Setelah Xu Tao pergi, kehidupan Wang Lin kembali tenang. Segala yang terjadi sebelumnya bagaikan asap dan kabut yang berlalu, sirna tak kembali.
Wang Lin tetap bangun pagi setiap hari, membuka pintu toko, menunggu anak Da Niu mengantarkan anggur buah. Sambil menyesapnya, ia terus mencoba membuat ukiran kayu. Kehidupan seperti ini telah ia jalani bertahun-tahun, secara bertahap meresap hingga ke tulang sumsum.
Ia telah menjauhi dunia pembantai. Diri yang sekarang seolah terbelah dari dirinya bertahun-tahun silam. Tak terlihat sedikitpun aura pembunuhan pada dirinya, yang ada hanyalah kedamaian dan pemahaman layaknya orang biasa.
Wang Lin tak tahu akhirnya lapisan pemahaman seperti apa yang akan ia raih. Ia tak terburu-buru, hanya merenung dalam keheningan.
Hari ketujuh setelah Xu Tao pergi, dia kembali datang ke toko Wang Lin. Bersamanya terdapat seorang pria paruh baya dengan aura kemewahan. Orang ini memasuki toko dengan sikap sangat hormat bersama Xu Tao, tanpa peduli statusnya, langsung bersujud di tanah dengan suara "plok" dan memberi tiga kali kowtow kepada Wang Lin.
Wang Lin menyapu pandangannya pada orang itu tanpa berkata-kata. Sekilas dia tahu pasti ini adalah majikan Xu Tao, yaitu Pangeran Muda yang ingin dibunuh oleh kultivator bertelinga besar itu.
Di mata orang biasa sejati, status Pangeran Muda sudah termasuk keluarga kerajaan yang mulia. Namun bagi Wang Lin, orang ini tak beda dengan semut kecil. Meski sedikit berlatih kultivasi, selama belum mencapai tahap Pembangunan Fondasi, takkan luput dari siklus reinkarnasi.
Pria paruh baya itu sepertinya sudah paham karakter Wang Lin. Setelah kowtow, dia bangkit dan tanpa banyak bicara mengeluarkan kantong penyimpanan, meletakkannya dengan penuh hormat di meja samping, lalu bersama Xu Tao membungkuk hormat dan mundur perlahan.
Wang Lin tidak mengucapkan sepatah kata pun selama ini. Hanya setelah keduanya pergi cukup lama, barulah ia mengangkat kepala dari ukirannya, mengambil kantong penyimpanan, dan menyapunya dengan Shen Shi. Tampak sejumlah besar batu spirit tersimpan di dalamnya.
Dengan santai melemparkan kantong penyimpanan ke samping, Wang Lin menarik napas dalam-dalam lalu keluar dari toko. Ia bersandar di kursi panjang di depan pintu, memandangi langit biru dan awan putih, menikmati hangatnya sinar matahari sambil memicingkan mata. Ia sangat menikmati kehidupan seperti ini. Seandainya orangtuanya masih hidup dan seluruh keluarga menjaga toko bersama, hidupnya tak akan ada penyesalan.
Hari bergulir cepat, lima tahun telah berlalu...
Pada hari itu, Ayah Da Niu tak dapat menghindari siklus kehidupan dan kematian. Ia menghembuskan napas terakhir. Toko peralatan besi menggantung bendera putih, suara tangisan pilu terus terdengar dari dalam.
Wang Lin berdiri di luar tokonya, menatap kosong ke seberang jalan. Pikirannya teringat pada lebih dari dua puluh tahun lalu, saat pertama kali tiba di jalan ini. Lelaki berhati lapang itu pernah mengundangnya makan malam di rumah.
Lebih lagi tidak bisa melupakan, pria jujur ini, karena ingin memperluas tokonya, dengan malu-mumit dan terbata-bata mengutarakan pinjaman uang.
Selama lebih dari dua puluh tahun ini, Wang Lin sendiri sudah tidak ingat berapa kali makan dan minum di rumah orang ini. Namun, siklus Jalan Langit bukanlah hal yang bisa diubah oleh individu seperti Wang Lin.
Lahir, tua, sakit, mati adalah bagian dari pemahamannya tentang Jalan Langit. Sekalipun menggunakan teknik melawan kodrat untuk memperpanjang umur beberapa tahun, pada akhirnya orang tersebut tetap tidak bisa lolos dari siklus reinkarnasi.
Tidak hanya itu, malah karena teknik melawan kodrat ini, dalam Enam Jalan Samsara akan terjerumus ke kualitas rendah.
Bagaimanapun, ayah Da Niu berbeda dengan Wang Zhuo. Wang Zhuo adalah praktisi berkultivasi yang memang berjalan melawan kodrat, sehingga Wang Lin mengambil jiwanya dan secara sewenang-wenang melakukan manipulasi Enam Jalan, memasukkannya ke rahim perempuan hamil.
Tapi, untuk ayah Da Niu, hal itu tidak bisa dilakukan.
Wang Lin berdiri di depan pintu toko, menghela napas pelan. Tangannya tanpa disadari telah memegang sekuntum bunga berkelopak hitam. Bunga ini bukanlah benda biasa, melainkan salah satu bahan meracik pil.
Jika ada orang biasa yang baru saja meninggal dan jiwanya belum sepenuhnya menghilang, bunga ini dapat membantu menguatkan jiwa tersebut. Dengan demikian di Sungai Samsara, kekuatan jiwanya akan lebih besar untuk memperebutkan tempat di keluarga baik.
Wang Lin berjalan tertatih menuju toko peralatan besi. Di dalam toko, paman, bibi, dan saudara-saudara Da Niu terlihat berduka. Aura kesedihan menyelimuti seluruh toko.
Di ruang duka belakang toko, ayah Da Niu terbaring tenang dalam peti mati. Da Niu dan istrinya bersujud di sampingnya. Mata Da Niu merah bengkak, jelas baru saja menangis.
Di samping, berdiri seorang perempuan, dia adalah ibu Da Niu, saat ini juga dilanda kesedihan mendalam. Matanya memandang suami yang terbaring dalam peti mati dengan sorot mata yang penuh keputusasaan.
Lebih dari dua puluh tahun yang lalu, Wang Lin sudah melihat bahwa ikatan pasangan suami istri ini sangatlah dalam.
Begitu Wang Lin masuk, tetangga sekitar dan paman-paman Da Niu semuanya menunjukkan ekspresi hormat. Di sepanjang jalan ini, Wang Lin sudah memiliki status terhormat.
Ibu Da Niu, melihat kehadiran Wang Lin, mengangguk pelan dan melakukan gerakan wanfu sambil berbisik: "Janda Zeng, memberi salam pada Kakak sulung Keluarga Wang."
Wang Lin menghela napas, maju untuk membantu perempuan ini bangkit. Kemudian mengambil batang dupa dari tangan orang di sebelahnya, menyalakannya lalu memberikan penghormatan.
Begitu dia membungkuk untuk memberi penghormatan, langit di luar tiba-tiba menjadi gelap. Namun kegelapan ini tak terlihat oleh orang biasa. Dari mayat ayah Da Niu, perlahan muncul gas hitam yang berangsur membentuk gumpalan. Akhirnya gas itu berubah wujud menyerupai sosok ayah Da Niu. Dia memeluk tubuhnya sendiri seolah kedinginan, raut wajak pucat pasi. Seluruh tubuhnya terlihat seperti bisa menghilang kapan saja. Dengan pandangan bingung, dia melihat sekeliling lalu akhirnya mengarah ke Wang Lin.
Sebab tak ada satu pun orang di sekitar yang bisa melihatnya. Hanya Wang Lin, dengan mata hitam-putihnya yang tajam, yang memandang langsung ke arahnya.
Wang Lin menghela napas dalam hati. Bunga hitam di tangan kanannya segera hancur menjadi debu. Sambil perlahan menghilang, dalam bentuk yang tak terlihat oleh orang biasa, debu itu berubah menjadi bintik-bintik cahaya yang jatuh menimpa jiwa ayah Da Niu. Seketika dia tak merasa dingin lagi. Pandangannya yang tertuju pada Wang Lin kini penuh rasa syukur yang mendalam.
Saat itu, dia telah sepenuhnya memahami bahwa tetangga yang telah hidup berdampingan dengannya selama lebih dari dua puluh tahun ini sama sekali bukan orang biasa. Tubuhnya melayang di angkasa, bersujud, membungkukkan kepala beberapa kali ke arah Wang Lin. Kemudian dengan tatapan penuh kerinduan ia memandangi istrinya dan Da Niu terakhir kali, menghela napas pelan. Seluruh tubuhnya perlahan naik seolah menaiki tangga langit, hingga akhirnya menghilang di angkasa.
"Ayah, Ibu, aku melihat Kakek!" Saat itu, suara kekanak-kanakan terdengar dari sudut rumah. Anak Da Niu yang berusia sembilan tahun itu menatap langit dengan ekspresi bingung.
Hanya saja, perkataan anak kecil itu tidak dipercaya siapa pun. Melihat tak ada yang menghiraukannya, bocah itu mengerutkan hidungnya dan memilih diam.
Wang Lin memandang sekeliling dengan perasaan haru, Jalan Langit berputar tak terhindarkan. Ia menatap mayat ayah Da Niu yang sudah tua di dalam peti mati, tiba-tiba terbayang kembali perubahan tahunan selama dua puluh tahun terakhir - dari pria perkasa yang pelan-pelan menua seiring waktu, hingga akhirnya menemui ajal.
Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengalihkan pandangan ke ibu Da Niu. Perempuan yang dulu berusia sekitar tiga puluh tahun itu kini sudah lebih dari lima puluh tahun, dengan jejak-jejak waktu terukir jelas di wajahnya selama dua dekade ini.
Sorot mata Wang Lin kembali bergerak, kali ini tertuju pada Da Niu. Pemuda yang dulu sering menjulurkan kepala dari luar toko dengan kesan polos dan lincah itu, kini telah tumbuh menjadi pria dewasa yang tak hanya berkeluarga, tapi juga telah mengurus pemakaman orang tuanya.
Persis seperti pohon kecil yang pelan-pelan bertumbuh dalam terpaan dua puluh tahun musim, hingga akhirnya menjadi pohon besar yang tahan terpaan badai.
Pada saat ini, tiba-tiba muncul pencerahan dalam hati Wang Lin. Pencerahan ini semakin dalam, dan dalam sekejap ini, untuk pertama kalinya dalam lebih dari 20 tahun Transformasi Biasa-nya, Wang Lin merasakan pintu Jalan Langit yang tak terpahami.
Ia tak tahu kapan meninggalkan toko peralatan besi. Dalam kebingungan, ia duduk di sebelah tungku tokonya sendiri, menatap kosong ke dinding. Pikirannya hampa, satu-satunya yang tersisa hanyalah aliran pikiran spiritual.
Adegan-adegan kontak Wang Lin dengan Ayah Da Niu, Ibu Da Niu, dan Da Niu sendiri selama lebih dari 20 tahun terakhir terus berkilas di pikirannya. Wajah ketiganya perlahan berubah. Perlahan-lahan, Wang Lin merasakan seolah melihat kekuatan tak kasat mata menyelimuti trio ini. Keberadaan kekuatan ini membuat orangtua Da Niu pelan-pelan menua, dan Da Niu sendiri bertumbuh dewasa.
Perlahan-lahan, Wang Lin merasakan gemuruh di kepalanya. Matanya memancarkan kilauan cahaya yang sulit dibayangkan. Pada detik itu, tubuhnya tiba-tiba terasa melayang, mengambang perlahan dari dalam toko, semakin meninggi.
Dalam proses pengambangan ini, ia melihat tak terhitung orang biasa. Pada setiap mereka, kekuatan misterius itu tetap ada. Bahkan pada rerumputan, pepohonan, dan segala sesuatu di dunia ini, kehadirannya terasa menyeluruh. Ia ada di mana-mana.
Kekuatan ini turun dari langit. Wang Lin secara naluriah berusaha mencari akar dari kekuatan tersebut.
Perlahan, Wang Lin merasa posisinya semakin tinggi. Ibukota di bawah kakinya semakin mengecil, hingga akhirnya lenyap. Yang terhampar di hadapannya adalah planet kecokelatan yang sangat besar.
Sayang sekali, hingga saat ini sumber kekuatan itu tetap tidak ditemukannya. Ia bisa merasakan bahwa kekuatan tersebut, bahkan di seluruh hamparan bintang-bintang, tetap ada di mana-mana.
Dalam karakter Wang Lin, terdapat ketekunan yang sangat mendalam. Jika tidak, dia tidak mungkin meninggalkan kampung halamannya selama empat ratus tahun hanya untuk kembali ke Negara Zhao dan membasmi keluarga Teng.
Selain ketekunan, dalam karakternya terdapat juga keteguhan hati. Jika tidak, mustahil baginya berkembang dari kultivator pemula yang baru memulai jalan cultivation hingga mencapai ketinggian seperti sekarang.
Ketekunan dan keteguhan inilah yang mendorongnya mencari sumber kekuatan ini. Saat ini, semua tindakannya sepenuhnya dikendalikan oleh insting murni.
Tubuhnya terus melayang semakin tinggi, namun tak lama setelah melewati planet tanah kuning ini, tiba-tiba sebuah batu raksasa mirip meteor melintas di kejauhan. Di atas batu tersebut duduk seorang tua berambut putih. Ketika melewati Wang Lin, orang tua ini tiba-tiba mengeluarkan suara terkejut, sorot matanya menunjukkan minat yang besar.
"Di planet kultivasi terpencil ini, aku tak menyangka bisa menemukan orang dengan pemahaman sebegitu mendalam. Tapi dengan tingkat kultivasi Bayi Yuan Ying-mu yang masih rendah, meski telah mencapai pemahaman Transformasi Dewa, jangan terlalu serakah! Jalan Langit ini, jika terus kau kejar, mungkin butuh puluhan juta tahun lebih sebelum kau temukan sumbernya. Namun saat itu tiba, tubuh fisikmu mungkin sudah lama hancur. Kau... sudah pertimbangkan matang?"
Wang Lin menggigil, sorot matanya memancarkan kebingungan. Orang tua itu terkekeh, memandangnya dengan seksama lalu berseru: "Lao Fu Tian Yunzi, hari ini aku ingin menjalin karma baik. Jika kau bisa keluar dari planet terpencil ini, datanglah ke Planet Tian Yun mencari aku. Aku akan menerimamu sebagai murid sementara, mengizinkanmu mengikuti selama 100 tahun!" Sambil berkata demikian, tangan kanannya menunjuk. Seketika Wang Lin bergetar, merasakan tubuhnya didorong keras oleh kekuatan dahsyat. Tiba-tiba ia terjatuh, melesat kembali ke dalam planet tanah kekuningan, mendarat di wilayah Aliansi Empat Sekte.
Di sorot matanya, ibukota yang awalnya hampir tak terlihat berubah menjadi sebesar kuku, lalu meluas dengan cepat. Akhirnya, hampir seketika ia kembali ke jalanan Kota Barat ibukota, mendarat di dalam tokonya sendiri.
Pada detik itu, Wang Lin membuka matanya dengan kasar. Seluruh tubuhnya telah mengeluarkan keringat dalam jumlah besar, di antara keringat itu terselip bau anyir yang pekat.
Sejak mencapai tahap Pembangunan Fondasi, ia sudah jarang mengeluarkan kotoran berbau busuk dari pori-pori kulitnya.
Saat ini, sorot mata Wang Lin berkilau terang. Ia menarik napas dalam-dalam, mengambil sebuah ukiran kayu, mengubah jari kanannya menjadi seperti pisau, dan mulai mengukir dengan gesit. Serpihan kayu beterbangan. Kali ini, Wang Lin bertahan mengukir selama satu hari satu malam!
Saat jarinya menghentikan pahatan, patung Orang tua berbaju hijau dari Sekte Awan Putih tiba-tiba terbentuk sempurna. Pada patung itu terpancar jejak-jejak zaman yang berlapis-lapis.
Memandang patung dengan tenang, setelah lama berselang, Wang Lin meletakkannya di rak, bersama ukiran kayu sarjana paruh baya dan lansia.
Setelah menyelesaikan ini, dia bangkit menuju halaman belakang. Setelah membersihkan badan, berganti pakaian bersih, kembali ke dalam toko.
Pemahaman Jalan Langit kali ini membuat tingkat kultivasi Wang Lin melonjak dari Tahap Pertengahan Bayi Yuan Ying ke puncak Tahap Akhir Bayi Yuan Ying dalam waktu singkat. Bahkan dengan Transformasi Dewa, hanya selisih tipis.
Namun, saat mengingat kejadian tadi, Wang Lin masih merasakan ngeri. Andai kata orang tua yang menyebut diri Tian Yunzi itu tak memantulkan pikiran spiritualnya, mungkin dia akan mengejar siklus reinkarnasi Jalan Langit yang misterius dan tersesat di dalamnya.
Jika benar demikian, akhirnya hanya akan berujung mati.
Kini Wang Lin benar-benar paham: Memahami Jalan Langit bukanlah perjalanan mulus, melainkan sarat bahaya tak terhitung.
Meskipun belum mencapai Transformasi Dewa, pemahaman Wang Lin tentang Jalan Langit telah meningkat beberapa tingkat dibanding sebelumnya. Ia yakin jarak menuju tahap Transformasi Dewa sudah sangat dekat.
Kini ia telah menyelesaikan ukiran "Lapisan Spiritual Orang Tua Berbaju Hijau". Lapisan spiritual pria tua itu jelas meniru Jalan Langit Siklus Reinkarnasi. Namun setelah benar-benar merasakan Jalan Langit Siklus Reinkarnasi, menurut Wang Lin, apa yang disebut lapisan spiritual Orang Tua Berbaju Hijau hanyalah metode tidak konvensional yang meniru permukaannya, bukan siklus reinkarnasi sejati.
Sebab Jalan Langit Siklus Reinkarnasi ini sama sekali bukan sesuatu yang bisa dipahami oleh kultivator tingkat Transformasi Dewa.
Saat ini dalam pikiran Wang Lin masih tersimpan peta bintang yang ditinggalkan oleh sesepuh Tianyunzi dengan satu jarinya. Dalam peta bintang tersebut terdapat sebuah planet yang ukurannya ribuan kali lebih besar dari Planet Zhuque - sanalah tempat tinggal sesepuh Tianyunzi, yaitu *Planet Tianyun*.
Namun untuk pergi ke sana, bagi Wang Lin saat ini mustahil sama sekali. Ia menghela napas pelan, menyimpan semua pemikirannya, menyesuaikan sikap mental, dan perlahan-lahan kembali menyamar sebagai orang biasa.
Hanya saja, dalam benaknya, pemandangan saat memahami Jalan Langit siklus reinkarnasi tadi merupakan kenangan yang takkan terlupakan seumur hidup...
