Adapun pria terakhir yang berusia sekitar 28-29 tahun dengan wajah panjang seperti kuda. Dagunya terangkat tinggi, matanya melirik ke atas dengan ekspresi meremehkan. Ia berkata: "Junior Wang, selama bulan-bulanmu mengasingkan diri, kau pasti tidak tahu lelucon terbesar di Sekte Hengyue belakangan ini. Seperti yang dikatakan Junior Xu, Wang Lin ini menggunakan metode memalukan untuk menyusup jadi murid dalam."
Wang Zhuo mendengar itu, tertawa mengejek keras, "Aku benar-benar kaget tadi, ternyata kamu masuk dengan cara seperti itu. Tapi dengan bakatmu yang payah itu, seumur hidup jangan harap bisa mencapai lapisan pertama Qi Condensation. Ngapain datang mempermalukan diri dan mencoreng nama keluarga Wang?"
"Saudara Wang, perkataanmu kurang tepat. Meski bakat penting, tapi ketekunan juga kunci. Menjadi immortal pada dasarnya melawan takdir. Tanpa ketekunan luar biasa, bakat sebaik apapun tak ada gunanya." Nyonya Zhou mengedipkan matanya halus, suaranya lembut merdu.
"Kata Senior Wang juga benar kok. Wang Lin ini dari tampang saja sudah terlihat bodoh, sama sekali tidak mirip calon immortal." Nona Xu mendekati Wang Zhuo beberapa langkah, tak menyia-nyiakan kesempatan untuk membelanya.
Wang Lin tersenyum kecut. Kini dia paham, hubungan beberapa orang di depannya cukup rumit. Wang Zhuo jelas-jelas menyukai Nyonya Zhou. Sedangkan gadis Xu ini, tampaknya sudah jatuh hati pada Wang Zhuo, makanya sebelumnya berusaha ikut campur merusak.
Tertawanya membuat Wang Zhuo tidak senang. Ia mendengus dan berkata, "Wang Lin, lebih baik kau pergi dari Sekte Hengyue. Kalau tidak, saat pertandingan murid dalam di akhir tahun, dengan fisikmu yang lemah itu, kau bisa mati atau setidaknya cacat."
Wang Lin pernah mendengar dari Sun Dazhu bahwa setiap akhir tahun ada ujian mirip ujian nasional untuk murid dalam, dimana pemenangnya akan mendapat hadiah harta magis. Ujian ini terbagi dua level: pertama perebutan 10 besar antar semua murid dalam, kedua perebutan gelar Raja Pendatang Baru antar murid baru yang direkrut tahun itu.
Ia menyeringai acuh tak acuh, "Tak usah kau khawatir. Apa urusanmu jika aku cacat atau mati?"
Wang Zhuo berkata dengan dingin, "Aku hanya mengingatkan karena kita masih kerabat. Kalau kau tak mau menerima niat baikku, jangan salahkan aku jika nanti di pertandingan aku tidak akan segan!" Matanya berkilat penuh ancaman.
Wang Zhuo sejak kecil memandang rendah keluarga Wang Lin. Meski sebelumnya tak pernah bertemu, ia sering mendengar cerita dari ayahnya. Terutama tentang ayah Wang Lin yang dianggap pandai merayu kakek sehingga warisan keluarga dibagi tidak adil. Menurut ayah Wang Zhuo, kakek terlalu memihak dan menghina ayahnya, tapi berkat keadilan para kerabat, harta warisan akhirnya berhasil direbut kembali. Karena itu, Wang Zhuo selalu menganggap keluarga Wang Lin sebagai aib keluarga Wang. Baginya, sifat ayah pasti menurun ke anak.
Meski setelah dewasa agak meragukan kebenaran cerita ayahnya, sifat angkuh dan sombong Wang Zhuo sudah mendarah daging. Bahkan terkadang ia meremehkan ayahnya sendiri, apalagi orang lain.
Gadis bermarga Xu terkejut, berbisik di samping Wang Zhuo: "Kalian ini kerabat?"
Dua orang lainnya juga kaget. Baru kali ini mereka tahu bahwa keduanya memiliki hubungan keluarga.
Gadis bermarga Xu melihat ekspresi Wang Zhuo yang tidak bersahabat, buru-buru membelanya: "Kakak Wang Zhuo, dia tidak mengerti niat baikmu. Jangan marah, kamu orang baik, lebih pintar darinya. Jangan berharap dia langsung paham maksudmu. Nanti ketika dia sudah menderita, pasti akan mengerti kebaikanmu. Keluarga kami juga punya kerabat seperti ini, sebenarnya semua keluarga sama, tidak mungkin semua sepintar kamu. Aku mengerti perasaanmu, kamu kecewa karena dia tidak bisa berkembang, bukan?"
Wang Zhuo agak tersipu mendengar perkataan gadis bermarga Xu. Ia melotot tajam ke arahnya, tidak bisa membedakan apakah perempuan ini sedang menyindir atau benar-benar membelanya.
Wang Lin tertawa mendengar ucapan gadis itu: "Wang Zhuo, rupanya aku salah paham. Baiklah, kebaikanmu padaku akan kuingat baik-baik. Terima kasih ya."
Tiba-tiba pintu Ruang Eliksir terbuka, keluar seorang pemuda berbaju pendek. Pemuda ini bermuka cerah dan tampak lincah, tak lain adalah Wang Hao.
Setelah keluar, dia batuk dengan keras untuk menarik perhatian semua orang, lalu menunjukkan ekspresi puas diri sambil berkata: "Duo Ling Dan hari ini belum selesai dibuat. Kalian tunggu dulu. Nanti setelah tuan selesai mengolah, aku akan panggil kalian satu per satu masuk."
Wang Zhuo melototi Wang Hao sambil menggeretakkan gigi, tapi saat ini dia benar-benar tidak berani menyinggungnya. Bagaimanapun, Wang Hao adalah asisten kakak ketiga di Ruang Eliksir yang bertanggung jawab atas urusan-urusan sepele di sana. Jika dia sampai membuat marah, nanti ketika kakak ketiga menindaklanjuti, tunjangan bulanannya pasti akan dipotong banyak.
Setelah selesai bicara, Wang Hao mengarahkan pandangannya dan langsung tersentak gembira saat melihat Wang Lin. Dia buru-buru menarik Wang Lin ke samping sambil berbisik: "Kak Tie Zhu, selamat menjadi murid bagian dalam. Aku sudah dengar semua ceritamu. Sebenarnya ingin mengobrol langsung, tapi tempat ini terlalu mengikat, susah keluar. Jangan hiraukan omongan orang lain. Nanti ketika Seni immortalmu sudah matang, tunjukkan pada mereka yang meremehkanmu!"
Wang Lin merasa sedikit hangat di hati, tersenyum ringan dan berkata: "Wang Hao, terima kasih."
Wang Hao menghela napas perlahan, melanjutkan: "Saat itu di rumah besar, aku sebenarnya ingin membelamu, tapi ayahku melototiku. Dari ekspresinya, jelas tak ingin aku ikut campur. Kakak Tie Zhu, jangan ambil hati ya."
Wang Lin menggelengkan kepala, berkata: "Urusan masa lalu, buat apa diungkit lagi? Sekarang aku hanya ingin fokus berlatih, secepatnya mencapai Tingkat Pertama Konsentrasi Qi."
Matanya Wang Hao berkilat licik. Diam-diam ia mengeluarkan sesuatu dari dalam jubahnya dan menyodorkan ke tangan Wang Lin sambil mengedipkan mata. Tiba-tiba suara dingin bergema dari dalam Ruang Eliksir.
"Asisten pembuatan eliksir, belum juga kembali?!"
Wang Hao menjawab tergesa-gesa lalu berlari kembali ke Ruang Eliksir.
Wang Lin menggenggam erat benda di tangannya. Dari sudut matanya terlihat tiga butir pil kristal bening. Diam-diam ia menyimpannya ke tas penyimpanan, lalu tanpa peduli tanah kotor, langsung duduk bersila dan mulai bermeditasi sambil menunggu.
Selain pria berusia akhir dua puluhan yang melirik Wang Lin dengan sedikit keheranan sebelum duduk bersila seperti dirinya, tiga orang lainnya tetap berdiri di samping.
Wang Zhuo dengan ekspresi menjilat berbicara pelan kepada perempuan bermarga Zhou, sementara gadis bermarga Xu tampak kesal, sesekali menyela.
Waktu berlalu perlahan, kegelapan menyelimuti bumi. Saat bulan mulai terbit, pintu Ruang Eliksir terbuka kembali. Wang Hao keluar dengan wajah letih membawa nampan.
Di dalamnya terdapat lima fragmen Spirit Stone kelas rendah dan lima pil kristal yang jernih.
Para murid maju satu per satu mengambil jatah mereka. Wang Lin yang terakhir. Setelah mengambil bagiannya, ia tersenyum pada Wang Hao lalu mengangkat tangan hormat sebelum pergi.
Kebaikan Wang Hao terukir di hatinya. Tiga pil yang diselipkan diam-diam tadi ternyata adalah Pil Perampasan Spirit.
