Sesepuh Zhou ini tidak pernah menganggap penting Wang Lin. Menurutnya, meskipun orang ini adalah sesepuh Sekte Hantu Besar, tingkat kultivasinya terlalu rendah. Mungkin dia menggunakan hubungan tertentu sehingga bisa mendapatkan status sesepuh.
Hal seperti ini cukup umum terjadi di dalam sekte-sekte di Benua Xiangang. Hampir setiap sekte memiliki beberapa orang dengan tingkat kultivasi tidak tinggi yang menduduki posisi seperti sesepuh. Orang-orang seperti ini tidak dihargai oleh sekte, hanya sebagai pajangan belaka.
Begitu tiba di medan perang, kualitas sebenarnya mereka akan langsung terungkap. Sesepuh Zhou dalam hatinya memendam cemoohan halus, meskipin ekspresinya tidak menunjukkannya. Namun nada dingin dalam ucapannya telah mengungkapkan sebagian.
"Selama pertempuran besar sebelumnya, tidak terlihat dia membuat jasa perang. Tapi permintaan khusus Sesepuh Lü untuk mengutusnya berpatroli cukup menarik... Mungkin dia sangat tidak disukai di Sekte Hantu Besar, bahkan sosok besar seperti Sesepuh Lü pun tidak menyukainya." Berdiri di luar gua Wang Lin, berbagai pikiran ini melintas di benak Sesepuh Zhou.
Ia mahir membaca situasi. Wang Lin yang dikucilkan ini tidak memenuhi kualifikasi untuk masuk ke dalam istana, sehingga hanya bisa memilih tinggal di dalam gua persembunyian. Hal ini jelas-jelas menunjukkan segala sesuatu yang perlu diketahui.
Ucapan dinginnya itu merambat masuk ke dalam gua persembunyian Wang Lin, sampai ke telinga Wang Lin yang sedang bersila bermeditasi. Wang Lin membuka matanya, pandangan tenang tanpa sedikitpun gejolak. Ketenangan yang stabil sempurna ini membuat orang merinding.
Siluetnya tersembunyi dalam kegelapan, menyatu menjadi satu dengan warna hitam. Bahkan rambut putihnya yang lebat pun bagai tergelapkan dalam hitam ini, tak lagi terlihat jelas.
"Sesepuh Wang, ucapan Lao Fu ini tidakkah kau dengar?!" Sesepuh Zhou mengerutkan kening. Ia telah berdiri di luar gua lebih dari sepuluh sekejap napas, namun Wang Lin di dalam gua bagai mayat, tak sedikitpun suara keluar.
Sikap berpura-pura ini membuat Sesepuh Zhou semakin jijik. Tanpa menunggu balasan Wang Lin, ia mengibaskan lengan bajunya. Segera pintu gerbang gua tempat Wang Lin berada bergemuruh dahsyat. Retakan-retakan halus mulai muncul di seluruh permukaan pintu, dalam sekejap mata telah menyelimuti setiap inci bagian pintu.
Bum! Pintu gerbang gua itu langsung hancur berantakan!
Dalam dua hari terakhir, setiap kali Sesepuh Zhou mengundang patroli, semua menyambut dengan sangat hormat dan buru-buru keluar. Melihat sikap dingin Wang Lin, ia tentu merasa tidak puas.
Seiring runtuhnya pintu gerbang gua, si tua ini mendengus sambil melangkah masuk. Tepat saat kaki kanannya menginjak gua, tubuhnya membeku. Ia melihat Wang Lin yang masih duduk bersila di dalam, memandangnya dengan tatapan dingin.
Pandangan dingin itu membuat orang tua bermarga Zhou tak tahu mengapa tiba-tiba jantungnya berdebar kencang, seluruh pori-pori tubuhnya merinding, bahkan seolah merasakan tatapan Lü Wenran. Perasaan ini membuat aliran darah di seluruh tubuhnya langsung meningkat, secara bawah sadar ia menghentikan langkahnya.
"Siapa yang memberimu kualifikasi untuk menghancurkan gua persembunyianku?!" Wang Lin berbicara dengan tenang, ekspresinya tak menyisakan sedikitpun emosi. Sambil berbicara, ia perlahan bangkit dan melangkah mendekati orang tua itu.
Orang tua bermarga Zhou itu gemetar ketakutan. Saat memasuki gua, yang ia lihat bukanlah seorang kultivator, melainkan binatang buas zaman purba dengan aura pembunuh yang membara yang sedang bangkit dari tidurnya. Tubuhnya langsung bergetar, bahkan Jiwa Yuan Shen-nya pun menggigil.
Ini hanyalah sebuah perasaan, namun memberinya teror yang sangat nyata.
Seiring langkah demi langkah Wang Lin mendekat, raut wajak Sesepuh Zhou langsung memucat. Kedua kakinya seolah tak terkendali, bawah sadar mundur beberapa langkah hingga keluar dari gua persembunyian. Seluruh tubuhnya diselimuti keringat, membuat jubahnya basah kuyup dalam beberapa langkah itu.
"Sesepuh Wang... Wang... Apa yang ingin kau lakukan!!" Sorot mata Sesepuh Zhou menyempit, suaranya melengking panik.
Wang Lin tak bersuara, tetap melangkah mendekat. Siluetnya perlahan muncul dari kegelapan, sehelai rambut putihnya memantulkan warna tulang putih di bawah cahaya redup luar gua. Saat ia sepenuhnya muncul dari kegelapan, jantung Sesepuh Zhou di luar gua langsung berdegup kencang.
Degupan itu sangat dahsyat, hampir sekejap mata menggantikan segala suara dalam jiwanya. Seakan hendak menerjang keluar dari dadanya hingga collapse total dan retak.
Perasaan menguat ini membuat Sesepuh Zhou menunjukkan ketidakpercayaan di pandangannya, bahkan merasa ngeri.
Saat melangkah, Wang Lin berhenti satu zhang di depan orang tua bermarga Zhou. Ia menatap mata lawannya dengan tenang.
Pandangan dan sikap seperti ini memberikan tekanan dahsyat pada orang tua Zhou, membuat pikirannya langsung menjadi blank.
"Sesepuh... Sesepuh Lü Wenran..." Hanya dalam beberapa sekejap napas, orang tua Zhou sudah sulit menahan tekanan ini. Bahkan muncul ilusi bahwa jika tidak menjawab, di bawah tatapan lawan, dirinya akan hancur baik tubuh maupun jiwa lalu collapse total dan mati.
Begitu kata-katanya terucap, pandangan Wang Lin beralih dari orang tua itu. Ia berbalik menatap ke arah kompleks istana di kejauhan - tepatnya istana termewah tempat Lü Wenran berada.
Hampir bersamaan dengan tatapan Wang Lin, di dalam istana Lü Wenran seakan merasakan sesuatu. Ia membuka mata, dan sorot mata mereka saling mengunci secara samar-samar melintasi dinding istana.
Orang tua bermarga Zhou bahkan tak berani menarik napas. Meski tekanan di seluruh tubuhnya telah menghilang, perasaan mengerikan sebelumnya telah meninggalkan kesan tak terlupakan padanya.
"Orang ini pasti bukan sekadar memanfaatkan hubungan untuk menjadi Sesepuh Sekte Hantu Besar!! Tingkat kultivasinya... sungguh menakutkan!!" Raut wajah orang tua bermarga Zhou memucat. Adegan ketika Wang Lin menatapnya tadi bagaikan pedang pembunuh yang menempel di antara alisnya, takkan terlupakan seumur hidup.
Dalam hatinya bergelombang penyesalan tiada akhir. Seharusnya ia tidak mendengarkan perkataan Lü Wenran untuk menantang sosok mengerikan seperti ini.
Setelah beberapa sekejap napas, pandangan Wang Lin beralih dari istana itu. Ekspresinya tetap tenang. Dengan mengibaskan lengan bajunya, ia melangkah melewati orang tua bermarga Zhou. Saat berpapasan, tangan kanannya dengan santai menepuk bahu pria tua itu.
"Penghancur pintu gerbang gua persembunyianku, pantas mati! Pertimbangkan ini pelanggaran pertamamu yang diprovokasi pihak lain, hukuman mati diampuni tapi hukuman tak terhindarkan! Saat Wang Lin kembali besok, aku ingin melihat pintu gerbang gua dalam kondisi utuh." Ucapan itu disertai langkah Wang Lin yang perlahan menghilang tanpa jejak ke depan.
Urusan patroli tidak ditolak Wang Lin. Karena hal ini ditugaskan oleh Lü Wenran, meski ditolak sekali, pasti akan ada tugas-tugas berikutnya.
Setelah kepergian Wang Lin, tubuh Orang Tua Zhou bergetar hebat. Darah segar memancur dari mulutnya, wajahnya seketika pucat pasi. Langkahnya terhuyung-huyung, sorot matanya dipenuhi ketakutan total.
Hampir tanpa berpikir, ia segera melesat cepat ke kejauhan mencari pintu gerbang gua baru. Harus memperbaiki semua ini sebelum Wang Lin kembali. Ia tak berani mengabaikan perintah itu.
"Rekan Zhou, kemarilah." Namun tepat saat Orang Tua Zhou hendak melesat, suara lembut nan dingin bergema di telinganya. Langkahnya tiba-tiba membeku, raut wajahnya berkerut pahit.
Suara ini menjadi hak Lü Wenran.
"Mengapa perseteruan antara kalian berdua harus menyeretku..." Orang tua bermarga Zhou itu menghela napas dalam hati. Karena menerima Panggilan dari Lü Wenran, ia harus segera menghadap. Dengan senyum getir, ia mengurungkan niat memperbaiki pintu gerbang gua dan terpaksa terbang ke istana dengan pasrah. Ia hanya berharap masih tersisa waktu cukup usai menemui Lü Wenran untuk menyelesaikan jawaban yang diminta Wang Lin. Jika tidak, akibatnya tak berani ia bayangkan.
Di atas bumi Padang Rumput Ekstrem Langit, siluet Wang Lin melayang-layang naik perlahan. Tak lama kemudian, wujudnya muncul di bawah cahaya bulan yang mulai redup.
Cahaya bulan di paruh pertama malam semula pekat, menyelimuti padang rumput dengan warna perak. Namun sejak kemunculan Wang Lin di paruh kedua malam, perlahan cahaya itu semakin gelap tertutupi lapisan demi lapisan awan hitam yang menyembunyikan langit, membuat bumi diselubungi kegelapan.
Wang Lin berjalan tenang di atas padang rumput. Gemerisik rumput hijau yang terinjak terdengar jelas di tengah keheningan malam yang sunyi ini.
Waktu perlahan berlalu, tak lama kemudian cahaya bulan di langit sepenuhnya tertutup awan hitam. Dengan demikian, seluruh langit dan bumi benar-benar tenggelam dalam kegelapan. Siluet Wang Lin sekali lagi menyatu dengan kegelapan, tak lagi terlihat jelas.
Hanya angin lembap yang berhembus dari kejauhan, menyapu permukaan bumi dan menerbangkan jubah serta helai rambut Wang Lin. Namun dalam kegelapan ini, segalanya tetap samar-samar tak terlihat.
Berjalan di padang rumput, Wang Lin teringat Li Mawan. Matanya dipenuhi duka mendalam. Ia mengelus-elus tangan kanannya, di mana terdapat ruang penyimpanan - tempat Li Mawan terlelap selamanya.
Dengan mengusap tangan kanan, ia merasakan kehangatan tangan kanannya, seolah merasakan kehadiran Li Mawan.
Dua ribu tahun lebih, kurang dari tiga ribu tahun - terasa sangat panjang, namun juga singkat. Bagai rumput hijau di Padang Rumput Ekstrem Langit yang terus tumbuh generasi demi generasi memenuhi padang, namun anginnya tak berubah sejak zaman kuno, terus berhembus tiada henti.
Sebuah desahan pelan, Wang Lin di daratan asing ini, dalam kegelapan ini, mungkin karena lukanya belum sembuh, kesepian mulai merasuk ke dalam hatinya.
Aku mewarnai seluruh langit menjadi merah dengan api, hanya untuk memberimu alasan untuk tak lagi dingin.
Aku mengguncang seluruh dunia dengan gemuruh petir, hanya agar kau mendengar suaraku.
Aku telah melintasi sepuluh ribu li, menjelajahi sebuah dunia, hanya untuk mencari tarikan napasmu.
Aku masuk ke jalan iblis dan membunuh, melawan langit dan membunuh dewa, membalikkan langit dan bumi, siluet punggung yang sepi dan sunyi berdiri di hadapanmu, hanya untuk membuatmu membuka mata yang memberiku ketenangan.
Wang Lin memandang kegelapan padang rumput di kejauhan, berjalan dalam diam.
Ia menyukai hitam, menyukai malam, karena kegelapan malam bisa menutupi siluetnya yang sepi, karena dalam hitam, kesepiannya tak terlihat orang lain...
Dalam hati setiap orang, ada sebuah kotak. Di dalam kotak ini tersimpan ingatannya tentang seseorang, ingatan yang mungkin manis, mungkin pahit.
Ada orang yang kehilangan kotak ini bersama diri mereka sendiri, tidak bisa ditemukan lagi.
Ada orang yang mengunci kotaknya, menelan kuncinya, tidak ingin membuka sendiri maupun mengizinkan orang lain menyentuh.
Ada orang yang terus menggenggam kotak ini di telapak tangan, berbisik pada diri sendiri agar tidak melupakan.
Ada orang yang mengubur kotaknya dalam-dalam, menunggu tahun itu... saat musim semi tiba dan bunga-bunga bermekaran, akankah mekar bunga yang indah.
Di dalam kotak tersimpan perasaan untuk seseorang, secangkir air yang melebur antara manis dan pahit...
"Kotakku... masih ada..." Wang Lin bergumam, dalam kegelapan itu tak terlihat kesepiannya, tak nampak kesendiriannya, tak kelihatan... keterasingannya.
