Mengambil pedang kuno ini, Wang Lin menyapunya dengan Shen Shi. Seketika wajaknya berubah, raut kegembiraan ekstrem muncul. Ia menarik napas dalam-dalam lalu dengan hati-hati menaruh pedang itu ke dalam kantong penyimpanan.
Daya penghancur pedang ini sangat dahsyat, hal ini sudah lama diketahui Wang Lin. Namun ia tak menyangka struktur internal pedang ini ternyata memiliki kemiripan prinsip dengan Bendera Larangan. Di dalamnya terukir ribuan Larangan, semuanya memiliki atribut serangan murni. Dengan demikian, bagaimana mungkin pedang ini tidak mematikan?
Wang Lin menghitung sekilas: sebagian besar Larangan serangan di dalam pedang belum pernah ia lihat sebelumnya. Setiap tiga Larangan membentuk satu kelompok, total terdapat tiga ratus kelompok.
"Larangan-larangan ini jelas tidak bisa dipahami dalam waktu singkat," Wang Lin menekan keinginan untuk langsung mempelajarinya, lalu mengambil kantong penyimpanan yang ditinggalkan kultivator berjubah biru.
Setelah Shen Shi menyapu sekilas isi kantong penyimpanan, ekspresi keanehan kembali muncul di wajah Wang Lin.
"Membunuh dan merampas harta di dunia dewa, sungguh godaan yang luar biasa!" Setelah lama terdiam, Wang Lin menghela nafas.
Di dalam kantong penyimpanan hanya terdapat tiga jenis benda: satu kepingan giok, sebuah kuali kembali, dan terakhir ratusan batu spirit ekstrem!
Ratusan batu spirit ekstrem! Bahkan ketenangan batin Wang Lin pun goyah, hatinya berdebar kencang. Refleks ia menoleh ke sekeliling, lalu menyindir dirinya sendiri.
"Tampaknya ketenangan batinku masih belum cukup mantap."
Sebenarnya tidak mengherankan Wang Lin bereaksi demikian, karena di Planet Zhuque, batu spirit ekstrem sangat langka. Bahkan di planet kultivasi tempat Sekte Daluo berada, batu spirit ekstrem juga jarang ditemui. Namun mengingat Sekte Daluo adalah sekte berusia sepuluh ribu tahun dengan fondasi yang kuat, wajar jika mereka memiliki stok.
Setelah membaca kepingan giok tersebut, Wang Lin telah memahami sepenuhnya urusan di dalamnya.
Sekte Daluo di dunia dewa ini, setelah beberapa kali keluar-masuk, berhasil menemukan total tiga puluh tujuh lokasi serpihan. Di ketiga puluh tujuh serpihan ini, mereka diam-diam telah membangun formasi teleportasi.
Hanya saja formasi teleportasi ini dibangun di dalam dunia dewa, sehingga batu spirit biasa tidak bisa mengaktifkannya. Hanya batu spirit ekstrem yang bisa digunakan. Inilah alasan mengapa di kantong penyimpanan kultivator berjubah biru terdapat begitu banyak batu spirit ekstrem.
Melalui pemahaman, Wang Lin tahu bahwa di antara banyak kultivator yang masuk ke dunia dewa ini, pasti banyak yang seperti Sekte Daruo, memiliki formasi teleportasi masing-masing. Hanya mereka yang pertama kali datang ke sini atau kultivator penyendiri yang akan memilih untuk jatuh secara acak dari pusaran setelah naik ke Kahyangan.
Mata Wang Lin berkilat. Ia mengambil kendi kembali, dalam hatinya berpikir: Fungsi kendi kembali ini adalah untuk kembali ke planet kultivasi asal. Jika aku mengaktifkan kendi ini, apakah akan kembali ke Planet Zhuque atau ke lokasi Sekte Daruo?
Wang Lin merenung sejenak, lalu menyimpan kendi kembali ini dan membedakannya dengan kendi miliknya sendiri. Jika tidak, sekali salah mengambil dan benar-benar kembali ke wilayah Sekte Daruo, maka itu akan sangat berbahaya.
Setelah menyelesaikan semua ini, Wang Lin melemparkan kepingan giok di tangannya ke depan. Dengan menggerakkan pikiran spiritualnya, kepingan giok itu segera memancarkan cahaya. Terlihat sebuah formasi perlahan muncul di udara. Pada formasi tersebut terdapat dua ceruk, jelas dimaksudkan untuk menempatkan batu spirit.
Wang Lin tanpa banyak bicara mengeluarkan dua batu spirit ekstrem dan melemparkannya tepat ke ceruk. Formasi segera berputar, cahaya kepingan giok semakin terang hingga memunculkan gambar ilusif menyerupai peta.
Adegan ini tidak asing bagi Wang Lin. Inilah pemandangan yang dilihat setiap kultivator saat turun dari pusaran - seperti cermin jatuh dan pecah berkeping-keping.
Di antara serpihan abu-abu tak terhitung, tiga puluh tujuh keping memancarkan cahaya terang yang kontras dengan lainnya.
Wang Lin mengamati gambar sambil mengingat posisi serpihan miliknya saat turun dari pusaran. Matanya berkilat saat menemukan lokasinya.
Jari kanannya menyentuh salah satu serpihan. Gambar lenyap seketika saat formasi aktif sepenuhnya, menyapu siluet Wang Lin dari udara.
Di tepian serpihan dunia dewa, angin kencang mengamuk. Di langit terbelah celah raksasa, hembusan angin dingin mengaum ganas dari dalamnya. Seluruh alam seakan tunduk di bawah kekuatannya.
Tak ada gunung di sini, hanya hamparan mirip gurun. Beribu tahun silam, tempat ini pernah memiliki gunung dan sungai. Namun pasca tribulasi, pusaka dewa—Pedang Xuan Feng—terhempas di sini, merobek dimensi hingga membentuk celah itu.
Pedang itu sendiri hancur saat merobek ruang, berubah menjadi angin ganas yang tak berawal maupun berakhir, menerpa alam semesta tanpa henti.
Kini, di langit yang penuh kekejaman itu muncul sebuah formasi. Cahayanya berkilau membentuk tirai pelindung yang menahan terpaan angin. Namun tirai itu bergoyang-goyang dahsyat, seolah setiap saat bisa pecah berkeping-keping.
Siluet Wang Lin muncul di dalam formasi. Ia meneliti sekelilingnya, keningnya langsung berkerut. Tempat ini jelas sangat berbeda dengan serpihan yang ia tinggali sebelumnya. Jika tingkat kerusakan serpihan sebelumnya masih tergolong sedang, maka wilayah di hadapannya ini telah mengalami kehancuran total.
Secara logika, mengapa sekte Da Luo secara khusus memasang formasi teleportasi di tempat seperti ini? Wang Lin merenung sejenak. Melihat tirai cahaya di luar formasi bergoyang semakin ganas, tubuhnya melesat keluar dari formasi.
Saat melangkah keluar dari tirai cahaya, Wang Lin langsung merasakan hempasan angin kencang yang tajam bagai pisau menerpa tubuhnya. Formasi di belakangnya perlahan menghilang, menyamar dengan metode khusus.
Di antara langit dan bumi, hanya ada satu suara: erangan angin yang bagaikan tangisan ribuan siluet manusia di sekelilingnya. Perasaan ini semakin jelas seiring tubuh Wang Lin yang terus menerjun ke bawah.
Pada saat kakinya menyentuh tanah berpasir, tiba-tiba Wang Lin merasakan firasat berbahaya. Ia menoleh ke belakang dan melihat di balik terpaan angin kencang, bayangan-bayangan hitam mulai bermunculan di kejauhan.
Hati Wang Lin berdebar kencang. Meski melihat bayangan-bayangan itu, Shen Shi-nya sama sekali tidak mendeteksi apapun. Tanpa bicara, ia menepuk kantong penyimpanan dan mengeluarkan Bendera Larangan.
Saat bayangan-bayangan itu semakin jelas, raut wajak Wang Lin berubah penuh keanehan. Sosok-sosok itu ternyata adalah gadis-gadis muda yang mempesona dengan seribu pesona.
Para gadis itu mengenakan pakaian pelangi. Di belakang mereka, sekelompok pelayan membawa nampan berisi buah surgawi dan arak pilihan.
Mereka tertawa riang sambil melangkah mendekati Wang Lin.
Wang Lin mengerutkan kening. Ia melihat gerak-gerik mereka seolah sedang bercanda, namun secara iblis tidak ada suara yang terdengar. Lingkungan sekitar masih dipenuhi suara tangisan menyayat, tanpa suara lain.
Perlahan-lahan, kelompok ini semakin mendekat. Wang Lin memperkuat pandangannya, dia melihat di atas mereka juga muncul bayangan hitam yang perlahan menampakkan wujud sekelompok pemuda. Para pemuda ini menginjak awan keberuntungan, terbang mengikuti rombongan seolah sedang berjaga, sesekali melayangkan pandangan ke sekeliling.
Wang Lin menarik napas dalam-dalam dan menyimpan Bendera Larangan. Saat itu, bayangan-bayangan itu telah tiba di hadapannya. Tanpa sedikitpun menghindar, Wang Lin membiarkan mereka melewatinya.
Salah seorang Pelayan bahkan menembus tubuhnya seperti hantu.
Hingga rombongan itu menjauh, Wang Lin tersenyum getir. Sejak awal dia telah menyadari bahwa ini bukan manusia sungguhan, melainkan ilusi belaka.
Rupanya dalam serpihan Jejak Dewa ini terdapat kekuatan misterius yang mampu memproyeksikan fragmen kenangan dari masa kejayaan dunia dewa dahulu kala.
Wang Lin memandang bayangan-bayangan yang menjauh itu, hati penuh renungan. Orang-orang ini pasti benar-benar ada di masa lalu, namun kini telah lenyap ditelan angin, hanya menyisakan ilusi semata.
Apa yang sebenarnya terjadi pada dunia dewa di masa lampau, hingga bisa hancur sampai sedemikian parahnya?
Pertanyaan ini kembali menggelayuti hati Wang Lin. Setelah terdiam sejenak, ia mengikuti dari jauh bayangan-bayangan ilusi tersebut.
Rombongan itu semakin menjauh, dan setelah lama berjalan, tiba-tiba berhenti di suatu ruang. Dari belakang, Wang Lin mengamati dengan saksama. Begitu mereka berhenti, ilusi itu berubah lagi, menampakkan bangunan megah seperti istana yang dipenuhi meja-meja altar. Mereka mulai menata berbagai buah dewa dan arak di atasnya.
Di balik deretan meja altar itu, duduk beberapa sosok beraura immortal. Mereka sedang bercengkerama dengan riang, sesekali menggerakkan tangan mengeluarkan ilmu-ilmu dari jemari, seolah sedang mendemonstrasikan sesuatu.
Wang Lin memperhatikan pemandangan di depannya, terutama pada ilmu-ilmu yang ditunjukkan oleh orang-orang beraura immortal itu. Ia menarik napas dalam-dalam. Orang-orang ini sama sekali tidak membuat gerakan mantra, semua ilmu dan kemampuan supernatural dilakukan dengan mudah, sangat alami, seolah-olah kekuatan alam semesta seluruhnya berada dalam genggaman tangan mereka, bisa digunakan sesuka hati.
Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berdiri, wajahnya menunjukkan kemarahan. Ia menunjuk seseorang dan berteriak beberapa patah kata, lalu mengangkat tangannya. Sebuah bola petir ungu muncul. Orang itu menunjuk bola petir tersebut dan melemparkannya ke atas. Bola petir itu segera melesat keluar dari aula utama, terbang menuju langit.
Pandangan Wang Lin juga mengikuti bola petir itu. Namun tiba-tiba, langit yang awalnya cerah dengan burung jenjang terbang dalam ilusi ini mengalami perubahan mendadak. Kilat-kilat hitam menyambar di langit, dengan kecepatan yang sangat tinggi berubah menjadi kepalan tangan raksasa yang menghantam bola petir itu dengan keras.
Bola petir langsung collapse total, pukulan terus meluncur tanpa jeda, menghujam dari langit.
Para penghuni istana langsung raut wajah berubah drastis. Dua di antaranya bereaksi dengan kecepatan ekstrem, telah terbang keluar dari istana untuk memeriksa. Namun, kepalan raksasa dari kilat itu telah tiba.
Dengan satu pukulan! Semua dewa langsung tubuh mereka collapse total, lenyap tanpa bekas. Seluruh istana langsung runtuh, menghilang sepenuhnya. Hanya dua dewa yang pertama terbang tadi, tubuhnya memancarkan cahaya pelangi, menahan kepalan itu.
Keduanya raut wajah berubah drastis. Saat itu, cahaya pedang biru berputar datang dari angkasa nun jauh, merobek langit di udara hingga mencabik-cabik celah sempit raksasa. Gas Hitam berdesir keluar dari celah itu.
Tiba-tiba, telapak tangan raksasa membentuk ilusi di langit, dengan lembut meremas pedang legendaris dalam cahaya biru. Begitu diremas, pedang itu langsung retak dan hancur, berubah menjadi titik-titik cahaya biru yang lenyap ke dalam celah. Namun di antara cahaya biru tersebut, sarung pedang dewa itu tidak ikut hancur. Setelah muncul banyak retakan, sarung itu melesat sepanjang celah langit dan menghilang.
