Wang Zhuo juga tertegun di tempat menyaksikan pemandangan itu. Baru setelah lama ia sadar kembali, sikap sombongnya tanpa sadar berkurang banyak.
Saat itu, beberapa sinar pedang pelangi tiba silih berganti. Setiap sinar menghilang, menampakkan murid-murid Sekte Hengyue yang di sampingnya tak luput mengiringi beberapa remaja berusia 15-16 tahun.
Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan. Saat mendarat, sama seperti Wang Lin bertiga, mereka terpana memandang pemandangan di depan dengan ekspresi beragam di wajah.
Murid-murid Sekte Hengyue yang mengantar mereka berdiri tercerai-berai tak jauh, saling berbincang sambil mengamati para remaja. Setelah menunggu sejenak, akhirnya semua remaja yang direkomendasikan telah berkumpul. Pria paruh baya berbaju hitam itu menyapu pandangannya ke kerumunan, berkata dengan suara datar: "Hanya sedikit dari kalian yang akan terpilih sebagai murid Sekte Hengyue."
Para remaja gemetar ketakutan. Wang Lin semakin gugup. Ia menghitung, total peserta ujian ada 48 orang.
"Kultivasi immortal, yang terpenting adalah bakat alam. Ujian pertama adalah mengukur kecukupan akar spiritual kalian." Pria paruh basa itu tanpa ekspresi, menunjuk sembarang seorang remaja. "Siapa yang kupanggil, majulah ke depan."
Anak muda itu kakinya gemetar, berjalan mendekat dengan hati-hati. Tangan pria paruh baya menempel di atas kepalanya, berkata datar: "Tidak memenuhi syarat, berdiri di sebelah kiri."
Anak muda itu seolah kehilangan semua tenaga, wajahmuram dengan tatapan kosong berjalan ke kiri, diam membisu.
Lalu anak muda lain ditunjuk, maju dengan perasaan cemas.
"Tidak memenuhi syarat."
"Tidak memenuhi syarat."
"Tidak memenuhi syarat."
Lebih dari sepuluh orang berturut-turut, semuanya tidak memenuhi syarat. Di sebelah kanan pria paruh baya, sampai saat ini belum ada satu pun yang berdiri.
Wang Zhuo ditunjuk. Kesombangan di wajahnya menghilang, wajahnya pucat mendekat.
Saat tangan pria paruh baya menyentuh kepala Wang Zhuo, tiba-tiba wajahnya berseri, berkata ramah: "Siapa namamu?"
Wang Zhuo segera membungkuk hormat: "Lapor Immortal, hamba Wang Zhuo."
Pria paruh baya mengangguk, tersenyum: "Jadi kamu Wang Zhuo yang disebut Paman Daoxu. Bagus, berdiri di sebelah kanan."
Wang Zhuo sangat gembira, di bawah tatapan iri semua orang, ia berjalan ke sebelah kanan. Kesombongan kembali muncul di matanya saat memandang remeh kerumunan orang dengan sikap angkuh.
"Dasar, dapat rejeki nomplok aja dia." Wang Hao mencibir, berbisik pada Wang Lin.
Wang Lin semakin gugup. Bayangan sorot mata penuh harap orang tuanya muncul di pelupuk matanya. Tangannya mengeras menggenggam.
"Bagus, kau juga ke sebelah kanan." Suara takjub si pria paruh baya terdengar. Di hadapannya berdiri seorang gadis remaja.
Tak lama kemudian, sebagian besar remaja telah selesai diuji. Hanya dua orang yang berdiri di sebelah kanan pria itu. Selanjutnya, giliran Wang Hao dipanggil.
Wang Hao berlari kecil menghadap pria paruh baya. Sebelum diuji, ia langsung bersujud dan membenturkan kepala ke tanah berkali-kali. "Dewa yang abadi kebahagiaannya, umur sepanjang langit! Hamba Wang Hao. Dewa sudah menguji banyak orang, pasti lelah. Bagaimana kalau beristirahat dulu? Saya tidak buru-buru, tidak apa-apa."
Pria paruh baya itu tertawa getir. Dari sekian banyak anak yang diuji, semuanya menunjukkan wajah tegang. Hanya remaja berwajah culun ini yang paling lihai, bahkan berani memberikan pujian. Ia meletakkan tangan di kepala Wang Hao sambil menggeleng, "Bakatmu kurang memadai, ti..."
Wang Hao langsung merasa dunia runtuh mendengar penilaian bakatnya tak memenuhi syarat. Sebelum sang dewa selesai bicara, ia segera mengeluarkan kotak giok dari dalam jubahnya, "Dewa, ini benda yang ayahku temukan di gunung. Sudah berkali-kali dicoba tapi tak bisa dibuka. Hamba bawakan khusus untuk persembahan pada Dewa."
Pria paruh baya itu menggeleng sambil tersenyum ringan, hendak menolak. Namun saat matanya menyapu kotak giok, tiba-tiba pupilnya menyempit. Ia menyambar kotak itu dan memeriksanya dengan saksama, lalu wajahnya berseri-seri. "Bagus, ini adalah Ganoderma berusia 300 tahun. Dari bentuk kotak giok ini, sepertinya disegel oleh praktisi kultivasi. Pantasan saja ayahmu tidak bisa membukanya." Ia berhenti sejenak, merenung sebentar sebelum tersenyum ramah. "Aku sedang membutuhkan asisten pembuatan eliksir. Kau terlihat cukup lincah, maukah menjadi asistenku?"
Wang Hao langsung berseri-seri. Perubahan nasib yang dramatis ini membuatnya gemetar kegirangan. "Mau, Dewa! Aku mau!" teriaknya penuh semangat.
Pria paruh baya itu mengangguk puas. "Sebagai asistenku, kau akan mendapat perlakuan yang setara dengan murid lain. Kau bisa mempelajari seni immortal sect kita. Berdiri di sebelah kanan."
Jantung Wang Hao berdebar penuh semangat. Ia berlari ke sebelah kanan lalu melototi Wang Zhuo dengan tatapan penuh kemenangan.
Semula peserta yang gagal menatap dengan iri. Kepala mereka tertunduk lesu, beberapa bahkan sudah menangis tersedu-sedu dengan wajah basah oleh air mata.
Pria paruh baya mengerutkan kening dan berteriak, "Yang menangis, langsung diantar pulang!"
Beberapa murid Sekte Hengyue yang berdiri tak jauh segera melangkah maju, menyeret beberapa orang yang merengek-rengek, lalu dengan santai menginjak cahaya pedang dan menghilang seketika.
Pria paruh baya itu mengacungkan jarinya sembarangan ke arah Wang Lin.
Wang Lin menarik napas dalam-dalam, berjalan mendekati pria itu dengan gemetaran. Pikirannya kosong, dalam hati ia terus berdoa, bayangan harapan orang tuanya terus terngiang di depan matanya.
"Aku pasti akan terpilih!" tekad Wang Lin mengeras.
Tangan lawan menekan bahunya, tiga kata dingin seperti es keluar dari mulutnya yang datar.
"Tidak memenuhi syarat!"
Wang Lin tak tahu bagaimana ia bisa sampai di barisan kiri. Telinganya berdenging seperti guntur musim semi, tiga kata itu terus bergema di kepalanya.
Tak lama kemudian, semua orang telah diuji. Di sebelah kanan hanya tersisa tiga orang yang di mata para gagalan tampak seperti anak-anak emas langit, menjulang begitu agung.
Wang Zhuo memandang Wang Lin dengan pandangan merendahkan, mata penuh ejekan tak tersembunyikan.
"Dalam kultivasi, bakat memang penting, tapi ketekunan lebih menentukan. Kalian yang berbakat biasa-biasa saja, jika memiliki keteguhan hati, masih bisa menjadi siswa magang! Tes kedua ini adalah ujian ketekunan!" Pria paruh baya itu berkata tanpa ekspresi, berhenti sejenak lalu melanjutkan: "Naiki tangga ini sampai puncak. Yang berhasil sampai dalam tiga hari dinyatakan lulus. Yang gagal akan dikembalikan ke keluarga masing-masing. Jika menyerah di tengah jalan atau menghadapi bahaya, teriakkan 'menyerah' dan kalian akan dievakuasi."
Setelah selesai, pria itu tersenyum pada trio di sebelah kanan: "Kalian ikut saya menemui ketua sekte untuk penempatan master. Wang Hao, kamu tidak perlu ikut. Temani saya ke ruang eliksir untuk pelatihan dasar."
Setelah memberi instruksi, pria paruh baya itu membawa tiga anak emas mendaki gunung hingga hilang dari pandangan.
Wang Lin menarik napas dalam-dalam, pandangan mantap, tanpa ragu melangkah menuju tangga batu untuk mengikuti tes kedua: ketekunan.
Selain tiga bintang pilihan dan enam pemuda yang dipulangkan karena menangis, tersisa 39 orang.
Di antara 39 orang ini ada yang putus asa, ada yang bertekad bulat, juga yang ragu-ragu dan takut. Mereka berjalan tak beraturan di tangga, mengukir masa depan masing-masing.
