Saat wasit utama asal Inggris Webb membunyikan peluit akhir pertandingan, seluruh fans Jerman di Stadion Nasional Warsawa berkapasitas 58.000 penonton serempak berdiri dari kursinya, mengacungkan tangan dan berseru histeris.
Di papan skor merah menyala Stadion Nasional Warsawa, terpampang skor akhir pertarungan dua tim dalam pertandingan ini:
Di sebelah kiri nama tim Ceko tertulis angka 0, sementara di sebelah kanan tim Jerman tertulis angka 3. Ini berarti dalam pertandingan selama 90 menit tersebut, Jerman akhirnya mengalahkan Ceko dengan skor 3-0, lolos ke semifinal Piala Eropa melalui babak penyisihan 8 besar.
Sebelum pertandingan, semua orang sudah memprediksi Jerman akan memenangkan laga ini. Namun selama pertandingan, Ceko menciptakan banyak masalah terutama dengan pertahanan ultra-kompak sejak awal, bahkan terus bertahan di area 20 meter dari gawang mereka.
Dengan kata lain, pertahanan Ceko dimulai dari depan wilayah terlarang besar, menciptakan kepadatan pertahanan yang sangat tinggi di depan gawang. Setiap serangan Jerman yang masuk ke area ini langsung lenyap tanpa bekas seperti lumpur yang tenggelam di laut.
Jika sebelum pertandingan ada yang menganggap tim Jerman bisa menang dengan santai, setelah menyaksikan babak pertama bahkan 15 menit awal babak kedua, mereka pasti tak akan merasa Jerman bisa menang semudah itu. Bahkan mungkin mengira serangan Jerman akan ditantahkan tuntas oleh Ceko, pertandingan sangat mungkin masuk perpanjangan waktu, hingga babak adu penalti.
Tepat ketika semua orang merasa tim Jerman mungkin dihadang senapan runduk, sebuah pergantian anggota oleh Yang Chengzhuo berhasil membalikkan situasi. Ia menggantikan Khedira dengan Toni Kroos, mempercayakan Toni Kroos mengendalikan irama permainan dan merapikan aliran di area tengah, sepenuhnya membebaskan Schweinsteiger dan Mesut Özil.
Penyesuaian pergantian pemain ini membuat situasi tim Jerman mengalami perubahan signifikan, terutama mengubah dinamika pengejaran tanpa henti terhadap tim Ceko sejak permulaan pertandingan. Mereka mulai memperlambat irama permainan, mengejar performa stabil dengan kombinasi cepat-lambat yang teratur, bahkan sengaja menarik garis pertahanan mundur untuk memancing tim Ceko keluar sebelum melancarkan serangan balik.
Setelah pergantian pemain, serangan tim Jerman mulai menunjukkan daya hancur. Transisi di lini tengah, serangan lewat sayap, koordinasi di lini depan - seluruh skema ofensif mulai menampakkan kombinasi tiga dimensi yang lebih matang. Semua lini mencetak gol, jauh lebih efektif dibanding strategi monoton sebelumnya dalam menghadapi pertahanan rapat, terutama dalam hal membuka celah dan menciptakan ruang.
Sejak itu, tim Jerman beberapa kali membangun gelombang serangan mematikan. Yang pertama dimulai dari koordinasi Thomas Müller dan Lahm di sayap kiri, di mana Müller memberikan umpan silang kepada Lahm yang kemudian melakukan tembakan jarak jauh yang tepat sasaran, membuka keunggulan 1-0.
Setelah itu, Deisler di sayap kanan dan Özil melakukan penetrasi maju. Keduanya melakukan koordinasi tembok satu-dua secara kontinu di depan wilayah terlarang, mengumpan silang untuk Klose yang menambah gol bagi tim Jerman, sepenuhnya menguasai situasi pertandingan.
Terakhir, Götze yang masuk sebagai pengganti Özil melakukan dribel dan difaul. Deisler sukses mengeksekusi tendangan langsung, mencetak gol ketiga sekaligus gol penutup yang mengukuhkan dominasi mutlak kemenangan tim Jerman dalam pertandingan ini.
Seperti dua pertandingan sebelumnya, pertahanan tim Jerman dalam laga ini tetap menunjukkan performa solid. Kombinasi Lahm, Kehl, Hummels, dan Jérôme Boateng menunjukkan daya hancur yang memadai. Satu set formasi ini semakin menunjukkan keharmonisan tak terucap, membuat pertahanan menjadi semakin kokoh.
Schweinsteiger dan Khedira melindungi di depan, membuat pertahanan tim Jerman tidak langsung terekspos di bawah sorakan lawan. Beberapa serangan balik gagal menciptakan ancaman. Bahkan setelah memasukkan Toni Kroos, pertahanan Jerman tetap tampil sangat baik.
Tapi ada alasan penting lain: tim Ceko memulai dengan tekanan yang sangat agresif. Menyadari kurangnya kekuatan, mereka menggunakan pressing aktif di awal untuk mengikis semangat tajam Jerman. Ini membuat serangan Jerman gagal mencapai performa optimal sepanjang babak pertama.
Akibatnya, di babak kedua terutama 30 menit terakhir, tim Ceko menampakkan masalah kebugaran terkuras. Mereka jelas kewalahan mengikuti irama dan langkah Jerman, yang langsung menyebabkan keruntuhan di saat-saat penentuan.
Masih ada satu hal yang layak menjadi peringatan: rute serangan mereka terlalu monoton, selalu mengandalkan umpan jauh di tengah lapangan. Hal ini membuat Mats Hummels kembali mencuri perhatian, namun justru karena dialah yang menjadi sasaran utama serangan lawan, membuatnya kembali mendapatkan kartu kuning selama pertandingan.
Berdasarkan aturan skorsing kartu kuning Piala Eropa, setelah babak penyisihan 8 besar berakhir, semua kartu kuning yang terkumpul otomatis direset dan tidak terbawa ke semifinal. Namun jika mendapatkan kartu kuning di babak 8 besar hingga menyebabkan akumulasi skorsing, maka pemain akan otomatis diskor satu pertandingan di semifinal. Artinya, Mats Hummels harus menjalani skorsing di semifinal.
Ini menjadi simpul yang mengganjal di hati Yang Chengzhuo.
Performa Mats Hummels begitu mengagumkan, tiga pertandingan berturut-turut menunjukkan tingkat kelas dunia, menyumbang kontribusi signifikan pada pertahanan tim Jerman. Penyesuaian lini belakang sepenuhnya berjalan sangat baik. Kini jika melakukan pergantian pemain, baik memasang Mertesacker maupun Badstuber, sama-sama mengandung risiko tersembunyi.
Dari pengalaman babak pertama yang terus mendominasi tapi gagal mencetak gol, tim Jerman juga mengekspos masalah serius: kehilangan kendali dalam transisi serangan-pertahanan dan pengaturan irama permainan.
Mengenai ini, mustahil tidak menyebut Schweinsteiger. Kelebihan "Babi Kecil" bukan terletak pada keunggulan spesifik, melainkan pada keseimbangannya. Dia bisa mengisi posisi mana pun di lini tengah - kiri, tengah, kanan; depan, tengah, belakang. Setiap posisi bisa dimainkannya dengan baik dan memberikan kontribusi nyata, hampir tidak ada yang tidak bisa ditanganinya.
Masalahnya justru terletak di sini. Dalam hal perspektif holistik dan kemampuan mengendalikan irama pertandingan, dia tidak sebaik Xabi Alonso atau Andrea Pirlo dll. Dalam hal presisi operan, dia kalah dari Xavi atau Busquets dll. Namun dia memiliki kemampuan dribel penetratif, kontribusi defensif, serta stamina dan mobilitas luar biasa yang tidak dimiliki pemain-pemain tersebut.
Gelandang tipe seperti ini sebenarnya sangat menarik. Jika bermain dengan baik, dia bisa menunjukkan performa gemilang di posisi manapun. Tapi begitu menghadapi situasi yang membutuhkan keahlian spesifik di bidang tertentu, kemungkinan besar dia akan kesulitan.
Pertandingan melawan Ceko sebenarnya telah mengekspos kesenjangan kemampuannya dalam menguasai dinamika permainan dan mengontrol irama pertandingan. Setidaknya sepanjang babak pertama, irama tim Jerman jelas-jelas kehilangan kendali. Secara visual terlihat seperti sedang menghajar pertahanan Ceko, namun kenyataannya justru semakin mengokohkan formasi bertahan mati lawan dan membuat pertahanan mereka semakin rapat.
Menghadapi tim bertahan mati seperti ini, organisator berpengalaman dan berkemampuan biasanya akan menyesuaikan perubahan irama berdasarkan situasi di lapangan, melalui distribusi bola ke kiri-kanan, merapatkan formasi secara tepat, hingga sengaja memperlambat irama untuk mengacau langkah pertahanan Ceko, membuat antisipasi pertahanan lawan hilang.
Semua orang tahu, begitu pertahanan kehilangan kemampuan antisipasi, bereaksi saat lawan menyerang sudah terlambat!
Tapi sepanjang babak pertama, Schweinsteiger jelas-jelas tenggelam dalam irama keseluruhan tim, bukan mengendalikan ritme permainan!
Situasi ini baru membaik setelah Toni Kroos turun lapangan. Kemampuannya dalam distribusi bola saat Jerman tiba-tiba meningkatkan kecepatan setelah memperlambat irama, serta kontrol situasi meningkat signifikan. Perspektif holistiknya, keterampilan mengatur alur permainan, dan kemampuan membagi bola benar-benar mengisi kekosongan di lini tengah Jerman, terutama dalam hal pergantian serangan dan pertahanan serta transfer bola presisi ke lini depan.
Jadi bisa dilihat, setelah Toni Kroos turun di babak kedua, seluruh situasi serangan tim Jerman berubah.
Dengan demikian, Toni Kroos juga berhasil mengatasi hambatan besar yang saat ini dihadapi tim Jerman, tapi ini justru membawa frustasi bagi Yang Chengzhuo.
……
……
"Rafa, tidakkah kau merasa hal-hal di dunia ini benar-benar dasar omong kosong?"
Yang Cheng melihat para pemain di lapangan bersorak gembira merayakan kemenangan, sementara dirinya sendiri berdiri di samping sambil menepuk-nepuk kepala dengan ekspresi pusing dan frustasi yang jelas terlihat. Setidaknya dari wajahnya, tak terlihat kebahagiaan atas kemenangan mutlak atas Ceko.
Jujur saja, kemenangan dalam pertandingan ini memang sudah dianggap wajar olehnya. Justru jika gagal menang itulah yang aneh. Tapi seluruh proses pertandingan memberi dia hasil sekaligus kecemasan, di mana masalah yang sekarang mulai paling membuatnya frustasi adalah konfigurasi lini tengah.
Mengalahkan Ceko dan lolos ke semifinal, tim Jerman selanjutnya akan menghadapi pemenang antara Italia dan Inggris. Apa pun tim yang menang, kekuatannya jauh di atas kemampuan Ceko untuk melawan. Selain itu, pasti mereka telah menyaksikan bagaimana pertahanan Ceko menghadapi serangan Jerman dalam pertandingan ini.
Taktik semacam ini, begitu termanifestasi di lapangan sepakbola, di mata para profesional mustahil menjadi rahasia!
Mendengar keluhan Yang Chengzhuo, Benitez hanya bisa tersenyum pahit. Dia juga merasa situasi ini sangat sulit. Baik Toni Kroos maupun Schweinsteiger, keduanya adalah tipe pemain yang membuat pelatih pusing - seperti berada dalam posisi tidak cukup tinggi untuk diterima, tidak cukup rendah untuk ditolak.
"Jika ingin memberantas sampai ke akar-akar masalah operasi lini tengah dan pergantian serangan dan pertahanan, Schweinsteiger dan Toni Kroos yang jadi starter bersama efek terbaik. Keduanya membentuk sistem dua inti seperti duet Xavi-Iniesta era Barcelona dulu, bisa menunjukkan kemampuan lebih unggul. Tapi pertahanan di area tengah jadi masalah."
Yang Chengzhuo mendengarkan lalu mengangguk, "Jadi di belakang mereka harus ada defender, Sven Bender yang paling pas. Tapi lini tengah sudah makan tiga slot, depan tinggal satu posisi striker plus Thomas Müller!"
Alasan Thomas Müller wajib ada adalah karena pemain ini punya pola pergerakan sangat aktif di lini depan dengan jangkauan luas. Yang lebih penting adalah kecerdasan dan koordinasi kesadaran tim yang tercermin dalam permainannya.
Ketika Klose mundur atau melakukan perpindahan horizontal, Thomas Müller selalu menjadi yang pertama menyadari situasi dan aktif melakukan percepatan untuk menerobos celah yang ditinggalkan Klose, membuat lawan kaget. Ketenangan serta pondasi teknik yang kokoh membuat tingkat mengenai tembakannya di wilayah terlarang sangat tinggi.
"Bukankah sebelumnya Kamu selalu ingin mencoba kombinasi segitiga besi lini depan Toni Kroos, Thomas Müller, dan Mesut Özil? Sekarang dengan tambahan segitiga besi lini tengah Schweinsteiger, Toni Kroos, dan Sven Bender, menurutku Kamu benar-benar bisa mencobanya!" kata Benitez sambil terkekeh.
Sebelumnya Yang Chengzhuo pernah mencoba taktik melawan dalam pelatihan dengan posisi mirip formasi 4321 tapi tidak beraturan. Namun ia selalu merasa Toni Kroos belum siap sepenuhnya, sementara performa pemain lain cukup bagus dan baik. Oleh karena itu, rencana itu sempat diredam. Kini setelah mendengar saran Benitez, hatinya mulai tergoda untuk mencoba.
"Kamu ini bicara seenaknya, ini kan semifinal Piala Eropa!" Tapi tak lama kemudian, Yang Chengzhuo mulai menunjukkan keraguan.
Sebenarnya sejak pertandingan kedua grup melawan Portugal, Yang Chengzhuo sudah mulai mengubah formasi. Namun setelah Klose comeback, dia kembali ke taktik 4231 sebelumnya. Setelah menang 4-0 atas Prancis dan tim tampil begitu solid, tak ada alasan untuk mengubah formasi lagi saat melawan Ceko. Hanya saja tak disangka babak pertama bisa ditantahkan sehebat ini oleh tim Ceko.
"Terserah kamu lah, yang penting gue cuma kuli pabrik!" Benitez terkekeh sambil berjalan mundur. Dengan wibawa dia duduk di bangku pelatih, wajahnya menunjukkan ekspresi seolah semua persoalan ini tak ada hubungannya dengannya.
Yang Cheng melihat sikap Si Gendut ini, dalam hati juga merasa lucu. Tapi di lubuk hatinya sangat paham, masalah area tengah tim Jerman dalam pertandingan ini sudah terekspos. Lawan pasti akan tahu, nanti entah Italia maupun Inggris, pasti akan menekan titik lemah ini. Kecuali dia bisa mengatasi masalah ini sendiri, kalau tidak...
Untuk lawan semifinal, Yang Cheng lebih memilih Italia. Karena tim Prandelli menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang sangat baik di Piala Eropa. Tim ini juga meninggalkan kesan mendalam bagi banyak orang. Dalam hal ini, Inggris lebih unggul.
Sementara Montolivo, Marchisio, De Rossi, dan Pirlo—formasi lini tengah belah ketupat yang dibangun Prandelli—semakin mulus penyesuaiannya selama turnamen. Permainan mereka semakin bagus, menunjukkan serangan-serangan yang jarang terlihat dari Italia dalam beberapa tahun terakhir. Yang menciptakan situasi ini tak lain adalah konfigurasi lini tengah Italia tersebut.
Jika tim Jerman tidak bisa menyesuaikan konfigurasi lini tengah mereka dengan baik, maka ketika menghadapi Italia, lini tengah mereka pasti akan tumbang dengan telak. Karena Yang Chengzhuo sama sekali tidak meragukan bahwa ini adalah pertandingan di mana lini tengah yang akan menentukan kemenangan.
Jadi bagi Yang Chengzhuo, melakukan perubahan adalah satu-satunya jalan untuk mengalahkan Italia. Namun bagaimana caranya berubah, sampai sejauh mana perubahan itu dilakukan - inilah ujian terbesar sekaligus parameter untuk mengukur apakah dia mampu memimpin tim mengalahkan Italia.
……
……
Selama dua hari ini setelah kembali ke Gdańsk, Yang Chengzhuo terus-menerus merenungkan satu pertanyaan: haruskah Toni Kroos dimainkan?
Hasil pertandingan Inggris vs Italia telah keluar. Italia menang 2-0 atas Inggris, membuat mereka menjadi tim lain yang popularitasnya tak kalah dari Jerman, dan dianggap sebagai penantang terkuat Spanyol. Pertandingan ini juga membuat Yang Chengzhuo benar-benar menyadari keunggulan Italia.
Kekuatan tim ini berada di area gelandang tengah. Meski menggunakan formasi berlian, empat pemain tengah milik Prandelli semuanya adalah pengumpul bola yang handal. Namun di posisi ini, Jerman hanya punya Schweinsteiger dan Özil. Ini jelas merupakan kelemahan yang membutuhkan seorang pemain untuk tampil membagi tanggung jawab.
Namun jika Toni Kroos dimainkan, pembagian tugas antara dia dengan Schweinsteiger dan Özil harus benar-benar matang. Kalau tidak, tim justru akan jatuh dalam kekacauan tanpa pola. Selain itu, pengawasan ketat terhadap Pirlo dan De Rossi juga harus menjadi perhatian khusus - ini menjadi masalah lain yang perlu diatasi.
"Ada masalah? Terlihat cukup rumit?" Benitez mendekati meja kerja Yang Chengzhuo. Dengan penuh minat ia mengamati skema taktik di atas meja yang menggambarkan lineup pembuka Italia berikut posisi pemainnya.
Ini semua adalah hasil koleksi tim ahli sebelumnya. Setelah Italia mengalahkan Inggris, mereka langsung mengirimkannya ke tangan Yang Chengzhuo. Hari ini seharian penuh dia bersama tim pelatih melakukan analisis, mengkombinasikan pertandingan Italia vs Inggris yang pernah mereka tonton bersama sebelumnya, untuk mempelajari formasi dan taktik melawan Italia.
Tapi intinya, masalah yang terus menghantui tim Jerman tetaplah satu: bagaimana mengkonfigurasi lini tengah.
Masih ada waktu tiga hari untuk persiapan. Tapi Yang Cheng ingin segera menentukan nada dasar taktik, lalu tiga hari berikutnya difokuskan untuk penyesuaian dan latihan intensif sistem taktik ini.
"Taktik Italia memang sangat menarik. Sebelumnya, permainan mereka sangat bergantung pada Pirlo dan De Rossi yang mengirim umpan jauh untuk serangan diagonal di lini depan. Tapi dengan formasi berlian, Prandelli sengaja ingin mengejar koordinasi tinggi dan infiltrasi penyusupan, dan semakin mahir melakukannya." Benitez menganalisis serangan lawan dengan sistematis.
"Ini adalah usaha yang sangat alamiah. Pola permainan yang monoton sangat mudah dibekukan lawan. Jadi kombinasi umpan jauh-pendek Italia ini, dari segi tertentu memiliki komplementaritas yang sangat kuat. Inggris tewas di titik krusial ini - mereka membekukan koordinasi pemain Italia di lini depan, mencekik sampai mati Montolivo, tapi pertahanan Rooney terhadap Pirlo sangat buruk."
"Selain itu, antisipasi bek Inggris terhadap serangan diagonal Italia di kedua sayap juga tidak sampai ke target. Di babak pertama saja Pirlo sudah berkali-kali mengirim umpan jauh ke Cassano dan Balotelli. Hasilnya mereka masih belum paham introspeksi, di babak kedua dua kali lagi menemukan posisi, langsung merobek pertahanan Inggris. Satu kali Balotelli menerobos masuk dan mencetak gol, satu kali Cassano menarik bek keluar hingga tercipta ruang kosong untuk De Rossi menyusup dari belakang mencetak gol."
"Dua serangan ini terlihat sederhana, tapi semuanya adalah manifestasi kemampuan ofensif Italia, tidak semudah itu diantisipasi!"
Bukan hanya Yang Chengzhuo yang merasakan ini, bahkan Benitez yang dijuluki ahli taktik penargetan kelas dunia pun merasa sangat dipersulit.
"Kamu benar. Kecuali kita bisa meredam total area tengah Italia, kalau tidak, sulit untuk mentantahkan serangan mereka. Tapi kalau mau membatasi area tengah mereka, kita harus mengerahkan lebih banyak pasukan dan membayar harga lebih besar. Lalu, bagaimana dengan serangan kita nanti?"
Di lapangan sepakbola, keunggulan tingkat besar biasanya terlihat dari jumlah personil. Tanpa pengerahan pasukan yang cukup, sulit membangun keunggulan memadai. Tapi lineup pembuka satu pertandingan jumlahnya terbatas. Lebih banyak di sini, berarti lebih sedikit di area lain - ini masalah selektivitas seorang pelatih kepala.
Yang Chengzhuo tersenyum tipis mendengarnya, lalu membentangkan skema taktik tim Jerman dan melingkari sebuah nama dengan penekanan.
