Klose duduk di bangku cadangan，matanya tak lepas mengawasi ketat pertandingan di lapangan.
Ini pertama kalinya sejak Piala Dunia ini dia muncul di stadion，pertama kali masuk daftar pertandingan，pertama kali duduk di bangku cadangan，jadi dia bisa merasakan kamera siaran langsung di pinggir lapangan beberapa kali mengarahkan close-up padanya.
Sejak awal pertandingan, ketika fans di TKP mendengar bahwa Yang Chengzhuo memasukkan Klose ke daftar skuat, semua orang merasa kegembiraan yang meluap-luap atas kabar ini. Pasalnya mereka semua menantikan momen comeback sang legenda. Bagi fans Jerman, comeback Klose bukan sekadar karena ia berhasil mengatasi cedera, tapi juga mengandung makna yang jauh lebih besar.
Apakah dia bisa turun ke lapangan? Apakah bisa memulihkan kondisi? Apakah mampu memecahkan rekor gol Ronaldo?
Ini jelas telah menjadi topik paling panas yang diperhatikan oleh fans seluruh alam semesta dan diburu media seantero dunia!
Atau lebih tepatnya, di Piala Dunia edisi ini selain perebutan gelar juara, suspense terbesar justru apakah Klose bisa memecahkan rekor gol Ronaldo. Hal ini semakin menyedot perhatian sejak Klose muncul kembali di daftar pertandingan, karena artinya kesempatannya mulai kembali.
Para penggemar fanatik Ronaldo yang melihat performa menonjol Gomes pasti merasa sedikit lega, karena performa gemilang Gomes berarti kesempatan Klose semakin keluar. Kecuali jika Klose menunjukkan kemampuan luar biasa, tapi mungkinkah itu terjadi pada seorang veteran 36 tahun yang baru saja menjalani operasi meniskus lutut?
Memasuki babak kedua dengan keunggulan 3-0 dari babak pertama, tim Jerman terus mengendali situasi pertandingan. Argentina terdesak berturut-turut. Saviola terpaksa memilih taktik pertahanan untuk menjaga reputasi, karena tak ingin timnya dibantai habis-habisan seperti Chile.
Lagipula, menghargai pertahanan bukan berarti bersikap tradisional. Paling banter taktik ini bisa disebut sebagai pertahanan-balik.
Waktu seolah ditarik-tarik, berjalan sangat lambat, persis seperti situasi di lapangan yang berjalan lambat-lambat, Kebuntuan yang terlihat, membuat orang tidak nyaman di hati, kehilangan kenikmatan mengalir deras seperti di babak pertama, agak mengecewakan.
Tapi pantas saja, babak pertama bermain begitu menonjol, kalau babak kedua terus seperti ini, kecuali Argentina nabrak kepalanya sendiri, atau Savelia ingin mengalami kekalahan paling memilukan di Piala Dunia kali ini.
Semua orang memperhatikan, di bangku cadangan tim Jerman sesekali ada pemain yang kabur keluar untuk pemanasan. Pergantian pertama Yang Chengzhuo terjadi di menit ke-57, dia mengganti Thomas Müller dengan Marco Reus. Pencetak gol andalan timnas Jerman ini telah bermain di seluruh pertandingan Piala Dunia timnya. Yang Chengzhuo sangat memperhatikan perlindungan terhadapnya.
Tak lama setelah Roy turun ke lapangan, Yang Chengzhuo kembali menggantikan Schweinsteiger dengan Mario Götze. Toni Kroos diminta kembali berperan sebagai gelandang organisasi yang berduet dengan Sven Bender, sementara Götze ditempatkan di posisi gelandang serang. Ini menjadi ketidakpastian besar bagi Jerman di babak kedua.
Melihat Argentina mulai fokus pada pertahanan, tim Jerman justru semakin menggila menyerang layaknya "ular dipukul malah melilit ke tongkat".
Roy, Götze, dan Podolski - ketiga gelandang serang ini memiliki teknik mumpuni dan kecepatan yang menonjol. Toni Kroos yang telah dilatih oleh Yang Chengzhuo juga menunjukkan kecepatan distribusi bola yang luar biasa, jauh lebih baik dibanding Banega yang selalu lamban dalam mengalirkan bola.
Klose yang duduk di bangku cadangan menatap punggung pelatihnya yang sedang membelakangi, lalu memandang ke lapangan. Seketika ia menyadari niat tersembunyi sang pelatih kepala - atau bisa dikatakan, inilah strategi yang konsisten diusung Yang Chengzhuo sejak awal.
Yaitu, ketika di depan pertahanan Argentina hanya ada Mascherano, tiga gelandang serang tim Jerman pasti memiliki setidaknya dua pemain yang secara bersamaan mengancam area ini, menindih area 32 meter Argentina, bahkan kadang mencapai tiga pemain.
Pertarungan di lapangan sepakbola sebenarnya dari segi tertentu bisa dipecah menjadi pertarungan di berbagai area berbeda. Di area yang tetap, siapa yang menguasai keunggulan, maka akan mengendalikan inisiatif area tersebut. Jadi ketika tim Jerman menekan area 32 meter dengan setidaknya dua hingga tiga pemain, hanya mengandalkan satu Mascherano adalah fondasi utama yang tak bisa dihentikan.
Dengan kata yang paling sederhana: bahkan jika tiga pemain ini tidak berlari, langsung bertanya sendiri di sana berdiri, tapi selama mereka bisa mengoper bola, paham cara mengoper, Argentina jangan harap bisa menahan mereka, kecuali menarik keluar pertahanan belakang mereka sendiri.
Sistem pergerakan tanpa bola biasa saja sudah seperti ini, apalagi dengan sistem pergerakan tanpa bola hebat ala Jerman, tentu tak perlu dijelaskan lagi.
Begitu hal ini tercapai, yang sebenarnya kurang hanyalah saat transisi serangan-tahanan, menggunakan waktu singkat untuk memindahkan bola ke kaki tiga gelandang serang di area 32 meter, menciptakan situasi 2 lawan 1 atau 3 lawan 1 dalam tempo tercepat.
Melihat tiga kehilangan bola Argentina baru saja, semuanya adalah transformasi yang tercipta setelah bola masuk ke area 32 meter!
Relatif terhadap Argentina, organisasi pertahanan tim Jerman terencana dengan sangat terperinci.
Meski Argentina memiliki Lavezzi, Messi dan Agüero sebagai ujung tombak, ditambah Di Maria yang terus menerus menerobos maju, namun tim Jerman selain pertahanan belakang dan Sven Bender, Podolski juga aktif membantu jaga ruang. Inilah mengapa sering terjadi 5 lawan 4 atau 6 lawan 4.
Tapi tim Jerman jarang menunjukkan tempat kosong. Pertahanan mereka lebih mengandalkan pergerakan tanpa bola dan sistem pertahanan pola kipas yang kedap. Sejak bola memasuki area 32 meter, setiap pemain di zona itu dipisahkan menjadi individu independen untuk meminimalisir kerja sama tim.
Kemampuan individu pemain Argentina memang luar biasa. Contohnya Messi dan Agüero yang punya skill individu hebat. Tapi begitu menghadapi sistem pertahanan terperinci, pemain sekelas mereka bisa mengatasi satu lawan satu, tapi sulit menangani dua pemain sekaligus.
Sepakbola masa kini bukan lagi tentang kemampuan individu atau teknik pribadi, melainkan kerja tim.
"Tugas pertahanan kita di laga ini bukan menekan atau merebut bola, tapi memisahkan mereka dan mencegah kerja sama tim!" Ini adalah poin utama pertahanan yang Yang Chengzhuo sampaikan dalam rapat prapertandingan kepada seluruh pemain.
Tim jauh lebih penting daripada individu, operasi organisasi tim juga jauh lebih penting daripada kemampuan individu!
Memikirkan ini, Klose tidak bisa tidak merenung. Sebenarnya sejak Argentina memilih kombinasi Mascherano, Banega, dan Di Maria, semua orang sudah menduga bahwa tim Jerman telah memegang kemenangan pasti dalam pertandingan ini.
Jika tidak menggunakan Di Maria dan menggantinya dengan seorang gelandang bertahan, mungkin situasi Argentina akan sedikit lebih baik. Namun prioritas utama Sabella tetap pada bagaimana mempertahankan serangan tim, sementara dia terlalu mengabaikan masalah lini tengahnya sendiri.
"Mungkin, lawan-lawan di babak grup dan 16 besar yang mereka temui tidak cukup kuat, membuat mereka menjadi terlalu sombong!" tebak Klose dalam hati.
Ini juga bukan tidak mungkin. Permulaan yang terlalu mulus dengan mudah menciptakan ilusi, membuat Sabella terjebak dalam bayangan palsu ini.
Saat Klose menganalisis situasi, waktu pertandingan dengan kokoh memasuki menit ke-65. Tim Jerman terus mempertahankan keunggulan dalam suasana pertandingan. Formasi pemain Argentina masih agak kacau, terutama saat menyerang. Lini tengah mereka ditekan sangat keras, sementara trisula lini depan sama sekali tidak menciptakan ancaman berarti dalam pertandingan ini.
"Miro!!" Asisten pelatih Paulus Bayer bergegas mundur dari area depan menuju bangku cadangan, lalu berteriak keras.
Klose menengadah, memandang asisten pelatih yang ekspresi wajahnya agak memerah karena berteriak terlalu keras. Dia melihat sang pelatih menunjuk ke kejauhan, "Lakukan pemanasan, masuk setelah 5 menit!"
Klose matanya berbinar, ini adalah pertukaran terakhir dalam pertandingan ini. Yang Chengzhuo menyimpannya untuk dirinya sendiri, maksudnya sangat jelas - masuk ke lapangan untuk bermain sejenak, membiasakan diri dengan irama dan suasana pertandingan. Mengingat sudah lama tidak menjalani pelatihan profesional dan pertandingan resmi, sangat wajar baginya untuk menyesuaikan kembali irama dan merasakan atmosfer yang familiar itu.
Tanpa keraguan atau ucapan berlebihan, Klose bangkit dari bangku cadangan. Melepas jaket luar yang dikenakannya, ia berbalik dan mulai joging ke pinggir lapangan untuk memulai sesi pemanasan. Mempertimbangkan usia yang tak lagi muda, pemanasan menyeluruh memang dibutuhkan. Meski selama pertandingan ia terus melakukan pemanasan berkala, namun persiapan untuk benar-benar turun bertanding jelas memerlukan waktu ekstra!
"Lihatlah! Ya Tuhan, Klose sedang pemanasan! Apakah Yang Chengzhuo akan memasukkan striker andalannya?" Komentator dan kamera di pinggir lapangan sama-sama menangkap aktivitas pemanasan Klose ini.
Ketika adegan pemanasan Klose muncul di layar "kaca" tribun, seluruh fans Jerman di stadion serempak mengeluarkan sorak-sorai gegap gempita yang memekak telinga. Jutaan fans Jerman kompak meneriakkan nama Klose, menyemangati, memberi dorongan, dan memberikan dukungan untuknya, berharap setelah turun ke lapangan dia bisa menunjukkan performa bagus.
Klose sambil melakukan pemanasan sambil melambaikan tangan ke arah fans, tapi aktivitas pemanasannya tak sedikitpun berkurang kualitasnya. Karena dia sangat paham kondisi dirinya - dia harus memanaskan raganya hingga mencapai tingkat kesiapan bertanding, barulah bisa langsung menunjukkan performa optimal begitu masuk.
Sejujurnya, dia sendiri tidak tahu berapa banyak kemampuan yang bisa dipulihkan. Sejak menjalani operasi meniskus lutut kaki kanan, dia terus-menerus langka mendapat pelatihan reguler. Kembali ke lapangan latihan tim pun baru tiga hari lalu. Dalam tiga hari terakhir ini, progres latihannya tetap belum menunjukkan peningkatan signifikan, performanya masih sangat berbeda jauh dibanding sebelum operasi.
"Karena perbedaan seperti ini, Yang Chengzhuo baru memberikan posisi penyerang utama ke Gomes. Klose sendiri juga menyetujui keputusan ini. Namun sekarang, dengan mengirimkannya sebagai pemain pengganti, sebenarnya Yang Chengzhuo berharap stimulasi dari pertandingan bisa membantunya menemukan kembali status permainan terbaik - terutama gairah dan irama khas yang dulu selalu melekat padanya dalam setiap laga."
Di menit ke-71, memanfaatkan momen bola mati, tim Jerman melakukan substitusi: Klose masuk menggantikan Gomes.
"Kita menyaksikan Klose memasuki lapangan! Dia menggantikan Gomes yang tampil gemilang dalam pertandingan ini dengan mencetak dua gol!"
Seluruh fans Jerman di stadion berteriak histeris. Bisa dipastikan, bukan hanya di sini - di setiap kota di Jerman, maupun para pendukung setia di seluruh penjuru dunia, pasti sedang menyaksikan dengan sorak-sorai gegap gempita menyambut kembalinya Klose ke lapangan hijau.
“Sungguh-sungguh sulitnya, di usia 36 tahun yang sudah tergolong senior, baru saja menjalani operasi meniskus sebelum Piala Dunia, semua orang sempat mengira dia tidak bisa ikut Piala Dunia, tapi Yang Chengzhuo tetap keras kepala membawanya ke arena Piala Dunia, tetap keras kepala memberikan dukungan dan dorongan, akhirnya kita menyaksikan momen Klose kembali turun ke lapangan!”
Saat mengucapkan kata-kata ini, nada bicara komentator penuh dengan penyesalan mendalam, karena dia sangat paham - baik bagi Klose, Yang Chengzhuo, maupun tim Jerman, kembalinya Klose ke lapangan bukan sekadar representasi pemain itu sendiri, tapi semangat pantang menyerah yang menjadi jiwa tim ini!
Terkadang, ikon dan jiwa sebuah tim dibentuk oleh pemain-pemain yang menorehkannya dengan usaha keras dan pengorbanan nyawa, bukan sekadar retorika kosong belaka.
Gomes dan Klose saling memeluk erat di pinggir lapangan. Meski keduanya adalah rival terberat, namun Gomes tetap mengagumi veteran ini. Dari Klose, dia belajar banyak hal. Dari Klose juga, dia melihat keterbatasan dirinya. Oleh karena itu, setelah Klose absen karena cedera, diam-diam dalam hati dia bersumpah akan mengisi kekurangan yang ditinggalkan Klose dengan tindakan nyata dan performa.
Kini, dia telah melakukannya dengan sangat tepat. Dia sudah mencapai segala hal yang bisa dia lakukan!
Banyak pemain lain mendekat untuk memeluk Klose dan mendoakannya tampil baik. Ratusan fans bertepuk tangan menyambut kembalinya Klose ke lapangan. Teriakan 【Miro! Miro!! Miro!!】 memekak telinga - ini penghargaan yang layak mereka dapatkan.
Kembali ke lapangan sepakbola, berdiri di tengah hijau, Klose menarik napas dalam-dalam. Ia mencium aroma keringat samar yang terserak di udara - bau getir hasil tetesan peluh para pemain yang bertarung mati-matian di lapangan. Sedikit pahit, namun menyimpan daya magis yang membuat darah berdesir.
Posisinya berada di garda terdepan tim, titik terdekat dengan gawang lawan. Di hadapannya, Garay dan Fernández berdiri bagai musuh bebuyutan. Kedua bek Argentina itu memandangnya dengan sorot mata licik, seolah siap meluncurkan tackling keras ke kaki kanannya kapan saja - sikap khas para bek terhadap pemain yang baru pulang dari cedera.
Tapi Klose sama sekali tidak gentar. Sebaliknya, senyum kecutnya justru membuat kedua bek tengah Argentina yang secara usia bisa jadi adik kelasnya itu bingung. Dengan tergopoh-gopoh, mereka pun membalas senyuman itu dengan canggung.
Saat pertandingan dilanjutkan kembali, Klose mulai terus-menerus menyusup di area depan. Kesadaran larinya tetap menonjol seperti biasa, hal yang sudah tertanam dalam di kepalanya dan tak bisa dihapus siapa pun. Namun raganya jelas belum bisa beradaptasi dengan irama pertandingan berintensitas tinggi ini. Setiap kali menguasai bola, saat lawan mendekat, ia langsung merasakan tekanan yang seolah menindih wajahnya, lalu segera mengirimkan umpan keluar.
Setiap bola yang sampai di kaki Klose seolah berubah menjadi transisi. Kadang sebenarnya ada kesempatan bagus, tapi Klose tetap cepat mengalirkan bola sehingga melewatkan peluang. Di sisi lain, terkadang ia terlambat sedikit dalam menentukan waktu umpan yang tepat, menyebabkan bola direbut lawan.
Semua ini diamati oleh Yang Chengzhuo di pinggir lapangan. Baginya ini sangat normal, karena Klose yang telah lama kekurangan pertandingan dan pelatihan, kini perlu terus-menerus melakukan kesalahan untuk secepatnya menguasai irama pertandingan, membuat raganya beradaptasi kembali dengan atmosfer pertandingan berintensitas tinggi seperti ini. Barulah demikian ia bisa menunjukkan kekuatannya.
Kalau tidak, selamanya ia akan tetap seperti sekarang: kesadaran sudah tepat, tapi raga tak sanggup mengikuti!
"Kuharap ia bisa memanfaatkan 20 menit ini dengan baik!" gumam Yang Chengzhuo lirih seolah berbicara pada diri sendiri.
Benitez dan Ballack di sampingnya mendengar ucapan itu. Keduanya memberikan dukungan pada keputusan Yang Chengzhuo. Jika 20 menit yang sudah hampir tak bermakna ini bisa menukar kemampuan bertarung Klose, bagi tim Jerman itu jelas pertimbangan yang lebih hemat.
Karena itu, setelah Klose turun ke lapangan, permintaan Yang Chengzhuo pada semua pemain adalah sebisa mungkin mengoper bola ke bawah kaki Klose.
Namun, seiring meningkatnya kesalahan Klose, tim Jerman juga menghadapi ancaman serangan balik Argentina, terutama dari Messi. Sang bintang top ini bertarung mati-matian untuk membalaskan dendam Argentina, sehingga bersama Sergio Agüero mereka bermain sangat agresif di lini depan. Serangan balik demi serangan balik berhasil menciptakan ancaman, hanya tinggal selangkah lagi mencetak gol.
Keunggulan 3 gol membuat Yang Chengzhuo tak terlalu khawatir. Bagi Argentina, kecuali bisa mencetak 3 gol tambahan, hasil pertandingan ini sudah tidak bermakna. Oleh karena itu, pelatih lebih fokus membantu Klose beradaptasi kembali dengan irama pertandingan.
Waktu terus berjalan, serangan balik pemain Argentina justru semakin kacau. Terutama setelah Savilla menggantikan Sergio Agüero dengan Higuain - substitusi yang seharusnya memperkuat serangan ini malah mengurangi daya gedur serangan balik. Setidaknya dalam aspek ini, ancaman Sergio Agüero jauh lebih besar dibanding Higuain.
Serangan tim Jerman juga tetap berfokus pada Klose, banyak operan yang dikirim ke kakinya. Ini memberi striker Jerman beberapa kesempatan, namun entah karena koordinasi langkah yang kurang baik setelah mengontrol bola, atau pra-penilaian lintasan bola yang bermasalah, ia selalu gagal menemukan momen yang tepat untuk menembak.
Bermain selama 20 menit, Klose ternyata tidak melakukan satu pun tembakan. Angka ini jelas sangat mengecewakan, setidaknya membuktikan bahwa proses pemulihan Klose sama sekali tidak ideal, bahkan bisa dikatakan sangat serius.
Baru pada menit kedua tambahan waktu, tim Jerman akhirnya kembali mendapatkan peluang.
Lahm di sayap kiri memanfaatkan tekanan serangan Argentina, melakukan serangan balik dengan menggiring bola cepat. Bersama Reus di sisi kiri, mereka melakukan koordinasi tembok satu-dua melewati Zabaleta, lalu menerobos pertahanan Argentina dengan dribel cepat, bersiap masuk ke kotak penalti dari sisi kiri area penalti besar.
Fernández menerjang ke luar untuk memblokir, tapi Lahm memiliki kecepatan yang semakin lama semakin keras. Setelah berhenti mendadak lalu tiba-tiba berakselerasi, ia berhasil melepaskan diri dari Fernández, turun ke garis bawah, lalu mengirimkan umpan silang datar rendah ke tengah lapangan.
Umpan silang ini tak terlalu cepat, kekuatan dinamisnya tidak besar, namun sudut pandangnya presisi dengan sangat bagus dan baik, nyaris melewati Garay yang sedang mengejar, lalu mendarat di depan Klose yang juga sedang berlari cepat kembali. Tapi kecepatannya tak sebanding Garay, ketinggalan sedikit, sehingga malah berhasil menyambar bola di sisi kanan Garay.
Saat itu yang muncul di hadapannya adalah gawang yang luas, dan yang harus dilakukannya hanyalah menyapu bola dengan kaki untuk menusuknya ke dalam gawang tersebut.
Asalkan tidak disambar Romero, maka tembakan ini akan terwujud, dan ia akan menyamakan kedudukan rekor 15 gol Piala Dunia Ronaldo!
