Kereta kuda melesat di jalan setapak. Tubuh Wang Lin bergoyang mengikuti lubang jalan. Ia memeluk erat bungkusan pakaian, hati berdebar membawa harapan orang tua, meninggalkan desa tempatnya tinggal selama 15 tahun.
Jarak ke kota kabupaten cukup jauh. Wang Lin tertidur. Entah berapa lama, tubuhnya digoyang lembut. Membuka mata, Paman Keempat tersenyum menatapnya bercanda: "Tie Zhu, pertama kali merantau, apa rasanya?"
Wang Lin merasakan kereta kuda telah berhenti, tersenyum polos: "Tidak ada perasaan khusus, hanya agak takut, tak tahu apakah bisa diterima oleh dewa."
Paman Keempat tertawa terbahak, menepuk bahu Tiezhu: "Sudah, jangan dipikirkan lagi. Kita sudah sampai. Ini rumah Pamanku, istirahatlah dulu. Pagi nanti aku akan membawamu ke keluarga besar."
Setelah turun dari kereta kuda, pemandangan yang terbentang di depan Wang Lin adalah deretan rumah genteng. Mengikuti Paman Keempat ke sebuah kamar, Wang Lin duduk di tempat tidur namun tak kunjung mengantuk. Pikirannya melayang pada ucapan-ucapan orang tua, kerabat, dan warga desa. Dalam hati ia menghela napas, tekad untuk diterima sebagai murid dewa semakin menguat.
Waktu berlahan berlalu, tak lama kemudian fajar mulai menyingsing. Meski semalam hampir tak tidur, semangat Wang Lin tetap menggebu. Dengan perasaan gelisah, ia mengikuti Paman Keempat menuju rumah besar Keluarga Wang.
Ini pertama kalinya Wang Lin melihat rumah sebesar ini, matanya terpukau. Paman Keempat berjalan sambil menghela napas, "Tiezhu, kali ini kau harus memberikan kebanggaan untuk ayahmu, jangan sampai ditertawakan sanak saudara."
Hati Wang Lin semakin gugup, bibir bawahnya tergigit erat, ia mengangguk pelan.
Tak lama kemudian, paman membawanya ke halaman tengah kompleks rumah besar. Kakak tertua ayah Tiezhu, seorang tua berdiri di halaman, melihat Tiezhu lalu mengangguk singkat, "Tiezhu, nanti saat dewa datang, jangan bertingkah aneh. Ikuti saja semua yang dilakukan kakakmu Wang Zhuo, bagaimana dia bersikap, begitu pula kau, mengerti?!"
Beberapa kata terakhir diucapkannya dengan nada keras.
Wang Lin diam seribu bahasa. Matanya menjelajah sekeliling, selain Wang Zhuo, terlihat seorang remaja lain berkulit agak gelap dengan wajah tegap. Matanya memancarkan kecerdikan, pakaiannya terlihat menggembung seolah menyembunyikan sesuatu.
Dia melihat Tie Zhu menatapnya, lalu memperlihatkan wajah lucu sambil berlari mendekat dan bertanya, "Kamu pasti Kak Tie Zhu dari keluarga Paman Kedua ya? Namaku Wang Hao."
Wang Lin tersenyum kecil dan mengangguk.
Si orang tua itu merasa kesal dalam hati melihat Tie Zhu mengabaikannya, hendak memarahi.
Tiba-tiba awan di langit berarak, kilat pedang menerobos langit dengan cepat. Setelah kilat menghilang, terlihat seorang pemuda berbaju putih berdiri gagah. Matanya bersinar tajam, memancarkan aura yang elegan dan luar biasa. Dengan tatapan dingin, ia menyapu pandangannya ke tiga remaja termasuk Tie Zhu, terutama menatap benda yang menggembung di baju si remaja lincah, lalu berkata keras: "Tiga kuota keluarga Wang, inikah mereka?"
"Inikah orang suci?" Di bawah tatapannya, Wang Lin merasakan tubuhnya terasa dingin, jantung berdebar kencang tak terkendali. Wajah kecilnya pucat membatu menatap sosok itu.
Melihat ke arah remaja yang berwajah cerdas itu, dia juga meletakkan kedua tangan di sisi celana, berdiri dengan penuh hormat, matanya memancarkan kegilaan.
Hanya Wang Zhuo yang meliriknya sambil lalu, hidungnya mendengus kecil.
Ayah Wang Zhuo buru-buru maju, wajahnya penuh khidmat, berkata dengan gugup dan takut: "Dewa, ketiga orang inilah anggota keluarga Wang yang direkomendasikan."
Pemuda itu mengangguk, berkata tak sabar: "Siapa Wang Zhuo?"
Orang tua itu tersenyum senang, segera menarik Wang Zhuo: "Dewa, inilah putra hamba Wang Zhuo."
Pemuda itu menatap Wang Zhuo dalam-dalam, raut wajahnya sedikit melunak: "Saudara Sepupu Wang memang tampan, pantas saja bisa menarik perhatian Shibo Daoxu."
Wang Zhuo memandang sombong ke arah Tie Zhu dan remaja cerdas itu: "Tentu saja, bakat kultivasiku dipuji langsung oleh Dewa Daoxu."
Pemuda itu mengerutkan kening sebentar, lalu segera melonggarkan ekspresinya. Ia memandang Wang Zhuo dengan tatapan setengah tertawa, lalu mengibaskan lengannya. Awan dan kabut berubah menjadi pelangi panjang saat ketiga remaja itu terbawa angkasa, menghilang seketika dari tempat itu.
Paman Keempat menatap langit sambil bergumam pelan, "Tie Zhu, kau harus terpilih!"
Wang Lin merasakan tubuhnya ringan diterpa angin keras yang menyakitkan wajahnya. Saat membuka mata, ia terkejut menemukan dirinya terjepit di ketiak sang pemuda, melesat cepat di udara. Desa-desa di bawah berubah menjadi titik-titik hitam sebesar telapak tangan yang bergerak mundur cepat.
Hanya dalam sekejap, matanya sudah memerah diterpa angin, air mata mengalir deras.
"Kalau tidak mau buta, pejamkan mata kalian!" Suara dingin pemuda itu menggema. Wang Lin gemetar dalam hati, segera menutup mata rapat-rapat. Kerinduannya pada dunia kultivasi semakin membara.
Tidak lama kemudian, Wang Lin bisa merasakan si pemuda mulai terengah-engah sedikit, kecepatannya pun jelas melambat. Tiba-tiba pandangannya berkunang-kunang saat pemuda itu terjun cepat ke bawah. Saat mendarat, sang pemuda melepaskan pegangan, membuat tiga remaja itu terjatuh ke tanah.
Untungnya tenaga jatuh tidak terlalu keras. Ketiganya segera bangkit. Di hadapan Wang Lin terbentang pemandangan seperti surga yang mirip dengan Shangri-La - perbukitan hijau, air jernih, kicau burung, dan harum bunga.
Tepat di depan, menjulang tinggi sebuah puncak gunung yang menyentuh awan. Ribuan batu bersaing keindahan, diselimuti kabut yang mengaburkan detailnya. Sesekali terdengar raungan binatang buas. Sebuah jalan setapak berbatu berkelok-kelok turun dari gunung bagai lukisan indah dengan panorama perbukitan dan aliran air yang jernih. Perasaan terpisah dari dunia pun menyergap.
Memandang jauh ke atas, di puncak gunung berdiri sebuah balai besar. Meski tertutup kabut, kilauan cahaya pelangi yang berkedip-kedip memancar, membuat siapapun yang melihatnya tak kuasa menahan rasa ingin bersujud.
Di samping aula besar, sebuah jembatan batu panjang yang menjorok keluar seperti bulan sabit membentang ke dalam kabut kosmis, menghubungkan ke puncak gunung lainnya.
Tempat suci seperti ini tak lain adalah gerbang utama Sekte Heng Yue. Sebagai salah satu sekte kultivasi langka di Negara Zhao, 500 tahun yang lalu mereka pernah mendominasi seluruh dunia kultivasi Zhao dengan beberapa makhluk tua periode Yuanying, gemilang tak tertandingi. Sayangnya, setelah mengalami berbagai pergolakan seiring waktu, sekte raksasa ini kini menyusut hingga nyaris tak bisa bertahan di peta dunia kultivasi.
Namun demikian, bagi orang-orang biasa dalam radius puluhan ribu li, Heng Yue Pai tetap menjadi sesuatu yang mustahil dijangkau.
"Saudara Zhang, apakah ketiga remaja ini rekomendasi dari Keluarga Wang?" Seorang pria paruh baya berjubah hitam dengan aura immortal turun melayang dari lereng gunung.
Pemuda itu menunjukkan ekspresi hormat, "Kakak Ketiga, mereka memang yang direkomendasikan Wangjia."
Pria paruh baya itu menyapu pandangannya, menatap Wang Zhuo lebih lama sambil tersenyum: "Pemimpin Sekte tahu latihanmu mencapai titik krusial, menyuruhku melakukan tes ini. Kembalilah berlatih."
Pemuda itu mengangguk patuh. Tubuhnya bergerak menyusuri jalan setapak di pegunungan, sekejap mata menghilang tanpa jejak.
Wang Lin termenung memandang pemandangan depan matanya, dada berdebar kencang. Tiba-tiba merasa ada yang menarik bajunya. Ia menoleh dan melihat remaja bermuka lincah dengan sorot mata bernafsu: "Ini tempat tinggal dewa! Demi langit, aku Wang Hao harus terpilih!" Katanya sambil meraba benda yang menggembung di dalam bajunya.
