Perubahan apa sebenarnya yang terjadi pada Tuosen hingga tiba-tiba menghentikan pengejaran dan kabur tergesa? Wang Lin tak bisa menebak. Dalam ingatannya, fragmen terakhir Tuosen adalah satu dari bintik-bintang di antara alisnya yang memancarkan sinar menyilaukan.
Di angkasa Tai Gu yang berkilauan, gelombang energi bergerak perlahan bagaikan riak-riak di hati kekasih, semakin menjauh pelan-pelan.
Di pusat riak-riak itu, Wang Lin terhuyung-huyung keluar. Wajaknya pucat pasi. Saat muncul, tangan kanannya langsung menepuk angkasa. Celah penyimpanan muncul di hadapannya, dan sosok Li Qianmei yang memejamkan mata segera diselamatkan dalam pelukannya.
Raut wajah Li Qianmei semakin suram, tubuhnya mulai menunjukkan tanda-tanda kelayuan.
Sejak awal ketika Tuosen mengejarnya, Wang Lin yang khawatir akan melukai Li Qianmei telah memisahkan sebagian energi Yuan-nya untuk membentuk lapisan pelindung di sekitar gadis itu, lalu memasukkannya ke dalam celah penyimpanan. Dengan kemampuan supernatural waktu yang terus bekerja pada energi tersebut, Li Qianmei tetap terlindungi selama pertempuran sengit antara Wang Lin dan Tuosen.
Namun lingkungan di dalam celah penyimpanan memang tak sebaik ketika berada di sisi Wang Lin. Hanya dalam sekejap pertempuran, nyawa Li Qianmei telah banyak berkurang.
Memandang wajah lesu Li Qianmei, hati Wang Lin dipenuhi sakit perih dan kesedihan. Persis seperti janjinya dulu kepada Li Mawan—bahkan jika langit memaksanya mati, ia akan merebutnya kembali—begitu pula janjinya pada Li Qianmei: dengan segala daya upaya, takkan membiarkannya menghilang dari langit dan bumi ini!
Ini adalah janjinya, janji seorang pria sejati.
Tangan kanannya perlahan memeluk Li Qianmei, Wang Lin mengabaikan lukanya, terus-menerus mengalirkan energi Yuan yang berubah menjadi kemampuan supernatural waktu, menyelimuti seluruh tubuh Li Qianmei untuk membasahi jiwa dan nyawanya.
Angkasa sunyi senyap, tanpa sedikitpun suara. Seluruh langit dan bumi secara diam-diam menjadi gelap. Hanya sepasang pria-wanita ini yang terus melaju diam-diam menuju depan dalam keheningan angkasa.
Tulang jari setengah Dewa Kuno itu dimasukkan Wang Lin ke dalam ruang penyimpanan. Ia tak sempat mempelajari secara mendetail, bahkan terhadap Orang tua berambut putih dari Suku Yue yang terbelit Bian Kunji, Wang Lin juga menggunakan Bian Kunji untuk mengubahnya menjadi segelan. Seluruh tubuh pria tua itu disegel rapat, lalu ditampung ke dalam ruang penyimpanan.
Di angkasa yang hening ini, Wang Lin tak ingin segala urusan mengganggunya saat ini. Ia hanya ingin diam-diam menemani Li Qianmei, mengantarnya ke tempat Lanmeng Daozun, atau bisa dikatakan, mengantar Li Qianmei untuk terakhir kalinya...
"Saat aku pergi nanti... Kau harus mengantarku..." Suara Li Qianmei dari sepuluh tahun yang lalu seakan terbang melayang, terus mengitari telinga Wang Lin.
Kini, Wang Lin sedang menepati janji yang diucapkannya dulu - mengantar Li Qianmei.
Keindahan angkasa tidak terletak pada nebula yang berkilauan, bukan pula pada meteor yang sesekali melintas, melainkan pada ketenangan ekstrem yang memungkinkan kita menghitung kesepian dan keterasingan dalam diam, merasakan dinginnya perasaan seolah hanya diri sendiri yang tersisa di antara langit dan bumi...
Memeluk Li Qianmei, Wang Lin memancarkan cahaya lembut dari matanya. Ia melesat semakin cepat ke depan, menuju Suku Blue Silk tempat Lanmeng Daozun berada dalam ingatannya.
Cahaya bintang menyelimuti tubuh mereka berdua, bagai pendamping setia yang diam-diam mengantar perjalanan terakhir ini. Kondisi Li Qianmei yang semakin lemah memaksa Wang Lin terus memperbanyak kemampuan supernatural waktu yang dimasukkan ke dalam tubuhnya.
Dalam perjalanan tak henti mereka, teknik Mengkerutkan Bumi Menjadi Inci yang menyatu dengan langit dan bumi perlahan mempersingkat jarak. Domain bintang Suku Blue Silk yang terpencil itu terus didekati Wang Lin dalam keheningan, di tengah luasnya lautan bintang.
Suku Blue Silk merupakan salah satu dari sedikit suku di Bintang Kuno Tai Gu yang tidak gemar membunuh. Sesuai namanya, rambut semua anggota suku ini berwarna biru.
Biru bagai luka, bagai melankoli, menyelimuti kedalaman jiwa setiap anggota Suku Blue Silk. Dalam hal ilmu dan kemampuan supernatural, serta berkultivasi, sepertinya mereka tidak memiliki bakat yang tinggi. Sepanjang sejarah, kultivator dengan kekuatan besar yang muncul sangat sedikit, kecuali Lanmeng Daozun yang termasyhur di Bintang Kuno Tai Gu.
Sebelum Lanmeng Daozun menjadi legenda di Bintang Kuno Tai Gu, Suku Blue Silk adalah komunitas kecil. Meskipun bakat berkultivasi anggota sukunya tidak tinggi, namun mereka mendalami seni sampingan seperti alunan musik, meracik pil eliksir, dan pembuatan senjata hingga tingkat ekstrem. Khususnya dalam seni musik, hampir mencapai puncak seni suara.
Setiap anggota Suku Blue Silk adalah ahli dalam seni alunan musik. Suku ini juga dikenal sebagai komunitas yang mempesona, di mana seluruh anggotanya baik pria maupun wanita memiliki rupa yang sangat dahsyat.
Berbagai faktor ini menjadikan Suku Blue Silk selama tak terhitung tahun perkembangannya, perlahan menjadi pilihan utama para bangsawan besar untuk memilih selir dan pengiring.
Bagi Suku Blue Silk, ini adalah nestapa sekaligus luka batin. Kesedihan ini menyelimuti hati bagai helai rambut biru mereka yang tak kunjung menghilang, melahirkan kecantikan unik pada perempuan-perempuan suku ini, sekaligus menyisakan kepedihan serupa pada para prianya.
Alunan musik mereka tak lagi mengandung keceriaan, hanya menyuarakan duka yang mengendap di relung hati - menjadi pengiring nasib sebagai bawahan para klan besar Bintang Kuno Tai Gu.
Mereka tak memiliki kemerdekaan. Setiap anggota suku yang belum dewasa akan diambil paksa, hidup-matinya bukan hak mereka sendiri. Bahkan setelah dibawa pergi, tak ada harapan untuk kembali ke kampung halaman seumur hidup.
Semua ini, hingga kebangkitan Lanmeng Daozun, terjadi perubahan dahsyat yang mengguncang langit dan bumi!
Lanmeng Daozun adalah orang berbakat pertama dalam Suku Blue Silk selama tak terhitung tahun. Legenda tentangnya terus beredar di seluruh Bintang Kuno Tai Gu...
Di Bintang Kuno Tai Gu, ketika menyebut Lanmeng Daozun, hal pertama yang terlintas bukanlah kekuatannya yang dahsyat, melainkan kesetiaan cintanya. Sepanjang hidupnya, Lanmeng Daozun hanya mencintai satu perempuan.
Itulah luka di hatinya, kesedihan di hatinya, yang menemani melewati tahun-tahun bergulir.
Menurut legenda, justru karena cinta Lanmeng Daozun inilah ia mencapai posisi sekarang sebagai salah satu dari Lima Dewa Tai Gu. Bahkan Tuan Zhang Zun pun menunjukkan ketakutan terhadapnya!
Suku Blue Silk, karena Lanmeng Daozun, menjadi salah satu suku besar di Bintang Kuno Tai Gu yang menempati domain bintang luas. Namun sifat alami mereka tidak berubah - mereka tetap tinggal dengan tenang di wilayah raksasa ini. Kesedihan dalam alunan musik perlahan mereda, digantikan oleh kebahagiaan.
Kebahagiaan mereka diperoleh di bawah perlindungan Lanmeng Daozun. Di Suku Blue Silk, Lanmeng Daozun dianggap sebagai dewa-dewi yang dipuja oleh seluruh anggota suku.
Gunung Biru yang menjadi tempat tinggal permanennya, bahkan berubah menjadi tanah suci Suku Blue Silk! Namun dibandingkan kebahagiaan seluruh suku, nuansa kesedihan yang terkandung dalam alunan musik yang sesekali melayang dari Gunung Biru tetap samar, tak pernah mampu dihapuskan.
Seperti ingatan Lanmeng Daozun, rasa pilu itu telah menjadi keabadian.
Di puncak Gunung Biru saat ini, sebuah gubuk biasa terombang-ambing dalam angin. Di dalamnya, seorang pria paruh baya berbaju biru menatap kecapi kuno di hadapannya. Setelah waktu yang lama, ia perlahan mengangkat kepala.
Pesona wajahnya mampu membuat semua pria di dunia ini malu, bahkan perempuan pun akan terlihat suram di hadapannya. Tampan rupawan seperti ini seakan tak pantas ada di Langit dan Bumi.
Namun kelelahan di wajah dan jejak kenangan di sorot matanya menyelimuti seluruh tubuhnya dengan aura melankolis, membuatnya terlihat agak renta.
Rambut birunya yang lebat mulai dihiasi uban di pelipis, bagai bisu bercerita tentang ketidakbahagiaan yang menyertai hidupnya selama tak terhitung tahun ini.
Sorot mata pria paruh baya itu memancarkan kesedihan. Dengan diam-diam ia menunduk, kedua tangannya menggesek-gesekkan permukaan kecapi kuno di hadapannya.
Setelah waktu yang lama, pintu gubuk itu terbuka tanpa suara. Seorang perempuan anggun melangkah masuk.
Perempuan ini memiliki wajah yang sangat cantik, mengenakan jubah berwarna merah muda, dia mendekat dengan perlahan.
"Kamu... masih belum bisa melupakannya..." Perempuan itu duduk diam di samping, berkata lembut.
Pria paruh baya itu tidak menjawab, bahkan tidak mengangkat kepala, hanya terus mengelus-elus kecapi kuno, jejak kenangan di matanya semakin dipenuhi kesedihan.
"Sudah bertahun-tahun berlalu, dia juga sudah mati, kamu... mengapa masih seperti ini!" Perempuan itu menggigit bibir bawahnya, memandangi pria itu dengan ekspresi kompleks.
"Dia tidak mati!" Pria paruh baya itu mengangkat kepala, matanya berkilat seperti kilat, menatap tajam ke arah perempuan ini.
"Tapi keadaan dirinya sekarang, apa bedanya dengan kematian? Dia sudah mati!" Perempuan itu terpaku memandangi pria tersebut, raut wajahnya memancarkan kepedihan.
Pria paruh baya itu diam, setelah waktu yang lama dia berdiri, lalu berkata dengan tenang: "Kakakmu, dia tidak mati!"
Sorot mata perempuan itu berkilauan kristal.
Pria paruh baya itu menghela nafas pelan, mendorong pintu gubuk dan melangkah keluar. Memandang senja yang perlahan terbenam di ufuk langit, ia melangkahkan satu langkah ke depan. Seluruh tubuhnya memancarkan cahaya biru lembut sebelum menghilang dalam pelukan langit dan bumi.
Di domain bintang tempat Suku Blue Silk berdiam, wilayah yang sangat luas ini menyimpan seorang wanita berjubah putih di tepiannya. Dengan ekspresi tenang, ia melangkah mantap mengikuti jejak Wang Lin hingga tiba di tempat ini.
Tepat saat hendak memasuki wilayah bintang Suku Blue Silk, wanita berjubah putih itu tiba-tiba membeku. Langkahnya terhenti sementara matanya menatap datar ke depan.
Di hadapannya, di hamparan angkasa yang sunyi, cahaya biru berkedap-kedip. Dari kilatan itu muncul sosok pria paruh baya yang sebelumnya menghilang di Gunung Biru.
"Enyahlah!"
Pria paruh baya itu mengerlingkan pandangan dinginnya, hanya melontarkan satu kata.
Wanita berjubah putih itu tetap diam. Raut wajaknya tak berubah sedikitpun oleh kata tadi.
"Dia sudah terpilih. Kau tak bisa melindunginya." Setelah lama terdiam, wanita itu akhirnya berbicara dengan nada datar.
“Enyahlah！！！” Kilatan niat membunuh tiba-tiba muncul di mata pria paruh baya itu. Suaranya tenang, namun hawa tak terkira meledak keluar, menyambar wanita berjubah putih. Sekejap mata, seluruh angkasa mendadak gelap. Situasi pembantaian mutlak pun menyelimuti!
Pupil mata wanita berjubah putih itu menyempit. Tangan kanannya menepuk ke depan, sementara tubuhnya melayang mundur.
"Dia pasti akan keluar pada akhirnya." Suara perempuan itu tetap tenang, perlahan semakin menjauh hingga menghilang di angkasa.
Tak terasa sudah berapa lama berpindah di angkasa. Pada hari ini, Wang Lin membawa Li Qianmei tiba di Suku Blue Silk yang indah, menuju wilayah Lanmeng Daozun, pulang ke rumah Li Qianmei...
Angkasa luas semakin berkilauan seiring langkah Wang Lin. Domain bintang Suku Blue Silk sangat mempesona. Bahkan planet-planet kultivasi pun memancarkan warna biru lembut bagai cahaya bintang, menyebar jauh ke sekeliling.
“Qianmei, kita sudah sampai……” Wang Lin menundukkan kepala memandangi Li Qianmei yang memejamkan mata bagai tertidur lelap dalam pelukannya, berkata lembut.
Tiba-tiba, domain bintang tempat Suku Blue Silk berada memancarkan cahaya biru tak berujung. Di bawah selubung cahaya biru itu, suara berat bergema di antara langit dan bumi.
“Serahkan dia, kepadaku!”
