Namun kini, setelah segala sesuatu tenang, ia tak bisa lagi menghindari ingatan itu.
"Datang lagi hari ini dalam setahun..." Wang Lin menunduk dengan wajah pahit, lalu duduk bersila di samping.
Di puncak gunung ini, Xuan Luo Mahadewa berdiri tenang, mengamati diam-diam setiap gerak-gerik Wang Lin.
Setelah duduk bersila, Wang Lin menarik napas dalam-dalam. Tangan kanannya menggapai angkasa, seketika layar wajah hantu muncul menyelimuti seluruh tubuhnya.
Seolah ia tak ingin penampilannya terlihat oleh siapa pun di hari ini. Ia hanya ingin menyendiri, menjalani hari ini dalam kesunyian.
Langit di dunia dewa membentang biru jernih. Cahaya keemasan yang tak diketahui asalnya menghujani bumi, hangat namun tak menyengat.
Di puncak gunung yang sunyi itu, Wang Lin terdiam dalam selimut layar hantu. Matanya menatap langit biru tak berkedip, begitu lama... sangat lama.
"Wan'er... sebentar lagi aku akan ke Benua Xiangang. Di sana, pasti ada cara membangunkanmu... Percayalah padaku! Seperti janjiku dulu, bahkan jika langit ingin kau mati, aku akan merebutmu kembali!" Suara Wang Lin bergema dalam keheningan, melankolis dan kerinduan merasuk dalam gejolak hatinya yang baru saja tenang.
Wang Lin samar-samar merasakan bahwa waktunya di dunia kediaman ini tidak lama lagi. Dengan sangat cepat, kemungkinan besar ia akan meninggalkan tempat ini menuju Benua Xiangang yang asing.
Sepanjang hidup Wang Lin, terlalu banyak tempat asing yang dikunjunginya. Kesendirian selalu menemani, seumur hidup seperti itu. Meskipun dirundung keterasingan, kehadiran gaib Li Mawan membuat kesepiannya terasa lebih ringan, masih bisa ditanggung.
"Hari ini adalah hari yang spesial... Wan'er, masih ingatkah kau..." Wang Lin tak ingat usianya sendiri, lupa hari ulang tahunnya, namun ia mengingat hari ini dari seribu tahun silam!
Hari yang takkan pernah terlupakan ini, setiap tahun ia lalui seorang diri dalam kesunyian. Terkadang menghilangkan ingatan dengan pertempuran sengit, kadang mengubur kenangan dalam-dalam saat melarikan diri, atau menghitung berlalunya waktu sendirian dalam ruang pertapaan.
Namun lebih sering, ia duduk sendiri meneguk arak. Arak pedas itu mengalir ke tenggorokan bagai terbakar, tapi tak terasa olehnya. Sebab dalam jiwa dan raganya, kerinduan, kesepian, dan kesepian yang menusuk telah menggantikan seluruh pandangannya. Bahkan arak terpedas di dunia pun tak mampu menghamburkan sedikitpun perasaan itu!
"Wan'er, aku telah menerima Li Mawan... maafkan aku..." Wang Lin diam. Di dalam layar wajah hantu itu, tangan kanannya mengeluarkan sebuah kendi arak dan menengadah ke langit sambil meneguknya.
"Kebaikan seperti itu tak bisa kubalas... Wan'er... Seumur hidup ini, aku tak ingin terlibat dalam cinta mana pun. Sebab kepergianmu membuatku paham harga pengorbanan cinta... Sulit kutahan."
Pada hari yang sama dua ribu tahun silam, di tepi Laut Xiuno, suara minta tolong yang lembut dan tak berdaya merembes masuk ke hati Wang Lin yang dipenuhi balas dendam. Suara itu begitu mengharukan...
Suara itu membuat langkah Wang Lin terhenti, memaksanya menoleh dan melihat sosok yang saat itu tak dikenalnya, namun terukir seumur hidup dalam ingatannya.
Siluet itu adalah perempuan miliknya...
Hati Wang Lin tersiksa, ia menghabiskan semua arak keras dalam kendi dengan sekali teguk, melemparkannya lalu mengambil kendi baru.
Tak jauh, Xuan Luo Mahadewa duduk diam-diam menyaksikan punggung Wang Lin yang memancarkan kesepian dan kesendirian begitu menyentuh, bahkan membuatnya tertegun.
"Wan'er, tunggu lagi, tunggu aku... Tak lama lagi, aku pasti bisa!!" Wang Lin meneguk arak deras hingga meluber dari bibirnya, menetes ke jubah. Lengan bajunya dikibaskan, Peti Mati Penghindaran Langit tiba-tiba muncul dalam cahaya redup dan mendarat di hadapannya.
Memandangi Li Mawan yang terlihat seperti tertidur di dalam peti mati, sorot mata Wang Lin memancarkan kelembutan. Namun di dalam hatinya terasa sakit perih bagai ditusuk jarum yang menembus langsung.
Setelah lama memandangi Li Mawan, Wang Lin perlahan membuka tutup Peti Mati Penghindaran Langit. Tangan kirinya gemetar saat menyusupkan jari-jarinya ke dalam peti, perlahan-lahan menyentuh pipi Li Mawan.
Usapan lembut di wajah Li Mawan itu mengubah kepedihan dalam hati Wang Lin menjadi kesedihan seluas air pasang yang menggulungnya tanpa ampun.
"Wan'er..." Air mata mengalir dari mata Wang Lin, butir-butirnya menetes di tubuh Li Mawan. Tetesan itu hancur dan membasahi jubahnya.
"Sebuah helai jiwamu telah tiada... Bahkan dalam Tian Jie pun tak ada, namun di manapun helai jiwa itu berada di antara langit dan bumi ini, di tangan siapapun, aku Wang Lin akan merebutnya kembali, tak peduli siapapun!!!" Wang Lin bergumam, tangan kanannya mengambil kendi anggur dan meneguknya dengan keras. Arak itu bercampur dengan air mata yang mengalir dari sudut matanya masuk ke mulut, melebur dalam kepahitan, lalu ditelannya ke dalam perut!
Kendi anggur terlempar, tangan kanan Wang Lin tiba-tiba terangkat, jarinya menunjuk Antara Alis. Bersamaan, tangan kirinya menekan Antara Alis Li Mawan. Kedua matanya terpejam sekejap.
"Wajah hantu masuk ilusi, mimpi ilusi ribuan tahun!" Gumam Wang Lin. Layar wajah hantu di sekeliling tubuhnya tiba-tiba terdistorsi. Wajah hantu itu bagai mengaum bisu, langsung materialisasi dari kain terpal, menyambar Antara Alis Wang Lin dan menghilang tanpa jejak. Tubuh Wang Lang segera tertutup kabut pekat, menyembunyikan segala sesuatu di dalamnya.
Xuan Luo diam, ekspresinya kompleks. Ia samar-samar mulai memahami. Di momen ini, dengan desahan pelan, tangan kanannya mengangkat dan menunjuk kabut yang membungkus Wang Lin. Seberkas Shen Shi-nya langsung terbagi, melebur ke dalam kabut.
"Wang Lin, bukan Lao Fu yang ingin mengganggumu. Tapi aku harus memahami segalanya tentangmu. Karena pilihanku adalah murid satu-satunya, penjaga reinkarnasiku, penjaga terpenting garis keturunan Daogu!!" Xuan Luo bergumam sambil menutup matanya.
Saat matanya tertutup, jiwanya langsung melebur ke dalam dunia mimpi tempat Wang Lin berada. Ia bahkan merasakan kesedihan yang berasal dari dunia ini!
Langit redup. Di kejauhan terlihat nyala api membara yang menerangi sebagian langit. Samar-samar terdengar deru dahsyat tabrakan ilmu kultivator dalam pertempuran.
Wang Lin berdiri di langit, kebingungan di sorot matanya perlahan menghilang. Ia menoleh ke arah Laut Xiuno di kejauhan, menunggu dengan sabar.
Di antara langit dan bumi yang terpantul di sorot mata Wang Lin, dua cahaya panjang mengaum melintas. Dua cahaya itu terdiri dari sepasang pria dan wanita. Perempuan di depan terlihat panik, wajah pucat pasi, tubuhnya limbung bagai akan runtuh. Perempuan beralis lentik bak kabut ini, bersinar laksana bunga musim semi, elegan bagai peri lotus—dialah Li Mawan.
Di belakangnya, seorang pria bermuka licin berminyak dengan ekspresi penuh nfsu menguntutnya dengan tenang tanpa terburu-buru.
"Gadis kecil, dari tiga belas orang pasukanmu, sudah kubunuh satu per satu. Ke mana lagi kau bisa lari?" Sambil berkata, pria itu mengangkat tangan kanannya dan mengibaskannya ke depan. Dengan suara 'criit', sebagian besar jubah Li Mawan terkoyak, memperlihatkan kulitnya.
Di tengah teriakan panik Li Mawan, pria itu mengendus tangan kanannya sambil memandang dengan sorot mata penuh nafsu yang semakin pekat.
Pada saat itu, Li Mawan langsung melihat Wang Lin. Dalam kondisi hatinya yang lelah, menghadapi penghinaan dan bahaya, setelah melihat Wang Lin, ia seketika mengenali wajah yang agak familiar itu.
"Kau! Saudara Senior, tolong aku!!" Sambil berkata, ia segera mengubah arah dan dalam sekejap napas tiba di samping Wang Lin. Wajahnya menunjukkan kecemasan dan permohonan, bahkan menggigit bibirnya erat sambil mengatupkan bibir merahnya, berbicara cepat: "Orang ini adalah Sesepuh Sekte Kultivasi Ganda dari Xuanwu Guo. Entah dari mana ia tahu aku memiliki Pill Langit Li, hingga rela..." Sebagai orang yang kecerdasannya luar biasa, penyebutan Pill Langit Li dalam ucapannya jelas dimaksudkan agar Wang Lin turun tangan menyelamatkannya.
Namun, sebelum ucapannya selesai, tiba-tiba ia tertegun. Karena Wang Lin saat itu tersenyum lembut, memandangnya dengan kelembutan. Pandangan itu seolah melihat kekasih yang telah dinantikan selama ribuan tahun. Pandangan yang membuat hati Li Mawan, tanpa alasan jelas, tiba-tiba gemetar.
“Kamu...” Li Mawan baru saja hendak membuka mulut, pemuda di kejauhan itu menyunggingkan senyum dingin di bibirnya. Ia jelas melihat kehadiran Wang Lin, namun sama sekali tak mempedulikannya. Saat ini tangan kanannya terangkat menunjuk ke depan, seketika delapan pedang terbang bermaterialisasi di sekeliling tubuhnya, berputar membentuk pusaran angin yang menyambar ke arah Wang Lin.
Wang Lin memandang Li Mawan, tangan kanannya dengan wajar merangkul erat tubuhnya. Di saat Li Mawan membelalakkan mata penuh rasa malu dan marah itu, Wang Lin mengangkat kepalanya menyaksikan kedelapan pedang terbang yang menghampiri beserta pemuda bernafsu di belakangnya.
Hanya dengan satu sorotan mata itu, delapan pedang terbang langsung terdistorsi lalu collapse total dengan gemuruh. Tak ketinggalan sang pemuda, saat pandangannya bersenggolan dengan Wang Lin, jiwa-nya langsung bergemuruh. Darah segar dimuntahkan dari mulutnya, tatapan ketakutan baru saja muncul ketika tubuhnya tiba-tiba digulung kekuatan tak kasat mata, terdengar gemuruh saat ia tercabik-cabik di hadapan Wang Lin.
Segalanya, dalam sekejap mata menjadi hening. Li Mawan memandang semua ini dengan takjub, bahkan lupa untuk melawan, dipeluk oleh Wang Lin di dalam dekapan, ditatapi oleh pandangan rindu Wang Lin.
"Shi... Saudara Senior... Anda..." Setelah lama, Li Mawan baru menyadari situasi. Wajahnya seketika memucat, pandangannya terhadap Wang Lin dipenuhi ketakutan dan keengganan.
Melihat pandangan seperti itu dari Li Mawan, hati Wang Lin tersayat perih. Dengan perlahan ia melepaskan pelukannya.
"Namaku Wang Lin." Dalam gumaman Wang Lin, Li Mawan segera mundur, hingga melaju ratusan zhang jauhnya sebelum berhenti sebentar. Ia menoleh tajam dengan pandangan enggan yang dalam ke arah Wang Lin, membungkuk hormat sebagai tanda terima kasih, lalu berbalik dan cepat pergi.
Melihat siluet Li Mawan yang jelas-jelas ketakutan, senyum bahagia perlahan muncul di wajah Wang Lin. Hanya saja kepahitan dan kerinduan di balik senyum itu tak terlihat oleh orang lain.
Dari kejauhan, Xuan Luo Mahadewa diam-diam menyaksikan semua ini. Hatinya seolah ikut tersayat pada detik ini. Ia menatap Wang Lin, memandangi senyuman di wajahnya, lalu membeku dalam kesunyian di tempatnya berdiri.
"Kerinduan dan kesedihan seperti apakah ini, yang membuat seseorang mencari kebahagiaan dalam mimpi?" Xuan Luo mendesah pelan.
Wang Lin tetap berdiri di tempat dengan senyuman terukir, hingga siluet Li Mawan benar-benar menghilang. Perlahan ia menutup matanya. Segala sesuatu di sekelilingnya collapse total tanpa suara. Saat ia membuka mata kembali, ia telah berada di dunia dewa, di puncak gunung itu, menatap Li Mawan yang tertidur dalam peti mati.
Langit tak lagi biru, melainkan berubah menjadi malam yang dihiasi bulan purnama ilusif. Di sana tergantung, seolah ada dua siluet yang perlahan merapat.
Siluet itu laki-laki dan perempuan.
