Wang Lin mengamati kuda tersebut. Binatang ini tampak perkasa dengan sorot mata yang cerdas. Saat tangan kanan Wang Lin mengelusnya, kuda itu malah memicingkan mata menunjukkan ekspresi nyaman.
Pemandangan ini membuat Lü Xing tertegun. Ini pertama kalinya ia menyaksikan kuda yang bisa mengekspresikan perasaan.
Dengan tangan kiri menekan badan kuda, Wang Lin melompat ringan dan naik ke punggung kuda.
Lü Xing segera menyusul dari belakang, sambil mengobrol santai dengan Wang Lin, pandangannya sesekali melirik ke arah gerbong.
Wang Lin menunggang kuda, pandangannya menyapu sekeliling yang dipenuhi orang biasa. Perasaan yang sudah lama tak dialami perlahan merasuk dalam hatinya. Pada saat ini, energi spiritual dalam tubuhnya tiba-tiba berputar otomatis. Energi spiritual di sekitarnya seolah tertarik, mengalir deras mendekat.
Seandainya ada kultivator berkemampuan supernatural di sini saat ini, pasti akan terkejut menemukan lapisan tebal aura merah berkabut di luar tubuh Wang Lin. Aura ini sangat pekat namun tidak bocor keluar, malah berkumpul rapat di sekitar tubuhnya tanpa menghilang.
Zat merah ini, apalagi orang biasa, bahkan sebagian besar kultivator pun tak bisa melihatnya. Ini adalah aura pembunuh yang terakumulasi selama 400 tahun pembantaian Wang Lin. Aura pembunuh ini lama-kelamaan berubah menjadi kekerasan, dan setelah melalui berbagai perubahan seiring bertambahnya korban, akhirnya menjadi aura pembunuh yang membuat gentar semua kultivator!
Aura pembunuh ini, begitu bisa digunakan secara mandiri, akan memiliki efek kemampuan supernatural yang bisa menaklukkan musuh tanpa pertempuran. Bahkan saat meracik beberapa Magic Treasure, jika sedikit aura ini dicampurkan, kekuatan senjata tersebut pasti akan meningkat drastis.
Angin sepoi-sepoi menyapu rambut Wang Lin, membuatnya tak sadar menarik napas dalam-dalam. Kilauan cahaya samar terpantul di matanya yang menyipit. Ia bisa merasakan dengan jelas energi spiritual dalam tubuhnya sedang mengalami perubahan ajaib, meskipun tipis namun mengandung kekuatan misterius tertentu.
Saat ini, sebagian kecil aura merah pembunuh di sekitar tubuh Wang Lin mulai mengendur, berubah menjadi helaian asap merah yang menyusup ke dalam tubuhnya dan melebur dengan energi spiritualnya.
Perlahan-lahan, seiring iring-iringan kereta yang bergerak lambat, energi spiritual di sekitarnya semakin membanjiri area. Di bawah pengaruh energi yang begitu besar, semua kuda mulai meringkik keras.
Bahkan para pendekar dari kalangan orang biasa pun, satu per satu pandangan mereka bersinar terang. Tanpa tahu sebabnya, hawa hangat muncul dalam tubuh mereka, mengalir di dalam badan dengan sangat nyaman.
Setelah lama berselang, energi spiritual dalam tubuh Wang Lin berangsur tenang. Energi spiritual di sekitarnya perlahan menghilang. Para pendekar biasa itu pun sadar satu per satu, dengan ekspresi penuh keanehan. Setelah berbisik-bisik, mereka semua merasa heran akan fenomena tadi.
Seiring rombongan gerbong terus bergerak, malam pun tiba. Seluruh kafilah membentuk lingkaran dan berkemah di pinggir jalan utama.
Beberapa perempuan dari rombongan turun dari gerbong. Dengan kicauan seperti burung pipit, mereka mulai menyiapkan makanan. Beberapa di antaranya sesekali melirik Wang Lin dengan mata indah, tertawa gemulai sambil berbisik sesuatu.
Sebenarnya wajar saja para perempuan itu memperhatikan Wang Lin dengan saksama. Di mata mereka, pria ini sekarang dipenuhi pesona tak terungkap. Meski wajahnya biasa, seluruh tubuhnya memancarkan aura kegagahan yang melayang-layang.
Wang Lin bersandar di bawah pohon besar, memandang langit yang semakin gelap. Hatinya merasakan kedamaian yang tak pernah dialami selama 400 tahun terakhir. Bintang-bintang berkilauan, titik-titik cahaya menerangi bumi, namun Wang Lin tahu bahwa setiap titik cahaya di langit ini sebenarnya adalah sebuah planet.
Ini adalah warisan dari ingatan Dewa Kuno. Dalam memorinya, Tu Si di masa lalu juga sering menatap langit seperti ini sebelum mampu melintasi ruang antargalaksi.
Kedamaian pikiran membuat energi spiritual di sekitar tubuh Wang Lin kembali merambat pelan. Namun kali ini, untuk pertama kalinya Wang Lin menyadari keberadaan zat merah di luar tubuhnya alih-alih memperhatikan energi spiritual.
Zat merah ini mulai sedikit menghilang seiring ketenangan hatinya. Wang Lin terdiam sejenak. Ia tahu bahwa jika ketenangan ini terus bertahan, dalam beberapa tahun ke depan semua zat merah di tubuhnya akan lenyap sepenuhnya.
Untuk material merah ini, Wang Lin sebelumnya pernah merasakan getarannya, tetapi melihatnya secara langsung memang pertama kalinya. Dia tahu, material ini terbentuk akibat pembantaian selama 400 tahun terakhir. Meskipun menghilangkan material ini mungkin akan membantu proses Transformasi Dewa, Wang Lin merasa agak sayang untuk melepaskannya.
Setelah merenung sejenak, dengan satu gerakan pikiran, material merah di sekujur tubuhnya tiba-tiba mendidih dan perlahan mengeras. Namun setelah berkurang sepersepuluh bagian, material itu sama sekali tidak bisa mengeras lagi.
Wang Lin menarik napas dalam-dalam. Saat hendak mencoba lagi, ekspresinya berubah. Dia mengangkat kepala ke arah rombongan perempuan di kejauhan. Seorang gadis berusia dua puluh tahun dengan jubah merah besar, membawa daging asap dan kendi anggur, berjalan anggun mendekatinya.
Aroma harum menyergap. Gadis itu segera tiba di depannya. Setelah meletakkan makanan di sampingnya, dia memandangi Wang Lin penuh rasa ingin tahu. "Terima kasih," ujarnya dengan suara manis.
Gadis ini adalah pelayan perempuan yang di siang hari duduk bersama nona itu di dalam gerbong. Wang Lin tersenyum tipis, mengambil kendi anggur, menyapu menggunakan Shen Shi hingga semua kandungannya terlihat jelas, lalu menempelkannya ke mulut dan meneguk seteguk.
Sensasi pedas langsung menyembul dari perutnya. Dalam 400 tahun terakhir, ini adalah salah satu dari sedikit kali Wang Lin minum alkohol. Ia ingat jelas, di masa lalu ketika belum mempelajari seni immortal, hanya ketika Paman Keempat datang ke rumah, ayahnya baru mengeluarkan minuman ini.
Setiap saat seperti itu, Wang Lin selalu diam-diam mencuri satu dua tegukan, lalu dengan wajahnya memerah, tersenyum lugu memandangi ayah dan Paman Keempat.
Dengan membawa perasaan melankolis, Wang Lin kembali meneguk dalam-dalam.
Gadis itu membuka mulut mungilnya seolah ingin mengatakan sesuatu, namun saat itu terdengar suara memanggilnya dari kejauhan. Setelah menjawab panggilan itu, mata indah yang besar itu melirik Wang Lin sejenak sebelum ia berbalik pergi.
Dengan tingkat kultivasi Wang Lin yang sudah mencapai tahap Bigu, makanan orang biasa tidak memiliki daya tarik baginya. Daging asap itu tetap tergeletak di tempatnya tanpa tersentuh. Namun arak ini justru membangkitkan kenangan dalam dirinya. Tanpa sadar, ia menghabiskan seluruh isi kendi tersebut.
Malam itu, para pria perkasa pengawal iring-iringan kereta menyalakan api unggun. Gelak tawa dan canda mereka sampai ke telinga Wang Lin, membuat sudut bibirnya perlahan mengembang dalam senyum.
Beberapa pria yang mungkin sudah mabuk arak menjadi lebih berani. Mereka mendatangi area perempuan-perempuan dengan kata-kata manis, mencari kesempatan untuk mencari pasangan.
Menyaksikan pemandangan dunia fana ini, pikiran Wang Lin tanpa sadar melayang kepada Li Mawan.
Saat itu, Lü Xing datang membawa dua kendi arak dan duduk di samping Wang Lin. Ia menyerahkan satu kendi sambil berkata, "Kakak, daunmu memang ajaib! Nona kami sudah jauh membaik. Ayo, saya ingin bersulang untukmu!"
Sambil berkata, dia memiringkan kendi anggur, mengisi gelasnya hingga penuh, namun mendapati Wang Lin sama sekali tidak menggunakan gelas melainkan langsung meneguk dari kendi. Ia tertegun sejenak lalu tertawa terbahak, setelah menghabiskan anggur di gelasnya, meniru Wang Lin dengan mengangkat kendi dan meneguk besar.
"Bukannya sebelumnya bilang pelayan perempuan yang sakit, kenapa sekarang berubah jadi nona?" Wang Lin tersenyum sinis memandangi lelaki di depannya.
Lü Xing memerah telinganya, dengan canggung menepuk-nepuk pahanya, "Kakak, ini kesalahanku. Begini, kalau sampai di ibu kota kau ada masalah, datanglah ke Toko Tiannan cari aku. Selama masih dalam kemampuan Lü, pasti kubantu tanpa kerut kening!"
Wang Lin tersenyum kecut, tak melanjutkan percakapan, perlahan mengecap rasa anggur itu.
Lü Xing melirik kendi kosong di tanah, lalu melihat kendi di tangan Wang Lin yang hampir habis, pandangannya berbinar sambil tertawa, "Kakak memang ahli minum! Malam masih panjang, duduk-duduk saja membosankan, bagaimana kalau bergabung dengan beberapa saudaraku untuk adu minum?"
Wang Lin secara refleks ingin menolak, namun setelah berpikir sejenak, ia tersenyum tipis dan mengangguk.
Mengikuti Lü Xing menuju api unggun, terlihat beberapa pria berotot duduk mengelilingi api sambil tertawa riuh, bercerita tentang pengalaman lucu mereka. Lü Xing mendekat dan menendang salah satu pria berotot yang sedang asik bercerita, "Wang Lao Wu, tentang Xiaotao Hong di Qingfen Lou itu sudah kau ceritakan ribuan kali! Cuma karena dia melayanimu dengan baik, ya? Nanti pulang, aku akan mengunjunginya untuk membuktikan omonganmu."
Pria berotot bermarga Wang menggeserkan diri untuk memberi dua ruang, "Silakan saja. Lagipula urusanmu pasti cepat selesai. Setelah kau selesai, giliranku masih sempat."
Begitu kata-katanya terdengar, para pria di sekeliling langsung tertawa terbahak-bahak. Lü Xing mengumpat sambil tertawa lalu duduk. Wang Lin dengan santai mengambil tempat duduknya, memandangi orang-orang biasa di hadapannya. Dalam hatinya ia merenung: Meski nyawa mereka sangat rapuh – bahkan tanpa berlebihan bisa dibilang hanya perlu hembusan nafasnya saja untuk membuat mereka mati ribuan kali – namun kebahagiaan yang mereka miliki jauh melampaui dirinya.
Sepanjang malam itu, Wang Lin minum tak sedikit. Meski tak banyak bicara, para pria tersebut perlahan menjadi akrab dengannya. Mereka tertawa bersama dan berlomba minum. Bahkan beberapa wanita pemberani dan blak-blakan ikut bergabung. Pelayan perempuan yang sebelumnya mengantarkan makanan untuk Wang Lin juga ada di sana. Ia terus duduk di samping Wang Lin, mata indahnya sering tertuju padanya. Dalam sorotan api unggun, matanya berkilauan cahaya terang, entah apa yang sedang dipikirkannya.
Hingga fajar menyingsing, satu per satu mereka akhirnya tumbang mabuk dan tertidur. Para wanita itu kembali ke gerbong kuda, tidur dengan pakaian lengkap.
Selain beberapa penjaga di kejauhan, seluruh rombongan kereta terlihat sunyi senyap. Meski sesekali terdengar suara kayu terbakar di api unggun yang berderak, suara ini justru tidak mengganggu istirahat, malah seolah memiliki efek magis yang membuat tidur semakin nyenyak.
Wang Lin bangkit berdiri, berjalan ke bawah pohon besar tak jauh darinya. Ia bersandar sambil merasakan kedamaian dalam hati. Pada momen tadi, ia sejenak melupakan statusnya sebagai kultivator dan benar-benar merasa menjadi orang biasa.
Saat ini, dengan mata terpejam ia melakukan pemeriksaan internal. Tiba-tiba ia menemukan kejutan: tingkat kultivasinya dalam tubuh tanpa disadari telah menembus tahap awal Yuan Ying dan mencapai tahap menengah. Meski sebelumnya sudah berada di puncak tahap awal dan siap untuk breakthrough, namun kecepatan peningkatan ini di luar perkiraannya.
Hanya kabut merah di luar tubuhnya yang sedikit menghilang. Wang Lin menarik napas dalam-dalam. Ia merasakan bahwa jika membiarkan materi merah ini terus menghilang, di masa depan pasti akan menyesal. Maka jiwanya tenggelam ke dalamnya, memulai proses pengumpulan kembali.
