Jalan Langit, apa itu Jalan Langit.
Wang Lin mengalami siklus hidup dan mati, hukum sebab-akibat, perubahan nyata dan ilusi - setiap aspek ini merupakan Jalan yang ia pahami sendiri melalui pencerahan. Atau lebih tepatnya, ini merupakan perubahan pemikirannya; dari seorang kultivator kecil tak dikenal, hingga kini sanggup berdiri tegap di antara para ahli. Perubahan ini juga merepresentasikan pertumbuhan kehidupan Wang Lin.
Dari siklus hidup dan mati, ia sepenuhnya memahami kehidupan dan kematian. Karena itu, dalam setiap bahaya ia mampu bergulat, mencari kehidupan dalam jurang maut. Akhirnya, ini memunculkan niat memberontak dalam hatinya - berani melawan kodrat langit, menjadi kultivator melawan tian dao.
Membelah bintang dan memotong bulan, tundukkan kepala lalu melangkahi langit - inilah jalan kultivasi terbalik! Memahami sepenuhnya hidup dan mati, tak tersisa ketakutan! Semua ini merupakan obsesi keduniawian dan pemikiran yang dibawa Lapisan Siklus Hidup dan Mati kepada Wang Lin.
Justru karena memiliki pemikiran inilah seseorang menjadi kuat! Namun, Langit dan Bumi tak memiliki belas kasihan - mereka membatasi pemikiran semua makhluk! Berdasarkan pemikiran semua makhluk inilah tercipta radius, membentuk tak terhitung Jalan untuk dipahami. Ini merupakan belas kasihan Tian Dao kepada semua makhluk, agar umat berkultivasi mengikuti kehendaknya. Inilah jalan kultivasi patuh - mengikuti aturan yang telah ditetapkan!
Jalan ini, Wang Lin tidak akan melangkah!
Setelah hidup dan mati adalah sebab-akibat. Lapisan spiritual Wang Lin setelah transformasi pertama bagai cendekiawan agung di dunia mortal, pemikirannya mencapai pencerahan. Tidak lagi takut akan kematian, ia lebih dalam mencari hakikat sejati Jalan.
Hukum sebab-akibat bekerja demikian. Memahami sebab, menembus akibat, tersadar bahwa segala hal di antara langit dan bumi memiliki karmanya sendiri. Dalam pengejaran penyempurnaan sebab-akibat, kehidupan Wang Lin mencapai puncak. Bersamaan dengan pemikiran yang meroket, melalui sebab-akibat berulang ia menguatkan Hati Jalan, memadatkan Jalan Langit yang lebih dalam. Langit dan bumi di sorot matanya kini telah berbeda.
Langit mereka, bukan langitku! Di mata orang lain, langit luas bumi tak berujung, mencari dalam kebingungan. Tapi bagi Wang Lin, ujung langit-bumi bukan lagi fokus. Langit adalah sebab, bumi adalah akibat. Langit-bumi ini sejatinya adalah satu siklus sebab-akibat. Yang ingin dilakukannya adalah melangkah keluar dari tungku sebab-akibat ini. Yang ingin diketahuinya adalah dunia apa yang ada di luar langit ini.
Wang Lin yang telah mencapai tahap ini, Lapisan-nya telah mencapai batas maksimal. Sama seperti lingkaran yang ia gambar di sekeliling tubuh Li Qianmei dan Lu Yun Cong, sebenarnya dirinya sendiri juga berada dalam lingkaran itu.
Namun, kemunculan Qing Lin dan kepemilikan Mutiara Tian Ni memungkinkan Wang Lin mengalami transformasi lagi setelah mencapai batas maksimal sebab-akibat yang sempurna. Lapisannya mulai merangkak naik, memulai eksplorasi terhadap inti dari yang nyata dan ilusi.
Jalan kebenaran dan kepalsuan adalah pemahaman yang lebih mendalam. Orang biasa bahkan tidak memiliki kualifikasi atau kesempatan untuk mengeksplorasi ini - ini sudah menyentuh tepian Jalan Langit. Satu langkah lagi akan langsung menunjuk ke intinya!
Selama tak terhitung tahun, kultivator yang bisa mencapai tahap Lapisan seperti ini memang ada, tapi sangat sedikit... Lapisan menentukan tingkat kultivasi, sementara kedalaman Lapisan yang berbeda juga akan membawa perbedaan yang mengguncang langit-bumi pada tingkat kultivasi.
Yang dikejar Wang Lin adalah Jalan Agung. Meskipun tampak sama dengan target orang lain, sebenarnya karena pemahaman Lapisan-nya, ujung yang ia lihat telah melebihi target orang-orang tersebut.
Tiga butir pil Kelas Sebelas yang telah mencair, ditelan seluruhnya oleh Wang Lin. Pemahamannya belum berakhir, masih terus berlanjut. Di hadapannya terbuka celah penyimpanan yang bergerak sesuai pikirannya, dari dalamnya berhamburan botol-botol pil hasil rampasan dari Penglai - berisi pil Kelas Delapan, Sembilan, dan Sepuluh.
Melupakan waktu, dalam setiap pencerahan yang berulang, Wang Lin mengambil pil-pil itu satu per satu. Bukan untuk ditelan, melainkan pil-pil itu langsung hancur berantakan saat mendekatinya. Jiwa binatang di dalamnya langsung tersedot ke pusaran Jalan Langit yang tak terhitung jumlahnya di sekitarnya, untuk dibuktikan olehnya.
Jalan Langit yang beragam semakin banyak, menyebar kembali ke segala penjuru.
Orang-orang Tersesat di luar lembah, sorot mata kebingungan mereka perlahan mulai memancarkan seberkas kilau spiritual. Para Pemilik Prasasti Jiwa yang mengambang di udara, tubuh ilusif mereka semakin memiliki sensasi berwujud padat.
Binatang buas Kelas Dua Belas itu, dalam proses menerima pencerahan, aura iblis mereka tak lagi terlihat.
Cangsongzi bergulat dengan gigih mempertahankan jiwanya, dalam badai Jalan Langit ini bagai kapal yang siap karam kapan saja. Di luar lembah, Jalan Langit semakin bertambah banyak.
Seluruh Dunia Pelangi seakan dipenuhi oleh Jalan Langit yang telah dihancurkan Wang Lin, berdistorsi seolah tak terhitung pemikiran saling bertabrakan di dalamnya.
Penyebarannya bahkan mencapai kedalaman terdalam Dunia Pelangi sekalipun.
Dalam proses pencerahan yang terus-menerus, jiwa Wang Lin perlahan terlepas dari tubuhnya. Ia melihat lembah tempatnya berada, melihat dirinya yang sedang bersila bermeditasi di dalam lembah, menyaksikan butiran-butiran pil terbang mendekat lalu satu per satu collapse total di hadapannya.
Jiwanya perlahan berpencar, menyebar dari pusat lembah ke segala penjuru. Para Pemilik Prasasti Jiwa yang terdekat bereaksi dengan tubuh bergetar saat jiwa Wang Lin menyapu sekilas area mereka.
Para Orang Tersesat dan binatang buas, semuanya demikian, bahkan Cangsongzi pun Hati Jalan-nya runtuh bergemuruh, wajah pucat pasi, sorot matanya menunjukkan kebingungan.
Semua ini tidak menarik minat Wang Lin sedikitpun, jiwanya terus berpencar, melihat di area luar sebuah gua persembunyian di puncak gunung, seorang pria kekar yang sedang bersila bermeditasi. Pria ini kini sorot matanya memancarkan ketakutan, terpaku menatap ke depan, membuka mulutnya namun tak bisa berkata-kata.
Hingga jiwa Wang Lin meninggalkan tempat itu, pria kekar tersebut masih belum pulih dari keterguncangan.
Jiwa Wang Lin mengitari seluruh area luar, melewati satu per satu kediaman penghuni, menuju ke dalam pegunungan berbentuk cincin yang seperti dinding. Namun dalam perjalanan, ia melihat formasi di lembah bawah pegunungan yang merupakan peleburan Larangan Hidup-Mati dengan Larangan Penghancuran.
Melihat dalam formasi ini, Lansia berbaju biru kehijauan yang sedang bermeditasi dengan wajah pucat pasi. Hati Jalan sang lansia kacau balau, bahkan mulai menunjukkan tanda-tanda perpecahan. Rupanya pun berubah cepat, kadang tampak tua keriput, kadang berkesan zaman, kadang seperti paruh baya.
Sang lansia tak mampu membuat jiwa Wang Lin terhenti. Kesadarannya terus menyebar, memasuki kabut tebal di pegunungan berbentuk cincin. Kabut pekat itu sedikitpun tak bisa menghalangi perluasan jiwanya. Ia melihat dua gunung terbungkus Larangan di dalam kabut.
Larangan Waktu pun tak mampu menahan jiwa Wang Lin. Ia menyusuri masuk ke gunung pertama yang kosong, hanya ada sebuah prasasti batu tak bertulis namun memancarkan aura zaman.
Namun di mata Wang Lin, aura zaman itu perlahan menghilang. Seluruh prasasti batu itu ternyata adalah sebuah artefak kultivasi.
Saat jiwa Wang Lin terus menyebar, ia menuju ke gunung kedua yang terbungkus dalam Larangan Waktu. Di sana, ia melihat patung batu raksasa berdiri di luar gunung, serta sebuah pintu batu besar di bagian tengah gunung. Di pintu batu itu terpampang tanda kilat.
Jiwanya menembus pintu batu, menyaksikan gumpalan-gumpalan cahaya tujuh warna mengambang di dalam. Setiap gumpalan cahaya itu mengurung jiwa binatang tersegel, mulai dari kelas tujuh hingga tiga belas lapisan—semua ada...
Di dalam gua persembunyian itu, ia juga melihat seorang gadis dengan rupa yang sangat mirip sang Lansia. Wajahnya pucat seperti mayat, duduk bersila bagai sedang meditasi. Namun tubuhnya terus-menerus gemetar.
Wang Lin juga menemukan ruang tersembunyi di dalam gunung. Di sana, ia kembali melihat prasasti batu. Di bawah prasasti itu, tersembunyi setengah kerangka yang ditancapkan oleh dua paku tujuh warna.
Jiwa-nya, dalam sekejap ini, sepenuhnya tertarik oleh kerangka itu, mendarat pada karakter-karakter yang begitu padat terukir di permukaan kerangka.
Bagai deru dahsyat petir menggema di jiwa, keadaan Wang Lin yang semula bagaikan sumur tak beriak langsung terguncang gila-gilaan, muncul perubahan drastis yang keras. Kesadarannya terpusat pada kerangka, setiap karakter seolah terukir dalam di hatinya, paragraf demi paragraf itu tak lain adalah suara yang sebelumnya bergema dalam jiwanya.
"……Feng Zhi Xiuzhen Xing……"
Tak terasa berapa lama jiwa Wang Lin bergejolak dalam kebingungan, akhirnya meninggalkan tempat ini dan menyebar lebih jauh, menembus daerah berkabut itu, untuk pertama kalinya memasuki kedalaman Dunia Pelangi.
Di sini juga terdapat kabut, hanya saja lebih pekat. Namun tetap tak bisa menghentikan jiwa Wang Lin. Ia melihat tiga pemuda berpakaian aneh dalam kabut, terutama yang memiliki totem bulan sabit di antara alis—wajah itu pernah ia jumpai...
“Tempat ini sangat misterius. Yang paling membuatku merasa aneh adalah, di sini aku bisa merasakan hawa leluhur Suku Kilat.” Pemuda dengan tanda kilat di antara alis itu berjalan sambil berkata perlahan.
Pemuda di belakangnya yang memiliki tanda api di antara alis mengusap keningnya dengan raut wajah muram. Ia berbicara datar: "Benar-benar iblis. Setelah masuk ke sini, aku selalu merasa ada panggilan yang terbayang di hati, terutama totem suku yang seolah ingin meninggalkan tubuhku."
Pemuda terakhir dengan tanda bulan sabit itu dengan hati-hati melihat sekeliling, matanya berkilauan. Ia hendak berbicara, namun tiba-tiba pada sekejap mata itu raut wajanya berubah.
Jiwa Wang Lin menyapu sekilas di samping ketiga pemuda ini. Pada sekejap itu, tubuh pemuda bertanda kilat itu bergetar keras. Di kepalanya bergemuruh bagai petir, tanda di antara alisnya mulai berkedip-kedip dengan intens dalam sekejap napas.
Pemuda dengan tanda bulan sabit di antara alisnya yang berdiri di sebelahnya, tubuhnya gemetar seolah teringat sesuatu namun tak berani memastikan. Wajahnya pucat pasi, jiwanya dilanda ombak dahsyat.
Yang paling terguncang adalah pemuda dengan totem api di antara alisnya. Saat jiwa Wang Lin menyapu sekilas, seluruh tubuhnya seketika kehilangan segala kekuatan. Rasa segan yang tak terucapkan menyelimuti tubuhnya dengan gila-gilaan, totem api di dahinya langsung menyala bagai hendak membakar jasadnya menjadi abu.
Untungnya sensasi ini hanya bertahan sekejap mata sebelum menghilang. Begitu jiwa Wang Lin pergi, penderitaan pun berakhir.
Lama berselang, ketiganya saling memandang. Sorot mata mereka sama-sama memantulkan kejutan yang mendalam.
"Jiwa yang luar biasa kuat!" seru pemuda dengan tanda kilat di antara alisnya sambil menarik napas dalam-dalam.
"Di tempat ini pasti ada leluhur suku Firefinch kita! Kekuatan spiritual tadi pasti berasal dari leluhur, kalau tidak, totem suku kita takkan mengalami perubahan seperti ini!" Pemuda dengan totem api di antara alisnya wajahnya pucat, namun sorot matanya memancarkan keserakahan, suaranya berat.
Hanya pemuda ketiga dengan tanda bulan sabit di antara alis yang tetap diam. Di matanya tersembunyi ketakutan. Saat energi spiritual Wang Lin menyapunya tadi, kenangan buruk yang selalu dihindarinya seperti mimpi mengerikan kembali terbayang.
"Jangan-jangan... itu dia... Tidak mungkin, bagaimana mungkin dia muncul di sini..." Tubuh pemuda itu bergetar.
"Meski energi spiritualnya kuat, jika kita bertiga membuka segel dan bekerja sama, belum tentu tidak ada kesempatan. Kuharap kalian berdua mau membantuku!" Pemuda bertotem api itu menjilat bibirnya, berbicara perlahan.
