"Aku ingin teknik Delapan Belas Larangan Bunga Plum-mu!" Wang Lin berbicara dengan tenang, namun makna katanya seperti paus yang menelan mangsa.
Mengenai Delapan Belas Larangan Bunga Plum, Wang Lin hanya tahu bahwa larangan ini sangat termasyhur di Dunia Kultivasi Kuno, namun sangat menekankan pembagian garis keturunan langsung. Orang luar sama sekali tidak akan bisa mempelajarinya. Bahkan murid keturunan langsung pun, sesuai perbedaan status, maksimal hanya belajar Sembilan Larangan! Hanya Pemimpin Sekte yang bisa mempelajari Delapan Belas Larangan secara utuh!
Hingga kini, larangan ini sudah lama hilang ditelan zaman, membuat para master larangan zaman modern menghela nafas penuh penyesalan.
Di dalam kompleks immortal Daerah Yao Ling, inilah pertama kalinya Wang Lin melihat sisa-sisa asli Delapan Belas Larangan Bunga Plum. Sebelumnya saat melihat Li Yuan mengaktifkan larangan yang dalam sekejap berubah menjadi delapan belas, ia sudah mulai curiga.
Yang membuatnya semakin curiga adalah setelah mendapatkan kepingan giok berisi larangan penyembunyian hawa itu, saat dilihatnya, delapan belas patung raksasa terbayang dalam pikirannya!
Kedelapan belas patung ini sangat berbeda dengan motif bunga plum. Saat itu, kebingungan mulai menyelimuti hati Wang Lin. Namun setelah direnungkan matang-matang, ia mulai menangkap jejak-jejak tersembunyi di dalamnya.
Ucapan yang terkesan tenang dan yakin sebelumnya sebenarnya adalah taktik penyelidikan. Jika Li Yuan menyangkal, Wang Lin akan langsung kehilangan minrat—memutuskan untuk turun tangan atau pergi hanyalah masalah satu kehendak.
Inilah alasan utama Wang Lin terus mengikuti sepanjang jalan. Andai hanya demi source artifact yang mistis dan tidak nyata, sesuai karakternya, pasti tidak akan sampai segininya.
Hanya saja, tubuh Li Yuan ini terlalu misterius. Wang Lin tidak yakin sepenuhnya apakah tingkat kultivasi orang ini benar-benar hanya sebatas kesempurnaan Puncak Kekuasaan. Karena itu, sepanjang perjalanan ia belum turun tangan.
Saat tiba di tujuan, di saat mulai mendaki gunung inilah Wang Lin akhirnya menyerang!
Li Yuan diam sebentar. Setelah itu, ia tersenyum tipis dan berkata: "Sekadar Teknik Delapan Belas Larangan Bunga Plum, jika Kakak Xu menghendakinya, Li bersedia melepasnya." Ia menepuk kantong penyimpanan, mengeluarkan kepingan giok, menempelkannya di antara alis sambil meneliti sejenak, lalu melemparkannya ke Wang Lin.
"Di dalamnya terdapat Tiga Belas Larangan Bunga Plum. Lima larangan sisanya akan kuserahkan setelah kita memasuki gunung ini."
Wang Lin menerima kepingan giok itu. Meski ekspresinya tetap tenang saat menyapu isinya menggunakan Shen Shi, hatinya berdegup kencang. Di dalamnya tak ada mantra pembuka sama sekali. Yang ada hanyalah tiga belas patung raksasa. Di bawah patung-patung itu, terukir tiga belas bunga plum yang diinjak. Pola mereka saling terhubung dengan sangat rumit, membentuk aturan alam yang sempurna.
Sama sekali belum pernah, perempuan bermarga Ge tetap diam, bagai semua hal tak ada hubungan sedikit pun dengannya, dia hanya memandang gunung di depan mata dengan tatapan penuh bayangan keraguan.
"Xu Xiong, keahlian Li Mou bukan hanya Delapan Belas Larangan Bunga Plum. Apakah kau pernah dengar tentang Empat Larangan Besar dalam sistem Larangan?" Li Yuan berbalik menuju gunung, seolah tak takut Wang Lin pergi setelah mengambil kepingan giok.
Menyimpan kepingan giok, sorot mata Wang Lin tetap tenang. Dengan satu langkah maju, dia mulai mendaki gunung ini.
"Menurut legenda, saat langit-bumi baru tercipta, hukum alam muncul. Lama-kelamaan terbagi menjadi satu aliran, disebut Larangan! Atau juga Formasi! Penyebutannya berbeda, namun maknanya sama.
Empat kategori langit-bumi-xuan-huang, sejak zaman kuno telah menjadi klasifikasi sistem Larangan!" Li Yuan tak menoleh, langkahnya tak terburu menuju puncak. Perempuan bermarga Ge mengikutinya dengan tatapan tetap penuh bayangan keraguan.
“Namun di atas langit-bumi-xuan-huang, masih ada tingkatan lain yang kami sebut sebagai Xu! Xu yang terbagi menjadi empat bagian, itulah Empat Larangan Besar. Gunung ini dibangun dengan Larangan Penghancuran dari Empat Larangan Besar tersebut. Selama ribuan tahun, tak seorang pun mampu mencapai puncak gunung ini karena sebenarnya... gunung ini tak berujung!" Suara Li Yuan bergema perlahan, memasuki telinga Wang Lin.
"Xu Xiong pasti bertanya-tanya, bagaimana cara Li mengetahui semua ini." Li Yuan melangkah melewati batu karang yang menonjol, tangan kanannya membentuk mantra dengan jari-jarinya lalu menekan angkasa dengan santai.
Begitu tekanan itu dilakukan, seluruh gunung tiba-tiba berguncang. Gemuruh dahsyat bergema sementara gunung raksasa itu dengan paksa menyusut hampir sepertiga ukurannya.
Meskipun ujung puncak gunung masih tak terlihat, namun jelas terasa ketinggiannya telah berkurang drastis dibanding sebelumnya.
"Bahkan jika kau mencapai puncak gunung ini, lalu apa? Tanpa metode pembongkaran yang benar, meski kau selidiki seluruh gunung, takkan bisa menembus kabut dalam di kedalamannya!" Li Yuan berbalik, memandang Wang Lin dengan ekspresi samar antara senyum dan skeptis.
"Xu Xiong, apakah kau merasa bingung?"
Wang Lin menatap Li Yuan dengan tenang: "Kau terlalu berisik!"
Alis Li Yuan berkerut, lalu ia tersenyum tipis. Ia berbalik melanjutkan pendakian. Namun tak lagi berbicara, matanya memancarkan kilau nostalgia sementara langkahnya perlahan, seolah setiap helai rumput dan pepohonan di gunung ini terasa sangat familiar baginya.
Saat mencapai bagian tengah gunung, Li Yuan kembali membentuk mantra dengan jari-jari tangan kanannya. Kali ini sempalan tangannya agak rumit. Saat ditepukkan ke angkasa, tiba-tiba gunung itu kembali bergemuruh. Sorot mata Wang Lin membeku menyaksikan gunung itu menyusut lagi, puncaknya di atas mulai terlihat samar-samar.
Pada saat Li Yuan mengaktifkan Larangan, suara Shen Shi yang lemah terdengar di telinga Wang Lin: "Senior, selamatkan aku! Orang ini orang gila, dia..."
Suara itu berasal dari perempuan bermarga Ge, namun sebelum dia selesai berbicara, Li Yuan menoleh dan memandangnya dengan dingin, membuat perkataannya terhenti dengan paksa.
"Ge Hong, kalau mau bicara, bicaralah langsung. Jangan pakai Shen Shi." Pandangan dingin Li Yuan menunjukkan seberkas ejekan. Seluruh sikapnya berubah drastis sejak menginjakkan kaki di gunung ini.
Ge Hong terdiam sejenak. Setelah beberapa saat, dia menggigit bibirnya erat dan mundur beberapa langkah mendekati Wang Lin, seolah hanya dengan cara ini dia merasa sedikit aman.
"Aku tahu siapa kau! Kedatanganmu ke keluarga Ge bukan kebetulan, pasti ada maksud tersembunyi!" Ge Hong berkata dengan suara melengking. Dia tidak ingin mati, meski sudah punya jawaban di hati, tetap berusaha mencari celah kehidupan.
Li Yuan mengangguk sambil tersenyum, "Benar!"
Wajah Ge Hong pucat pasi, suaranya tajam: "Mengapa aku? Yang mengambil barang majikanmu dulu bukan aku, melainkan Leluhur Keluarga Ge!"
Sorot mata Li Yuan memancarkan kilau dingin, tersenyum manis: "Karena kau adalah keturunan langsung si pencuri tahun itu. Seluruh keluarga Ge, kaulah satu-satunya keturunan darahnya."
Ketakutan terpancar dari pandangan Ge Hong. Ia mengeluarkan kantong penyimpanan, suaranya melengking: "Kuberikan semuanya! Di dalamnya ada gulungan lukisan, pedang besi, kompas. Hanya tiga benda ini, ambillah! Lepaskan aku, kumohon!"
Li Yuan menerima kantong penyimpanan itu. Ekspresi kompleks terlihat di matanya saat menepuknya dengan lembut. Tiga benda melayang keluar: pedang besi, kompas kuno, dan gulungan lukisan.
Li Yuan mengangkat gulungan lukisan. Dengan menggoyangkannya, lukisan itu terbentang. Ia terpaku memandangi gambar itu, melankolis mengambang di sorot matanya.
Gambar pada gulungan lukisan ini menampilkan sebuah gunung yang sangat tinggi, sebagian besarnya tersembunyi dalam awan kabut. Di bawah gunung tersebut, terdapat sebilah Pedang Terbang yang melayang di udara.
Di gagang pedang tersebut berdiri seorang pria berbentuk bayangan samar yang agak buram. Di ujung pedang yang sama, juga berdiri sosok lain yang punggungnya sangat mirip dengan Li Yuan.
Wang Lin mata berkilat, menatap Li Yuan dengan teori berbeda dalam hati. Dari lukisan ini jelas terlihat bahwa dunia dewa belum mengalami collapse total saat dilukis. Jika benar demikian, apakah Li Yuan ini mungkin seorang dewa?!
Wang Lin menarik napas dalam-dalam, namun tetap merasa ada yang tidak beres!
Li Yuan mendesah pelan, menyimpan gulungan lukisan dengan hati-hati ke dalam kantong penyimpanan. Pedang legendaris dan kompas juga disimpannya. Ia menatap Ge Hong dengan tenang: "Ayo pergi!" Setelah itu, ia berbalik dan terus melangkah menuju puncak gunung.
Ge Hong dengan wajah pucat pasi menggigit bibirnya erat, bukannya naik ke atas malah melesat cepat ke arah kaki gunung sebagai cahaya panjang.
Wang Lin dengan raut wajak tetap tenang melanjutkan langkahnya.
Adapun Li Yuan, seolah sama sekali tak peduli dengan kepergian Ge Hong, tak sekalipun menoleh dan terus berjalan tanpa henti.
"Xu Xiong pasti punya banyak keraguan. Jangan tanya sekarang. Setiba di puncak, Li Mou pasti akan memberitahu. Semua ini... bahkan aku sendiri masih agak kabur..." Suara Li Yuan mengandung seberkas keanehan.
Wang Lin diam seribu bahasa, berjalan beriringan dengan Li Yuan menuju gunung.
Sepanjang jalan, setiap Larangan langsung hancur dengan sekali gerakan tangan kanannya. Beberapa kali dia bahkan menggunakan seni Larangan yang semakin kompleks, membuat gunung terus menyusut.
Setiap kali gunung mengecil, puncaknya semakin terlihat jelas. Akhirnya, dengan terus menyusutnya gunung, puncak itu telah tampak di kejauhan.
Di puncak gunung tersebut, terdapat sebuah patung batu raksasa. Patung ini mengukir sosok pria paruh baya. Di sampingnya, ada sebuah Pedang Terbang. Di ujung pedang ini, juga berdiri seseorang.
Melihat patung batu itu, ekspresi Li Yuan terlihat bersemangat. Kecepatannya meningkat secara bawah sadar, berkedip-kedip langsung menuju puncak gunung. Sekejap mata, ia telah tiba di puncak, berdiri di bawah patung setinggi lebih dari sepuluh zhang, sorot matanya menunjukkan kesedihan.
Wang Lin juga tiba di puncak gunung. Memandang patung tersebut, ia merasakan aura kewibawaan yang memancar secara alami dari patung batu itu. Di atasnya, tercium seberkas hawa Larangan.
Terutama tangan kanan patung ini yang sedang mencengkeram cap yang tampak sederhana namun sebenarnya sangat kompleks. Saat pandangan Wang Lin mendarat pada cap ini, jiwanya bergetar seakan ditarik oleh kekuatan aneh yang hendak membuat kesadarannya meninggalkan tubuh jasmani.
Di telinganya, bayangan keraguan seolah mendengar gemuruh ribuan pedang, pandangannya samar-samar. Dari kejauhan terlihat para dewa yang seluruh tubuhnya dilingkupi energi dewa, memegang berbagai Magic Treasure, terbang menuju langit untuk berperang melawan langit!
Para dewa ini, tubuh mereka memancarkan kilat petir berkedip. Sekadar mengangkat tangan, kemampuan supernatural dahsyat langsung bangkit dari bumi, menghantam langit.
Namun langit kosong melompong! Musuh yang mereka lawan tak terlihat. Tapi satu per satu dewa justru meledak dan tewas!
Adegan iblis ini membuat jiwa Wang Lin bergetar. Tiba-tiba, dari kerumunan dewa melesat cahaya pedang - pedang legendaris berkilauan kilat ungu. Di gagang pedangnya berdiri seseorang, persis seperti yang diukir pada patung batu.
Di ujung pedang, juga berdiri seseorang. Namun bentuknya sama sekali tidak mirip dengan Li Yuan!
"Begitu pedang ini muncul, semua dewa berduyun-duyun membuka jalan. Cahaya pedang berkilauan, membawa energi pedang yang bahkan dengan sekali pandang membuat jiwa Wang Lin menjadi limbung, langsung melesat ke langit."
"Dalam bayangan halusinasi yang sunyi ini, ia seakan mendengar teriakan tenang yang menggema."
"‘Aku binasa, jiwa takkan sirna!’"
"Saat suara itu terdengar, pedang legendaris yang melesat ke angkasa tiba-tiba bergetar. Pria di gagang pedang itu tubuhnya bergetar lalu collapse total, hanya menyisakan pelayan di ujung pedang yang terpaku memandangi gagang yang kini kosong."
"Kesedihan ekstrem memancar dari sorot mata pelayan itu. Seakan selama ini Tuan di gagang pedang adalah langit dalam hatinya. Kini langit telah runtuh, gagang pedang yang sunyi... tak ada lagi siluet manusia."
"Di dunia ini, hanya tersisa dirinya dan sebilah pedang. Mulai hari ini, ruang di gagang pedang... hanyalah kehampaan."
Membawa aura kematian, ia mengangkat kepala memandang langit. Menginjak ujung pedang, mengikuti jejak sang Tuan, menerjang langsung ke angkasa.
"Tuan mati, budak mengikuti!"
