Dalam sejarah Bundesliga, Yang Chengzhuo memimpin 1. FC Kaiserslautern merebut dua Piala Winners, meraih gelar juara liga sebagai tim promosi. Kisah heroik ini meski telah berlalu bertahun-tahun, tetap dikenang fans dan jadi buah bibir para profesional, yang terus merasakan aftertaste dua tahun terakhir abad ke-20.
Tapi pasca Kaiserslautern, tak ada tim kejutan yang muncul hingga musim panas 2008. Sebuah tim promosi misterius dengan kekuatan kasar bertahan mati-matian membuka jalan berdarah di hutan baja Bundesliga. Jutaan fans menitipkan harapan besar agar mereka bisa menjadi Kaiserslautern kedua.
Sayangnya akhirnya tim ini gagal menciptakan keajaiban. Tapi mereka sukses membuat seluruh penggemar sepakbola di alam semesta mengingat namanya: Hoffenheim!
Tim kecil dari daerah terpencil ini tiba-tiba langsung menjadi primadona yang paling panas di kalangan fans sepakbola seluruh dunia. Semua orang kaget menemukan bahwa stadion mereka ternyata begitu kecil, populasi desa tempat mereka bermarkas ternyata sangat sedikit. Hal-hal ini semakin membuat perjalanan Hoffenheim dipenuhi aura mistis. Banyak fans memberinya julukan: Desa Hoffenheim!
Kini Hoffenheim telah menstabilkan diri di Bundesliga. Meski tidak memiliki kekuatan untuk menjadi juara liga, degradasi tidak masalah besar. Mereka telah pindah dari Hoffenheim yang hanya berpenduduk 3.000 lebih ke Sinsheim di sekitarnya, tapi ini tetap sebuah kota kecil. Namun bos besar di balik layar Hoffenheim, Dietmar Hopp yang ambisius ingin membentuk Hoffenheim menjadi Inter Milan-nya Bundesliga, justru membangun stadion sepakbola teknis berkapasitas 30.000 fans untuk tim yang begitu dalam dicintainya ini.
Pertandingan persahabatan Timnas Jerman vs Uruguay diselenggarakan di Rhein-Neckar Arena yang berjarak 100 km dari Kaiserslautern. Tim Yang Chengzhuo berhasil mengalahkan Uruguay 2-0 di kandang sendiri yang penuh nuansa keajaiban ini, meraih kemenangan dalam laga pemanasan tersebut.
Dalam pertandingan ini, konfigurasi lini tengah-depan Yang Chengzhuo tidak berubah. Schweinsteiger dan Sven Bender tetap membentuk duo gelandang bertahan. Thomas Müller, Özil, dan Deisler menyusun barisan gelandang serang, dengan Klose sebagai striker tunggal. Ini merupakan kombinasi serangan paling dipercaya Yang Chengzhuo.
Di lini pertahanan, Neuer menjadi kiper. Lahm tetap di sayap kiri. Karena Mertesacker cedera, Yang Chengzhuo memilih kombinasi bek tengah Badstuber dan Hummels. Kehl ditahan di bangku cadangan, sementara bek kanan diisi oleh Jérôme Boateng.
Mesut Özil yang telah mengumumkan transfer resmi ke Bayern München menunjukkan performa gemilang dalam pertandingan ini. Dua umpan silangnya berhasil membantu Thomas Müller dan Miroslav Klose mencetak gol, sekaligus mengantarkan Tim Jerman meraih kemenangan atas lawan.
Yang lebih menggembirakan pelatih Yang Chengzhuo adalah performa lini belakang. Meski sempat melakukan kesalahan, duo Badstuber-Hummels menunjukkan kemajuan signifikan. Ditambah kehadiran Jérôme Boateng, pertahanan Jerman tampil solid. Namun hal ini juga dipengaruhi kondisi fisik Forlán dan Suárez yang tampak kelelahan sehingga performa mereka biasa saja.
Sejujurnya, pertandingan persahabatan seperti ini minim nilai taktis. Paling-paling hanya untuk menyetel kondisi tim menghadapi Kualifikasi Piala Eropa mendatang. Tim Jerman akan bertandang ke Wina, Austria dalam laga tandang yang akan menentukan apakah mereka bisa lolos sebagai juara grup dengan poin sempurna.
Saat ini tim Jerman di Grup A terus meraih kemenangan beruntun, rekam gemilang yang juga menarik perhatian jutaan fans dan lawan. Namun di saat bersamaan, beberapa masalah dalam skuad juga dilaporkan media, mengingat semua pihak lebih memilih sensasi dan bahan berita yang dihype.
Di tengah tim nasional Jerman saat ini, topik paling panas tak lain adalah Ballack.
"Ballack tetap berada dalam rencana saya! Meski tidak bermain, perannya sangat vital bagi tim ini!"
"Sebagai pelatih kepala tim Jerman, saya tidak wajib memberi penjelasan tentang prinsip seleksi pemain kepada siapapun! Tak ada yang berhak menuduh atau meragukan pilihan saya! Jika kalian punya keberatan atau protes, silakan pergi dan serang saya habis-habisan di koran kalian—tapi di sini saya tidak menyambut kalian!"
"Jika ingin tetap meliput di sini, terimalah keputusan saya! Karena di tempat ini, siapa pun tidak berkuasa—hanya saya yang berhak memutuskan!"
Ini adalah pernyataan Yang Chengzhuo dalam konferensi pers sebelum pertandingan melawan Uruguay yang menyerang keras media-media yang mengkritik Timnas Jerman. Mereka fokus memberitakan kasus Ballack yang kembali masuk daftar skuat timnas, menyiratkan kecurigaan bahwa Yang melakukan seleksi pemain berdasarkan favoritisme.
Hal ini jelas telah mempengaruhi atmosfer internal Timnas Jerman. Sejak era Löw yang mengelola tim, kontradiksi antara pemain senior seperti Ballack, Kehl, dan Frings dengan generasi muda sudah sangat nyata. Kini isu ini diangkat kembali, tentu menjadi bahan berita panas.
……
……
Sinsheim bukan kota besar. Tim meminjam lapangan latihan Hoffenheim yang juga kecil, membuat pencarian seseorang menjadi mudah dilakukan.
Saat Yang Chengzhuo menemui Ballack, kapten timnas Jerman itu sedang duduk di atas rumput sebuah tanjakan kecil. Dari kejauhan terlihat punggungnya sedikit membungkuk, seolah sedang memikul beban berat yang memaksanya menundukkan pinggang.
Di usia 34 tahun yang hampir menginjak 35, pemandangan Ballack ini mengingatkan Yang Chengzhuo pada masa mereka bersama di Chemnitzer FC. Dulu sosok Ballack begitu bersemangat, mengendarai Volkswagen tua yang berisik keliling kota, dengan teriakan penuh gairah yang menggema di mana-mana.
Kini Ballack lebih mirip pria tua yang memasuki nuansa senja. Kerutan halus di dahinya, kumis kasar yang tak terurus, telah menggantikan kemudaan dan sikap semaunya dulu. Kedewasaan dan ketenangan yang kini melekat justru menyiratkan kegagalan meraih ambisi - nasib malang seorang talenta yang terlahir di era yang salah.
"Anda seharusnya tidak memanggilku ke timnas, Bos!" Ballack mengusap rongga mata memerahnya sambil menoleh ke belakang, berusaha menyembunyikan wajahnya dari Yang Cheng yang sedang mendekat. Namun adegan ini justru membuat hati pelatih itu terasa perasaan asam.
Dia menyaksikan Ballack tumbuh besar. Pemain ini adalah binaan langsung tangannya sendiri. Dibanding siapa pun, dia lebih memahami kekuatan Ballack, lebih mengerti karakter pemain itu. Sang gelandang memperlakukannya layaknya kakak kandung, selalu bernegosiasi dengan Yang Cheng dalam segala hal, dan menjadikannya prioritas utama saat ada kabar baik. Sikap hormatnya kepada Yang Cheng benar-benar tak tertandingi.
Karenanya, menyaksikan keadaan seperti ini, di hati Yang Cheng juga tidak nyaman.
"Kenapa? Coba ceritakan!" Ekspresi Yang Cheng tetap dingin. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia duduk di sampingnya.
Ballack terus mempertahankan posisi wajah yang tak terlihat oleh Yang Cheng, jelas-jelas ingin menyembunyikan kondisi emosionalnya. "Usiaku sudah 34 tahun, sering cedera, sulit mempertahankan status kebugaran. Di timnas, aku tidak akan mendapat tempat di tim utama. Mereka semua benar - seharusnya Anda tidak membawaku ke sini. Aku..."
Mengatupkan gigi, menarik napas dalam-dalam, "Aku tidak ingin seperti ini, aku tidak mau menerima penghinaan seperti ini, apalagi sampai membuatmu kesulitan dan diragukan karena ini. Kamu adalah bos yang paling kuhormati, aku…"
Beberapa kali berturut-turut, ucapan Ballack terputus-putus.
Hubungan mereka yang sudah belasan tahun tidak perlu dijelaskan lagi, hanya saja Ballack tidak ingin menyulitkan Yang Chengzhuo karena dirinya sendiri.
"Kau pikir aku membawamu ke timnas karena ingin melihatmu berkeliaran begini?" tiba-tiba Yang Chengzhuo tersenyum, "Kalau iya, Michael, berarti kau sedang mempermalukanku sekaligus dirimu sendiri!"
Ballack tetap tidak menoleh, kepalanya terus menoleh ke samping.
"Tahu tidak kesan apa yang kudapat dari timnasnya Löw?" Mata Yang Chengzhuo menerawang ke kejauhan sambil bertanya.
Ballack masih diam dengan kepala tertoleh.
“Biasa-biasa saja, tanpa karakter, kurang semangat tajam dan jiwa kompetitif, kehilangan ketangguhan dan semangat juang tim kuat. Bahkan sulit kubayangkan, ini adalah tim Jerman yang dilahirkan dari generasi Beckenbauer, Matthäus, Sammer, Kahn, dan dirimu sendiri! Karena dari segi sifat asli, mereka jelas-jelas tim yang lemah dan tak berdaya!”
“Setelah sekian tahun berkarier sepakbola, harusnya kamu lebih paham dariku: Bagaimana mungkin tim seperti ini bisa mengalahkannya di lapangan? Bagaimana mungkin bertahan dengan tekanan di momen genting?”
Yang Chengzhuo berdiri, menggelengkan kepala sambil tersenyum dingin. “Taktik manajemen tercanggih? Apa yang disebut 'taktik tercanggih' itu justru mengubah tim yang semula penuh semangat juang menjadi kumpulan pengecut tak berdaya?”
Selama Löw memimpin timnas Jerman, yang paling sering ia bicarakan tentang manajemen ruang ganti adalah keseimbangan. Ingin menciptakan atmosfer ruang ganti yang harmonis agar semua merasa nyaman. Tapi bukankah tim sepakbola seharusnya merupakan pasukan tempur? Apakah semua pemain timnas bergabung hanya untuk bersenang-senang dan mencari kenyamanan?
Apa hasil akhir dari manajemen keseimbangan ala Löw yang berevolusi?
Ada pemain yang menampar Ballack di lapangan, namun kasusnya dibiarkan berlalu. Wibawa kapten timnas diinjak-injak, semua orang mulai menantang otoritas kapten. Kemudian ia semakin gencar mengeluarkan anggota veteran seperti Kahn, Ballack, Florian Frings, Sebastian Kehl - satu per satu meninggalkan timnas.
Akhirnya berubah menjadi apa?
Dia bilang ingin semua anggota timnas memiliki status setara, tapi hasilnya justru ruang ganti tim Jerman yang biasanya kompak malah berubah menjadi pasir yang tercerai-berai. Semua pemain punya agenda masing-masing, tidak lagi kompak. Situasi seperti ini mungkin bertahan saat tim sedang lancar, tapi begitu menemui kesulitan, langsung anjlok!
Sekali dua kali bisa disebut kebetulan, tapi kalau setiap kali begini, bukankah ini menunjukkan ada masalah?
"Sepakbola tidak bisa sepenuhnya dijelaskan dengan pendekatan ilmiah. Hanya manusialah inti sepakbola. Untuk membentuk kemampuan bertarung dan menjadi tim elite kelas dunia, sebuah tim tidak hanya perlu kemampuan teknis dan kesadaran taktis yang hebat, tapi juga harus memiliki pemikiran yang terintegrasi dan semangat bertempur. Dibutuhkan kekuatan spiritual yang menyatukan semua pikiran menjadi simpul tali yang erat!"
Tim-top mana yang tidak memiliki jiwa sejati tim? Berapa banyak tim tanpa jiwa sejati bisa mencapai puncak kejayaan?
Gagasan Löw tidak bisa dikatakan salah, tetapi mutlak bisa disebut naif. Karena ia ingin membangun sistem manajemen seimbang tanpa inti pemimpin di mana semua pemain setara, namun kenyataannya membuktikan tim dengan manajemen seimbang seperti ini mustahil bersatu. Ini hal yang mustahil, sebab setiap manusia memiliki kepentingan pribadi!
Ini ibarat semua orang tahu: "Dengan menghormati orang tua kita dan orang tua orang lain, menyayangi anak kita dan anak orang lain", alam semesta akan harmonis. Tapi kenapa tidak terwujud? Mengapa begitu banyak persaingan kekuasaan terjadi? Mengapa hukum dibutuhkan?
Manajemen seimbang Löw memang menyenangkan pemain-pemain yang ingin nyaman dan tidak supa diatur. Namun di saat bersamaan, ia membuat tim Jerman ini kehilangan semangat juang dan Kehendak bertarung, sehingga tim kehilangan kemampuan tempur di momen genting. Lama-kelamaan, pasti akan menjadi tim kuat palsu bagai tombak berujung perak!
"Bisa dikatakan, memanggil Ballack bukan hanya membuat Ballack sendiri yang menerima tekanan, Yang Chengzhuo sendiri juga menanggung beban besar yang sama beratnya. Tapi dia tetap teguh pada keputusannya karena merasa ini suatu keharusan."
Menghela nafas panjang setelah meluapkan emosi, perasaan Yang Chengzhuo pun terasa lebih lega. Ballack yang berbalik menghadapnya sebenarnya telah memahami maksud pelatihnya, meski tak menyangka kedalaman pemikiran di baliknya.
"Setiap tim wajib memiliki kekuatan inti! Kualitas kekuatan inti ini langsung menentukan prestasi dan daya saing tim. Sepuluh jari memiliki panjang berbeda - telapak tangan yang terbuka takkan mampu memukul kuat. Hanya dengan menyatukan dan mengepal tinju, pukulan kita baru akan mematikan!"
“Jadi selama ini, aku selalu berharap kamu bisa memainkan peran lebih besar di timnas. Bukan soal tampil menonjol di lapangan, tapi mempengaruhi pemain lain lewat semangat dan gaya bermain. Mengembalikan darah bersaing dan kehendak pantang menyerah yang dulu menjadi milik tim Jerman!”
“Tanpa mengembalikan semangat ini, kita takkan pernah pantas disebut tim elite kelas dunia. Mungkin kita bisa meraih peringkat bagus, tapi gelar juara mustahil diraih. Karena sepakbola adalah perang, ciut nyali sebelum bertarung mustahil membawa kemenangan!”
Sambil tersenyum tipis, Yang Chengzhuo duduk. “Aku yakin kamu juga sudah melihat. Aku sangat mengunggulkan Schweinsteiger si anak muda itu. Sifat asli memang sulit diubah, tapi gaya bermain gigih dan semangat juang yang tidak mau mengakui kekalahan bisa terbentuk lewat paparan jaringan dan pengaruh lingkungan. Tidak ada yang terlahir dengan keanggunan legendaris, bukan?”
Dulu saat bermain untuk Chemnitzer FC, apakah Ballack sudah memiliki keanggunan legendaris seorang kapten timnas?
"Saat masih muda, apakah Kahn punya keanggunan legendaris di timnas era Matthäus?"
Banyak hal sebenarnya harus dibina perlahan. Yang Chengzhuo sekarang penuh harapan pada timnas Jerman saat ini, tapi dia sadar betul: Jika tak bisa mengkristalkan kekuatan inti yang kuat, akhirnya timnas Jerman ini akan berakhir tragis—selalu berteriak 'Kita menangkan masa depan!' usai kalah pertandingan!
"Alasan aku merekrutmu ke timnas dan tetap menjadikanmu kapten, bukan karena kepentingan pribadi. Tapi karena aku ingin kamu terus bersinar di timnas—mewariskan semangat dan Kehendak dari Beckenbauer, Matthäus, Sammer, Kahn ke generasi baru pemain."
"Teknik adalah tren! Tapi teknik yang kehilangan tradisi—itu namanya dikebiri!"
Ballack tertegun seperti patung menatap Yang Cheng. Dia memang sangat tidak senang dengan Löw, karena sejak naik ke panggung, pelatih baru itu tak henti membersihkan anggota veteran, menghantam prestise anggota lama, ingin menciptakan ruang ganti yang setara untuk semua orang, tapi sama sekali tidak berhasil.
Di bawah pengelolaan Yang Cheng, segala sesuatu tentang tim Jerman kini bergerak ke arah yang baik. Kemenangan beruntun di kualifikasi sebenarnya tidak penting, karena di babak penyisihan sama sekali tidak bertemu tim kuat. Yang benar-benar krusial adalah bagaimana memadatkan kekuatan spiritual tim Jerman ini sebelum Piala Eropa.
Yang Cheng mengatakan ingin melanjutkan warisan dari Ballack dan para seniornya. Tapi Ballack justru merasa lebih tepat menggali kekuatan spiritual ini dari Yang Cheng sendiri. Pasalnya, sosok terakhir ini memiliki status yang sangat mulia baik di timnas Jerman maupun di dunia sepakbola Jerman kontemporer. Semua orang akan dengan senang hati mengkristal di sekitarnya, bermain mati-matian untuknya.
Di hati Ballack, begitu pikirannya meluas, namun dia tidak mengucapkan apa-apa. Yang penting sudah punya perhitungan di hati.
"Maaf, Bos!" Ballack merasa harus meminta maaf.
Yang Chengzhuo tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala, "Tidak apa. Intinya kamu adalah kapten timnas. Urusan tim kamu yang berwenang. Untuk manajemen dan pengendalian ruang ganti, kita sudah punya Peraturan Ruang Ganti. Jalankan saja sesuai aturan. Jika media masih ada keluhan, aku yang tanggung! Siapa melanggar peraturan, suruh pergi sejauh mungkin dari timnas!"
Dari ucapan Yang Chengzhuo, Ballack mulai merasakan secercah kepercayaan yang membuat hatinya terasa hangat.
Selama belasan tahun dia selalu penuh hormat pada Yang Chengzhuo, sementara sang pelatih pun tak kalah menyayanginya.
Setelah semuanya dikatakan, Yang Chengzhuo pun tak lagi ragu. Ia berdiri dan menatap ke depan, "Targetku adalah Piala Dunia Brasil. Aku ingin memimpin Jerman meraih trofi Piala Dunia, jadi aku butuh bantuan banyak orang. Untuk sementara, aku tidak bisa memenuhi permintaanmu untuk pensiun dari timnas. Kuharap kau bertahan hingga Piala Eropa berakhir."
"Kenapa?" Ballack bertanya bingung.
"Karena aku ingin menghadiahkanmu sebuah gelar juara!" kata Yang Chengzhuo dengan wajah tegas.
Kalimat itu membuat rongga mata Ballack yang sudah tenang kembali memerah. Hatinya terasa asam, campur aduk tak karuan. Ucapan itu membuktikan bahwa sebenarnya Yang Chengzhuo masih memiliki kepentingan pribadi yang cukup besar.
Manusia, siapa yang tidak punya kepentingan pribadi?
"Ini hutang mereka padamu! Bertahun-tahun kau bertahan membuka jalan untuk timnas ini. Kini tim ini sudah mapan, mereka berutang piala juara padamu. Aku akan berusaha maksimal merebut kembali piala juara itu, mengakhiri karir timnasmu dengan cara yang paling sempurna dan paripurna!"
Yang Chengzhuo meletakkan tangan di bahu Ballack, matanya mengawasi ketat. Dengan ketegasan baja ia berucap: "Ini janjiku, Yang Chengzhuo, padamu!"
Usai berkata, ia berbalik hendak pergi. Tapi sebelum melangkah, melemparkan kalimat otoriter bak titah raja.
"Terima saja! Tak boleh kau tolak! Di sini, Akulah yang berkuasa. Perkataanmu tak ada artinya. Kau harus patuh padaku!"
Ballack tertegun seperti patung menyaksikan bayangan belakang Yang Chengzhuo yang menjauh. Hidungnya perih, ingin menangis, tapi air mata tak juga keluar.
"Terima kasih, Bos!" bisiknya serak penuh isak ke arah bayangan itu. Hanya angin yang mendengar.
