Wang Lin mengangkat kepala memandang orang tua itu, kata demi kata terucap: “Senior tidak perlu khawatir, setelah Wang selesai mempelajari teknik ilahi, akan segera pergi. Mulai saat ini, seharusnya tidak akan kembali lagi.”
Orang tua berwajah merah menatap Wang Lin, setelah lama kemudian tangan kanannya membalik, di telapak tangan muncul sebuah giok jade. Ia menempelkan giok jade ke dinding batu, seketika cahaya putih segera menyebar dari tempat giok jade itu, dengan cepat merambat ke seluruh dinding batu. Tak lama kemudian, di dinding batu muncul lapisan cahaya kristal, perlahan cahaya kristal semakin pekat, akhirnya dinding batu tiba-tiba berubah seperti cermin.
Orang tua itu tanpa menoleh melangkahkan kaki masuk ke permukaan cermin, seluruh tubuhnya seperti tenggelam ke dalam air. Dinding batu bergelombang membentuk riak-riak. Wang Lin ragu sejenak, lalu melangkahkan kaki masuk.
Sensasi dingin yang menyegarkan langsung merambat dari luar ke dalam tubuhnya saat memasuki dinding batu, seolah ada kain layar basah menggesek wajah. Setelah dingin itu berlalu, Wang Lin mendapati dirinya sudah berada di dalam dinding batu. Ia menoleh ke belakang, dinding batu di belakangnya sama seperti di luar, bergelombang dengan riak-riak yang berkilauan.
Wang Lin mengulurkan tangannya ke dalam, sensasi dingin kembali muncul.
"Ini adalah Pintu Cermin Air yang dibuat dengan seni pemurnian senjata Istana Dewa Perang. Tanpa Giok Jade sebagai kunci, kecuali tingkat kultivasimu mencapai Tahap Transformasi Dewa, mustahil memasuki rumah batu ini." Ucap Orang tua berwajah merah dengan nada datar.
Mendengar tentang seni pemurnian senjata, hati Wang Lin berdesir. Setelah mengamati dinding batu sekali lagi, ia mengikuti Orang tua berwajah merah melanjutkan perjalanan.
Ruang dalam rumah batu ini sangat luas. Selain aula utama di tengah, terdapat ratusan ruang batu berjejal di sekelilingnya. Di setiap pintu ruangan terdapat dinding batu. Setelah diamati Wang Lin, setiap dinding itu ternyata mirip dengan Pintu Cermin Air.
"Terdapat 365 ruang batu di sini. Setiap pintu batunya adalah Pintu Cermin Air. Pintu ini sebenarnya merupakan simbol kelulusan murid Balai Pemurnian Senjata." Orang tua berwajah merah menjelaskan saat melihat pandangan Wang Lin yang terus menatap pintu batu.
Wang Lin melihat sebentar lalu menarik kembali pandangannya. Saat ini mereka berdua sudah berdiri di aula utama bagian tengah. Di depan, terdapat deretan rak panjang yang terbagi menjadi empat lapisan. Setiap lapisan dipenuhi dengan tablet-tablet roh.
Kecuali lapisan teratas yang hanya menempatkan satu tablet roh, lapisan-lapisan di bawahnya dipenuhi banyak tablet.
Pandangan Wang Lin tertuju pada tablet roh di lapisan teratas. Tertulis di sana: "Leluhur Pendiri War God's Temple - Gong Mo"
"Leluhur Gong adalah pendiri War God's Temple kami. Teknik ilahi juga merupakan penemuannya." Orang tua berwajah merah itu membungkuk dan bersujud menghadap tablet roh, lalu menoleh ke Wang Lin.
Wang Lin terdiam sejenak, lalu membungkuk memberi hormat.
Orang tua berwajah merah itu berbalik dan berjalan ke depan. Di belakang tablet-tablet roh, terdapat dinding batu yang dilapisi giok hijau dengan ukiran-ukiran kecil rapat. Saat Wang Lin mengangkat kepala, di puncak tertulis jelas tiga karakter: "TEKNIK ILAHI".
Namun saat melihat ke bawah, hatinya tiba-tiba terasa berat. Tertulis di sana: "Murid Chen Chong, mencatat berdasarkan ingatan. Penerus yang ingin mempelajari harap berhati-hati."
"Kecewa?" Orang tua berwajah merah menatap Wang Lin sambil menghela nafas. "Teknik ilahi, setahun setelah Leluhur Gong menemukannya, muncul pengkhianat di Kuil Perang kami. Kabar tentang teknik ilahi langsung menyebar luas. Tak lama kemudian, Negara Kultivasi Tingkat Empat Tiangang berkunjung. Setelah berdiskusi tertutup dengan Leluhur Gong, mereka membawa naskah asli teknik ilahi. Tiga hari setelah kepergian mereka, Leluhur Gong pergi berkelana dan tak pernah kembali."
Teknik ilahi ini adalah teknik paling iblis yang pernah kusaksikan seumur hidup. Setiap orang yang melihatnya hanya bisa memahami secara intuitif, tapi tak mampu menjelaskannya dengan kata-kata. Seolah ada kekuatan tak kasat mata yang menghalangi.
Leluhur Chen Chong, bakatnya biasa-biasa saja, merupakan murid terlemah di antara semua murid Leluhur Gong. Namun dengan mengandalkan ingatannya, ia berhasil melakukan sesuatu yang mustahil bagi orang lain - mengukir Teknik Jalan Suci. Setelah selesai mengukir, Leluhur Chen Chong tewas seketika. Sebelum meninggal, ia memperingatkan keturunannya: "Teknik ini adalah kekuatan supranatural agung. Umurku tak cukup panjang, hanya mampu mengukir 10% saja. Keturunanku yang akan mempelajarinya, harus sangat-sangat berhati-hati!"
Sebenarnya kekhawatiran Leluhur Chen Chong berlebihan. Teknik Jalan Suci, mana mungkin mudah dipahami? Selama ribuan tahun di Kuil Perang kami, hanya kurang dari 30 orang yang bisa memahaminya. Dari 30 orang itu, separuhnya akhirnya berhasil mencapai penyatuan bayi rohani."
Adapun Teknik Jalan Suci yang dipelajari sekte-sekte lain di Huofen Guo, sebenarnya semuanya palsu. Yang bisa memahami pun semakin sedikit."
Wang Lin mendengarkan perkataan orang tua berwajah merah sambil memandang dinding batu giok hijau. Di depan matanya seolah muncul bayangan pria kurus yang sedang menguras umur untuk mengukir di dinding.
“Kamu lihat sendiri, aku menunggumu di luar. Jangan nekat memasuki area segel Pintu Cermin Air!” Setelah berkata demikian, orang tua berwajah merah itu berpaling dan pergi.
Wang Lin memandangi dinding batu, membaca setiap kata satu per satu. Tulisan-tulisan ini terasa pahit dan sulit dipahami, dengan banyak bagian yang tampak kontradiktif. Semakin lama ia membaca, keningnya semakin berkerut.
Setelah lama berselang, Wang Lin duduk bersila dengan ekspresi wajah yang berubah-ubah antara gelap dan terang. Namun matanya tak berkedip sedikitpun, menatap tajam dinding giok hijau dimana semua tulisan itu satu per satu muncul dalam pikirannya.
Semakin ia membaca, semakin bingung. Teknik ilahi ini benar-benar mustahil dipahami. Kerutan di keningnya semakin dalam, hingga setelah selesai membaca semuanya, ia menutup mata rapat-rapat sementara deretan karakter rumit itu terus bergema dalam benaknya.
Waktu berlahan-lahan berlalu, Wang Lin tetap tak kunjung menemukan jawaban. Perlahan ia membuka mata, menghela napas pelan, lalu kembali menatap dinding. Tiba-tiba pupilnya menyempit, seruannya tercekat: "Tidak benar!"
Saat pandangannya menyapu dinding, semua karakter yang baru saja diingatnya tiba-tiba menghilang dari pikiran, seolah tak pernah ada. Wang Lin memandangi tulisan di dinding yang sangat ia kenali ini - baru saja seluruhnya tersimpan dalam ingatannya, namun kini seketika lenyap bagai cacat memori.
Wang Lin menarik napas dalam-dalam, wajahnya berkerut serius. Teknik ilahi ini terlalu mistis, pantas tak ada yang bisa menertera ulang. Dulu ia pernah meminta Zhou Zihong untuk menyalinnya, namun Zhou Zihong dengan bingung menjawab teknik ilahi mustahil digambarkan. Saat itu ia hanya terkejut ringan, tapi kini setelah mengalami sendiri, raut wajahnya langsung berubah seram.
Saat membaca kembali, pandangan Wang Lin tertuju pada kalimat "Murid Chen Chong, menorehkan berdasarkan ingatan, penerus yang berlatih harus berhati-hati." Hatinya bergetar lebih dalam dibanding sebelumnya. Jika sebelumnya hanya mendengar cerita orang, kini ia benar-benar merasakan kesulitan menuliskan teknik ilahi. Nama Chen Chong terukir kuat dalam ingatannya.
Wang Lin menarik napas panjang, matanya melirik kalimat itu sebelum kembali mempelajari teknik ilahi. Setelah sebatang dupa, ia telah selesai merekam kembali, namun seketika kejadian tadi terulang lagi.
Setelah beberapa kali mengulangi proses ini, raut wajah Wang Lin berangsur-angsur suram. Ia menatap dinding batu giok tanpa berkedip. Kali ini, alih-alih menghafal, ia terus-menerus membaca berulang-ulang kali.
Pertama kali membaca teknik ilahi ini, Wang Lin menghabiskan waktu tiga batang dupa. Kini, cukup sebatang dupa untuk menyelesaikan satu kali baca. Gerakan matanya semakin cepat menyapu deretan karakter, hingga perlahan hanya butuh setengah batang dupa untuk sekali baca.
Waktu berlahan-lahan berlalu, kecepatan mata Wang Lin semakin meningkat. Dari sekali dalam setengah batang dupa menjadi tiga kali dalam setengah batang dupa. Kecepatannya terus bertambah, perlahan matanya dipenuhi urat-urat darah merah, rasa nyeri yang berdenyut-denyut terus menerus datang.
Tak tahu berapa lama telah berlalu, tanpa sadar kelopak mata Wang Lin mulai terpejam. Namun seolah-olah dinding batu masih ada di hadapannya, terus bergoyang-goyang berulang kali di depan matanya.
Gerakan goyangan tulisan itu semakin cepat, akhirnya meski Wang Lin memejamkan mata, kedua matanya tetap terasa perih. Dua aliran darah segar mengalir dari sudut matanya. Tepat di detik ini, Wang Lin membuka mata lebar-lebar. Saat ini bola matanya dipenuhi jaring-jaring darah, wajahnya terlihat penuh dengan keganasan.
Pada saat ini, Wang Lin melihat dengan jelas bahwa tulisan di dinding batu giok hijau perlahan menghilang. Seorang sosok berbaju putih tiba-tiba muncul di dalam dinding. Wajahnya samar-samar tak terlihat jelas, hanya terlihat kedua tangannya terus membentuk beberapa segel, menciptakan rangkaian bayangan. Kemudian tubuhnya berubah dari satu menjadi dua, lalu dari dua menjadi tiga.
Berbeda dengan klon Orang tua berbaju biru sebelumnya, meski kekuatan klon-klonnya setara, tetapi gerakannya terasa kaku dan sekadar meniru gerakan tubuh utama.
Namun klon-klon sosok berbaju putih ini masing-masing sangat lincah, sama sekali tidak ada kesan kaku. Bahkan memberi kesan sulit dibedakan mana tubuh utama.
Sebenarnya Wang Lin tidak tahu, klon Orang tua berbaju biru itu hanyalah hasil pemisahan paksa melalui Magic Treasure yang kuat, bukan merupakan teknik besar sejati dalam kloning.
Perlahan-lahan, sosok berbaju putih itu semakin memudar dan akhirnya menghilang.
Wang Lin kembali menutup matanya, wajahnya pucat dengan ekspresi kontemplatif. Di dalam pepikirannya, tiba-tiba muncul beberapa mantra pembuka yang tak diketahui asalnya. Setelah menganalisis satu per satu, Wang Lin membuka matanya dengan senyum getir. Teknik Jalan Suci ini kini telah mulai dipahaminya.
Ini adalah teknik kultivasi untuk menciptakan tubuh kedua. Alasan teknik ini bisa meningkatkan peluang penyatuan bayi rohani adalah dengan melatih tubuh kedua secara paralel, mempercepat proses kultivasi. Pada saat kritis penyatuan, kedua entitas ini akan bersatu sehingga tingkat keberhasilan secara alami meningkat.
Sayangnya teknik ini tidak lengkap. Tubuh kedua yang diciptakan memiliki cacat fatal: tidak memiliki tingkat kultivasi sama sekali saat muncul, dan umurnya hanya kurang dari setengah Jiazi (30 tahun). Hal ini membuat teknik kultivasi ini menjadi tulang ayam yang tak berguna.
Dalam mantra tersebut juga terdapat catatan yang ditinggalkan Chen Chong dengan cara misterius. Selain menjelaskan bahwa keterbatasan umur membuatnya tidak bisa menyalin seluruh teknik hingga menjadi tidak lengkap, dia juga mengusulkan metode untuk mengatasi masalah ini.
Metodenya adalah, setelah membentuk avatar melalui teknik ilahi ini, gunakan waktu setengah periode 30 tahun untuk mengonsumsi pil. Siapkan banyak pil terlebih dahulu, lalu percepat pengisian tingkat kultivasi - capai tahap setinggi mungkin. Dengan cara ini, meski tidak optimal, tetap akan sedikit meningkatkan peluang.
Jika persiapan pil ajaib cukup melimpah, mungkin benar-benar bisa menciptakan kultivator Tahap Inti Pelana dalam waktu setengah periode 30 tahun. Jika demikian, saat penyatuan terjadi bersamaan dengan proses penyatuan bayi rohani, tingkat keberhasilannya juga akan meningkat signifikan.
Wang Lin merenung sejenak, lalu dengan senyum getir mengurungkan niatnya melatih teknik ilahi. Ia tidak memiliki cukup pil untuk dikonsumsi avatar. Bahkan jika mendapatkan pil, dirinya sendiri masih kekurangan - mana mungkin rela memberikan ke avatar?
Dibandingkan teknik ini, lebih baik mencari pil-pil yang bisa meningkatkan tingkat keberhasilan - itu lebih realistis.
