terbayangkan. Semua ini berasal dari keyakinan tersebut.
"Jika aku bisa membalikkan keadaan saat tertinggal 3 gol dari Juventus, apa lagi yang tidak bisa kulakukan?"
Seringkali, keyakinan seperti ini jauh lebih bernilai dan membantu dibanding taktik teknik mana pun. Karena para pemain tidak akan meragukan diri sendiri maupun rekan setim dalam kondisi apapun.
