"Masuk!" suara berat Wang Lin mengguruh.
Tanpa suara sedikitpun, pintu kamar terbuka. Seorang pelayan berbaju kaus kasar berwarna hijau masuk.
Di tangannya membawa nampan berisi buah-buahan. Setelah masuk, ia sama sekali tak memandang Wang Lin. Meletakkan nampan di meja lalu berbalik keluar.
"Tunggu!" seru Wang Lin.
Pelayan itu menghentikan langkah, berbalik tubuh menatap ke arah Wang Lin.
Meski kamar redup, dengan mata Wang Lin, asalkan dia ingin, bisa melihat jelas wajak pelayan ini. Usianya tidak besar, hanya 13-14 tahun, wajak pucat bersih, alis indah dan mata jernih.
Sebelum Wang Lin bertanya, pelayan ini membuka mulut dan menunjuk. Di dalam mulutnya, hanya ada separuh lidah.
Wang Lin tertegun, tidak berkata-kata.
Pelayan itu tersenyum ramah pada Wang Lin, berbalik pergi, menutup pintu kamar dengan lembut.
Entah mengapa, terhadap kediaman immortal ini, Wang Lin merasakan nuansa mengerikan.
Memandangi buah di atas nampan, Wang Lin diam, menutup mata melanjutkan meditasi. Tangan kanannya tetap menempel pada kantong penyimpanan, bersiap menghadapi bahaya kapan saja dengan waktu cukup untuk melawan.
Waktu berlahan mengalir, tiga hari pun berlalu. Selama ini selain pelayan itu, Wang Lin tak melihat siapa pun. Pagi hari kedua, dia pernah keluar berkeliling. Semua pelayan yang dilihatnya di jalan, seluruhnya kehilangan separuh lidah dan tak bisa bicara.
Selain itu, di berbagai area kompleks ini terdapat sistem Larangan yang sangat kuat. Wang Lin tidak mampu membongkar sistem pertahanan magis ini dalam waktu singkat.
Tempat ini memancarkan aura mistis yang menggelisahkan.
Setelah merenung sejenak, Wang Lin memilih untuk tidak menyelidiki lebih jauh. Ia mempertahankan postur waspada sambil terus bermeditasi di kamar, menyempurnakan kondisi puncaknya untuk menghadapi pertarungan melawan Hong Die.
Sepuluh hari berlalu dalam konsentrasi penuh. Pada suatu pagi ketika sedang bermeditasi, Wang Lin tiba-tiba membuka mata tajam. Seorang pria paruh baya telah duduk di kursi kamarnya, menuangkan teh dari cerek sambil menatapnya.
Sosok itu berwajah tegas dengan janggut pendek kehijauan. Matanya berbinar seperti kabut pagi yang bergulung-gulung. Kehadirannya yang sunyi di kursi tersebut memancarkan wibawa yang tak terucapkan.
Wang Lin memandang dengan tenang, tidak terkejut sama sekali bahwa pria di hadapannya bisa masuk ke kamar dengan mudah tanpa terdeteksi olehnya. Di Negara Zhuque, banyak kultivator berlevel tinggi. Wang Lin bukanlah anak kecil yang baru memulai jalan dewa, sehingga tidak mudah terguncang.
Pria paruh baya itu meneguk tehnya, jari telunjuk tangan kanannya mengetuk-ngetuk meja pelan, tetap membisu.
Wang Lin juga diam, tidak berbicara.
Suasana hening menyelimuti kamar, keheningan yang terasa mencekam. Tekanan tak kasat mata mulai merayap seiring ketukan jari pria paruh baya itu di meja.
Seandainya Wang Lin belum mencapai Transformasi Dewa, tekanan ini pasti takkan bisa ditahannya. Bahkan di tahap awal Transformasi Dewa saat pertama memasuki dunia dewa, ia pasti sudah kesulitan.
Tapi sekarang, Wang Lin sangat tenang.
Setelah lama berselang, pria paruh baya itu berdiri. Tanpa sekalipun melirik ke arah Wang Lin, ia berbalik dan meninggalkan kamar. Dari awal sampai akhir, tak sepatah katapun terucap darinya.
Setelah pria itu pergi, Wang Lin berdiri dan mendekati meja. Di sana, genangan teh telah menyebar, memperlihatkan dua karakter di dalamnya.
"Kalah, mati."
Wang Lin diam, tangan kanannya menghapus bekas air di meja hingga lenyap.
Ia menatap kegelapan di luar jendela, sorot matanya berkilat-kilat.
Pria paruh baya tadi pasti memiliki tingkat kultivasi Tahap Transformasi Bayi. Kemungkinan besar dia adalah Guru dari Bai Xue.
Dua karakter yang ditinggalkannya telah jelas menyatakan: Jika aku kalah dalam pertempuran melawan Hong Die, hanya ada jalan kematian!
Wang Lin menarik napas dalam-dalam, lalu duduk bersila untuk meditasi.
Beberapa hari kemudian, hari pertempuran besar tiba.
Di altar raksasa Negara Zhuque, keriuhan melanda. Utusan-utusan dari berbagai negara cultivation telah berkumpul menanti pertarungan ini.
Pertarungan antara Wang Lin dan Hong Die telah diumumkan Negara Zhuque sejak sepuluh tahun lalu, menarik perhatian sebagian besar kultivator.
Meski tingkat kultivasi kedua petarung ini hanya Tahap Transformasi Dewa, namun perbedaan identitas sebenarnya mereka sangat mencolok.
Hong Die, putri terkasih langit dari Negara Snow Domain, dianggap sebagai yang paling berbakat di Negara Zhuque. Mencapai tahap akhir Transformasi Dewa dalam 100 tahun, ia dijuluki salah satu kandidat terkuat yang berpotensi mencapai Puncak Kekuasaan.
Zeng Niu, awalnya tidak dikenal dan tanpa reputasi, namun berhasil mendapatkan Kuali Dewa, memasuki dunia dewa, bahkan memotong lengan Hong Die sehingga namanya langsung termasyhur.
Andai hanya itu, mungkin tak akan menarik perhatian. Tapi saat masuk dunia dewa, Zeng Niu hanya berkultivasi di tahap awal Transformasi Dewa. Melawan lawan tahap akhir namun bisa memotong lengannya, hal ini mengukuhkannya sebagai legenda.
Kini, pertarungan kedua mereka segera menyulut perhatian berbagai pihak.
Di atas altar, Hong Die berdiri tenang di sisi kanan. Ia mengenakan pakaian istana hijau muda sederhana dengan sulaman garis ungu gelap di ujung lengan dan tepi rok. Rambut hitamnya yang seperti air terjun diikat longgar dengan pita satin biru pucat, tanpa perhiasan lain. Kesegaran wajahnya yang bak pualam halus tak tertutupi oleh kesederhanaan penampilannya.
Namun hembusan angin menerbangkan lengan baju kosongnya yang berkibar ke belakang, memberikan cacat kecil pada kesempurnaan sosoknya yang bagai lukisan hidup.
Kecantikan Hong Die, seperti bakat kultivasinya, memancarkan keanggunan yang dingin dan sedikit kekerasan hati.
Di udara sekitar altar, terdapat formasi cincin berwarna putih berlapis-lapis. Di atasnya tersusun banyak kursi bambu yang telah diduduki puluhan utusan dari berbagai negara cultivation - pria-wanita, tua-muda.
Dari kejauhan, jumlah mereka hampir mencapai seratus orang.
Meski berjumlah ratusan, tak terdengar suara gaduh sama sekali.
Orang-orang ini duduk di cincin cahaya terluar, di cincin cahaya paling dalam hanya ada empat kursi bambu. Saat ini, keempat kursi bambu tersebut diduduki oleh empat orang.
Keempat orang ini semuanya adalah orang tua berambut putih.
Saat itu, seekor burung jenjang terbang perlahan dari kejauhan. Seorang pemuda berbaju putih berdiri di atasnya, posturnya tegap, rambutnya diikat dengan pita ungu. Wajahnya mungkin biasa, tetapi memiliki aura yang sulit diungkapkan.
Di sampingnya berdiri seorang perempuan berbaju ungu. Kecantikannya tidak kalah dibandingkan Hong Die.
Burung jenjang itu mengepakkan sayap dan mengeluarkan suara melengking di atas altar. Pemuda berbaju putih itu melompat turun dan mendarat di altar.
Dia tak lain adalah Wang Lin.
Hong Die menunduk memandang lengan kosong di sebelah kanannya. Saat mengangkat kepala, sorot mata berkilat dengan kilau dingin dan kebencian yang tersembunyi sangat dalam. Sebagai putri terkasih langit, sebelum bertemu Wang Lin, ia tak pernah terkalahkan di antara generasi seumurannya.
Wang Lin, adalah orang pertama yang mengalahkannya dan memotong lengannya. Jika Wang Lin mengalahkannya secara terhormat, kebenciannya tidak akan sebegitu dalam.
Namun saat itu, Wang Lin justru menyerang ketika dirinya berada dalam kondisi paling lemah. Tidak hanya itu, dia bahkan berusaha merusak Hati Jalan-nya. Selama bertahun-tahun, tingkat kultivasinya tak kunjung meningkat. Semua ini adalah kesalahan Wang Lin.
Hanya dengan membunuhnya, Hati Jalan-ku bisa pulih kembali.
Wang Lin berdiri tenang di atas altar dengan raut wajah yang netral, memandang Hong Die.
Seorang sesepuh berambut putih di kursi bambu lingkaran dalam mengarahkan pandangan dinginnya ke Wang Lin dan Hong Die, berkata: "Lao Fu adalah Sesepuh Gunung Zhuque, Gongsun Po. Aku akan menjadi wasil pertarungan kalian berdua."
Tangan kanannya membentuk mantra dengan jari-jarinya, menunjuk ke angkasa. Seketika, pintu cahaya muncul di antara Wang Lin dan Hong Die di atas altar.
"Masuklah! Sana adalah medan perang kalian!" Ucap sang tua itu sebelum menutup matanya dan tak berbicara lagi.
Hong Die tanpa bicara lagi, tubuhnya melesat masuk ke pintu cahaya, menghilang.
Wang Lin dengan pandangan tenang, mengamati pintu cahaya seksama sebelum melangkah masuk.
Setelah keduanya masuk, pintu cahaya langsung membesar menutupi seluruh altar, memperlihatkan pemandangan pegunungan sepi di dalamnya. Dari luar, melalui pintu cahaya ini, semua kejadian di dalam bisa terlihat jelas.
Begitu masuk ke pintu cahaya, Wang Lin langsung menyadari bahwa ini seharusnya formasi teleportasi. Saat muncul, yang terhampar di depannya adalah pegunungan tandus.
Sekeliling sunyi senyap, langit redup tanpa cahaya. Suasana yang menjengkelkan menyelimuti cakrawala.
Pepohonan kuno raksasa tumbuh secara acak di sekeliling. Sepuluh zhang jauhnya, seekor ular sanca bergaris merah sebesar ember menggeliatkan tubuhnya di dahan pohon, menjulurkan lidahnya sambil menatap Wang Lin dengan mata dingin.
"Zeng Niu!" Terdengar teriakan nyaring dari langit!
Wang Lin menggerakkan tubuhnya, bangkit terbang ke udara. Di ujung langit terlihat kilau merah melesat dengan kecepatan yang sangat tinggi. Orangnya belum tiba, hawa dingin yang menusuk langsung menyebar.
Hawa dingin itu berubah menjadi butiran-butiran sebesar ibu jari, dengan cepat membentuk raksasa patung es setinggi lebih dari sepuluh zhang yang terkonsentrasi di depan Wang Lin.
Raksasa setinggi lebih dari sepuluh zhang ini tak beremosi, namun kepalan raksasanya mengayun deras menghantam ke arah Wang Lin.
Pandangan Wang Lin berkilat, tubuhnya mundur menghindar.
Di atas kepala raksasa, kilau merah berkedip. Hong Die muncul dengan sorot mata dingin menatap Wang Lin. Dari mulutnya meluncur kilau cerah yang berubah menjadi mawar es dan mendarat di depannya.
Dia telah memutuskan untuk tidak berlama-lama bertarung dengan Zeng Niu ini, melainkan mengakhiri nyawa orang ini secepat kilat.
Dengan pukulan sang Raksasa Es Salju, Hong Die memetik sehelai kelopak dari mawar dengan tangan kirinya, lalu melemparkannya ke depan. Seketika, kelopak itu melayang-layang bagai perahu di tengah ombak, bergerak maju.
Wang Lin mendengus pelan, tangan kanannya bergerak memunculkan Bendera Larangan. Saat dikibaskan, energi larangan segera berubah menjadi naga-naga jahat yang saling menjalin, membentuk kepalan hitam raksasa yang bertabrakan dengan pukulan sang raksasa.
"Bum!"
Gemuruh yang menggemparkan bergema. Pohon kuno raksasa di bawah langsung retak, bahkan ular sanca besar pun terhempas bergulingan di tanah. Tubuhnya penuh luka berdarah yang terbelah secara paksa oleh getaran.
Daya tumbukan dahsyat membuat Raksasa Es Salju mundur selangkah. Kepalannya menunjukkan jejak retakan, potongan-potongan es berjatuhan bagai Kristal es yang menari-nari.
Tangan Wang Lin bergetar, kepalan tangan yang terbentuk dari energi larangan langsung hancur berantakan. Sebuah kekuatan dahsyat merambat masuk ke dalam Bendera Larangan. Beberapa suara "krak" terdengar, retakan mulai muncul di Bendera Larangan.
"Ini adalah Magic Treasure hasil karya Negara Snow Domain selama lima abad, Dewa Es! Zeng Niu, hari ini kau pasti mati!" Mata Hong Die berkilauan cahaya dingin. Jarinya yang indah menunjuk ke angkasa, seketika kelopak mawar yang beterbangan itu mulai mengalami perubahan.
