Wang Lin hanya mengingat dengan jelas jumlah kristal es yang telah ia lebur.
Mulai dari kristal es ketujuh puluh, setiap peleburan membutuhkan waktu beberapa kali lipat untuk diserap sepenuhnya.
Semakin ke belakang, ingatan yang terkandung dalam kristal es semakin banyak. Setiap kali keluar dari kepompong, Wang Lin akan segera mengamati tubuhnya. Seiring bertambahnya warisan yang diperoleh, ia kini tahu dugaan sebelumnya benar: bintik-bintang benar-benar mewakili reorganisasi tubuh.
Bintik bintang di antara alisnya, setiap kali melebur Kristal es, warnanya akan semakin menggelap. Pada saat yang sama, Wang Lin juga merasakan dengan jelas bahwa tubuhnya melakukan penyesuaian halus sesuai pertambahan ingatan dalam setiap peleburan. Setelah lebih dari tujuh puluh kali penyesuaian, kekerasan tubuhnya semakin mendekati jalan pemurnian tubuh Dewa Kuno.
Meski dari luar tubuhnya tampak biasa, semua materi di dalam tubuhnya mengalami perubahan yang sulit dibayangkan. Hingga kini, setelah melebur tujuh puluh Kristal es, tubuhnya telah memiliki pertahanan yang luar biasa.
Sorot mata Wang Lin berkilat. Ia meraba lengannya sambil menduga-duga: apakah tubuhnya sekarang bisa melawan serangan penuh kultivator Tahap Inti Pelana? Setelah merenung sejenak, matanya berbinar dan ia mengangguk perlahan.
Waktu berlalu, pada hari ini, di tempat penyimpanan warisan ingatan Dewa Kuno ini, tidak ada lagi kristal es yang tersisa. Hanya terdapat sebuah kepompong raksasa berwarna biru tua yang melayang di pusat area. Kepompong ini tidak biasa, permukaannya dipenuhi retakan halus yang jika diamati seksama, memiliki pola yang identik dengan bekas luka pada tubuh Dewa Kuno Tu Si.
Kepompong raksasa ini telah berada di sini selama ribuan tahun tanpa menunjukkan tanda-tanda akan pecah. Segala sesuatu di sekitarnya seolah-olah diam oleh kekuatan misterius, tidak mengalami perubahan sama sekali selama rentang waktu yang sangat panjang.
Tubuh Wang Lin terbaring datar di dalam kepompong. Matanya tertutup rapat, detak jantungnya telah berhenti sejak bertahun-tahun lalu. Seluruh keberadaannya berada dalam kondisi virtual yang menyerupai kematian.
Shen Shi-nya saat ini terjebak dalam kekacauan. Waktu yang dibutuhkan untuk melebur kristal es terakhir ini telah melampaui total waktu peleburan 93 kristal sebelumnya.
Kecerdasannya tenggelam dalam ingatan Dewa Kuno. Ia menyaksikan seluruh kehidupan sang dewa, mulai dari kelahiran Tu Si hingga keputusannya untuk mempelajari Ilmu Transformasi Dewa Aliran Tinta secara terbalik. Serangkaian peristiwa ini seolah dialaminya sendiri. Di akhirnya, Wang Lin bahkan merasakan ilusi bahwa dirinya adalah sang Dewa Kuno.
Perasaan kekacauan ini sebelumnya selalu dihindarinya. Namun saat semua memori akhirnya terintegrasi, perasaan itu meledak tak terkendali.
Demikianlah, kesadaran Wang Lin tetap dalam keadaan dorman. Tak diketahui berapa lama waktu berlalu, tiba-tiba terdengar suara "krak" dari kepompong raksasa di tempat warisan Dewa Kuno.
Bunyi berderak-derak terus bergema dari dalam kepompong. Retakan halus mulai muncul dari pola pecah-pecah di permukaannya, seolah pola itu berubah menjadi jaringan celah. Dengan cepat, seluruh kepompong itu mulai runtuh ke segala arah disertai dentuman "peng!"
Pada saat ini, dari dalam kepompong raksasa tiba-tiba muncul seorang pria telanjang dengan rambut putih dan mata hitam. Meski wajahnya biasa, namun memancarkan aura yang sulit diungkapkan. Saat ini, matanya terpejam erat, jantung berhenti berdetak, tanpa sedikit pun hawa kehidupan.
Setelah waktu yang lama, matanya tiba-tiba terbuka. Di dalamnya seolah terkandung kekuatan tak terbatas, asap dan kabut bergulir-gulir melayang di pupil matanya.
Wang Lin perlahan menghembuskan napas. Ia menunduk memandangi tubuhnya sendiri. Setelah melebur Kristal es ke-94, kini ia bisa merasakan dengan jelas kekuatan luar biasa tubuh ini. Meski belum diuji sehingga sulit memperkirakan tingkat sebenarnya, Wang Lin yakin tubuh ini akan meningkatkan peluang keselamatannya di masa depan berlipat ganda.
Mengingat fusi kristal es terakhir sebelumnya, dia masih merasa ngeri. Jika bukan karena sejak fusi kristal es ke-50-an, dia selalu berhati-hati dan memperlambat kecepatan fusi untuk menyerap semuanya secara menyeluruh sehingga membangun fondasi yang kokoh, mungkin pada saat ledakan terakhir kristal es itu, dia sudah kehilangan kesadaran sepenuhnya dan berubah menjadi orang gila yang mengira dirinya adalah Dewa Kuno Tu Si.
Berkat fondasi yang telah dibangun sebelumnya, akhirnya dia berhasil melewati cobaan itu dan membangunkan kecerdasannya sendiri hingga sadar kembali.
Sorot mata Wang Lin berkilat. Mantra Pembuka dan gerakan mantra dalam ingatannya sudah hampir lengkap, namun ada sedikit keraguan dalam hatinya. Menurut ingatan Dewa Kuno dalam pikirannya, hanya ada rekaman dari kelahirannya hingga persiapan mempelajari Ilmu Transformasi Dewa Aliran Tinta, namun bagian tentang praktik teknik ini dan kematian akhirnya sama sekali kosong.
Wang Lin merenung sejenak, matanya menyapu sekeliling dengan cermat. Di hatinya muncul dugaan berani: jumlah kristal es mungkin bukan 94 buah, kemungkinan ada beberapa tambahan, meski tak akan terlalu banyak.
Tapi mengapa sisa beberapa buah itu tidak berada di sini? Alis Wang berkerut halus. Setelah diam sesaat, ia mengabaikan pertanyaan ini. Kedua tangannya meremas jari dalam gerakan mantra aneh, mulutnya mengucapkan bahasa khas suku Dewa Kuno: "Buka!"
Seketika, celah melengkung muncul di depannya. Di dalamnya mengambang tenang tiga batu yang memancarkan cahaya hitam.
Tangan kanan Wang Lin mencengkeram, ketiga batu itu segera tertangkap. Tubuhnya melangkah maju, riak-riak seperti permukaan danau muncul di bawah kakinya. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah.
Setelah tiga langkah, tubuhnya lenyap seketika dari tempat warisan ingatan Dewa Kuno ini.
Tiga batu itu tak lain adalah material wajib untuk membuat Bendera Larangan - Batu Mojian!
Di dalam meridian Dewa Kuno Tu Si, terdapat sebuah celah yang dipenuhi dengan ratusan larangan. Larangan-larangan ini membentuk formasi cincin yang memancarkan hawa berbahaya. Tiba-tiba, muncul sosok berambut putih dengan tatapan penuh kesan zaman di luar formasi larangan tersebut.
Setelah muncul, ia menatap formasi larangan dengan sorot mata berkilat. Setelah mengamati sejenak dan memastikan tidak ada perubahan, barulah ia melangkah maju. Larangan-larangan itu seolah kehilangan fungsi, sama sekali tidak memicu serangan. Setiap langkahnya membuat satu larangan menghilang. Ketika mencapai titik pusat yang dikepung larangan, semua larangan di sepanjang jalannya telah lenyap seluruhnya.
Dialah Wang Lin. Larangan-larangan ini memang sengaja ditanamnya sendiri saat meninggalkan tempat ini dulu, untuk melindungi tubuh fisik dan kantong penyimpanannya.
Meski menurutnya tempat ini sangat aman - karena sebenarnya bukan berada di dalam meridian, melainkan di dalam celah yang dibuka dengan teknik dari ingatan Dewa Kuno - namun karena sifat hati-hati Wang Lin, tetap saja ia menyiapkan banyak lapisan perlindungan.
Setelah memasuki Larangan, Wang Lin memandang tubuh fisik dan kantong penyimpanan yang ditinggalkannya di sini, matanya memancarkan kilau perasaan haru. Tubuh fisik sebelumnya telah lama membusuk, hanya menyisakan mayat kering yang memancarkan energi spiritual, jelas berasal dari Inti Emas yang tertinggal di dalam tubuh.
Di samping mayat kering tersebut, terdapat beberapa kantong penyimpanan.
Wang Lin menghela napas dalam hati. Seandainya dia tidak mendapatkan warisan ingatan Dewa Kuno dan mengalami reorganisasi tubuh, mungkin saat ini dia harus mencari tubuh fisik baru lagi.
Jari tangan kanannya menyentuh dada mayat kering itu. Seketika energi spiritual pekat menyembur dari dalam jasad, diikuti retakan yang mulai muncul dari kaki dan tangan, merambat ke atas. Seiring perambatan retakan, gelombang energi spiritual di dalamnya semakin kuat. Akhirnya, seluruh tubuh mayat kering itu hancur bersamaan dengan munculnya Inti Emas sebesar kepalan tangan yang mengambang dari dalamnya.
Mayat kering yang retak, di permukaannya samar-samar terlihat titik-titik biru kecil yang bertebaran padat di antara debu, sesekali memancarkan kilau aneh.
Saat melihat Inti Emas ini, Wang Lin merasakan sensasi darah menyatu dengan air, bagaimanapun juga inti ini adalah hasil kondensasi mandirinya, memiliki ikatan yang bahkan waktu pun tak mampu memutus.
Segera setelah itu, tangan kanan Wang Lin menggapai, Inti Emas itu langsung melesat ke telapak tangannya. Saat menyentuh jari, inti itu tiba-tiba menghilang dan menyusup ke dalam tubuh Wang Lin, mengalir cepat melalui lengan menuju Dantian sebelum akhirnya berhenti, berputar perlahan di area Dantian.
Gelombang energi spiritual segera mengalir deras dalam tubuh fisiknya ini. Ia menutup mata sebentar, merenungi sensasi itu, lalu membuka mata dan memandang mayat kering yang masih mempertahankan bentuk manusia namun sudah retak seluruhnya di lantai. Matanya berkilat sementara tangan kanannya membentuk gerakan mantra, "Api Neraka Kuning, muncul!"
Begitu kata-katanya terucap, bintik-bintik biru di tubuh mayat kering yang telah retak menjadi debu itu segera melayang ke atas, saling menyatu perlahan membentuk nyala api biru.
Wang Lin membuka mulutnya menghirup, nyala api itu langsung terbang masuk ke dalam mulutnya. Setelah menyatu dengan tubuh, api itu menghilang ke dalam Inti Emas.
Kemudian Wang Lin mengayunkan tangan kanannya, kantong-kantong penyimpanan di kerangka mayat itu segera melayang, ditangkapnya satu per satu. Selanjutnya, sinar putih berkilat di tangannya menampakkan jubah panjang hitam. Setelah mengenakannya, Wang Lin menyimpan kantong-kantong itu lalu meraih angkasa di sampingnya. Di sana segera muncul celah, tanpa ragu ia bangkit dan melangkah masuk.
Saat muncul kembali, ia sudah berada di tempat penyimpanan warisan ingatan. Wang Lin menarik napas dalam, memandang sekeliling untuk memastikan semuanya sama seperti saat ia pergi. Kedua tangannya dengan cepat membentuk gerakan mantra di depan dada, sementara mulutnya mengucapkan beberapa kata rumit dan kuno dalam bahasa Dewa Kuno.
Seiring perubahan sempalan tangannya, lapisan pemandangan mirip sisik berkilauan muncul di angkasa di depannya. Kata-kata kuno yang diucapkannya bagaikan sepasang tangan tak kasatmata yang mengayun dalam kilauan itu, sehingga kilauan tersebut semakin meluas hingga akhirnya bayangan ilusif Dewa Kuno Tu Si tiba-tiba muncul di atas kilauan tersebut.
Terhadap Dewa Kuno Tu Si, Wang Lin sudah terlalu familiar. Meski menghadapi tekanan aura yang dipancarkan bayangan Dewa Kuno, tak ada gejolak dalam hatinya.
Setelah bayangan ini muncul, delapan titik ungu di antara alisnya tiba-tiba berputar, lalu memancarkan delapan sinar bintang yang membentuk pusaran segi delapan raksasa saat menyentuh area berkilauan tersebut.
Wang Lin menatap bayangan Tu Si, dalam hati berbisik: "Tanah Dewa Kuno, selamat tinggal!"
