“Herrera menguasai bola... Kevin Boateng segera menekan... Herrera ingin mengoper, terjadi kesalahan! Essien berhasil merebut bola di depan Özil, perebutan yang sangat apik! Ghana melancarkan serangan balik!”
“Essien menunjukkan kecepatan dribbling yang luar biasa, dengan cepat memasuki area pertahanan Jerman. Pertahanan sepenuhnya Tim Jerman sedang mundur cepat, tapi sayap kiri merupakan celah! Lahm jelas terlambat, Essien mengoper ke sisi kiri!”
“Gyan menguasai bola, mengelabui... Cantik! Berhasil menipu Friedrich, memotong ke dalam hingga depan wilayah terlarang, langsung melepas tendangan...”
“Aduh! Tembakan Gyan terlalu ceroboh! Seharusnya dia lebih sabar. Tendangan terburu-buru ini sudutnya terlalu mudah, ditangkap rapi oleh Neuer, sama sekali tidak membahayakan!”
“Neuer dengan cepat mengoper bola ke Jérôme Boateng, adik Kevin Boateng. Yang terakhir membawa bola maju, tim Jerman melancarkan serangan balik… Umpan jauh kilat memindahkan bola ke sayap kiri, diberikan ke Lahm!”
“Lahm mengontrol bola dengan dada, terus menggiring menyusur sisi kiri, memasuki wilayah Ghana, diserahkan ke Özil!”
“Özil mengumpan ke depan wilayah terlarang, cantik! Thomas Müller mengontrol bola lalu berbalik, langsung melepaskan tembakan keras dari depan kotak penalti, gol!!!!!!”
Seiring rintihan tertekan komentator, terlihat seluruh fans bangkit dari kursi mereka dengan kejutan.
Kamera siaran langsung TV segera beralih ke Yang Chengzhuo di tribun. Terlihat dia yang bersemangat melesat dari baris pertama, mengacungkan tangan dan berseru, meluapkan kegembiraan pascagol.
"Tak lama kemudian, kamera menyorot Kanselir Jerman Angela Merkel. Terlihat sang kanselir perempuan ini memeluk erat Franz Beckenbauer dan Charlize Theron di sampingnya dengan penuh semangat, tampak sangat bergembira. Kemudian dia berbicara dengan bersemangat kepada Sepp Blatter dan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma tentang sesuatu."
"Menit ke-53, baru 8 menit babak kedua dimulai, Tim Jerman sudah lebih dulu menaklukkan gawang Ghana, skor 1:0!"
"Siaran Langsung TV terus memutar ulang adegan slow-motion gol tadi. Mulai dari umpan lambung melintasi sayap kanan Boateng, hingga pergerakan maju Lahm membawa bola, sebenarnya seluruh proses serangan ini tidak terlalu cepat, bahkan bisa dikatakan agak gagal memanfaatkan peluang mudah."
Tapi ketika Lahm memasuki wilayah Ghana, Özil dengan cerdik datang membantu, mengalihkan perhatian pemain seperti Essien dan Annan, memberi Thomas Müller kesempatan memotong ke dalam. Maka begitu Özil menguasai bola, hampir tanpa pertimbangan langsung mengirim bola ke depan area penalti. Dan benar saja, Thomas Müller menyusup masuk ke ruang kosong yang diciptakan Özil.
"Koordinasi tim Jerman sangat cantik, kesadaran pergerakan mereka luar biasa. Baik Özil maupun Thomas Müller, terutama yang terakhir, saat berbalik setelah menguasai bola sangat tenang dan tegas. Tendangannya sangat menentukan, jelas penguasaan bolanya bagus, dan sangat yakin dengan tembakan ini!"
"1:0, Tim Jerman unggul di menit ke-53!" teriak komentator dengan penuh semangat dan kegembiraan.
Yang Chengzhuo merasa sangat lega setelah timnya mencetak gol. Keunggulan tim Jerman memang cukup mencolok, hanya saja belum terlihat di babak pertama. Di babak kedua, Lahm semakin agresif dalam menerobos, sementara interaksi antara Thomas Müller dan Mesut Özil semakin solid.
"Suruh mereka jangan terbuai oleh gol! Segera fokus kembali!"
"Jangan lengah! Ingat, kita baru unggul 1 gol. Ini masih sangat rentan!"
Berturut-turut Yang Chengzhuo memberikan instruksi: memastikan pemain tidak menjadi malas setelah gol, memerintahkan untuk terus memberi tekanan pada Timnas Ghana, melarang mundur bertahan, mempertahankan serangan, dan berusaha mencetak gol tambahan untuk mengamankan kemenangan.
Namun baru 5 menit setelah gol Jerman, serangan balik Ghana kembali menerjang wilayah pertahanan Jerman. Friedrich berhasil mencegah bola masuk ke kotak penalti, tapi alih-alih segera membersihkan bola, bek tengah itu justru mengamati situasi - entah akan menggiring sendiri atau menunggu rekan datang menerima operan.
Tapi tepat di saat itu, Essien langsung maju menghadapi Friedrich, mengganggunya dengan dorongan terselubung yang cukup halus. Friedrich gagal mengontrol bola, langsung disapu Essien yang kemudian menerobos ke wilayah terlarang. Setelah melihat Neuer keluar, kerbau Ghana ini mengoper melintang ke titik belakang dimana Ayew yang menerobos dari belakang menyelesaikan dengan sempurna, 1:1!
Friedrich segera protes ke wasit, menyatakan Essien melakukan dorongan. Namun karena kontak fisik antar keduanya tersembunyi, wasit memutuskan gol sah.
Di tribun, Yang Chengzhuo terlihat pasrah sambil membentangkan kedua tangan, "Haruskah aku tertawa atau menangis?"
Jelas ini sudah di luar tanggung jawab pelatih, melainkan kesalahan individu pemain di lapangan yang menyebabkan gol tersebut.
Benitez juga terlihat pasrah. Pertandingan sepakbola memang seperti ini. Para pemain di lapangan harus menerima tekanan yang sulit dibayangkan oleh orang luar. Tekanan ini bisa menyebabkan mereka melakukan tindakan yang tampak misterius, namun sebenarnya sepenuhnya logis.
Seperti kesalahan Friedrich barusan. Apa yang ada di pikirannya saat itu, tak ada yang tahu. Tapi jelas itu sebuah kesalahan karena dia tidak langsung membebaskan bola. Mungkin saat itu dia ingin mengendalikan bola, namun mengabaikan fakta bahwa tim Ghana sedang menyerang dan Essien berada sangat dekat. Dalam situasi seperti ini, mempertahankan bola di kaki sangat berbahaya, terutama bagi seorang bek tengah.
"Sekarang bagaimana?" tanya Benitez.
Di bangku pelatih depan stadion, Paulus Bayer dan Flick juga menatap ke arahnya. Jelas mereka menunggu keputusan Yang Chengzhuo.
"Lawan mereka habis-habisan!" teriak Yang Cheng langsung.
Dengan cepat, tim Jerman masing-masing menggantikan Gomez yang tampil kurang maksimal dengan Podolski, kemudian pada menit ke-70 menggunakan Toni Kroos untuk menggantikan Friedrich - menunjukkan protes atas kesalahan yang dilakukan Friedrich. Mereka menarik Khedira mundur ke area pertahanan, dengan Toni Kroos dan Schweinsteiger membentuk kombinasi di lini tengah.
Setelah melakukan pergantian pemain, tim Jerman kembali meningkatkan tekanan serangan dengan melancarkan serangan dahsyat ke alur permainan Ghana. Namun Ghana sama sekali tidak terburu-buru, karena hasil imbang sudah cukup untuk memastikan kelulusan mereka. Mereka semakin sabar menerapkan strategi pertahanan-balik, bahkan kemudian menggantikan seorang penyerang dengan Montari untuk semakin memperkuat pertahanan.
Di sisi lain, Yang Chengzhuo menerima kabar dari pertandingan paralel: Australia sementara memimpin Serbia 2-0. Ini membuatnya menghela nafas lega, karena selama skor ini dipertahankan sementara, tim Jerman akan lolos dari babak grup.
Jika akhirnya Jerman bermain imbang melawan Ghana, dan Australia mengalahkan Serbia, maka baik Jerman maupun Australia sama-sama mengumpulkan 4 poin. Namun Jerman memiliki keunggulan selisih gol, sehingga dalam situasi nilai poin kedua tim yang identik, Tim Jerman bisa mengungguli Australia dan lolos ke babak penyisihan. Meskipun kualifikasi seperti ini terlihat agak memalukan.
Kenyataannya, meskipun Serbia berhasil membalas satu gol di menit-menit akhir, mereka tetap gagal membalikkan keadaan melawan Australia. Sementara Jerman, meski terus menekan habis-habisan hingga akhir pertandingan, tetap tidak berhasil mencetak gol tambahan melawan Ghana. Pertandingan berakhir imbang 1-1.
Dengan demikian, tim yang lolos dari Grup D sudah jelas. Ghana lolos sebagai juara grup, sementara Jerman lolos sebagai runner-up grup. Menurut sistem undian sebelumnya, juara Grup D akan bertemu runner-up Grup C, sedangkan runner-up Grup D akan menghadapi juara Grup C. Maka lawan berikutnya Jerman adalah Timnas Amerika yang berhasil mengungguli Inggris dan meraih posisi juara grup.
Waktu adalah malam tanggal 26 Juni, pertandingan diselenggarakan di Rustenburg yang berjarak sekitar 120 li dari Johannesburg.
Tim Amerika dalam babak grup selama tiga pertandingan berturut-turut memperagakan pembalikan situasi. Kekuatan mereka mungkin bukan yang terkuat, namun semangat juang dan ketangguhan mutlak tak boleh diremehkan. Ini akan menjadi musuh kuat bagi tim Jerman.
……
……
"Tidak bisa menonton babak penyisihan!"
Di luar Stadion Sepakbola Kota Johannesburg, tiga anggota senior berambut uban duduk di hamparan rumput area penghijauan luar stadion. Sekeliling mereka membanjiri penggemar seperti air laut yang meluap dari stadion, sementara di samping mereka tumbuh pohon-pohon muda kecil yang tak dikenal namanya.
Afrika Selatan dalam menyiapkan Piala Dunia, stadionnya baru, jalan-jalannya baru, hampir semuanya serba baru.
Tapi ada hal yang bisa dibangun dengan uang dalam waktu singkat, ada juga yang tidak. Misalnya pohon-pohon kerdil setinggi kurang dari dua meter ini, seolah takut tertiup angin hingga tumbang, di sekelilingnya masih ditancapkan tongkat kayu sebagai penyangga. Tapi tetap saja tak bisa menghalangi para fans yang lewat, asal memetik beberapa helai daun.
"Tak bisa nonton ya sudah, paling-paling tiket pertandingannya dijual lagi!" Seorang pria tua berhidung merah menghela napas, "Apa menurutmu tidak begitu, Shu Ze?" Shu Ze yang dia sebut adalah pria tua yang berdiri di sebelah kanannya, usianya 2 tahun lebih muda tapi rambutnya juga sudah beruban.
Shu Ze mengangguk, "Tak disangka, meski Sang Kaisar sudah datang, kita tetap gagal lolos sebagai juara grup. Pertandingan ini benar-benar membuat frustasi sampai ke ubun-ubun. Aku sama sekali tak paham, para pemain ini sedang main apa!"
"Menurutku ini bukan salah Sang Kaisar. Dia baru memimpin tim beberapa hari. Dan aku merasa timnas sekarang semakin terasa asing, semuanya terlalu lembek. Lihatlah generasi pemain hebat kita dulu. Saat Ballack tidak datang, kita seperti kehilangan sosok pemain berkharisma. Mereka kekurangan keanggunan legendaris dan rasa percaya diri!" Lafite di samping menggelengkan kepala sambil menghela napas.
"Benar! Tanpa kharisma dan kepercayaan diri, meski teknik dan koordinasi permukaan tanah meningkat, kemampuan bertarung dan kohesivitas tim malah menurun. Tidak akan bertahan lama. Lebih baik segera bersiap pulang!" komentar Bole dengan nada protes terhadap realitas timnas saat ini.
"Ekonomi membaik, taraf hidup meningkat. Mereka bukan lagi anak-anak dari keluarga miskin yang kelaparan. Semuanya telah menjadi bunga di rumah kaca yang dimanja. Dari mana bisa muncul kharisma?" Lafite menyeringai dingin.
"Estimasi ulang sekarang Kaisar pasti sangat kecewa. Mungkin dia tidak akan mengambil alih timnas Jerman lagi. Bisa jadi setelah Piala Dunia usai, dia langsung balik ke Madrid dan enggan kembali ke Jerman. Siapa yang mau main bersama sekumpulan buah zakar lembek? Kalau aku pun kesempatan, pasti akan kuhujat habis-habisan para brengsek ini!"
Ketiga orang tua itu serempak mengutuk pemain timnas Jerman. Yang paling bernasib sial adalah Friedrich yang melakukan kesalahan fatal di pertandingan ini.
"Belum tentu juga. Kaisar bukan tipe orang yang mudah menyerah!" Setelah mereka selesai mengumpat, seorang pria paruh baya di sebelah menyela, "Lagipula dia punya ikatan emosional yang sangat dalam dengan sepakbola Jerman. Mungkin dia ingin mengubah realitas saat ini?"
Ketiga orang tua itu terkejut ada yang mengajak ngobrol dari belakang. Saat menoleh, mereka melihat seorang pria paruh baya asal Jerman sedang mengamati mereka dengan tatapan penuh minat, seolah sangat tertarik pada trio kakek berambut putih ini.
“Mungkin, tapi aku tidak yakin dia benar-benar bisa menciptakan keajaiban!” Bolle si Hidung Merah jelas yang paling tegas dalam posisinya di antara tiga orang ini.
“Tentu, di dunia ini tidak ada keajaiban. Yang disebut keajaiban sebenarnya adalah ketika seseorang melakukan hal yang bahkan dirinya sendiri tak percaya bisa dilakukan!” tambah si orang paruh baya sambil tersenyum, “Itu yang dikatakan Yang Chengzhuo!”
Tiga orang tua itu memandangi dengan tercengang anak muda ini, seolah bertanya: Kau kenal dekat dengannya?
“Ngomong-ngomong, tiket pertandingan apa yang kalian bicarakan tadi?” tanya si paruh baya sambil tersenyum.
“Tiket pertandingan babak 16 besar juara Grup D!” Schütz menghela nafas, “Awalnya kami buru-buru dari Hamburg ke Afrika Selatan, tapi ternyata kami gagal beli tiket. Akhirnya kami membeli dengan harga mahal dari tiga orang Inggris itu. Mereka pikir Inggris akan jadi juara Grup C, jadi tak perlu nonton pertandingan juara Grup D. Kami juga yakin Jerman akan juara Grup D, jadi…”
"Haha, Lafite, memang mereka itu Sang Dermawan, tapi sekarang Kamu juga jadi Sang Dermawan! Tim Jerman dapat peringkat pertama grup? Kamu harus nonton pertandingan Ghana vs tim sialan Inggris!" kata Pöll yang terlihat sangat bersemangat.
Si paruh baya itu langsung diam. Di matanya, ketiga fans senior ini mungkin sudah berusia lanjut. Rambut putih di stadion Piala Dunia sangat jarang terlihat. Mereka bahkan datang jauh-jauh dari Hamburg, jelas untuk mendukung tim Jerman. Ini membuktikan emosi mereka terhadap tim. Tapi tak disangka...
"Sejak tahun 70-an aku selalu menonton Piala Dunia langsung di TKP. Hampir tidak pernah melewatkan satu pun pertandingan tim Jerman. Tapi kali ini..." Suara Lafite terdengar lesu, karena dia sangat mungkin melewatkan pertandingan tim Jerman.
"Mungkin kalian bisa bertukar tiket dengan fans Inggris lewat jaringan internet lagi. Estimasi ulang mereka pasti senang bertukar tiket!" usul si paruh baya sambil tersenyum.
“Benar, Schütze!” Begitu mendengar kata-kata Böeller, ia menepuk paha dengan keras, “Segera kembali ke hotel untuk online dan tukar tiket dengan para Inggris sialan itu! Pasti sekarang mereka juga sedang sial mencari orang untuk menukar tiket, haha, mungkin kita bisa minta mereka bayar ongkos ke Rustenburg!”
Kedua rekannya mengangguk tak henti-hentinya, langsung bersemangat ingin kembali ke hotel.
“Tiga sekalian!” Pria paruh baya itu memandang mereka yang hendak pergi, berpikir sejenak lalu mengejar dan menghalangi mereka. Dari sakunya ia mengeluarkan pulpen dan kertas, menulis cepat sebuah nomor telepon, “Jika tidak bisa menukar tiket, telepon saya. Saya akan carikan beberapa tiket!”
Tiga orang tua itu tertegun seperti patung memandangi pria paruh baya di hadapannya. Sebenarnya siapa orang ini?
“Oh ya, nama saya Tim Hank. Panggil saja Tim. Saya juga orang Jerman!” Pria itu tersenyum lalu berbalik pergi, meninggalkan tiga orang tua yang tak percaya dengan apa yang terjadi.
“Tim... Hank?” Lafite merasa familiar, tapi otak orang tua bekerja lambat, saat itu belum menyadari.
“Mungkin dari asosiasi sepakbola!” ujar Boller.
……
……
“Bagaimanapun juga, akhirnya tim kita lolos dari grup!”
Di dalam hotel setelah pertandingan selesai, Beckenbauer menghela nafas dengan perasaan bercampur aduk. Seandainya gagal lolos grup, entah seperti apa keributan besar yang akan terjadi saat kembali ke dalam negeri.
Niersbach juga menarik nafas dalam-dalam, “Menurutmu, seberapa jauh dia bisa memimpin tim ini?”
“Siapa yang tahu?” Beckenbauer tersenyum, “Tapi jangan berharap terlalu tinggi. Baik Spanyol, Belanda, maupun Brasil, semuanya lebih matang dan kuat daripada kita. Jadi sekarang kita harus lebih santai, jangan memberi tekanan pada tim maupun dirinya!”
Dia terlalu memahami karakter Yang Chengzhuo ini. Kalau dulu tidak yakin, pasti tidak akan mau menerima tugas ini. Begitu dia setuju, tanpa perlu disuruh siapapun, dia akan mengerahkan sepenuh tenaga untuk hasil terbaik. Jadi dalam situasi seperti ini, tidak perlu banyak bicara - cukup berikan kepercayaan dan dukungan saja.
"Kapan pun itu, kita harus tetap yakin padanya!" ujar Beckenbauer.
Niersbach mengangguk. Kemampuan Yang Chengzhuo sudah tidak perlu diuji atau diragukan lagi. Saat ini tak ada yang layak meragukannya, karena dialah pelatih kepala terkuat di dunia sepakbola saat ini - tak terbantahkan.
Persis saat mereka berbincang, terdengar suara ketukan pintu. Tak lama kemudian Yang Chengzhuo membuka pintu dan masuk.
"Wolfgang, ada sesuatu yang perlu kumintakan bantuan!" seru Yang Chengzhuo yang masih belekan debu sehabis perjalanan.
Niersbach membeku, "Apa itu?"
Setelah Yang Chengzhuo memberikan penjelasan singkat, Niersbach langsung mengangguk, "Bagus! Akan kusuruh orang urus segera!" Setelah berkata demikian, dia segera pergi.
"Sepertinya kau tidak kehilangan semangat juang dan keyakinan!" Beckenbauer mengawasi ketat Yang Chengzhuo sambil tersenyum.
Yang Cheng tersenyum tipis, "Bahkan sebelum pertempuran mencapai detik terakhir, atau bahkan jika kita langsung kalah dalam pertandingan ini, aku tidak akan kehilangan keyakinan. Karena aku sangat paham, percaya diri belum tentu menang, tapi tanpa percaya diri pasti kalah!"
Beckenbauer terus-menerus mengangguk, senyumnya penuh pujian. Inilah yang paling ia kagumi dari Yang Cheng. Sejak pertemuan pertama mereka di masa lalu, kepercayaan diri Yang Cheng telah meninggalkan kesan mendalam. Ia tak pernah meragukan keyakinan dan kemampuan Yang Cheng.
"Soal ini... maaf!" Setelah tak ada orang lain, Beckenbauer ragu sejenak tapi akhirnya memutuskan untuk meminta maaf.
Yang Cheng tersenyum santai sambil menepuk bahu Beckenbauer, "Kita sudah kakak seperjuangan, tak perlu mengucapkan kata-kata seperti ini."
“Dia tahu maksud Beckenbauer, tak lain adalah karena telah menarik Yang Chengzhuo masuk lebih awal. Sebenarnya Yang tidak menganggap ini masalah besar, ini urusan suka sama suka. Kalau benar-benar tidak mau, tak ada yang bisa memaksanya. Hanya bisa dikatakan ini pilihan sendiri.”
Beckenbauer tentu memahami sifat asli Yang Chengzhuo, karenanya dia sangat menghormati persekutuan di antara mereka berdua.
“Ngomong-ngomong, Nyonya Merkel akan terus bertahan di Afrika Selatan. Katanya kali ini ingin menyaksikan setiap pertandingan tim Jerman. Dia juga mengajak istri Charles-mu dan anakmu untuk menemani.” Beckenbauer berkata sambil tersenyum.
Yang Chengzhuo tersenyum mendengar. Masalah ini sudah dia ketahui dari Charlize Theron setelah pertandingan berakhir. Ini hal bagus, karenanya dia pun tak berkomentar.
Kini seluruh fokusnya telah menerjang ke dalam pertandingan. Dia harus menyesuaikan kondisi tim dan menyelesaikan masalah dalam waktu singkat! Kalau tidak, Jerman akan terhenti di babak penyisihan putaran pertama!
Entah tidak dilakukan, kalau sudah dikerjakan harus yang terbaik, selalu berjuang jadi nomor satu—ini prinsip sepak bola Yang Chengzhuo!
