Wang Lin memandangi perempuan dingin itu, pandangannya mendarat pada bayi yang dibungkus selimut kapas dalam pelukannya. Setelah diam lama, ia mengangguk.
Ekspresi perempuan itu tetap dingin. Sorot matanya bagai menyimpan desiran angin dingin yang mengaum. Tatapannya pada Wang Lin seakan menembus langit dan bumi di belakangnya.
"Nama Guru termasyhur di Planet Zhuque, bahkan sampai ke Wilayah Salju yang jauh pun Lao Shen pernah mendengarnya. Guru sebagai sastrawan besar kontemporer, telah memberi pencerahan pada banyak kultivator, memahami langit-bumi, membimbing yang tersesat.
Kunjungan hari ini Lao Shen lakukan demi anak ini." Perempuan itu menunduk memandangi bayi yang tertidur dalam dekapan, sorot mata dinginnya menunjukkan seberkas kelembutan.
"Sudah menjadi kabar bahwa Guru dapat melihat hakikat langit-bumi, memahami siklus sebab-akibat dan reinkarnasi, menganggap sepi hidup dan mati, melangkah di antara yang nyata dan ilusif. Bisakah Guru menunjukkan jalan pencerahan untuk anak ini?" Suara perempuan itu kehilangan sedikit hawa dinginnya sementara matanya memandang bayi dalam pelukannya dengan tenang.
"Saat kelahiran anak ini, kedua orangtuanya telah tiada. Lao Shen secara kebetulan menemukannya dalam tumpukan salju, ketika itu seluruh tubuhnya sudah kaku seperti mayat di ambang kematian. Lao Shen tergerak belas kasihan, namun setelah mengamati dengan seksama menemukan bahwa bakat bawaan anak ini sungguh luar biasa - yang tertinggi yang pernah Lao Shen saksikan seumur hidup! Dalam tubuhnya secara alami terdapat hawa Lima Elemen. Jika dapat bertahan hidup, pasti akan menjadi matahari terik generasi baru Planet Zhuque kami!
Namun takdirnya dipenuhi rintangan. Lao Shen ahli dalam deduksi dan perhitungan, telah memperhitungkan bahwa anak muda ini memiliki tribulasi dalam takdirnya yang telah terpapar jelas sejak kelahirannya. Karena Lao Shen telah terlibat, maka secara otomatis masuk ke dalam siklus tribulasinya, menjadi penolong yang akan membantunya melewati ujian langit ini.
Semakin dia tumbuh, tribulasi hidup dan mati yang berasal dari kejauhan itu semakin mendekat. Lao Shen yang memiliki tingkat kultivasi terbatas hanya bisa membatasi pertumbuhannya dengan kemampuan supernatural, mempertahankannya tetap dalam wujud bayi.
"Mendengar guru memiliki bakat besar, aku ingin mencari bantuan guru..." Suara dingin perempuan itu terdengar lirih.
Tiba-tiba, di balik tirai hujan langit dan bumi ini, sebuah kilat menyambar disusul gemuruh petir yang menggemparkan. Deru dahsyat itu membangunkan bayi itu dari tidurnya, membuka mata murni tanpa kotoran sambil menangis.
Hingga petir berlalu, tangisan bayi itu masih bergema.
"Biarkan aku menggendongnya." Wang Lin menatap bayi itu dengan suara lembut.
Perempuan itu diam sejenak, lalu maju dan menyerahkan bayi dalam pelukannya. Wang Lin menerimanya dengan lembut, memeluk sambil menundukkan kepala untuk saling bertatapan dengan bayi yang menangis itu.
"Ini adalah bayi perempuan. Meskipun sedang menangis, wajahnya sangat menggemaskan dengan kecantikan alami. Di antara alisnya terdapat titik merah, seolah terukir di jiwa bayi ini."
Air mata mengalir dari sudut matanya, membasahi selimut kapas di sebelahnya.
Anehnya, tangisan keras bayi itu di pelukan perempuan itu berangsur mereda saat berada dalam dekapan Wang Lin. Mata polosnya terbuka lebar memandangi Wang Lin.
Wajah renta Wang Lin perlahan menunjukkan senyum. Saat jari kanannya mengelus hidung bayi itu, sang bayi seketika tertawa riang.
"Siapa namanya?" tanya Wang Lin dengan lembut.
"Orangtuanya sudah lama mati. Lao Shen juga tidak tahu... Selama bertahun-tahun ini tak pernah kuberi nama. Lebih baik Guru yang memberikannya." Perempuan itu menggeleng setelah terdiam sejenak, nada suaranya masih menyisakan kedinginan.
Wang Lin memandang bayi perempuan yang tersenyum padanya dengan ekspresi riang. Secara samar, ia merasakan jejak familiaritas pada tubuh anak itu. Setelah waktu yang lama, Wang Lin mengangkat kepala, menatap langit dan bumi di balik tirai hujan di luar.
Di bawah guyuran hujan, rindang pepohonan di kejauhan tersamarkan. Samar terlihat kupu-kupu warna-warni yang sedang berteduh di bawah dedaunan pepohonan, terlindung dari tiupan angin.
Sayap kupu-kupu akan kehilangan kemampuan terbang jika basah kuyup oleh hujan.
Badan kupu-kupu yang tertiup angin kencang, bagi manusia setara dengan hempasan angin puyuh yang menyelimuti tubuh.
Memandangi kupu-kupu di bawah naungan dedaunan itu, sorot mata Wang Lin memancarkan pencerahan. Ia diam-diam mengamati kupu-kupu tersebut dalam waktu yang sangat lama.
"Sebut saja Hong Die... Kupu-kupu dalam hujan yang menempuh hidupnya yang angkuh namun cemerlang dengan kilau merahnya yang memikat."
Suara Wang Lin lembut, sorot matanya memancarkan aura pikiran yang tak terungkap. Ia menunduk dan memandang dalam-dalam bayi perempuan dalam pelukannya. Bayi itu seolah mengerti perkataannya, gelak tawanya semakin riang.
"Wang tidak memahami seni supernatural, tak tahu cara menyelamatkan anak ini dari tribulasi hidup dan mati. Dalam mimpiku pernah kulihat suatu objek, akan kugambarkan untukmu. Jika kau bisa memecahkan misterinya, mungkin bisa mengatasi masalah hidupnya." Wang Lin menghela napas pelan. Setelah menyerahkan bayi itu ke perempuan Wilayah Salju, tangan kanannya mengangkat tetesan hujan. Di atas meja batu paviliun, dengan mata tertutup bagai tengah merangkai kenangan, ia mulai menggambar pola kompleks goresan demi goresan.
Pola itu adalah formasi yang sangat dahsyat dan mendalam. Tatapan perempuan Wilayah Salju bergetar melihatnya, ia segera fokus dan mulai menghafal setiap detail dengan seksama.
Setelah waktu yang lama, Wang Lin menyelesaikan goresan terakhir. Matanya terbuka perlahan.
“Setelah kau mencapai pencerahan atas formasi ini, ambil sehelai rambut hitam dari bayi perempuan ini, letakkan di dalamnya…” Ekspresi Wang Lin terlihat kompleks, matanya menatap langit di mana awan hitam mulai sedikit menghilang.
Perlahan, pola di atas meja batu paviliun yang diterpa angin mulai memudar. Perempuan dari Wilayah Salju itu memejamkan mata dalam keheningan yang lama, lalu memberikan penghormatan dalam-dalam kepada Wang Lin sebelum berbalik dan membawa bayi perempuannya pergi menembus hujan.
Tanpa mengikuti punggung perempuan yang menjauh, Wang Lin terpaku berdiri di dalam paviliun. Sorot matanya menyaksikan rintik hujan di luar yang semakin menipis, memancarkan kebingungan.
“Sebab-akibat… Apakah ini benar-benar nyata? Kehidupan sebelumnya dan kini… ataukah semu palsu, yang harus kusempurnakan sendiri…” Wang Lin tak memahami. Di luar paviliun, hujan akhirnya reda. Di langit yang masih samar, muncul sebuah pelangi.
Kupu-kupu yang berteduh di bawah naungan daun-daun rindang pun mengipaskan sayapnya, melesat ke udara. Dalam pandangan Wang Lin, makhluk itu menari-nari sebelum perlahan menjauh ke kejauhan.
Dengan desahan pelan, Wang Lin melangkah keluar dari paviliun, menuju ke kejauhan, ke arah lautan, langkah demi langkah.
Di tahun kelima belas setelah meninggalkan Negara Zhao, Wang Lin telah menjelajahi seluruh benua tempatnya berada. Tiba di tepi pantai, ia naik kapal dagang yang melintasi dua benua, menuju ke sisi lain lautan - ke alam langit dan bumi di sana.
Permukaan laut tak bertepi, bergelombang megah. Angin topan mengaum, mengangkat air laut yang menghempas kapal dagang. Berdiri di geladak, menghirup aroma angin laut, rambut putih Wang Lin berkibar-kibar. Angin menerpa keriput di wajahnya, namun tak mampu menghapus jejak waktu.
Matahari, bulan, dan bintang di tengah lautan memiliki cita rasa tersendiri. Ini adalah pelayaran pertama Wang Lin, namun tak ada sedikitpun ketidaknyamanan. Matanya menatap luasnya samudera, seolah ada aliran energi yang membentang dari dadanya ke seluruh tubuh.
Di langit atas lautan, sekawanan burung laut melayang berputar-putar, menyambut terik matahari, menutupi seluruh permukaan laut bagai kanopi.
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan... hingga lima bulan kemudian, kapal dagang ini sepenuhnya memasuki samudera tak berujung. Terombang-ambing oleh angin dan ombak, mendengar nyanyian unik para pelaut, senyum lebar terpancar di wajah Wang Lin.
Pada suatu pagi di bulan keenam, saat cahaya fajar pertama mengangkat kepala di garis horizon yang menyatu antara laut dan langit, memancarkan cahaya emas sepuluh ribu zhang, Wang Lin terbangun oleh teriakan-teriakan takjub. Ia keluar dari kamar, menyaksikan para pelaut yang telah menemani selama setengah tahun itu bersujud menyembah ke arah timur.
Mengikuti arah pandang mereka, Wang Lin berbalik tubuh. Tiba-tiba seluruh tubuhnya terguncang dahsyat.
Di permukaan laut sebelah timur yang diselimuti kabut, terpampang jelas fragmen kenangan ilusif.
Dalam fragmen itu terlihat kawah gunung berapi yang sedang meletus. Tubuh gunung bergetar hebat, menyisakan dua celah raksasa yang bergulat seperti naga dan ular, bagaikan simbol misterius.
Magma tak berujung menyembur deras, bahkan memuntahkan asap hitam yang bergulung-gulung menutupi langit dalam fragmen kenangan itu.
Tiada suara, hanya adegan demi adegan letusan gunung berapi yang membuat semua orang di kapal itu terus-menerus bersujud.
Dari kejauhan, fragmen kenangan ilusif itu menyatu dengan langit dan bumi, terlihat sangat nyata namun juga menciptakan ilusi saling menjalin yang membuat orang kebingungan menentukan realitas.
Wang Lin terpaku memandang panorama kosmis yang ilusif itu, kepalanya bergema oleh deru dahsyat.
"Nyata dan ilusi... Dalam kitab suci tertulis: Di lautan ada makhluk berroh bernama Shen, hembusan nafasnya menciptakan ilusi bagai surga... Adegan ini... Apakah ia nyata? Atau semata fatamorgana? Apakah benar-benar ada di sudut langit dan bumi, atau hanya proyeksi kosong?"
"Roh Laut harap tenang..." Alunan suara gemetar terdengar dari para awak kapal yang bersujud. Menyaksikan fenomena tak terpahami ini, jiwa mereka bergetar hebat. Bukan pertama kali mereka melihat, namun dalam hidup pun tak sering mengalami.
Dalam legenda kuno, ketika melihat bayangan ilusif saat berlayar, itu pertanda Marahnya Roh Laut yang akan menghukum semua makhluk yang hidup di laut...
Dalam ketertegunan Wang Lin, di bawah sorot matanya yang tak berkedip, ia tak menyadari orang-orang biasa di sekitarnya yang setelah bersujud bergegas mengeluarkan banyak barang dan melemparkannya ke laut, berusaha mempersembahkan kepada Roh Laut agar kemarahannya mereda.
"Ini pasti ilusi, bukan entitas nyata melainkan proyeksi ilusif sempurna. Di langit dan bumi ini, mustahil terjadi hal seperti ini. Adegan ini bukan peristiwa nyata yang terjadi di suatu tempat di bawah langit...
Ini pastilah hasil praktik Imortal Kultivator di dasar laut tak berujung, yang menciptakan fenomena ini dengan seni immortal-nya!" gumam Wang Lin. Meski telah memahami banyak hukum kosmis, apa yang dilihatnya kini melampaui semua imajinasinya.
"Samar... Ini semua samar..." Wang Lin menarik napas dalam-dalam. Tiba-tiba suaranya terputus, matanya membelalak lebar, tubuhnya membeku di tempat. Tangan kanannya tanpa sadar terangkat menunjuk gunung berapi ilusif di permukaan laut jauh di sana, wajahnya menunjukkan ekspresi di luar kepercayaan.
"Ini... dia..."
Di dalam fragmen kenangan ilusif langit dan bumi itu, di tengah letusan gunung berapi dan awan hitam yang menyelimuti angkasa, muncul seorang perempuan. Perempuan ini mengenakan jubah putih, meski penampilannya bukan yang tercantik, namun memancarkan keanggunan dan kelembutan. Rambut panjangnya melayang seirama kibasan jubahnya. Hawa transenden yang menyebar darinya membuatnya terlihat bagai peri!
Perempuan itu melangkah keluar dari awan hitam. Tangan gioknya terangkat menunjuk ke bawah. Seketika gunung berapi yang sedang meletus itu bergetar, menunjukkan tanda-tanda akan padam.
Pada sekejap mata melihat perempuan itu, Wang Lin seakan kehilangan seluruh kekuatannya. Seluruh tubuhnya membeku. Gelombang duka yang tak terucapkan membanjiri seluruh tubuhnya bagai badai yang menerjang, menggulung dirinya sepenuhnya. Dua aliran air mata mengalir dari sudut matanya.
“Dia…” Tubuh Wang Lin yang sudah renta, kini terlihat semakin tua. Ia bersandar pada dinding kapal di belakangnya, menatap perempuan berjubah putih dalam dunia ilusif langit dan bumi itu. Pandangannya seakan mengukir keabadian.
