Raksasa itu menatap dengan sorot mata serakah, tertawa terbahak-bahak: "Bagus, bagus! Jasa besar ini milik gue! Hasil kali ini lumayan, pertama melihat hawa kekerasan, lalu melihat Batu Mutiara itu. Lin Yi, kalau kau berani berebut dengan gue, percaya nggak gue bunuh kau?" Sambil berkata, raksasa itu melangkah keluar dari awan, tubuh setinggi puluhan zhang memancarkan tekanan dahsyat.
Tubuhnya mengeluarkan suara berderak-derak, menyusut cepat hingga mencapai tinggi manusia normal. Di tengah dahinya, terlihat pola berbentuk palu.
"Chi, apa maksudmu!" Lin Yi membentak keras.
Ia melotot ke arah Lin Yi, melangkahkan kaki masuk ke lingkaran terowongan luar wilayah. Setelah masuk, tangan kanannya dikibaskan—terowongan seketika berubah kembali menjadi dua naga, lenyap tanpa jejak dalam sekejap. Langit segera terang kembali, awan hitam yang menyesakkan pun sirna seluruhnya.
Lin Yi wajahnya sangat muram, sorot matanya memancarkan dingin. Ia menoleh memandang Teng Huayuan yang masih bingung tak mengerti situasi, tertawa sinis beberapa kali. Langkah kakinya menghentak, tubuhnya melesat cepat berubah menjadi cahaya panjang dan menghilang di ufuk langit.
Kultivator Negara Zhao di luar Lembah Jueming, tak peduli siapa pun, semuanya mengingat pemuda yang berani melawan ahli periode Yuanying itu. Siluet Wang Lin sang kultivator Tahap Fondasi Bangunan itu terukir kuat di hati semua orang, tak sirna dalam waktu lama.
Kali ini kualifikasi Medan Perang Luar Wilayah untuk Negara Zhao dibatalkan tanpa ampun. Tak peduli masih ada Token atau tidak, semuanya jadi tak bernilai. Utusan yang membuka saluran sudah mengejar keluar, mana sempat mengingat urusan ini.
Lin Yi sendiri juga dipenuhi amarah. Ia hanya bisa memandang barang misi yang dirilis Aliansi Kultivasi itu melintas di depan matanya, tapi direbut paksa orang lain. Perasaan itu hampir membuatnya muntah darah.
Terutama ketika memikirkan bahwa batu mutiara itu ternyata selalu berada di Negara Zhao, padahal dirinya adalah Inspektur Negara Zhao. Jika hal ini tersebar, sungguh sangat memalukan.
Teng Huayuan bermuka masam. Ia tidak tahu apakah Wang Lin benar-benar mati atau tidak. Meski dalam hati menduga lawan mungkin sudah tewas, entah mengapa ia selalu merasakan kegelisahan yang tak tertahankan.
Orang-orang di luar Lembah Jueming perlahan bubar. Kisah tentang Wang Lin mulai menyebar, dalam sekejap hampir semua cultivator di Negara Zhao mengetahui sosok ini.
Park Namja membawa murid-muridnya kembali ke Sekte Xuandao. Di belakangnya ada seorang perempuan bernama Liu Mei. Segala yang disaksikannya menimbulkan kepahitan yang kompleks dan tak terungkap di hatinya.
Terhadap Wang Lin, entah mengapa ia menyimpan sedikit perasaan baik. Seiring waktu, perasaan ini tidak memudar, justru sering muncul di relung hatinya di malam yang sunyi.
Wang Zhuo dan Wang Hao, perlahan mengetahui segala kejadian di luar Lembah Jueming hari itu. Rasa dendam dalam hati mereka atas bencana pemusnahan keluarga yang ditimbulkan Wang Lin, berangsur-angsur menghilang.
Mereka menyadari diri mereka tidak memiliki keberanian seperti Wang Lin yang berani bertarung melawan ahli periode Yuanying. Namun ini tidak berarti mereka melepaskan niat balas dendam. Membunuh Teng Huayuan telah menjadi target terbesar dalam hidup Wang Zhuo dan Wang Hao.
Setelah kembali, Park Namja mempelajari detail tragedi Keluarga Wang. Setelah berdiam sejenak, atas permohonan Liu Mei, dia menerima Wang Hao sebagai murid.
Liu Mei tahu ini adalah satu-satunya hal yang bisa dia lakukan untuk sedikit membantu Wang Lin saat ini, meskipun mungkin Wang Lin tidak akan pernah tahu.
Teng Huayuan kembali ke Kota Keluarga Teng dengan perasaan cemas yang menggelisahkan. Dia memulai retret meditasi, bersumpah tidak akan keluar sebelum mencapai Tahap Akhir Bayi Yuan Ying.
Seluruh Negara Zhao seakan tiba-tiba menjadi lebih sunyi.
Medan Perang Luar Wilayah dipenuhi angin kencang dan retakan dimensi. Saat ini, di wilayah luar yang telah eksis ribuan tahun ini, terdapat tim pembersih berjumlah ribuan orang dari puluhan negara kultivasi tingkat tiga.
Tingkat kultivasi tertinggi mereka hanyalah Tahap Akhir Pembangunan Fondasi. Secara teori, dengan kemampuan selevel ini, mustahil bergerak leluasa di medan perang mengerikan ini, apalagi menyelesaikan tugas pembersihan.
Sebenarnya saat memasuki Medan Perang Luar Wilayah, Inspektur dari negara asal akan membagikan Giok Jade kepada setiap orang. Fungsi giok ini sebagai pertahanan terhadap angin kencang sekaligus tanda pengenal untuk teleportasi pulang setelah masa tugas 50 tahun.
Namun terhadap retakan dimensi misterius yang sering muncul tiba-tiba di berbagai sudut medan perang, efektivitas Giok Jade ini menjadi sangat terbatas.
Karenanya Medan Perang Luar Wilayah tetap sangat berbahaya bagi kultivator fase Fondasi ini. Namun dengan kewaspadaan ekstra dan keberuntungan, masih mungkin bertahan hidup utuh.
Secara umum, tingkat kelangsungan hidup di medan perang ini sekitar tiga puluh persen.
Meskipun tidak tinggi, dibandingkan dengan banyaknya bahan dan magic treasure yang bisa diperoleh saat membersihkan area ini, risiko tersebut menjadi tidak berarti. Kultivator pada dasarnya adalah pejuang melawan takdir - semakin tinggi risikonya, semakin besar pula imbalannya.
Selain itu, hampir semua yang kembali dengan selamat dari Medan Perang Luar Wilayah akan menempati posisi lebih tinggi dibanding murid lain di sekte mereka. Mayoritas juga mengalami peningkatan tingkat kultivasi yang jauh lebih cepat daripada berlatih di sekte.
Bagaimanapun juga, Medan Perang Luar Wilayah memiliki energi spiritual yang sangat melimpah, ditambah dengan bahaya maut yang konstan, membuat peningkatan kemampuan kultivasi menjadi sangat cepat.
Pada dasarnya, setiap operasi pembersihan selalu ada yang berhasil mencapai Pembentukan Inti. Ini menjadi salah satu alasan utama kultivator Tahap Fondasi Bangunan tak gentar menghadapi maut.
Saat ini, di posisi 67 derajat sudut timur laut Medan Perang Luar Wilayah, seorang pemuda berkulit putih sedang mengorek-orek mayat raksasa yang mengambang dengan pisau. Jika diamati, dia khusus menyasar sambungan baju zirah besar yang dikenakan mayat tersebut, jelas mengincar zirah itu.
Baju zirah di mayat itu sudah banyak yang rusak, beberapa bagian menunjukkan bekas terbakar, terutama di bagian dada raksasa yang seluruhnya pecah, memperlihatkan luka sebesar kepalan tangan orang normal.
Selain itu, di antara alis raksasa tersebut terdapat pola berbentuk palu yang samar, hampir tidak terlihat jika tidak diamati seksama.
Pemuda ini bernama Ma Liang, seorang kultivator dari Kuil Perang Negara Api Pembakaran - negara kultivasi tingkat tiga, dengan tingkat kultivasi Tahap Menengah Pembangunan Fondasi. Ia telah tinggal di Medan Perang Luar Wilayah selama lebih dari 30 tahun dan sangat berpengalaman.
Perlu dijelaskan bahwa Medan Perang Luar Wilayah adalah tempat misterius di mana penampilan fisik tidak akan berubah, dan baru akan mengalami penuaan secara cepat sesaat sebelum meninggalkan tempat ini.
Saat sedang menggali, tiba-tiba ekspresinya berubah. Ia segera merebahkan tubuh ketika melihat cahaya hitam pekat melesat dari kejauhan dan melintas dengan cepat di sampingnya.
Pemuda itu tertegun, dia tadi samar-samar melihat cahaya tinta itu seolah mengandung sebuah Batu Mutiara, tanpa basa-basi langsung meninggalkan baju zirah di tubuh raksasa itu dan mengejar ke depan.
Sudah lebih dari tiga puluh tahun dia berada di medan perang, selama ini selain sesama kultivator, meski tak pernah melihat orang hidup, tapi beberapa kali pernah menyaksikan Magic Treasure yang bisa terbang sendiri. Namun setiap kali selalu memicu perebutan besar-besaran antar sesama kultivator. Ma Liang pernah melihat dari jauh, setidaknya lebih dari seratus kultivator Tahap Akhir Pembangunan Fondasi berebut sebuah Pedang Terbang yang bisa terbang sendiri.
Meskipun akhirnya tidak ada yang berhasil merebutnya, tapi Ma Liang mendengar kabar bahwa benda-benda yang bisa terbang sendiri itu umumnya memiliki jiwa material. Harta karun seperti ini memiliki kekuatan yang sangat ekstrem.
Ma Liang mengerahkan kecepatan tercepatnya, mengejar objek tersebut. Semakin dikejar, hatinya semakin berdebar kencang. Terutama karena daerah ini cukup terpencil - selama setahun lebih di sini, dia belum pernah bertemu satu pun rekan seprofesi. Memikirkan ini, jantungnya berdegup kencang. Dalam hati dia bergumam, "Inilah keberuntungan Xiaoye! Jika bisa mendapatkan harta karun itu, setelah kembali ke sekte, pasti Adik Junior Perempuan akan memandangku dengan baru. Nanti jika harta ini kuserahkan ke Pemimpin Sekte, minta dia menjodohkan sang junior denganku sebagai pasangan Kultivasi Ganda, pasti sempurna!"
Dengan khayalan ini, Ma Liang mengerahkan seluruh tenaganya bagai menyusu, terus mengejar.
Tapi kecepatan Mutiara Tinta itu terlalu dashyat. Baru beberapa tahun dikejar, Ma Liang sudah tertinggal jauh. Dengan gigit gigi, dia mengeluarkan sebuah benda dari kantong penyimpanannya - sebuah pintal berwarna Merah menyala, memancarkan hawa panas dari seluruh permukaannya.
Ini adalah hasil terbesar Ma Liang selama membersihkan Medan Perang Luar Wilayah. Biasanya dia tidak berani mengeluarkannya karena takut dirampas. Tapi sekarang, melihat kecepatan Cahaya Tinta yang terlalu tinggi dan harta itu hampir menghilang dari pandangan, dengan perasaan tidak rela dia mengabaikan segalanya dan melemparkan sekoci ke depan.
Sekoci itu langsung membesar beberapa kali lipat. Dengan suara berdengung, benda itu melesat ke depan dengan kecepatan ekstrem. Ma Liang yang sudah membaringkan diri di atasnya dan berpegangan erat-erat, merasakan hembusan angin kencang seperti pukulan tinju di tubuhnya. Dengan susah payah membuka mata, dalam sekejap jaraknya dengan Cahaya Tinta semakin dekat.
Dengan perasaan girang, Ma Liang memeluk sekoci dan mengejar dengan cepat. Waktu berlalu, meski menggunakan sekoci dia tidak bisa menyusul atau menghadang Cahaya Tinta, hanya bisa mempertahankan jarak berurutan tanpa tertinggal.
Sampai hari ketiga, Ma Liang melihat sekeliling Medan Perang Luar Wilayah yang asing, hatinya mulai ragu. Perlu diketahui bahwa di Medan Perang Luar Wilayah, selain angin kencang dan rekahan dimensi, wilayah asing merupakan ancaman terbesar.
Keasingan mengandung banyak makna. Area seperti ini mungkin tiba-tiba memunculkan banyak rekahan dimensi yang menyedot segalanya. Ma Liang pernah mendengar dari senior bahwa Medan Perang Luar Wilayah sangat luas. Wilayah yang mereka bersihkan hanyalah sebagian kecil, dan bahkan di area kecil itu terdapat beberapa tempat yang sering muncul rekahan dimensi dalam jumlah besar.
Saat sedang bimbang, Ma Liang tiba-tiba melihat deretan garis putih tipis yang rapat di depan. Begitu melihat garis-garis ini, wajahnya langsung berubah pucat. Ia segera mengendalikan sekoci untuk mengerem keras, lalu mundur cepat-cepat.
Garis-garis putih itu terlalu dia kenal, itulah rekahan dimensi. Saat rekahan dimensi baru muncul, memang seperti ini. Diyakini sebentar lagi garis-garis itu akan semakin membesar, akhirnya membentuk celah raksasa yang menyerap segalanya.
Ma Liang memandang sekeliling dengan wajah pucat. Setelah mengetahui hanya di depan ada rekahan dimensi, dia jelas-jelas lega. "Sudahlah, mempertaruhkan nyawa demi harta tak jelas fungsinya terlalu tak berharga. Aku belum Kultivasi Ganda dengan Adik Junior Perempuan. Kalau mati begini, pasti jadi arwah penasaran. Cukup, takkan kukejar lagi."
Tiba-tiba di depan cahaya tinta, sebuah garis mulai merekah cepat. Cahaya tinta itu tanpa ragu langsung masuk ke dalam rekahan dan menghilang.
Ma Liang menghela napas lalu mengumpat, "Rekahan dimensi, kau telan lagi satu harta. Gue sudah di sini selama lebih dari tiga puluh tahun, berapa banyak yang kau lahap? Minimal delapan ribu, kalau bukan sepuluh ribu. Nggak bisa kasih gue satu kali saja?"
Baru saja dia selesai mengumpat, tiba-tiba tubuhnya merasakan dingin menusuk. Bahunya ditepuk seseorang.
Keringat dingin langsung mengucur. Dengan tubuh gemetar, perlahan dia berbalik. Di belakangnya berdiri seorang pria paruh baya dengan wajah masam. Pria itu bertanya, "Anak muda, cahaya hitam tadi kau lihat?"
Mata Ma Liang langsung tertuju pada pola palu di dahi pria itu. Napasnya tersengal. Dalam 30 tahun di Medan Perang Luar Wilayah, dia sering melihat pola ini, bahkan beberapa hari sebelumnya.
Pola ini pernah dia dengar dari para senior sebagai lambang klan Raksasa dari Negara Kultivasi Tingkat Empat. Anggota klan Raksasa terlahir dengan energi spiritual, menjadikan mereka cultivator ideal. Mereka juga satu-satunya negara cultivation tingkat lima yang hanya memiliki satu sekte di seluruh planet.
Ma Liang merasa mulut kering dan tenggorokan terasa haus, tidak berani menyembunyikan apapun, langsung mengangguk sambil berkata: "Senior, aku melihat cahaya tinta itu, dia terbang ke sana dan ditelan oleh rekahan dimensi."
Pria paruh baya ini adalah Chi yang mengejar dari Negara Zhao. Sepanjang perjalanannya dia mengejar dengan panik, semakin dikejar semakin ngeri, kecepatan Batu Mutiara itu ternyata seimbang dengannya. Bahkan dalam upaya penyergapannya, semua bisa dihindari. Kecepatannya tidak berkurang, malah semakin cepat. Akhirnya dia hampir tertinggal.
Ditambah lagi dengan rekahan dimensi yang muncul sesekali, meski Chi tidak takut, tapi jika terjebak rekahan dimensi akan merepotkan. Dengan tingkat kultivasi Transformasi Dewa tahap menengah, dia hanya bisa menghindari tersedot ke dalam rekahan dimensi, belum bisa bergerak leluasa.
Setelah ada hambatan rekahan dimensi, kecepatannya kembali berkurang. Meski ditambah teleportasi, hanya bisa mempertahankan agar tidak kehilangan jejak.
Di tengah jalan, ia menemukan Ma Liang. Tak disangka setelah menggunakan pemintal itu, kecepatan Ma Liang bahkan lebih cepat darinya dan berada di depannya.
Setelah mendengar penuturan Ma Liang, Chi wajahnya muram, hatinya sangat geram. Meskipun ruang dimensi luar sangat luas, ia tahu masih ada batasnya. Namun di dalam rekahan dimensi, hampir tak bertepi. Bahkan jika meminta bantuan ahli kultivasi level Nascent Soul akhir dari klan untuk mencari, itu seperti mencari jarum di tumpukan jerami, harapannya sangat tipis.
Memikirkan ini, ia melirik Ma Liang. Tangan kanannya meraih pemintal itu, mengamatinya sebentar lalu berteriak: "Barang sialan ini, sekarang jadi milik gue!"
Usai bicara, tubuhnya bergerak. Tanpa memandang Ma Liang sekalipun, ia terbang kembali ke jalur semula.
Setelah lawannya pergi, Ma Liang mengusap keringat di dahinya, menghela napas lega, lalu buru-buru meninggalkan tempat itu.
Ia tidak tahu bahwa Chi itu cukup terkenal di Negara Kultivasi Tingkat Empat, namun ketenarannya lebih banyak berasal dari sifat "tidak mengambil barang berarti rugi". Bahkan saat pergi ke negara kultivasi tingkat tiga, dia berani mencuri pilar cahaya Menara Tongtian milik Lin Yi, menunjukkan betapa rakusnya karakter ini.
Retakan di ruang antardomain terjadi karena pertempuran selama ribuan tahun di wilayah ini yang telah membawanya ke ambang kehancuran. Jika bukan karena Aliansi Kultivasi yang secara berkala memperkuatnya dengan ilmu besar, mungkin sudah lama runtuh dan lenyap menjadi ketiadaan.
Celah-celah ruang angkasa itu terhubung dengan lautan bintang yang tak bertepi, dipenuhi energi ganas dan makhluk-makhluk misterius tak terhitung.
