Di bagian timur Benua Moro yang jauh dari hutan ini, terdapat sebuah pegunungan yang sangat aneh. Tidak berkelok-kelok seperti naga, melainkan membentuk formasi cincin yang saling terhubung.
Di dalam formasi pegunungan melingkar ini, terdapat sebuah cekungan raksasa.
Di dalam cekungan tersebut, paviliun-paviliun berdiri dengan lentera yang bersinar di kegelapan. Namun saat ini, hawa kesedihan menyelimuti cekungan ini. Bahkan hujan pun tak mampu menekan duka itu, kilat di langit pun tak bisa menghapus sedikitpun nestapa.
Di pegunungan sekitar cekungan, delapan pilar batu setebal sepuluh zhang berdiri di delapan arah. Jarak antar pilar sama persis, miring menusuk langit seolah tumbuh dari pegunungan.
Pada jarak sekitar sepuluh ribu zhang di atas cekungan, delapan pilar ini terhubung dengan sebuah kuil kuno raksasa. Dari kejauhan, kuil itu tampak seakan ditopang oleh pilar-pilar batu, tergantung di udara.
Kuil ini selain dahsyat, sangatlah biasa, penuh dengan kesederhanaan kuno. Namun dalam kesederhanaan ini tersimpan kewibawaan yang menutupi bumi. Kini, saat hujan tiba-tiba berputar dengan kecepatan tinggi, suara lonceng bergelombang bergema di dalam pegunungan berbentuk cincin.
Suara lonceng yang khidmat, saat bergema, menghancurkan hujan, menggantikan gemuruh petir. Namun justru membuat hawa kesedihan di cekungan bawah semakin pekat, bahkan samar terdengar isakan tangis.
Di dalam cekungan, dari tiap loteng bermunculan kultivator tak terhitung - pria dan wanita, tua muda, mengenakan jubah Tao. Tak peduli hujan membasahi tubuh, membuat rambut basah kuyup. Tanpa mengaktifkan kemampuan supernatural apapun, dengan kesedihan mereka memandang diam-diam ke kuil di ketinggian sepuluh ribu zhang. Membiarkan air hujan membasahi wajah, bercampur dengan jejak air mata di pelipis mata mengalir menuruni pipi.
Di kuil yang berada di atas cekungan, duduk bersila seorang pria tua berjubah Tao. Orang tua ini berwajah bijak, namun saat ini wajahnya pucat pasi, duduk diam di sana dengan ekspresi tenang.
Di depannya, bersujud empat orang. Dari keempat orang tersebut, tiga pria dan satu wanita. Kecuali seorang pria dan wanita paruh baya, dua lainnya adalah orang tua.
Mereka bersujud di sana dengan ekspresi menyiratkan kesedihan, namun penghormatan di alis dan mata tak berkurang sedikitpun. Terutama sang wanita, yang memiliki rupa cantik dengan keteguhan hati terkandung. Saat ini dia menggigit bibir bawahnya, air mata mengalir dari sudut mata mendarat di tanah hingga membasahi permukaan.
"Batasku sebagai guru hampir tiba, kalian tak perlu berduka terlalu dalam... Kita para kultivator, akhirnya akan tiba hari ini... Setelah kepergianku, Sekte Gui Yuan akan terpikul di pundak kalian berempat..." Kata orang tua itu dengan mata memancarkan kelembutan, penuh keengganan untuk melepaskan, diucapkan perlahan.
“Guru!” Perempuan itu semakin deras mengalirkan air mata, memandang sesosok senior di hadapannya. Adegan-adegan ingatan terbayang di benaknya.
Tiga orang lainnya menampakkan ekspresi yang semakin menyedihkan.
"Sayang sekali tingkat kultivasi Lao Fu tak kunjung mencapai Sui Nie (Menghancurkan Nirvana). Andai saja, saat ekspedisi ke Sekte Ling Yuan tingkat delapan dulu, takkan sampai seluruh Umurku diserap sekte induk hingga berakhir seperti ini." Orang tua itu menggelengkan kepala, raut wajahnya penuh keengganan menyerah, namun lebih dominan terlihat kepasrahan.
"Guru, Sekte Ungu Dao telah menyusun formasi di Benua Moro kami, diam-diam memasuki Domain Aliansi Bintang. Mengapa setelah mereka tak kunjung kembali, sekte induk justru menurunkan amarah ke Sekte Gui Yuan kami?" Pria paruh baya di antara keempat orang itu menggenggam erat kepalan tangannya, suara beratnya bergema.
Orang tua berjubah Tao diam, raut wajaknya semakin pucat, aura kematian melingkupi tubuhnya. Ia berkata perlahan: "Sekte utama bertindak demikian, pasti ada maksud mendalam. Kalian jangan terlalu merenungkainya... Jika masih enggan menyerah, dalam 100 tahun mendatang saat kompetisi besar semua cabang sekte diadakan, buatlah Gui Yuan Zong lepas dari posisi terbawah selama ribuan tahun ini. Gurumu ini bisa tersenyum di alam baka."
Keempat murid terdiam. Kesedihan di wajah mereka bercampur kepahitan. Kompetisi cabang sekte yang diadakan setiap seribu tahun sekali merupakan acara besar di Domain Bintang Yun Hai. Seluruh sekte di lautan awan akan berpartisipasi. Namun dalam setiap perhelatan itu, Gui Yuan Zong selalu berada di posisi terbawah, tak pernah bisa melesat ke langit.
Aura kematian di tubuh pria berjubah Tao itu semakin pekat. Ia menarik napas dalam-dalam, memandangi hujan lebat di luar kuil. Tangan kanannya yang kering seperti tulang diangkat. Beberapa bulan lalu, tangan ini masih berisi daging dan darah. Tapi sekarang seolah semua cairan tubuhnya terserap habis, menyisakan kerangka yang menyerupai tengkorak.
Melihat tangan tua itu, di antara keempat orang yang bersujud, air mata perempuan itu semakin deras, sementara ketiga lainnya mengepal tangan dengan keras, hampir menggigit serpihan gigi.
Taoist tua itu tidak melihat tangan kanannya, melainkan mengayunkan tangan ke angkasa. Seketika muncul celah penyimpanan berwarna ungu-merah di depannya. Baru muncul, hawa mengerikan langsung menyebar dari dalamnya.
Kemudian, seekor ular sanca besar berwarna ungu-hitam perlahan-lahan mengeluarkan kepala sebesar beberapa zhang. Saat muncul di kuil, tekanan aura langsung menyelimuti area.
Namun ular raksasa itu terlihat agak lelah. Kepala yang muncul dari celah itu mengitari tubuh Taoist tua, sorot matanya memancarkan kesedihan dan keengganan untuk melepaskan, lidah merahnya menyentuh tubuh sang tua.
“Setelah Lao Fu mati, ular mata ungu tingkat lima ini akan menjadi hewan pelindung Sekte Guiyuan. Kalian... rawatlah dengan baik...” Raut wajak orang tua itu kini tidak lagi pucat, melainkan memancarkan kemerahan aneh. Semangatnya tiba-tiba berkobar, namun kobaran ini bagai kilas balik cahaya terakhir, pertanda ambang kematian telah dekat.
“Sekarang, biarkan gurumu menggunakan seberkas nyawa terakhir untuk melakukan Teknik Pemilihan Roh Agung, memilih seorang Anak Pendamping Roh untuk Sekte Guiyuan... Ingat dulu, gurumu juga dipilih seperti ini oleh Guru leluhur kalian... Saat itu, aku hanyalah seorang pemuda desa pegunungan.” Senyum nostalgia mengembang di wajak orang tua itu. Kedua tangannya membentuk mantra dengan jari-jarinya, lalu ia menutup mata dalam hening.
Keempat orang di depannya memandang sang guru dengan duka. Mereka tahu, sepanjang generasi Pemimpin Sekte Guiyuan yang tidak mati di perantauan, semua yang "kembali ke kehancuran" akan membakar segalanya pada detik terakhir kehidupan, melakukan Teknik Rahmat Roh Guiyuan untuk memilih calon penolong besar bagi sekte ini di Benua Moro selama ratusan bahkan ribuan tahun mendatang.
Kemampuan supernatural ini sangat misterius Xuan, tak ada yang bisa menjelaskan prinsipnya dengan jelas. Bahkan sang tua berbaju Tao pun tak memahaminya, hanya mengetahui bahwa Teknik Ze Ling ini telah diwariskan sejak zaman yang sangat-sangat kuno.
Teknik ini tidak selalu berhasil setiap kali. Kenyataannya, selama tak terhitung tahun ini, dari semua Pemimpin Sekte Gui Yuan yang melakukan teknik ini sebelum kematian, hanya dua yang berhasil... Sisanya, semuanya gagal, menandakan pada saat itu tidak ada penghuni yang memenuhi syarat di Benua Moro.
Nyawa terakhir dalam tubuh tua berbaju Tao dan Jiwa Yuan Shen-nya menyala, tubuhnya pun mulai diselimuti semburan api hijau, perlahan menghilang dari pandangan keempat muridnya.
Dalam proses ini, Shen Shi-nya mencapai kejernihan yang belum pernah terjadi sebelumnya, seolah samar-samar menyentuh hukum Xuan yang misterius. Di bawah hukum ini, Shen Shi-nya menyelimuti seluruh Benua Moro, mencari calon Anak Pendamping Roh.
Pencarian dilakukan berulang-ulang, namun akhirnya tetap tak ditemukan tanda-tanda keberadaan Anak Pendamping Roh. Dengan mendesah pelan, tua berbaju Tao pun paham - Teknik Ze Ling telah gagal.
Saat ini tubuhnya di dalam kuil, di bawah kobaran api hijau, hanya menyisakan kepala samar-samar yang hampir lenyap sepenuhnya.
Namun tepat di detik ini, Shen Shi-nya yang jernih tiba-tiba merasakan pancaran cahaya di tengah hujan di hutan utara Benua Moro. Perhatiannya tertarik karena di sana terdapat formasi teleportasi menuju Domain Aliansi Bintang.
Dengan jelas ia melihat formasi teleportasi di hutan menyala, bersamaan dengan kemunculan perlahan siluet putih. Rambut putihnya yang melayang di kegelapan seolah membuat hujan malam itu gemetar. Yang lebih mencolok adalah gemuruh petir yang menghilang seketika seperti ketakutan pada sosok ini.
“Ini... Ia...” Biksu Tao itu mengalami gejolak hebat pada Shen Shi-nya. Dalam kondisi Shen Shi yang jernih nan langka ini, saat melihat sosok pemuda berjubah putih itu, tiba-tiba sebuah teori mengerikan terlintas di benaknya.
Orang ini, BUKAN kultivator dari Lautan Awan!!
Persis di saat itu, sang Pemuda Berjubah Putih mengangkat kepalanya. Sorotan dinginnya menyapu langit sekelebat. Sekilas pandang itu membuat petir-petir dahsyat tiba-tiba muncul menggemuruh lalu serentak mundur. Jiwa sang Biksu Tao bergetar hebat. Sorotan mata pemuda itu bahkan mampu mengguncang Shen Shi-nya, terlebih dalam kondisi Ritual Ze Ling yang tengah menyatu dengan hukum Xuan kosmis. Bagai menyaksikan lautan jiwa penasaran tak terhitung yang mengitari sang pemuda - jiwa-jiwa penuh kebencian dan wajah mengerikan itu meski menatap tajam, tak ada yang berani mendekat.
Semua ini adalah jiwa mereka yang pernah mati di tangan Wang Lin sepanjang hidupnya!
Sebuah krisis ekstrem tiba-tiba menyelimuti jiwa Pendeta Berjubah Tao. Dengan gila-gilaan ia menarik kembali Shen Shi-nya, berusaha menyampaikan pesan ini secepat mungkin kepada murid-muridnya - memerintahkan mereka segera melarikan diri dan memberitahu sekte utama!
Di dalam kuil Tao, sang tua yang hampir habis terbakar tiba-tiba membuka matanya dengan kasar! Gerakan mendadak ini langsung membuat keempat orang di depannya mengangkat kepala.
"Utara..." Hanya dua kata ini yang sempat terucap. Ajal yang mendekat, collapse total Jiwa Yuan Shen, Shen Shi-nya berubah menjadi kehampaan - bersama segala jejaknya di dunia ini, ia menghilang sepenuhnya.
Dengan keengganan yang membara dan perjuangan gila-gilaan, di sekejap sebelum lenyap, sang tua kembali mengaumkan dua kata:
"Rambut putih..."
Keempat orang terpaku menatap ke depan. Guru mereka telah kembali ke kehancuran, namun empat kata terakhir sebelum kepergiannya terpatri kuat dalam ingatan mereka. Meski demikian, mereka tak mengerti mengapa ekspresi terakhir sang Guru memancarkan keterkejutan.
Di dalam Sekte Gui Yuan, suara lonceng bergema. Ratapan di cekungan menyebar bersama gemanya, membawa kesedihan, keengganan untuk melepaskan, serta kebingungan dan kegelisahan...
"Semua murid Gui Yuan Zong, pergilah ke utara Moro! Carilah semua yang memiliki bakat berkultivasi, tanpa memandang usia - terutama... yang berambut putih!"
Di hutan utara Benua Moro, Wang Lin menarik kembali pandangannya dari langit. Hujan berderai membasahi tubuhnya, melelehkan timbunan salju dari Domain Aliansi Bintang yang masih menempel di jubahnya. Air salju mengalir perlahan mengikuti gerak langkahnya yang mantap, akhirnya jatuh ke tanah asing ini...
Salju Aliansi dan hujan Lautan Awal, pada momen ini menyatu tanpa batas...
"Keberangkatan diantar salji, kedatangan disambut hujan... Tampaknya cukup baik." Wang Lin menarik napas dalam-dalam udara Lautan Awan, melangkah masuk ke kedalaman hutan.
