Jika di waktu biasa, satu bulan berlalu bagai asap dan kabut yang tersapu sekilas. Tapi di bulan terakhir sebelum meninggalkan dunia kediaman ini, semuanya terasa berbeda.
Dalam sekejap mata, sepuluh hari telah berlalu.
Sepuluh hari ini, Wang Lin berhasil menemukan Fan Shanlu. Perempuan ini adalah Selir Pertama Immortal Venerable Pelangi, memiliki darah Xian Gang. Ia bisa melewati pintu gerbang gua yang terbuka sendiri, meninggalkan tempat ini dan kembali ke kampung halamannya.
Kepergian Fan Shanlu menyisakan kapal raksasa. Benda ini sejak awal sudah dimurnikan oleh Wang Lin melalui layar wajah hantu di pusat komando larangan utamanya, dikendalikan dengan sempurna, lalu disimpan kembali ke ruang penyimpanan.
Dalam sepuluh hari ini, Wang Lin juga menemukan sebuah planet kultivasi. Dengan tenaga gaib yang sangat dahsyat, ia menemukan sebuah tubuh fisik yang baru saja mati. Tubuh itu dimodifikasi menggunakan kekuatan inti, lalu dileburkan dengan jiwa sosok kecil tersebut. Dengan bantuannya, jiwa dan raga menyatu erat, berubah menjadi Jiwa Yuan Shen.
Setelah menyelesaikan semua ini, Wang Lin berjalan sendirian di angkasa. Ia memandang segala sesuatu yang familiar, namun di kedalaman hati, yang lebih dominan adalah seberkas keengganan untuk melepaskan.
Keengganan ini awalnya hanya sedikit, namun seiring langkahnya menyusuri jejak-jejak masa lalu, perasaan itu semakin menguat.
Menghela napas pelan, siluet Wang Lin menghilang dalam kilau bintang yang berkilauan. Saat muncul kembali, di depannya terbentang area persimpangan Empat Domain Bintang - tempat dunia dewa berada!
Menginjakkan kaki ke dunia dewa, gelombang energi langit-bumi menyebar. Pikiran spiritual Wang Lin menyelimuti seluruh dunia dewa sambil menyebarkan pesan melalui Shen Shi: "Mereka yang ingin pergi harus bersedia menanggung kuxiushi reinkarnasi!"
"Bagi yang ingin meninggalkan tempat ini, datanglah mencariku... Dua minggu lagi, Wang akan pergi..." Wang Lin duduk bersila di puncak gunung tempatnya pernah bertapa dahulu, diam-diam menutup kedua matanya.
Tinggal atau pergi adalah sebuah pilihan, Wang Lin tidak akan ikut campur. Ia hanya membuka sebuah pintu, adapun dunia di luar pintu itu baik atau buruk bagi kultivator dari dunia kediaman, Wang Lin pun tak tahu.
Justru karena itu, ia membiarkan setiap orang yang ingin pergi untuk mempertimbangkan sendiri untung-ruginya.
Pada hari kedua Wang Lin duduk bersila di gunung ini, Situ Nan datang. Dengan langkah menapaki angin sepoi dan awan putih di bawah kakinya, melalui gelombang energi yang bergema di langit-bumi depan Wang Lin, sambil membawa kendi anggur ia melangkah setapak demi setapak, akhirnya berdiri di samping Wang Lin.
Penampilan Situ Nan tetap sama seperti biasanya, rambut panjangnya melayang ditiup angin, busananya sangat santai. Setelah meneguk arak, Situ Nan duduk di tanah sambil memandang awan putih di langit. Ekspresinya tampak tenang, namun samar-samar menunjukkan seberkas kegelisahan.
"Wang Lin, menurutmu apakah setelah reinkarnasi, gue bisa menjadi Pangeran di dunia fana Benua Xiangang..." gumam Situ Nan.
Nuansa perpisahan yang awalnya pahit, berkat ucapan Situ Nan ini sedikit terpecahkan. Wang Lin tersenyum, mengambil kendi arak dari tangan Situ Nan lalu meminumnya dalam tegukan besar.
"Jika benar-benar kebetulan terlahir sebagai pangeran, jangan buru-buru mencariku. Biarkan gue menikmati hidup sebagai pangeran sepuasnya dulu, baru cari gue setelah itu." Situ Nan tertawa lepas sambil menatap Wang Lin.
"Sudah diputuskan?" Wang Lin balas menatap Situ Nan. Hubungan mereka selama dua ribu tahun lebih yang terjalin antara guru dan sahabat, tergambar dalam kilasan adegan-adegan yang terpantul saat pandangan mereka bertemu.
“Sudah diputuskan, dengan bakat gue yang luar biasa, kalau tidak pergi ke Benua Xiangang untuk membuat onar, sungguh sayang sekali. Apa istimewanya Benua Xiangang? Di sana, gue pasti bisa hidup lebih bahagia!” Situ Nan tertawa terbahak-bahak dengan ekspresi yang sangat bebas dan rileks.
“Nanti kita berdua bisa hidup bebas dan bersenang-senang di Benua Xiangang, bukankah itu hal yang menyenangkan!” Situ Nan merebut kendi anggur dari tangan Wang Lin dan meminumnya sebanyak satu tegukan besar.
Wang Lin memandang Situ Nan dengan tenang. Tatapan mereka saling mengunci hingga beberapa lama, lalu Situ Nan menghela nafas panjang.
“Kau jangan sampai lupa mencari gue, brengsek! Saat reinkarnasi nanti, gue harus terlahir sebagai anak pangeran!” Dalam desahan Situ, Wang Lin mengangguk.
“Jika aku tidak mati, aku pasti akan mencarimu.”
Qingshui adalah orang kedua yang datang menemui Wang Lin. Di sampingnya berdiri Hong Die, ayah dan anak ini tiba bersamaan, melayang keluar dari angkasa dan mendarat di sisi Wang Lin.
Qingshui tidak banyak bicara. Ia berdiri di sana, melirik Wang Lin diam-diam sejenak sebelum akhirnya tak mengucapkan sepatah kata pun. Di sampingnya, Hong Die matanya sedikit memerah, ekspresinya menunjukkan keengganan untuk melepaskan dan kesedihan. Seolah ada fragmen kisah antara ayah-anak ini dalam pilihan kali ini yang tak diketahui oleh Wang Lin.
"Han Yan, di Benua Xiangang pasti ada metode yang bisa membuatmu muncul kembali di sisiku! Saat itu tiba, kita sekeluarga harus bersama..." Pandangan Qingshui mendarat pada Hong Die, menunjukkan kasih sayang seorang ayah.
Selain Situ, Qingshui, dan Hong Die, orang keempat yang datang ke sini adalah Tiga Belas!
Pemikiran Tiga Belas sederhana: selama itu adalah tempat yang dituju Wang Lin, sebagai muridnya, ia pasti akan mengikut. Sekalipun itu gunung pisau dan lautan api, bahkan reinkarnasi, dalam hatinya, sekali menjadi guru maka selamanya adalah guru!
Dengan tenang duduk bersila di belakang Wang Lin, karakter Tiga Belas menjadi jauh lebih teguh dibanding sebelumnya. Aura pembunuh pada tubuhnya selama tahun-tahun ini telah hampir sepenuhnya menghilang, terserap seluruhnya ke dalam. Tak terlihat biasanya, namun begitu muncul langsung Mengguncang dewa!
Waktu berlalu perlahan demikian adanya. Beberapa orang lagi dari segala penjuru dunia dewa satu per satu datang, duduk bersila di samping Wang Lin. Mereka memilih untuk meninggalkan.
Pada hari kesembilan Wang Lin kembali ke dunia dewa, Li Qianmei tiba.
Mengenakan jubah putih, ia tampak jauh lebih kurus dibanding sebelumnya. Ekspresinya mengandung duka namun terkandung ketegasan dan kegigihan. Di hadapan Wang Lin, Li Qianmei memandang siluet yang tak bisa dilupakannya ini, menyembunyikan kesedihan dalam sorot matanya.
"Haruskah aku pergi…" gumam Li Qianmei sambil menggigit bibir bawahnya, suaranya lirih.
Wang Lin membuka matanya, memandang Li Qianmei dalam keheningan yang panjang.
“Haruskah aku pergi…” |Li Qianmei berbisik, mengulang pertanyaan. Namun suaranya mulai |samar-samar |gemetar.
|Wang Lin menatap |Li Qianmei. Ia melihat |ketidakberdayaan dalam diri wanita itu, menyaksikan |kerumitan di |hatinya yang serupa dengan dirinya. |Peristiwa masa lalu |seolah |bergema kembali di telinganya.
“Haruskah aku pergi…” |Li Qianmei |memamerkan wajah pucat, memaksakan senyuman. |Tangannya yang halus membenahi |helai rambut, lalu |berbalik hendak pergi.
“Ke |Benua Xiangang... Tunggulah hari dimana aku menemukanmu, hari ketika kubuka |ingatan terpendammu... Mungkin |sepuluh tahun, mungkin |seratus tahun, mungkin |ribuan tahun. Maukah kau... menanti?” |Tangan kanan Wang Lin |terangkat |menggenggam tangan Li Qianmei, suaranya |berputar dalam |angin.
|Li Qianmei |langkahnya |membeku di tempat. Ia |berbalik, menatap Wang Lin tanpa sepatah kata, |hanya |mengangguk perlahan.
“Aku pun akan mencarimu.” Wang Lin menarik |perlahan tangan Li Qianmei, menyuruhnya duduk bersamanya di sisi |dirinya.
Pada saat tangannya ditarik Wang Lin, dua aliran air mata mengalir dari sorot mata Li Qianmei. Jejak air mata itu mengalir dari wajahnya, menetes ke jubah, membasahi sebidang kain.
"Ayah tak mau meninggalkan... Dia ingin menunggui Ibu di sini... Aku sendiri tak tahu harus pergi atau tidak... Apakah menunggui Ayah di sini, atau menantimu di Benua Xiangang..." Li Qianmei menundukkan kepala, seolah ada dua suara dalam hatinya. Namun di detik ini, saat tangannya terpegang Wang Lin, hanya tersisa satu suara.
"Kau... Benarkah kau ingin aku pergi ke Benua Xiangang..." Li Qianmei menggigit bibir, mengangkat wajah memandang Wang Lin. Tatapannya penuh kebingungan.
Wang Lin diam sejenak, lalu mengangguk.
"Kalau begitu... Cepatlah mencariku... Akan ku tunggu selamanya." Kebingungan di mata Li Qianmei sirna, digantikan keteguhan yang tak tergoyahkan.
Waktu terus berlalu, tersisa hanya tiga hari sebelum batas waktu lima belas hari Wang Lin di dunia dewa ini! Dalam beberapa hari sebelumnya, satu per satu orang yang familiar dengan Wang Lin datang, memilih untuk pergi. Namun jumlah yang pergi sangat sedikit dibandingkan yang memilih tinggal.
Bagaimanapun, tidak semua orang bisa menghadapi reinkarnasi, menghadapi ketidaktahuan dunia luar. Segala sesuatu ini melebur menjadi krisis eliminasi hidup-mati sembilan kali dalam pandangan mereka.
Hong Shanzi memilih reinkarnasi, sementara Nan Yunzi setelah pergulatan batin yang panjang, memilih untuk tetap tinggal.
Ada pula orang-orang dekat Wang Lin seperti Zhan Konglie, Yan Lei Zi dan lainnya, mereka semua memilih untuk tetap di dunia kediaman, enggan keluar.
Saat senja di hari kedua sebelum akhir dua minggu ini, langit dan bumi diselimuti kegelapan. Pemandangan jarak jauh tak jelas terlihat, hanya pegunungan yang mengitari. Di saat senja ini, tercipta keindahan yang unik bagai gulungan lukisan keemasan.
Di tengah langit dan bumi yang bagai lukisan gulungan ini, tiga siluet muncul dari kejauhan. Di pusatnya berdiri seorang pria paruh baya dengan rupa yang tak biasa, diselimuti kesan zaman yang pekat - dialah Qing Lin!
Di sampingnya, putrinya Qing Shuang berwajah dingin memandang ke depan, seolah tak peduli pada Zhou Yi yang mengikuti dari belakang. Zhou Yi yang sudah terbiasa dengan sikapnya itu tak sedikitpun menyesal. Sorot matanya yang tertuju pada Qing Shuang tetap menyimpan kerinduan dan jejak kenangan yang telah menempuh perjalanan waktu.
Memandang wajah yang sama namun jiwa yang berbeda, perasaan ini merobek-robek hati Zhou Yi bagai pisau. Antara ia harus menyerah, atau pasti harus menerimanya.
"Wang Lin, aku dan putriku telah memutuskan untuk meninggalkan tempat ini, menjalani reinkarnasi!" ujar Qing Lin sambil berdiri di sebelah Wang Lin. Matanya menyapu pandang ke arah Zhou Yi, lalu menghela napas dalam hati.
Tiga hari tersisa, setelah semuanya terlewati, Zhou Ru, Shen Gonghu dan yang lain juga akhirnya membuat keputusan, datang ke sisi Wang Lin. Kali ini yang bersiap pergi tidak banyak, kurang dari dua puluh orang.
Di hari terakhir, langit dan bumi di dunia dewa dihiasi gerimis halus. Dalam rintik hujan itu, Mu Bingmei yang mengenakan jubah putih melayang bagai kapas yang tertiup angin hujan. Saat Wang Lin mengangkat kepala dan membuka matanya sekejap, yang ia lihat adalah siluet perempuan cantik luar biasa yang sedang memayungi diri di tengah hujan.
Rambut hitam pekatnya bagai lukisan yang hidup, dipadukan kecantikan dan keanggunan laksana peri. Kedatangannya seakan membuat semesta terdiam, hanya gemericik hujan yang mengalun membawa kekuatan mistis, melenyapkan segala ingatan. Siluetnya yang memesona itu pun terselubungi kabut hujan yang samar.
“Inilah kecantikan Mu Bingmei, atau lebih tepatnya Liu Mei!” Karena pada momen ini, penampilan Mu Bingmei, pakaiannya, dan ekspresinya takkan pernah bisa dilupakan Wang Lin.
Di bandara, penerbangan pulang akan sangat malam. Bab hari ini akan kukejar besok. Ingat masih ada satu bab yang tertunda, dua hari di akhir bulan ini akan kukejar sekaligus!
