Saat tirai cahaya berwarna-warni pecah, debu merah dari pecahan pilar batu di sekitarnya tiba-tiba memancarkan kilau merah terang. Pada momen ini, tidak ada kilau merah di luar tubuh pria berambut merah, karena segel dari pemisahan kesadarannya di dalam tubuh telah sepenuhnya lenyap.
Bahkan bisa dikatakan, saat ini dia telah berhasil menghancurkan segel sementara. Matanya berkilau aneh saat kedua tangannya mengangkat dengan cepat ke atas lalu menyobek ke bawah dengan keras.
Seketika, celah raksasa muncul tepat di atas posisinya. Saat celah kolosal ini terbentuk, kabut abu-abu mulai mengepul keluar dari dalamnya.
Kabut abu-abu ini sangat familiar bagi Wang Lin. Sekilas pandang, dia langsung mengenali bahwa itu adalah lapisan kabut tebal di luar Laut Kematian Shen Shi.
Pada saat itu, debu merah yang beterbangan di sekitarnya tiba-tiba memancarkan kilau merah, kembali berubah menjadi pecahan kesadaran tak terhitung yang menerjang pria berambut merah. Jika sampai tertembus oleh pecahan kesadaran ini, semua upaya sebelumnya akan sia-sia belaka.
Kilau dingin tersirat di mata pria berambut merah. Dia sama sekali tidak mengizinkan pecahan kesadaran ini mengurungnya kembali. Setelah merobek celah, dia mengulurkan tangan kanannya santi berteriak lirih, "Tu Si telah tiada! Atas nama Tuo Sen, kupanggil senjata pusaka sukuku, Tusuh Bintang, muncul!"
Begitu ucapannya melandai, sebatang tombak hitam bagaikan naga hitam tiba-tiba menyambar keluar dari kabut abu-abu di dalam celah, muncul di hadapannya. Tombak itu berhenti sejenak, namun segera mendarat di genggaman pria berambut merah.
Pada saat pria ini menggenggam tombak, suara halilintar yang menggemparkan tiba-tiba menggema di sekelilingnya. Segera setelah itu, kerucut batu raksasa di bawah kakinya langsung retak berkeping-keping, berubah menjadi tumpukan puing-puing kecil yang runtuh membentuk bukit kecil.
Pria ini tetap melayang di udara, matanya memancarkan kesombongan. Terhadap kilau merah yang menyerbu, ia sama sekali tidak menghiraukan. Dengan sekali ayunan tombak di tangannya, semua pecahan kesadaran yang terbang mendekat langsung berhenti, terhalang dengan paksa di luar jarak sepuluh zhang.
Sambil tetap menggenggam tombak, pria ini melompat keluar dan menerjang masuk ke dalam celah. Pada saat yang sama, Duo Mu dan sembilan orang lainnya—terutama orang tua yang bertransaksi dengan Wang Lin—matanya tiba-tiba menunjukkan ketegangan. Tanpa berbicara, mereka segera melompat mengikuti masuk ke dalam celah.
Saat melewati Wang Lin, orang tua itu meliriknya dan sedikit mengangguk. Wang Lin memasukkan Shen Shi ke dalam tubuhnya, merenung sejenak, lalu tiba-tiba bergerak memasuki celah.
Demikian pula, para kultivator yang telah termutasi iblis dan selamat, tanpa ragu langsung mengikuti dari belakang.
Setelah masuk ke dalam celah, Wang Lin segera menyadari bahwa ini sebenarnya berada di luar lautan kesadaran. Di bawah mereka, terdapat lautan kesadaran berbentuk lingkaran yang pernah dicoba dimasuki Wang Lin sebelumnya.
Lautan kesadaran ini terbelah dua: separuhnya adalah lautan darah, separuhnya lagi lautan kematian.
Sorot mata Wang Lin berkilat. Saat memasuki celah, ia selalu waspada. Melirik sekeliling, ia menyadari posisi Duo Mu dan yang lain seolah-olah mengurung pria berambut merah dan dirinya di tengah.
Posisi ini sangat licik. Jika tidak diamati seksama, sulit terlihat keanehannya. Namun Wang Lin yang telah melalui banyak lika-liku dan pengalaman, langsung menangkap kecurigaan dalam sekali pandang.
Dia tetap tenang, namun dalam hatinya tertawa dingin. Pertama-tama, Wang Lin tidak percaya bahwa gerakan-gerakan kecil kelompok Duo Mu selama bertahun-tahun ini tidak meninggalkan jejak sama sekali, sehingga Tuo Sen tidak menyadarinya sedikit pun.
Namun sekalipun Tuo Sen mengetahui, semua ini tidak ada hubungannya dengan Wang Lin. Saat ini dia hanya ingin memasuki Laut Kesadaran Mati saat terbuka, lalu meninggalkan Tanah Dewa Kuno yang membuatnya sesak bernapas ini dengan warisan ingatan parsial dalam tubuhnya.
Pria berambut merah itu kini berdiri di atas Laut Mati, tertawa terbahak-bahak ke langit. Ia mengaum, "Tu Si! Kau tidak bisa mengurungku! Meskipun dulu aku hanyalah bayangan jahatmu, tapi setelah kau tewas, warisan ini seharusnya menjadi milikku!" Wajahnya menjadi garang, tombaknya tiba-tiba diayunkan ke bawah.
Seketika kabut abu-abu di sekitar Laut Kesadaran Mati melesak ke bawah, membentuk parit horizontal. Kabut di sekelilingnya bergulung-gulung, terhempas cepat ke kedua sisi.
Jurang ini sangat dalam, tak terlihat dasarnya sekilas pandang. Suara gemuruh yang teredam perlahan terdengar dari dalam kabut, seakan ada sesuatu yang sedang mengaum di dalamnya.
"Tu Si, bahkan senjata nasib suku kita, Tombak Penghancur Dewa, telah tunduk padaku! Warisanmu hanya pantas menjadi milikku!" teriak Tuo Sen dengan suara muram, tombak di tangan kanannya kembali diayunkan.
Kali ini, jurang vertikal terbentuk bersilangan dengan jurang sebelumnya, membentuk salib raksasa. Di titik pusat salib tersebut, terbentuk lubang besar berdiameter puluhan zhang akibat hantaman dengan paksa.
Setelahnya, Du Mu dan yang lain dengan gugup segera menyusul. Wang Lin yang matanya berkilat-kilat pun ikut masuk. Para kultivator termakan iblis yang selamat, dengan mata bersinar penuh semangat, menerobos masuk dengan suara gemuruh.
Pria berambut merah berada di posisi terdepan, penglihatan tepinya menyapu ke belakang, senyum dingin menguar di sudut bibirnya. Dengan cepat, ia mencapai dasar kabut abu-abu yang merupakan lapisan awan bergemuruh kilat ungu tak henti.
Tanpa berkata-kata, pria itu melemparkan tombaknya ke depan. Senjata itu berubah menjadi naga hitam mengerikan yang mengaum dan menerjang masuk ke dalam awan. Kilatan listrik ungu beruntun menghujani dengan gemuruh dahsyat.
Tubuh pria berambut merah tak berhenti sejenak, membuntuti tombaknya masuk ke dalam lapisan awan petir ungu. Seketika kilat ungu tak terbatas muncul dari awan, menghujani seluruh tubuhnya.
Di bawah hantaman kilat ungu ini, lingkaran petir terbentuk di sekitar tubuh Tuosen. Namun tak ada ketidaknyamanan yang terlihat, malah ia tertawa terbahak-bahak gila.
Wang Lin menatap pria berambut merah, pupil matanya menyempit sejenak. Ia ingat jelas, saat di gerbang kedua gunung Larangan sebelumnya, kilat ungu yang muncul di sana identik dengan kilat di tempat ini.
Sorot mata Wang Lin berkedip-kedip, langkahnya melambat sedikit. Namun tepat saat itu, suara berat Orang tua yang bertransaksi dengannya terdengar dari belakang: "Saudara Muda, mengapa berhenti?"
Wang Lin tidak menoleh. Sebenarnya sejak meninggalkan lautan darah, sepuluh orang tua ini terus mengawasinya dengan samar-samar, jelas untuk mencegahnya berubah pikiran tiba-tiba.
Baru saja langkahnya melambat sedikit, Orang tua itu langsung menghampiri dan bertanya. Ini membuktikan betapa seriusnya mereka memandang rencana yang akan dijalankan.
Wang Lin tidak tahu mengapa mereka begitu yakin bisa mengabaikan keberadaan Tuo Sen. Tapi tekadnya sudah bulat: kabur dari sini adalah tujuan utamanya.
Di dalam bola petir, pria berambut merah menyatukan tangannya dalam gerakan mantra aneh sambil berseru: "Tu Si telah mati, dengan nama Tuo Sen kukundang senjata petir sukuku, Bulan Ungu, muncul!"
Begitu kata-katanya meluncur, gerakan mantra di tangannya segera terlepas dan menyatu ke dalam lapisan awan. Seketika awan-awan di sekeliling menyusut drastis, kilat pun semakin berkurang hingga akhirnya berubah menjadi pisau bulan sabit yang rusak, mendarat di tangan pria berambut merah itu.
Setelah meliriknya sebentar, ia membuka mulutnya dan menelannya - pisau bulan sabit itu segera mengecil dan terbang masuk ke dalam mulutnya.
Di bawah kabut abu-abu terdapat lapisan awan petir ungu, sementara di bawah awan terhampar lautan hitam pekat. Inilah Laut Mati yang tercipta dari separuh Shen Shi Dewa Kuno Tu Si setelah terbelah dua!
Matanya berbinar melihat pisau sabit itu. Dengan wajah penuh antusiasme, ia melayang turun ke arah lautan hitam di bawah kakinya.
Pada saat tubuhnya melesat keluar, suara auman dahsyat tiba-tiba menggema dari Laut Mati. Seekor makhluk sepanjang sepuluh ribu zhang yang bukan naga sungai maupun naga langit muncul tiba-tiba. Gerakannya menyebabkan gelombang besar bergulung-gulung di seluruh permukaan Laut Mati.
Kemudian, kepala raksasa makhluk itu menyembul dari Laut Mati. Sorot matanya yang dingin menatap waspada ke arah pria berambut merah.
Tuo Sen melirik makhluk itu sambil mengerutkan alis. Dengan suara berat ia berteriak, "Hai makhluk terkutuk! Kau bahkan tak bisa mengenaliku?!"
Makhluk sepanjang sepuluh ribu meter itu mulai bergerak perlahan, membuat ombak Laut Mati kembali bergolak. Ia menatap Tuo Sen dan secara mengejutkan berbicara dengan bahasa manusia.
"Tuo Sen, kau hanyalah pikiran jahat yang terpisah saat Tu Si berlatih Teknik Pemisahan Jiwa Aliran Tinta. Bagaimana mungkin aku melupakanmu? Jika bukan karena seranganmu saat latihan krusial Tu Si, dia tak akan gagal, menyia-nyiakan Umur-nya, dan akhirnya mati dalam kepahitan karena tak bisa melatih ulang."
Tuo Sen mendengus dingin, berkata dengan suara menyeramkan: "Semua ini apa hubungannya denganku? Tu Si terlalu arogan, berusaha mempelajari teknik supernatural yang mustahil dikuasai. Jika bukan karena itu, bagaimana mungkin benih iblis ini tercipta? Sejak dia memisahkanku dari Shen Shi-nya, dia sudah membuangku! Tapi aku justru harus berterima kasih padanya. Jika tidak, saat dia mati, aku pasti akan ikut musnah!"
Makhluk itu memancarkan kilau dingin dari matanya, berkata: "Sebelum wafat, Sang Tuan memerintahkanku untuk menjaga di luar Warisan Ingatan. Tanpa izinku, tak seorang pun boleh memasuki warisan tersebut."
"Warisan Kekuatan sudah ku dapatkan. Sekarang tinggal Warisan Ingatan. Ingatan Tu Si tidak berguna bagiku. Semua yang dia ketahui, aku pun tahu. Jika bukan karena kutukan hukum warisan yang mengharuskan penguasaan penuh atas Warisan Kekuatan di tubuhku harus melalui warisan lengkap, buat apa aku repot-repot begini? Tak perlu juga aku dikhianati dan terperangkap di lautan darah itu selama ribuan tahun!" Pria berambut merah itu mengaum, mengayunkan tombaknya ke depan.
Seketika pusaran angin hitam muncul tiba-tiba, pusaran ini semakin membesar dan akhirnya mengeluarkan suara menderu, menghantam ke arah makhluk itu.
Wang Lin memandang pemandangan di depannya, keraguan mulai merayap di hatinya. Jika menurut makhluk berbadan puluhan ribu meter itu, warisan ingatan dijaganya, mengapa saat Tian Mo San Ren membuka koridor dan mencuri warisan ingatan sebelumnya, tidak ada bahaya sama sekali? Bahkan hingga warisan itu diambil, tidak ada tanda-tanda kemunculan makhluk ini.
Wang Lin menunduk memandang Laut Mati, keraguannya semakin mendalam. Alisnya berkerut halus, diam-diam mengaktifkan Mantra Dewa Kuno yang terbentuk dari warisan ingatan di lautan kesadarannya. Menurut ingatan warisan, pemilik warisan ingatan hanya perlu mengoperasikannya di lautan kesadaran, dengan satu gerakan pikiran, ia bisa meninggalkan tempat ini.
Makhluk sepanjang 10.000 zhang itu menatap dingin pria berambut merah, sama sekali mengabaikan pusaran angin yang menderu mendekat. Hanya saat pusaran itu hampir menyentuh tubuhnya, kepalanya tiba-tiba menyentak dan menghantam pusaran tersebut.
