Wang Lin selama dua ribu tahun kultivasi hingga kini, hanya menciptakan tiga jurus pamungkas. Kekuatan Senja Patah telah memiliki daya menggemparkan langit, namun hukum Tai Chu yang misterius sulit ditemukan. Hanya pada sekejap matahari terbit, teknik ini bisa mengalirkan seluruh kekuatan puncaknya tanpa merusak energi Yuan.
Bahkan dengan tingkat kultivasi Wang Lin sekarang, jika memaksakan Senja Patah untuk mengubah lintasan kosmis di angkasa, planet, dan segala ruang - mengubah siang menjadi malam, malam menjadi fajar, menggerakkan kekuatan fajar - semua ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Adapun teknik Aliran Bulan, meski kekuatannya agak lebih rendah dari Senja Patah, namun hukum waktu dalam teknik ini tak bisa dipertahankan atau dilawan oleh siapapun di antara langit dan bumi. Waktu, yang melekat pada semua makhluk, secara tak kasat mata setara dengan Jalan Langit.
Meruntuhkan Senja Langit dan Bumi, Mengalirkan Cahaya Waktu, Mimpi Kembali ke Dao Gu...
Jurus ketiga Wang Lin tercipta setelah pertempuran sengit melawan Shui Daozi, di mana ia mengalami luka parah hampir mati. Di dalam Tian Ni, dengan bantuan Yang Mulia Penjaga Batas, ia memasuki kondisi misterius yang bahkan sekarang tak bisa dijelaskannya - Jalan!
Di dalam Jalan tersebut, dua jurus supernatural terbayang dalam benak Wang Lin. Jurus pertama adalah kemampuan supernatural perlindungan hidup Dewa Kuno Delapan Bintang yang melukai Tian Yunzi yang sedang mengalami Kemerosotan Langit-Manusia dan Dewa Iblis di Daerah Yao Ling - Mimpi Kembali ke Zaman Purba!
Jurus kedua adalah sihir Tao pertama yang pernah ia sentuh seumur hidup - jurus Menghancurkan Jalan yang dilakukan orang tua dari suku Fengmie di Dunia Pelangi dahulu kala!
Kedua jurus supernatural yang dahsyat ini tertanam dalam-dalam di ingatan Wang Lin, tak terhapuskan dan berakar kuat!
Selama sepuluh tahun di Jalan, pemahaman Wang Lin berfokus pada Mimpi Kembali ke Zaman Purba dan jurus Menghancurkan Jalan yang berkekuatan mengguncang ini!
Mimpi Kembali ke Zaman Purba adalah kemampuan supernatural Dewa Kuno yang pada dasarnya tidak mungkin dilakukan kultivator. Bahkan Wang Lin sebagai Dewa Kuno pun tak mampu. Namun sepanjang hidup Wang Lin dipenuhi kesempatan dan bahaya. Teknik Peleburan Jalan yang dilakukan orang tua suku Fengmie di Dunia Pelangi telah membukakan pintu sihir Tao baginya.
Hanya saja teknik ini terlalu dahsyat. Di masa biasa, Wang Lin takkan mampu mempelajarinya. Tapi di dalam Jalan, dengan ketekunan dan kegigihan luar biasa, Wang Lin memanfaatkan keadaan Jalan untuk meleburkan teknik ini dengan Mimpi Kembali ke Zaman Purba, menciptakan teknik Mimpi Jalan!
Dulu di luar celah Sekte Iblis di Lautan Awan, Wang Lin baru saja sedikit melakukan teknik ini, sesepuh Sekte Iblis yang mengalami Kemerosotan Langit-Manusia nyaris tak menyadari Hati Jalan-nya hampir hancur. Jika bukan karena Wang Lin kemudian menunjukkannya, sesepuh itu pasti mengalami collapse total Hati Jalan, Jalan Langit-nya hancur berantakan hingga tewas!
Mimpi Jalan, terdengar kompleks, tapi sebenarnya adalah jenis kegalauan hati!
Merubah Jalan Langit lawan menjadi kegalauan hati, menggunakan kegalauan hati untuk menghancurkan fondasi jalan, lalu memusnahkan diri! Bahkan kultivator yang tak memiliki lapisan meditasi sekalipun tetap memiliki kegalauan hati, dan kegalauan hati itu adalah Wang Lin!
Sihir Tao, teknik langit dan bumi yang sangat misterius. Bahkan kultivator Langkah Ketiga yang menguasainya sangat langka. Memiliki satu saja sudah merupakan kesempatan besar. Sekuat Lanmeng Daozun pun hanya menguasai beberapa teknik.
Kembali ke masa lalu melalui mimpi, yang dikembalikan adalah ingatan lawan! Meski tak bisa seperti orang tua suku Fengmie yang membuat Jalan Langit tercerai, Wang Lin bisa menggunakan teknik ini untuk menanamkan ingatan ilusif dalam ingatan lawan!
Ingatan ilusif ini akan menjadi penghuni abadi dalam jiwa lawan, tak bisa dihapus, berubah menjadi nyata! Inilah yang disebut menanam kegalauan hati!
Embusan napas yang dimuntahkan dari mulut Wang Lin adalah sekejap napas jalannya, mendarat di Tungku Tianhuang lalu dengan cepat melebur dan menyusup ke dalam...
Simozi menoleh tajam ke bayangan samar di belakangnya, sorot matanya menunjukkan ekspresi terguncang. Seluruh tubuhnya terdiam sejenak. Siluet ini telah menjadi pendampingnya selama puluhan ribu tahun, bagian tak terpisahkan dari kehidupannya. Namun selama ribuan abad itu, tak pernah sekalipun mengeluarkan sepatah kata!
Wanita itu... seharusnya sudah lama mati... luka menusuk jantung di relung hatinya yang paling dalam...
Kain sutra putih yang menjadi tali gantung diri wanita itu masih menyisakan noda darah berbentuk bunga plum. Percikan merah itu adalah darah rindu yang muncrat dari dada Simozi yang dipenuhi kemarahan dan kepedihan.
Tubuh Simozi gemetar. Masalah tak terduga dan suara yang tiba-tiba muncul ini membuatnya terpaku di tempat. Tangannya yang memegang tulang binatang itu lunglai, lupa untuk menempelkan telapak tangan ke cap tangan pada tulang.
Cahaya kunang-kunang sebesar kuku di antara alisnya berpendar semakin ganas, bagai nyala lilin yang terakhir!
"Adik... apakah kau... kau yang bicara...?" Simozi menatap takjub ke bayangan ilusif wanita itu. Butiran kristal mulai mengaburkan pandangannya perlahan.
"Kakak, kakak, cepat lihat! Di sini tumbuh sekuntum anggrek ungu..."
"Kakak, jangan terus-terusan tidur! Kan kakak berjanji hari ini mau main denganku..."
"Kakak, kakak..."
Di Domain Bintang Yun Hai, sebuah benua mengambang di atas ruang kosong, terdapat desa dunia fana. Seorang anak perempuan berusia tujuh delapan tahun mendorong-dorong bocah lelaki yang tertidur di sampingnya sambil menyembulikan bibir kecilnya.
"Xiao Lan, biarkan aku tidur sebentar lagi. Semalam main kejar-kejaran telur Keluarga Xu sama Hu Zi, capek..." Bocah lelaki yang lebih tua sekitar delapan sembilan tahun itu membuka mata mengantuk, bergumam pelan sebelum kembali terlelap.
Waktu mengalir bagai sungai tak kasat mata, tahun demi tahun berlalu...
"Kakak! Hari ini Hu Zi menggangguku... Dia... dia mencuri cium pipiku!" Di jalan setapak desa, dua sosok remaja berjalan perlahan di bawah sinar senja yang memanjangkan siluet mereka.
Di punggung pemuda itu tergantung keranjang obat, sambil berjalan ia terus-menerus menguap.
Gadis di sampingnya mengenakan baju bunga-bunga remuk, terlihat sekitar tiga belas atau empat belas tahun. Tangannya memegang sebatang rumput liar, sambil berbicara ia menarik dengan kasar rumput hijau di tangannya.
"Kakak, apa kakak benar-benar dengar atau tidak?!!" Gadis itu melotot ke arah pemuda, berkata dengan suara keras.
"Dengar, dengar. Xiao Lan, Ayah dan Ibu sudah tiada. Selama ini Bu Zi sangat memperhatikan kita. Menurutku Hu Zi juga baik, kamu juga sudah cukup besar, bagaimana kalau menikah ke sana saja." Pemuda itu terus menguap, memalingkan wajah ke arah adiknya.
"Kamu!! Masak ada kakak seperti ini?! Jelas-jelas kakak suka pada Jiejie Honghong, lalu ingin menikahkan aku dengan adiknya supaya kakak bisa mendekati dia! Aku tidak mau mengakui kakak seperti ini!" Gadis itu menghentakkan kaki, melotot tajam ke arah sang kakak.
"Pemuda itu wajahnya memerah, tertawa canggung lalu mengalihkan topik pembicaraan dengan hal-hal yang menarik perhatian sang gadis. Tak lama kemudian, mereka berdua pun tertawa riang, semakin jauh berjalan."
"Roda waktu berputar diam-diam, membawa serta pikiran-pikiran masa remaja yang berlalu..."
"'Kakak, Honghong-jie sudah punya kekasih hati, kamu...' Gadis polos dulu kini telah berusia delapan belas tahun, bagai kuncup bunga indah yang tiba saatnya mekar."
"Di detik ini, gadis itu menatap pemuda kurus di hadapannya, menggigit bibir bawahnya lalu berkata lirih."
"Tubuh pemuda itu kurus kering, posturnya tak tinggi, kulitnya agak gelap, terlihat seperti dirasuki penyakit. Namun matanya bersinar terang, bagai percikan bintang yang abadi dalam hati sang gadis."
"Selama bertahun-tahun ini, gadis itu tahu: meski tak pernah diucapkan, kakaknya selalu berusaha memenuhi segala keinginannya. Apapun yang dia sukai, sang kakak akan berjuang mati-matian untuk mendapatkannya dan menghadiahkannya."
Pemuda itu tersenyum memperlihatkan giginya yang putih bersih. Senyumannya seolah memberi energi baru pada dirinya. Mendengar perkataan sang gadis, ia mengelus rambut indah adiknya dengan tangan kanan sambil berkata lembut: "Jangan terlalu banyak berpikir. Kakakmu tidak selemah itu. Impian kakak adalah menjadi dewa! Beberapa hari lagi setelah pernikahanmu dengan Hu Zi, kakak harus pergi sebentar ke Gunung Dewa untuk bersumpah setia pada guru dan mencari Jalan Sejati!"
Pipi gadis itu memerah. Ia menunduk dan berbisik: "Hu Zi sangat menyebalkan. Sudah kukatakan padanya, jika Kakak Honghong tidak menikah denganmu, aku juga tidak akan menikah dengannya!"
Pemuda itu tertawa terbahak-bahak, sorot matanya dipenuhi kelembutan. "Sudahlah, kamu sudah dewasa, sebentar lagi jadi istri orang. Jangan selalu bersikap kekanak-kanakan. Impian kakak benar-benar ingin menjadi dewa. Aku tidak ingin menghabiskan hidup dengan biasa-biasa saja di sini..." Ia mengangkat kepala menatap langit hitam pekat yang membentang luas.
"Kehidupan Sima Mo, pasti tidak akan biasa-biasa saja... Xiao Lan, tunggu kakak. Setelah kakak selesai belajar Tao, aku akan kembali membantumu dan Hu Zi mencapai umur panjang. Nanti mungkin sudah ada beberapa keponakan, ha ha." Ekspresi gembira terpancar dari wajah pemuda itu.
Gadis itu terpaku memandang pemuda di hadapannya. Sejak orangtua mereka meninggal, kakak laki-lakinya telah menjadi langitnya yang selalu melindungi. Matanya berkaca-kaca saat ia menunduk dan berbisik lembut: "Kakak pasti bisa. Xiao Lan akan terus menantimu pulang."
"Baiklah, saat pernikahanmu nanti, kakak akan menyiapkan banyak mas kawin. Pasti membuat Xiao Lan menikah dengan penuh kehormatan." Sorot kasih sayang terlihat di mata pemuda saat memandangi adik perempuannya.
Alunan musik riang bergema di desa sederhana itu beberapa hari kemudian. Gadis berbaju pengantin itu mengangkat sudut cadarnya saat naik ke tandu, matanya menyiratkan kecemasan saat memandang ke kejauhan.
“Kakak pergi ke mana… Kenapa belum kembali…”
Perayaan pernikahan di desa, tetangga sekitar berduyun datang, sangat meriah. Banyak anak-anak berlarian mengitari usungan pengantin sambil bernyanyi riang.
Para orangtua di sekeliling juga tersenyum penuh kelembutan, menyaksikan adegan penuh sukacita ini.
Tak ada yang menyadari, di jalan luar gerbang desa saat ini, rombongan belasan kuda liar sedang mengaum mendekat. Di atas kuda-kuda itu duduk pria-pria kekar berwajah jahat, tertawa keras dalam perjalanan.
Derap kuda yang bergemuruh bagai naga bawah tanah berguling-guling, mengguncang bumi hingga getarannya merambat jauh ke dalam desa...
Tak jauh dari sana terdapat gunung yang selalu diselimuti awan kabut. Konon katanya di sana bersemayam dewa. Saat ini, seorang pemuda kurus kering dengan senyum puas sedang bergegas menuruni jalan setapak dari lereng gunung.
Di punggungnya tergantung keranjang obat berisi berbagai dedaunan, di antaranya terdapat sebatang akar ginseng! Akar ginseng ini seukuran lengan bayi dengan sulur-sulur yang sangat panjang, memancarkan energi spiritual samar.
"Raja Ginseng ini mungkin berusia 100 tahun. Sudah beberapa hari kuhabiskan untuk mendapatkannya. Sebagai mas kawin Xiao Lan, ini pasti cukup." Senyum pemuda itu semakin lebar saat melangkah di lereng gunung. Tatapannya jatuh ke desa di bawah, namun seketika tubuhnya bergetar gemuruh, membeku tak bergerak.
Dari kejauhan, desa di kaki gunung terlihat diselimuti nyala api yang membara!
