Bagaimana caranya mengalahkan Real Madrid?
Program yang dipimpin Melissa Theriot segera setelah diluncurkan langsung menarik perhatian besar di seluruh dunia. Cara mengalahkan Real Madrid kembali menjadi topik panas global, terutama di kalangan insan sepakbola. Banyak yang memberikan saran, tapi kemudian dibantah habis-habisan. Hampir tidak ada yang bisa memberikan penjelasan yang sistematis。
Rating episode pertama tidak tinggi, tapi topik dan diskusi yang dipicu sangat mencengangkan. Stasiun TV segera memproduksi episode kedua. Kali ini Melissa Theriot kembali langsung menggarapnya dengan cara berbeda: langsung menelepon atau mewawancarai pemain Real Madrid.
"Kalian ingin aku beri tahu cara mengalahkan Real Madrid?"
Saat menerima telepon ini, Cristiano Ronaldo pasti mengira salah dengar atau si cantik Prancis di seberang itu salah bertanya. Bukankah ini pacarnya Bos? Kok membelot?
"Benar, Cristiano. Kami ingin dengar pendapatmu!" Senyum Melissa yang cantik itu benar-benar memesona.
"Hmm... Menurutku, mustahil ada yang bisa mengalahkan Real Madrid!" Pemain Portugal ini berpikir lama, akhirnya malah memberi kesimpulan seperti ini. Sungguh membuat bingung antara ingin tertawa dan menangis, tapi sangat sesuai sifat aslinya.
Melissa tertawa terbahak-bahak, namun tetap keras kepala, "Seharusnya tidak ada hal yang mustahil di dunia ini. Apakah Kamu pikir Real Madrid tak terkalahkan? Atau jangan-jangan Kamu takut membongkar kekurangan dan celah tim ini sehingga Yang Chengzhuo akan menghukummu?"
"Hm... Hukuman sih tidak aku khawatirkan, tapi sungguh aku tidak bisa menemukan kekurangan apa pun di Real Madrid kami!"
Melihat tidak mendapat hasil, Melissa pun berterima kasih kepada Cristiano Ronaldo lalu menutup telepon. Ia kemudian menghubungi inti pengatur permainan tim, Xabi Alonso, yang tampaknya sudah kembali ke Madrid.
"Ingin mengalahkan Real Madrid kami?" Xabi Alonso jelas-jelas terkejut, namun setelah konfirmasi, anggota ini malah mengira ini lelucon dan ikut bercanda, "Baiklah, cara terbaik untuk mengalahkan Real Madrid adalah jangan targetkan aku. Aku bukan inti pengatur permainan Madrid, melainkan pencetak gol terbanyak mereka! Lihatlah statistik golku musim ini, kawan!"
Apa iya anggota ini mencetak gol? Di musim ini?!
Melissa memalingkan wajah ke layar "kaca", dan mendapatkan hasil: Ya, dia memang mencetak 3 gol!
Pencetak gol terbanyak Real Madrid baru mencetak 3 gol? Adakah lelucon sinis yang lebih dingin dari ini?
Setelah itu Melissa mewawancarai beberapa pemain dan pejabat Real Madrid via telepon, di mana jawaban David Silva yang paling absurd.
"Cara terbaik untuk mengalahkan kami sebenarnya sederhana: Jangan main melawan kami lagi! Khususnya di depan wilayah terlarang kalian, beri kami kesempatan untuk melakukan terobosan atau operan. Kalian harus terus mengingatkan diri sendiri - mereka tidak akan mencetak gol, PASTI tidak akan!"
Jawaban para brengsek ini semakin aneh seiring berjalannya rekaman program. Hampir saja Melissa tersedak karena tertawa terbahak, tapi tetap memutuskan untuk menyiarkan semua materi ini. Setidaknya dengan mengumpulkan begitu banyak wawancara pemain Real Madrid, program ini sendiri sudah menjadi tayangan yang sangat memancing perhatian.
Akhirnya, Melissa berhasil menghubungi telepon Yang Chengzhuo yang baru saja menyelesaikan masa liburan di pulau kecil pribadi Selandia Baru dan sedang dalam perjalanan kembali ke Madrid.
Orang tua Yang Chengzhuo memilih tinggal di pulau kecil pribadi tersebut. Mereka sangat menyukai iklim di sana, sementara Charlize Theron juga berencana menjalani masa kehamilan di tempat itu. Kedua orang tua itu ingin menemani Charlize tinggal di sana untuk sementara waktu, menunggu hingga iklim di belahan bumi utara menjadi lebih hangat sebelum mereka pergi. Oleh karena itu, kali ini Yang Chengzhuo kembali ke Madrid sendirian.
"Menurutku, sebenarnya Real Madrid sama sekali bukan tim yang tak terkalahkan! Karena di dunia ini tidak ada tim yang benar-benar tak bisa dikalahkan!" Pembukaan pernyataan Yang Chengzhuo terasa penuh ketulusan. Dengan tangan terbuka, dia membagikan pengalamannya kepada rekan-rekan seprofesi di seluruh dunia.
“Real Madrid dari dikukuhkan gaya khasnya hingga sekarang, kita total melewati 6 tahun, dalam 6 musim terakhir, kita terus mengalami kemajuan, terus menyesuaikan, terus melakukan perbaikan. Dari awal buruk season pertama, serangan balik habis-habisan di akhir, keunggulan mempertahankan gelar di season kedua, namun tersingkir di Liga Champions!”
“Di season ketiga kita meraih hasil baik di liga dan Liga Champions, meski keunggulan kekuatan tidak mencolok. Tapi di season keempat, akhirnya dengan akumulasi tiga tahun sebelumnya, kita menyelesaikan transformasi kualitatif dari akumulasi kuantitas, akhirnya menyempurnakan gaya khas dan bermetamorfosis. Prestasi kita bukan hasil kerja sehari dua hari, tapi dari usaha dan keteguhan jangka panjang.”
“Jadi, jika Anda tanya bagaimana mengalahkan Real Madrid, saya akan menjawab: Jika ingin mengalahkan mereka dalam jangka pendek (satu dua pertandingan), tim mana pun bisa. Tapi untuk mengalahkan mereka jangka panjang, Anda harus mencoba mencari jalan sepakbola yang cocok dengan diri sendiri, memainkan sepakbola sesuai identitas Anda.”
“Hanya dengan cara ini, kalian baru punya kesempatan mengalahkan Real Madrid!”
Tanggapan Yang Cheng terasa sangat tulus. Setelah ditayangkan di TV dan dimuat di koran, langsung memicu diskusi besar-besaran di seluruh dunia. Semua orang merasa apa yang diucapkan Yang Cheng sebenarnya tidak salah.
Gaya khas sepakbola bukanlah sesuatu yang bisa dibentuk dalam sehari dua hari. Paling tidak butuh beberapa tahun. Kalau cuma mau mengalahkan Real Madrid dalam satu dua pertandingan, asal hoki bagus dan pemain cukup kuat, siapa pun bisa melakukannya. Tapi apa artinya itu?
Setelah kalah satu dua pertandingan, Real Madrid tetap akan sangat keren. Ketika bertemu lagi di lain waktu, kalian tetap yang lemah, Real Madrid tetap jadi favorit. Apa yang berubah? Hanya dengan konsisten menekuni jalan sepakbola kalian sendiri dan membangun gaya khas, barulah ada peluang untuk meredam dan menahan Real Madrid!
Soal siapa yang paling berpeluang menantang Real Madrid, Yang Cheng menyebut dua tim!
“Jika ditanya tim mana yang paling berpeluang menantang dan mengalahkan Real Madrid dalam beberapa tahun ke depan, menurut saya ada dua: Barcelona dan Chelsea. Selama bertahun-tahun ini, kedua tim ini tetap konsisten mempertahankan gaya sepakbola mereka sendiri. Saya yakin, selama mereka terus berpegang teguh pada prinsip ini, mereka akan meraih prestasi dan penghargaan setara dengan yang diraih Real Madrid saat ini!”
Jika dukungan Yang Chengzhuo terhadap Chelsea bisa dimaklumi karena persahabatannya dengan Mourinho, maka dukungannya pada Barcelona sungguh membuat orang terkesima pada kelapangan hatinya. Siapa sangka ada orang yang bisa sebesar hati mendukung musuh bebuyutan sendiri?
Namun dengan penjelasan Yang Chengzhuo ini, semua orang akhirnya memahami argumennya. Karena Barcelona sejak era Cruyff memang selalu konsisten dengan konsep penguasaan bola. Hanya saja kebangkitan Yang Chengzhuo dan Real Madrid belakangan ini sedikit membuat konsep penguasaan bola mereka tertinggal irama dan langkah. Tapi jika mereka mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, dan lebih mengembangkan konsep penguasaan bola yang ada, di masa depan mereka pasti masih punya kesempatan menantang Real Madrid.
Namun yang pasti, saat itu sudah bukan Real Madrid-nya Yang Chengzhuo lagi!
……
……
Saat Yang Chengzhuo kembali ke Madrid, ia langsung menerima kabar: lawan di babak 16 besar Piala Raja adalah Malaga.
Sebenarnya ini bukan hal istimewa, meski Malaga telah merekrut beberapa bintang kompeten di musim ini, kekuatan menyeluruh mereka tetap tak bisa disamakan dengan Real Madrid. Tapi setelah pasar transfer musim dingin dibuka, Malaga mengumumkan telah merekrut striker Belanda senior dari Inter Milan: Van Nistelrooy.
Van Nistelrooy yang sudah berusia 35 tahun dan akan genap 36 tahun setengah tahun lagi, memang sudah tidak bermain di Inter Milan. Meskipun Yang Chengzhuo kurang puas dengan hasil tim dalam beberapa tahun terakhir, ia harus mengakui bahwa Inter Milan di bawah Moratti adalah klub paling berperasaan, terutama dalam memperlakukan mantan anak buah Sang Kaisar ini.
Namun pepatah Tionghoa mengatakan: "Tidak ada pesta yang tak berakhir di dunia ini". Meski Moratti sangat enggan melepas, demi mempertahankan performa dan memperebutkan posisi di timnas Belanda, Van Nistelrooy akhirnya memutuskan hengkang dari Inter Milan menuju Malaga.
"Bos!"
Saat menjelang pertandingan, Van Nistelrooy yang mengenakan jas latihan Nike sponsor Malaga, membawa tas hitam yang diselempangkan di punggung dengan kumis kasar di wajahnya, menyapa Yang Chengzhuo dengan teriak akrab nan familiar. Suara itu tiba-tiba membangkitkan gelombang kenangan dalam hati pelatih itu.
"Dari 1. FC Kaiserslautern ke Inter Milan, Van Nistelrooy selalu mengikuti Aku. Kami bertempur bahu-membahu selama bertahun-tahun, berbagi kebahagiaan dan tawa, serta merasakan pahitnya kekalahan. Persahabatan seperti ini tidak bisa diputuskan begitu saja!"
"Bagus, semangat juang!" kata Yang Chengzhuo sambil tersenyum mendekat dan memeluk erat Van Nistelrooy.
"Kami adalah murid-murid yang Bos bina. Tidak boleh ada yang menganggap kami pemalas yang tidak berkontribusi! Makanya aku datang ke Malaga untuk membuktikan kemampuan diri!" ujar Van Nistelrooy terkekeh, seolah ini hanyalah hal sepele.
Tapi Yang Chengzhuo paham dalam hati: pemain profesional, terutama yang mendekati akhir karir, selalu dihantui tekanan pilihan sulit. Sepakbola adalah sumber penghidupan mereka, sehingga mereka harus mempertimbangkan masa depan secara matang.
Mirip seperti Van Nistelrooy, di Inter Milan dia memiliki pendapatan gaji yang stabil dan mungkin berpeluang masuk ke manajemen seperti Nedvěd di kemudian hari. Tapi dia memilih meninggalkan semua itu dan mengambil risiko ke Malaga.
"Bagaimana? Masih ingat cara mencetak gol?" tanya Yang Chengzhuo terkekeh.
Van Nistelrooy ikut menggelengkan kepala sambil tertawa getir, "Tentu! Dulu kau bilang, mencetak gol itu seperti belahan dada wanita. Kalau payudaranya datar, dipaksa berdesakan pun takkan keluar. Tapi kalau berisi, tanpa dipencet pun langsung menampakkan palung Afrika Timur!"
Ucapan ini dulu disampaikan Yang Chengzhuo saat masih muda di 1. FC Kaiserslautern untuk menegur Van Nistelrooy. Kini terdengar sangat provokatif, "Lalu sekarang isimu ada atau nggak?"
"Tentu ada!" Van Nistelrooy wajah penuh percaya diri sambil menantang, "Jadi kau harus berhati-hati, Bos!"
Begitu pertandingan dimulai, dalam hati Yang Chengzhuo berdesir perasaan haru: Bunga yang mulai layu, pahlawan di ujung jalan!
Tidak bisa disangkal, Van Nistelrooy tetap menunjukkan dedikasi seperti di masa mudanya, berusaha mati-matian, dan aktif dalam menjalani pertandingan. Bahkan di tengah laga, ia sesekali masih memamerkan teknik kaki lincah hasil tempaan Mullenstein dan Moniz dulu - keahlian teknis yang dilatih tanpa henti dan jelas belum terlupakan hingga detik ini.
Van Nistelrooy sempat mendapat satu peluang mencetak gol spektakuler di pertandingan ini. Tepat di menit ke-32, Sosa mengirimkan umpan terobosan cerdik. Sang striker berhasil menguasai bola dan berhadapan langsung dengan gawang, namun tembakannya berhasil dihalangi oleh Ramos yang menyusul dari belakang dengan sliding tackle heroik, sehingga bola mendarap di tangan Casillas yang sudah siap siaga.
Striker Belanda jelas sudah tidak memiliki kepercayaan diri mutlak terhadap kecepatan dan kemampuannya. Atau mungkin lebih tepat dikatakan, dia sangat memahami batas kekuatannya. Dia tak mampu membawa bola ke area berbahaya di hadapan Ramos yang mengejar cepat dari belakang. Karena itu, saat merasakan timing yang tidak menguntungkan, dengan tindakan tegas dia melepas tembakan jarak jauh. Sayangnya, tetap terlambat selangkah.
Ekspresi Van Nistelrooy terlihat penuh penyesalan. Mungkin, bagi dirinya, gagal mencetak gol bukanlah hal yang menyedihkan. Yang paling menyakitkan justru menyaksikan raganya semakin menurun dari hari ke hari, performa di lapangan kian memburuk. Ketika teringat masa keemasannya di bawah komando Yang Chengzhuo, saat menjungkalkan jutaan klub elit Eropa dan tak terkalahkan di puncak kejayaan, kontras inilah yang menciptakan perasaan asam paling pedih dalam hatinya.
Tapi segera, striker Belanda itu menggelengkan kepala sambil menghela napas, lalu mengulurkan tangannya secara aktif untuk menarik Ramos yang terjatuh di tanah, tak lupa menepuk bahu juniornya sambil memuji, "Bagus, lanjutkan semangatmu!"
Ramos merasa sangat bersemangat di hati mendapat pujian dari Van Nistelrooy, karena ini adalah mantan penyerang paling ditakuti di Eropa sekaligus anak buah kesayangan Pelatih Yang di masa lalu. Dengan penuh hormat ia membalas, "Terima kasih!"
Aksi Van Nistelrooy ini langsung dibalas dengan tepuk tangan meriah dari seluruh fans Real Madrid di tribun Stadion Bernabeu. Sistem grup penggemar sepakbola paling paham di dunia ini memberikan sorakan tulus dari dasar hati untuk sang legenda.
Mungkin, Van Nistelrooy sudah tua. Raga-nya pun tak lagi muda. Ia benar-benar kehilangan respons, serudukan, dan kecepatan start yang semestinya dimiliki seorang penyerang tengah. Meski masih memiliki penciuman legendarisnya, namun tanpa dasar fisik yang memadai, ia tak mampu menahan guncangan lawan. Sekali demi sekali, kesempatan pun terbuang percuma.
Tapi, ia tak kehilangan harga diri terakhir dan kesombongan. Dalam dirinya masih ada keberanian ilahi dan kegigihan. Di lapangan hijau, ia tetap tekun, gemetaran. Setiap menit, setiap detik, siapapun yang memandang ke stadion, akan melihat siluet yang tak henti berlari, dan di baliknya... sebuah nama yang begitu akrab di benak semua orang.
Rudi van Nistelrooy!
Mungkin, lapangan sepakbola telah dengan kejam melupakan nama yang dulu begitu gemilang ini. Namun di hati fans sepakbola seluruh dunia, tak ada yang bisa melupakannya. Tak ada yang bisa melupakan kegembiraan sejati yang pernah dibawanya. Tak ada yang bisa melupakan keteguhannya yang terus berjuang, menantang batas kemampuannya sendiri!
Tribun Stadion Bernabeu penuh sesak. 90.000 fans Real Madrid serempak berdiri dari kursinya, memberikan tepuk tangan penuh semangat dan sorakan untuk Van Nistelrooy. Mereka berterima kasih pada striker legendaris yang pernah menghadirkan jutaan gol spektakuler dan kebahagiaan bagi dunia sepakbola.
Memasuki babak kedua, pelatih kepala Malaga mempercepat pergantian Van Nistelrooy. Langkah ini langsung membuat striker Belanda itu kembali mendapat perlakuan istimewa dari seluruh fans Madrid di Bernabeu. Mereka sekali lagi berdiri memberikan tepuk tangan yang luar biasa membahana untuk sang legenda hidup.
Setelah berpelukan dengan rekan satu tim, Van Nistelrooy turun dari lapangan. Mendengar tepuk tangan, ia pun membalas dengan bertepuk tangan ke arah suporter di tribun. Meski tak pernah membela Real Madrid, ia berterima kasih pada fans di sini atas dukungan dan dorongan mereka.
Yang Chengzhuo keluar dari Area pelatih tim tuan rumah, menuju bagian tengah lapangan. Ia menyambut Van Nistelrooy yang sedang turun dengan pelukan erat.
Kamera siaran langsung TV mengabadikan momen guru-murid ini dalam close-up besar. Terlihat jelas rongga mata Van Nistelrooy yang memerah, sementara kedua tangan Yang Chengzhuo tak henti menepuk punggungnya sebagai bentuk dukungan, afirmasi, dan dorongan.
Mungkin karir profesionalnya tak bisa diakhiri dengan kecemerlangan gemilang, tapi semangat profesionalnya ini selamanya akan menjadi bukti terbaik, layak dikagumi oleh semua pemain.
"Aku bangga padamu, Rudi!" Yang Chengzhuo menghentakkan tinju dengan keras di dada Van Nistelrooy.
Van Nistelrooy mengangguk terus-menerus ke arah Yang Chengzhuo, "Terima kasih, Bos!"
Dalam karier profesionalnya, hanya Yang Chengzhuo yang bisa membuatnya memanggil "Bos", sementara pelatih lainnya hanya disebut "Pelatih kepala" atau "Tuan". Hanya Yang Chengzhuo, pelatih yang membawanya ke inti sepakbola Eropa dan membuatnya bersinar di panggung sepakbola dunia, yang sepadan dengan panggilan tulus "Bos" darinya!
Menyaksikan Van Nistelrooy berbalik menuju saluran pemain, Yang Chengzhuo tetap berdiri di samping, aktif bertepuk tangan lagi. Tepuk tangan dari 9 segalanya fans Real Madrid kembali bergema, dedikasi mereka sekali lagi ditujukan untuk Van Nistelrooy, mengapresiasi kesuksesannya menyelesaikan pertandingan!
Akhirnya, Real Madrid meraih kemenangan mutlak 3-0 atas Malaga di Stadion Bernabeu. Hampir bisa dikatakan mereka sudah memasuki perempat final lebih cepat dari jadwal.
Dalam konferensi pers pasca-pertandingan, Yang Chengzhuo menyampaikan kekaguman dan afirmasinya terhadap Van Nistelrooy dengan nada yang tersentuh.
"Aku tidak tahu bagaimana menggambarkan dirinya, tapi yang pasti, dia adalah salah satu striker terbaik dan paling hebat yang pernah kudidik. Mungkin dia sudah bukan lagi mesin gol di masa jaya atau Raja Area Terlarang seperti saat berusia 25 tahun, kita tidak bisa menuntut data performa masa keemasannya untuk diterapkan pada dirinya yang kini 35 tahun. Tapi dengan penuh keyakinan kukatakan, dia tetap striker terhebat di dunia ini!"
"Aku yakin Van Nistelrooy bisa membuktikan diri kembali di Malaga, bahkan sebenarnya dia sudah mulai membuktikannya. Dengan etika profesi, ketekunan, usaha, dan segala hal dalam kemampuannya, dia menunjukkan bahwa dirinya masih layak bermain di lapangan hijau ini, tetap mendedikasikan tenaga terakhirnya di stadion ini!"
"Aku pernah menjadi pelatih Van Nistelrooy, tapi selamanya akan menjadi penggemarnya. Terima kasih, Rudi!"
Ucapan Yang Chengzhuo di konferensi pers setelah pertandingan ini membuat seluruh dunia kembali membalas dengan tepuk tangan dan afirmatif terhadap Van Nistelrooy.
Tidak diragukan lagi, dia telah bersiap untuk pensiun di akhir musim ini, ini jelas merupakan kabar yang menyedihkan.
Banyak orang mengatakan, kepergian Yang Chengzhuo juga akan membawa serta pergantian besar pemain-pemain seperti Ballack, Van Nistelrooy yang akan meninggalkan lapangan sepakbola musim ini. Ini hampir melambangkan hilangnya satu generasi, sungguh kerugian bagi sepakbola profesional!
Sebagai pihak terkait, Yang Chengzhuo telah mengantar pergi satu per satu mantan murid dan anak buah kesayangannya. Dia telah melepas Nedvěd, Ronaldo, Verón, dan kini giliran Van Nistelrooy. Di hatinya terasa sangat pedih, namun inilah realitas mengerikan sepakbola!
