Waktu berlalu perlahan saat Wang Lin berkonsentrasi mengumpulkan kabut merah. Di malam hari, selain suara dengung serangga sesekali, hanya terdengar derap nafas para lelaki yang tertidur pulas.
Perlahan, pinggir langit mulai menampakkan sinar mentari pagi yang berangsur mengusir kegelapan malam.
Wang Lin membuka matanya. Menghadap timur, ia menarik napas dalam-dalam. Dua ekor naga energi ungu yang tak terlihat oleh orang biasa menyusup lewat lubang hidungnya, berputar satu lingkaran dalam tubuhnya sebelum dikeluarkan lewat mulut.
Begitu berulang beberapa kali, Wang Lin jelas merasakan seluruh tubuhnya seperti melayang bagai dewa, seolah bisa menembus angkasa dan naik ke langit ketujuh.
Perasaan seperti ini, selama 400 tahun sebelumnya, Wang Lin tidak pernah mengalaminya. Jelas, hanya ketika mencapai ketenangan pikiran tertentu, seseorang dapat merasakan hawa alam semesta ini.
Semalaman, kabut merah di sekitar tubuh Wang Lin kembali memadat sepersepuluh bagian. Wang Lin tidak terburu-buru, ia tahu bahwa memadatkan kabut merah jelas bukan pekerjaan singkat, ini membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang.
Pagi hari, anggota rombongan gerbong satu per satu bangun dan membersihkan diri. Saat itu, tabib pendamping yang selalu berada di gerbong - yaitu orang tua itu - turun dari gerbong. Setelah menarik napas dalam-dalam, ia mulai melakukan berbagai gerakan pemanasan di tanah lapang.
Wang Lin melirik sejenak, hatinya terkesima. Meski gerakan-gerakan yang dilakukan orang tua itu tidak memiliki daya serang, setiap gerakan memiliki efek menguatkan tubuh. Ketika dirangkaikan, efeknya semakin baik.
Beberapa saat kemudian, orang tua itu mengakhiri jurusnya dan menghembuskan napas panjang. Setelah agak ragu-ragu, ia pun berjalan mendekati Wang Lin.
Di dekatnya, orang tua itu tersenyum dan berkata, "Kakak, istirahat semalam nyenyak tidak?"
Wang Lin mengangguk sedikit, tidak berbicara.
Orang tua itu ragu sejenak, lalu bertanya, "Kakak, daun pohon willow 100 tahun itu, tidak tahukah dari mana kau mendapatkannya?" Selesai bicara, sorot matanya memancarkan keingintahuan.
"Kutemukan di pinggir jalan," jawab Wang Lin.
Orang tua itu langsung tertegun, berpikir lama lalu menghela nafas pahit, "Kakak... benar-benar beruntung!"
Setelah mengobrol santai beberapa kalimat lagi dengan Wang Lin, meski telah mencoba mengulik-ulik secara tidak langsung, tetap tidak berhasil mendapatkan informasi yang diinginkan dari mulut Wang Lin, orang tua itu menghela nafas dalam hati lalu berbalik pergi.
Jika dibandingkan sesungguhnya, usia Wang Lin bahkan melebihi leluhur si orang tua. Taktik mengulik-ulik orang tua itu mungkin berguna bagi pemuda yang baru merintis jalan, tapi bagi Wang Lin sama sekali tak berpengaruh.
Mengikuti rombongan kereta, Wang Lin perlahan menyesuaikan pola pikirnya, berintegrasi dengan kelompok. Beberapa hari berlalu cepat. Selama periode ini, pelayan perempuan itu sering mendatanginya untuk mengobrol, namun setiap kali berbicara, pipinya memerah dengan sorot mata aneh, entah apa yang ada dalam pikirannya.
Melihat cahaya di mata perempuan itu, Wang Lin dalam hati menghela nafas. Cahaya serupa sering terlihat pada Li Mawan. Kini mereka saling memahami diam-diam.
Hanya saja, Wang Lin merenungkan usianya sendiri yang bahkan melebihi leluhur gadis ini. Perasaan aneh selalu muncul dalam hatinya.
Hari ini, ibu kota sudah terlihat di kejauhan.
Ibu kota negara kultivasi tingkat empat ini meskipun megah, dalam pandangan Wang Lin terlihat sangat biasa tanpa keistimewaan. Andai bukan karena pusaran energi spiritual yang berputar di atas kota, mungkin takkan ia berikan perhatian.
Wang Lin menyapu menggunakan Shen Shi, seluruh ibu kota telah terbentuk di dalam hatinya. Di dalam ibu kota, terdapat sembilan pusaran energi spiritual. Yang memancarkan pusaran energi spiritual ini bukanlah kultivator, melainkan sembilan pilar hitam menjulang. Berdasarkan ukuran pilar, kekuatan energi spiritual yang dipancarkan juga bervariasi. Selain satu yang paling besar, delapan sisanya semuanya lebih kecil.
Pilar ini sangat besar, yang terkecil pun membutuhkan sepuluh orang melingkar untuk meraihnya. Sedangkan yang terbesar memerlukan seratus orang melingkar.
Di dalam sembilan pilar ini, semuanya terdapat orang yang sedang bermeditasi. Di luar pilar terdapat lapisan formasi yang mencegah penyelidikan Shen Shi. Namun formasi ini tidak berarti apa-apa bagi Wang Lin. Sekilas ia melihat bahwa mereka yang bermeditasi di dalam pilar semuanya adalah kultivator.
Di antara mereka, yang memiliki tingkat kultivasi tertinggi telah mencapai tahap akhir Pembentukan Inti, sedangkan yang terendah memiliki tingkat Tahap Akhir Pembangunan Fondasi.
Terhadap bangunan aneh ini, Wang Lin cukup tertarik. Setelah rombongan masuk ke dalam kota, Lu Xing menyadari pandangan Wang Lin terus tertuju pada sembilan pilar hitam di pusat kota, lalu berbisik: "Saudara Wang, jangan terus-terusan memandang. Kalau ketahuan orang, bisa ada masalah."
Wang Lin mengusap surai kuda kecilnya, bertanya bingung: "Saudara Lu, pilar hitam itu apa?"
Sorot mata Lu Xing memancarkan kekaguman, berbisik: "Itu Kayu Dewa. Tempat ini adalah ibu kota negara kita, di bawah perlindungan para dewa. Atas perintah suci dari para dewa, Kaisar mengerahkan semua pengrajin di negeri ini untuk membangun sembilan Kayu Dewa sesuai petunjuk."
"Kayu Dewa..." Ekspresi Wang Lin terlihat agak aneh.
"Di dalam Kayu Dewa itu tinggal para dewa! Ayahku waktu muda pernah melihat langsung ada dewa yang terbang keluar dari sana." Nada suara Lu Xing menyiratkan kebanggaan, seolah leluhurnya pernah bertemu dewa adalah hal yang sangat membanggakan baginya.
Saat itu, jika saja dia tahu bahwa Wang Lin yang telah menemaninya selama tujuh hari adalah seseorang yang ratusan bahkan ribuan kali lebih kuat dibanding leluhurnya yang pernah dilihatnya, entah bagaimana perasaannya nanti.
Perlu diketahui bahwa kultivator yang pernah dilihat leluhurnya itu, sekalipun melihat Wang Lin, harus memanggilnya dengan hormat "Senior".
Wang Lin menarik kembali pandangannya, tersenyum tanpa berkata-kata.
Di jembatan gantung antara utara dan selatan kota, Wang Lin berpamitan dengan Lü Xing dan yang lain. Meski tak lama mengenalnya, Lü Xing merasa seperti sahabat lama. Ia menepuk dada dan berjanji pada Wang Lin bahwa jika ada masalah, datanglah padanya.
Ada juga Sun Lao Er yang mengalahkan kudanya. Dalam beberapa hari lomba minum ini, ia benar-benar tunduk pada Wang Lin. Saat perpisahan ini, seperti Lü Xing, dia berpesan bahwa jika ada yang mengganggu Wang Lin, Sun Lao Er pasti akan turun tangan.
Akhirnya, tabib orang tua itu turun dari gerbong. Di belakangnya, mengikuti seorang perempuan bertudung putih, ditemani pelayan perempuan yang cantik.
Melihat Wang Lin hendak pergi, sorot mata pelayan itu memancarkan melankolis.
Setelah tabib orang tua itu maju mengobrol beberapa patah kata dengan Wang Lin, perempuan bertudung putih itu tidak melangkah mendekat. Ia hanya sedikit membungkukkan badan ke arah Wang Lin yang berada di kejauhan, lalu berbalik dan kembali masuk ke gerbong tanpa sepatah kata pun.
Adapun pelayan perempuan itu, setelah bertukar beberapa kalimat dengan perempuan bertudung putih, mengambil sebuah kantong sutra es dan bergegas menghampiri Wang Lin. Ia menyerahkan kantong itu sambil berbisik: "Nona menyuruhku mengucapkan terima kasih. Di dalam ini ada 10 tael logam, sebagai bayaran pengobatan."
Wang Lin tidak menolak. Ia menerimanya. Uang dunia orang biasa ini baru pertama kali ia peroleh, setelah 400 tahun yang lalu pernah sedikit bersentuhan.
Wang Lin menyatukan tinju sebagai penghormatan, lalu berbalik pergi.
Hingga dia berjalan sangat jauh, sang pelayan perempuan baru menghela napas lesu, berbalik dan kembali ke gerbong. Kereta kuda melanjutkan perjalanan menuju Kota Selatan melalui jembatan apung.
Meremas-remas sepuluh keping emas di tangannya, Wang Lin berjalan di ibu kota Kekaisaran. Sungguh pantas disebut pusat kekuasaan kaisar, keramaian orang di jalanan dan deretan toko yang bertebaran bagai jamur di musim hujan di kedua sisi jalan menawarkan segala macam barang.
Tak lama kemudian, sorot mata Wang Lin berkedip nyaris tak terlihat. Di ibu kota para manusia biasa ini, dia telah melihat tidak kurang dari sepuluh kultivator sejauh ini.
Meski tingkat kultivasi para kultivator ini paling tinggi hanya sekitar Kondensasi Qi tingkat dua belas atau tiga belas, fenomena seperti ini jarang ditemui Wang Lin di negara lain.
Merenung sejenak, Wang Lin memandang sembilan pilar Hitam di pusat kota. Jawaban telah jelas dalam hatinya: inilah ciri khas Negara Kultivasi Tingkat Empat.
Hingga sore hari, Wang Lin masih mengelilingi jalanan. Beberapa toko di ibu kota jelas bukan untuk orang biasa, melainkan diperuntukkan bagi kultivator - di dalamnya bahkan menjual kepingan giok, Magic Treasure, dan barang-barang sejenis.
Hanya saja di luar toko-toko ini terdapat lapisan Larangan, orang biasa tidak bisa masuk.
Penduduk Ibu Kota tampaknya sudah sangat familiar dengan fenomena ini, sehingga hampir tidak ada orang biasa yang mencoba masuk ke jenis toko seperti ini.
Saat Wang Lin sedang berjalan-jalan dan sesekali masuk ke toko-toko untuk melihat-lihat, tiba-tiba terdengar keriuhan tidak jauh darinya. Terlihat seorang orang tua lusuh yang dijatuhkan ke tanah oleh seorang pria kekar, dengan kepalan tangan sebesar mangkuk menghantam dada orang tua tersebut.
Orang tua itu menjerit-jerit dengan suara menyayat hati, sementara darah segar dalam jumlah besar terus dimuntahkan dari mulutnya seolah mengikuti irama tertentu - setiap kali pria kekar itu meninju sekali, dia memuntahkan satu kali darah.
Setelah beberapa kali meninju, pria kekar itu berdiri sambil memaki: "Dasar si tua bangka! Kalau berani mendekati tokonya gue lagi, sekali ketemu sekali gue pukuli! Udah tua bangka begini masih jahat aja!" Setelah mengumpat, dia meludahkan air liur ke arah orang tua itu.
Seorang pria paruh baya yang berdiri di samping Wang Lin menggelengkan kepala dan berkata: "Ah, moral zaman sudah merosot. Orang tua itu hampir setiap hari dipukuli hanya demi mengintip para wanita berganti pakaian. Apa itu sepadan, ah."
Wang Lin terdiam sejenak, melirik orang tua itu lalu berbalik pergi.
Namun belum berjalan beberapa langkah, tiba-tiba berbalik badan. Terlihat orang tua itu sambil membersihkan darah di sudut mulut, berjalan mendekati arahnya dengan wajah puas.
Wang Lin menyampingkan badan, pandangannya semakin dingin.
Orang tua itu melewati Wang Lin. Belum berjalan jauh, tiba-tiba berbalik badan. Matanya berbinar keheranan sambil mengamati Wang Lin dari atas ke bawah, lalu tiba-tiba berkata: "Adik muda, menurutku tulang dahimu berisi sempurna, cahaya ungu menembus tubuh. Sungguh bukan orang biasa."
Wang Lin mengerutkan kening. Dengan Shen Shi-nya, langsung terlihat orang tua ini hanyalah manusia biasa tanpa sedikitpun tingkat kultivasi. Bahkan dalam tubuhnya terdapat banyak memar, jelas akibat sering dipukuli.
Terhadap orang ini, Wang Lin tidak memiliki sedikit pun ketertarikan, langsung berpaling dan pergi. Jika orang tua ini terus mengikuti, maka Wang Lin tidak akan segan untuk mengantarnya.
Orang tua itu menunjukkan ekspresi penyesalan di matanya, memandang punggung Wang Lin sambil menggelengkan kepala, "Jika tidak ada yang membimbing, mungkin seumur hidup tidak akan mencapai Transformasi Dewa, sayang sekali."
Tubuh Wang Lin tiba-tiba berhenti. Hawa seluruh tubuhnya tiba-tiba menjadi liar. Perlahan ia berbalik, menatap tajam orang tua itu, "Siapa kau?!"
Menghadapi hawa liar Wang Lin, orang tua itu sama sekali tidak terganggu. Kedua tangannya menyilang di belakang, ia menatap langit dengan suara penuh kesan zaman, "Lao Fu siapa tidak perlu kau tahu. Tapi Lao Fu tahu cara membuatmu mencapai tahap Transformasi Dewa."
Pandangan Wang Lin berkedip-kedip. Bagaimanapun ia amati, orang tua ini tetaplah seorang biasa. Namun orang ini bisa langsung melihat jelas tingkat kultivasinya. Hanya ada satu penjelasan: tingkat kultivasi orang ini jauh melampaui Tahap Transformasi Dewa, sehingga dengan teknik penyembunyian, Wang Lin tidak bisa melihat secuil pun.
“Bagaimana aku bisa mencapai tahap Transformasi Dewa？”Wang Lin mengerutkan kening, berkata.
Orang tua itu melirik Wang Lin, berkata: "Orang tua ini kalau perut kosong, semua hal jadi tak ingat. Aku tahu ada restoran enak, bagaimana kalau kita ngobrol sambil makan?" Sambil berkata, dia menjilat bibirnya, perutnya dengan kompak mengeluarkan suara keroncongan.
Restoran Fu Shun, salah satu restoran termewah dan termahal di ibukota. Si orang tua itu menegakkan kepala dan memasuki tempat itu dengan langkah tegap.
Makan di aula jelas tak memuaskan selera orang tua itu. Begitu masuk, dia langsung menuju ruang privat. Pelayan di samping yang melihat kehadiran orang tua ini, segera melirik aneh ke arah Wang Lin di belakangnya, lalu buru-buru menyambut.
Wang Lin terus-menerus mengerutkan kening, dia merasakan sesuatu yang mencurigakan dalam peristiwa ini.
Orang tua tampaknya sangat familiar dengan restoran ini. Ia memesan berbagai hidangan yang hampir belum pernah didengar Wang Lin sebelumnya, memenuhi seluruh meja. Orang tua itu melahap makanan dengan lahap seolah belum makan selama berhari-hari, seperti Angin Menggulung Sisa Awan.
Wang Lin diam seribu bahasa sambil meneguk anggur. Pandangannya sesekali menyapu ke arah orang tua itu, semakin lama semakin dingin.
"Bicaralah, aku akan mendengarkan dengan saksama." Setelah orang tua itu makan beberapa saat, Wang Lin berkata dengan nada dingin.
Orang tua itu mencengkeram paha babi panggang, menggigitnya besar-besaran sebelum berkata dengan wajah penuh minyak: "Masalah ini mudah, mudah. Tunggu aku menghabiskan paha babi ini dulu."
Orang tua itu berkata sambil menelan seluruh paha babi ke dalam mulut dalam beberapa kali kunyahan, kemudian bersendawa. Kedua tangannya mengusap pakaiannya, "Tahap Transformasi Dewa membutuhkan pemahaman tentang Jalan Langit. Sepertinya kamu sudah memiliki sedikit pencerahan. Selain itu, untuk mencapai Transformasi Dewa, harus menciptakan sebuah lapisan. Apakah kamu mengerti konsep lapisan? Anak muda, renungkanlah baik-baik. Begitu kamu menyadari lapisan itu, jarak menuju Transformasi Dewa tidak akan jauh lagi... Sebentar, aku perlu ke kamar kecil, nanti kita lanjutkan." Tiba-tiba pria tua itu memegangi perutnya dengan wajah kesakitan dan buru-buru berdiri.
Seolah khawatir Wang Lin akan menghalanginya keluar, saat berdiri terdengar suara "prot" - kentut keras menyebarkan bau busuk yang memenuhi seluruh ruang pribadi.
Orang tua itu tersenyum canggung lalu bergegas pergi.
Wang Lin menggerakkan tangan kanannya, angin sepoi-sepoi langsung muncul menghalau bau busuk di dalam ruangan. Di saat yang sama, Shen Shi-nya terus mengawasi orang tua itu. Segenap tingkah laku orang tua itu penuh keanehan, namun penjelasannya tentang tahap Huashen sesuai dengan pengetahuan Wang Lin. Hal seperti ini mustahil diketahui orang biasa.
Di tengah kebingungannya, tiba-tiba kilau dingin berkedip di mata Wang Lin. Ia berdiri, melalui Shen Shi-nya melihat orang tua itu meninggalkan pintu belakang penginapan dengan wajah penuh kemenangan. Setelah berlari beberapa langkah, sang orang tua menghilang di kerumunan orang.
Tubuh Wang Lin berkelebat, menghilang dari dalam gedung restoran. Saat muncul kembali, ia sudah berada di luar. Dengan tatapan dingin, ia mengikuti sang orang tua dari belakang dengan tenang.
Tampak sang orang tua entah sejak kapan telah berganti pakaian. Ia memegang tongkat kecil yang dicocolkan ke mulutnya, mengorek-ngorek hingga sepotong kecil daging () berhasil dikeluarkan. Alih-alih dibuang, potongan itu malah dimasukkan kembali ke mulutnya.
Saat sedang berjalan, orang tua itu tiba-tiba berhenti melangkah. Matanya berbinar melihat seorang pria paruh baya berbaju jubah ungu di kejauhan, lalu tersenyum dan bergegas mendekat.
Pria paruh baya itu seakan merasakan sesuatu. Ia menoleh sambil mengerutkan kening, lalu mengabaikannya.
Tiba-tiba orang tua itu berseru keras, "Adik muda, kulihat tulang dahimu berisi penuh, cahaya ungu merembes dari tubuhmu. Sungguh bukan orang biasa!"
Pria paruh baya itu tertegun. Ia berhenti dan menatap tajam dengan kilau dingin di matanya.
Orang tua itu menggeleng dengan ekspresi menyesal, "Sayangnya, tanpa bimbingan, seumur hidupmu takkan bisa mencapai tahap Pembentukan Inti."
Mata pria itu berkedip-kedip. Suaranya berat bertanya, "Siapa kau?"
Si tua menggeleng, "Siapa aku tidak penting. Bagaimana kalau kita cari tempat santai sambil ngobrol?"
Wang Lin raut wajaknya muram. Pria itu ternyata seorang kultivator walau levelnya baru Tahap Fondasi Bangunan. Rupanya si tua telah menghafal kata-kata itu untuk menipu para praktisi seni immortal.
Namun kenyataannya, orang tua ini masih hidup sampai sekarang, hal ini tentu tidak biasa. Kecuali Wang Lin adalah korban pertama yang ditipunya, jika tidak, mustahil orang tua ini bisa bertahan hidup hingga saat ini.
Sebagai seorang kultivator, malah dipermainkan oleh orang biasa. Situasi seperti ini, siapapun yang mengalaminya, pasti tidak akan memaafkan orang tua ini dengan mudah.
Yang paling mencurigakan adalah, orang tua ini seolah bisa langsung melihat tingkat kultivasi seseorang. Jika targetnya di tahap Fondasi Bangunan, dia akan bicara tentang Inti Pelana. Jika targetnya di Tahap Inti Pelana, dia akan sebut Yuanying. Sedangkan untuk yang seperti Wang Lin yang berada di periode Yuanying, tentu dia akan menyebut Transformasi Dewa.
Sepanjang sore itu, Wang Lin terus-menerus memperhatikan gerak-gerik orang tua ini. Dia ingin tahu rahasia apa yang disembunyikan si tua.
Hanya dalam waktu satu sore, orang tua ini sudah menipu empat orang termasuk Wang Lin. Barang yang dimintanya pun cukup unik - hanya makanan dan minuman. Yang paling keterlaluan hanyalah mengajak ke rumah bordil sekali saja.
Namun ketiga orang termasuk pria berjubah ungu itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ingin mencari masalah dengannya, seolah perkataan orang tua itu memiliki semacam daya magis.
Semakin Wang Lin amati, semakin ia terkejut. Tampaknya orang tua itu sangat memahami cara melakukan breakthrough tingkat kultivasi. Hanya dengan beberapa kalimat santai, ia bisa membuat para kultivator tersebut tersadar.
Dengan demikian, tak ada yang menganggapnya penipu. Malah mereka merasa seperti bertemu Senior terhormat, lalu bersikap sangat hormat.
Perlahan, Wang Lin merenung sejenak lalu menarik kembali Shen Shi-nya. Aura misterius yang terpancar dari orang ini membuat Wang Lin berfirasat: lebih baik hindari orang tua itu.
Setelah Wang Lin menarik kembali Shen Shi-nya, sang orang tua yang berada di dalam rumah bordil itu memeluk seorang wanita yang sangat cantik. Pandangannya berkilat sejenak, lalu ia menatap ke arah Wang Lin dengan senyum samar sambil bergumam pelan: "Tahap Yuanying... Itu pun masih tahap menengah. Haruskah aku membantunya?"
Saat ia sedang merenungkan hal itu, wanita dalam pelukannya memanggilnya dengan suara manja. Seketika, sang orang tua melupakan Wang Lin dan kembali asyik bersenang-senang.
Setelah memutuskan untuk tidak memikirkan sang orang tua lagi, Wang Lin terdiam sejenak. Di bagian barat kota yang agak sepi, ia menyewa sebuah toko kecil seharga delapan tael emas. Setelah merapikannya, ia pun menetap di sana.
Untuk mencapai Transformasi Dewa, seseorang harus terlebih dahulu menjadi manusia biasa - merasakan kehidupan duniawi dan memahami Jalan Langit. Inilah metode yang dipikirkan Wang Lin untuk mencapai terobosan dari tahap Yuanying. Dengan pandangan tenang, ia duduk bersila di ruang belakang toko, meresapi dunia orang biasa dengan khidmat.
Konon orang bijak kecil bersembunyi di hutan, yang besar di pasar. Saat ini Wang Lin bersembunyi di ibu kota kerajaan yang ramai ini, merasakan Jalan Langit dan siklus reinkarnasi, mempersiapkan diri menyeluruh untuk breakthrough dari Yuan Ying menuju Transformasi Dewa.
