Suku Kuno, daratan luas tak bertepi, tanah hitam membentang.
Berbeda dengan keindahan dan kehalusan Suku Dewa, tempat ini dipenuhi keluasan dan kekasaran. Terutama bumi hitamnya, yang sekilas memandang saja langsung memberi tekanan misterius.
Namun di saat yang sama, luasnya langit dan bumi justru melepaskan tekanan itu di ujung pandangan, bagai menghirup hawa Suku Kuno, bisa melebur di sini.
Berbeda dengan kekuasaan kerajaan tunggal Lima Benua Suku Dewa, Suku Kuno menganut monarki absolut sempurna layaknya negara. Di tanah Suku Kuno, terbagi menjadi tiga kerajaan marga: Daogu, Jigu, dan Shigu.
Kekuasaan tiga Kaisar Gu ini bahkan melebihi Sang Kaisar Dewa. Di sini, kekuasaan kerajaan adalah mutlak, menjelma menjadi tekanan tak kasat mata yang menyelimuti bumi dan merasuk ke jiwa setiap anggota Suku Kuno.
Seperti istana kerajaan suku dewa yang akan dihindari seluruh penghuninya tanpa ragu jika terancam bahaya, namun di Suku Kuno, setiap istana kerajaan yang mengalami kejadian serupa hanya punya dua pilihan ekstrem:
1. Penyerbu menemui ajal.
2. Seluruh anggota keluarga punah!
Inilah Suku Kuno, dengan kekuasaan kerajaan yang diwariskan sejak zaman purba, bahkan dicemooh oleh Suku Dewa, namun didambakan oleh Kaisar Dewa dari generasi ke generasi!
Kaisar Gu adalah personifikasi langit, perwujudan leluhur kuno. Kemuliaan darahnya takkan ternoda oleh kekuatan apapun! Di Suku Kuno, kemurnian garis keturunan adalah segalanya!
Bahkan seorang Mahadewa pun tak berhak memberhentikan Kaisar Gu. Dalam hal tingkat kultivasi, Mahadewa berada di puncak sebagai penjaga suatu cabang. Namun dalam hal otoritas, Kaisar Gu bisa memerintah seluruh anggota keluarganya!
Jika terjadi pertentangan antara perintah Mahadewa dan Kaisar Gu, anggota keluarga yang mendengar perintah Kaisar Gu akan jauh melebihi yang mengikuti Mahadewa!
Berbeda dengan Suku Dewa di mana Mahadewa seperti Jiu Di berani mengakali Kaisar Dewa, bahkan melakukan pembantaian!
Di Suku Kuno, meskipun tingkat kultivasi Mahadewa tak tertandingi, mereka takkan melukai Kaisar Dewa karena alasan apapun. Ini semua berkat penyegel keputusan ribuan zaman oleh Mahadewa terkuat Xian Gang dari tanah suci!
Dialah yang akan melindungi Tiga Cabang Kuno, memastikan hanya yang layak bisa menjadi penghuni tahta Kaisar Gu.
Di pusat Tiga Cabang Kuno, di wilayah perbatasan tiga cabang, tempat ini merupakan tanah suci Suku Kuno sekaligus kediaman Mahadewa terkuat.
Mengenai segala hal tentang Suku Kuno, Wang Lin memperoleh informasi dari dunia kediaman Xuan Luo dan gulungan kuno di Sekte Ungu Matahari milik Shuangzi Mahadewa. Oleh karena itu, kedatangannya kali ini tidak diselimuti kebingungan seperti saat pertama kali memasuki wilayah suci dewa.
Namun, mengingat luasnya wilayah Suku Kuno dan ketiadaan peta kepingan giok menuju Daogu, Wang Lin masih harus mencari artefak navigasi tersebut sebelum dapat melanjutkan perjalanan tepat ke Kota Kekaisaran Daogu.
"Dari Tiga Cabang Kuno, Klan Shigu yang terkuat, Klan Jigu paling kompak... sedangkan anggota garis keturunan Daogu jumlahnya paling banyak namun juga paling lemah." Wang Lin berjalan di atas tanah hitam sambil menatap ke depan, menghirup dalam-dalam hawa tempat ini.
Ia berjongkok, menggenggam segenggam tanah lalu mengendusnya. Dalam genggamannya, ia merasakan kekuatan yang membuat darah Suku Kuno dalam tubuhnya bergetar hebat.
“Guru, murid telah tiba di Suku Kuno...” Wang Lin berdiri, lalu berjalan maju.
Di depan Wang Lin, di tanah Suku Kuno yang dekat laut ini, berdiri sebuah kota raksasa. Kota ini seluruhnya terbuat dari batu hitam besar. Dari kejauhan, tampak kasar namun memancarkan aura keperkasaan yang menyebar.
Aura keperkasaan ini seakan tertanam di inti setiap anggota Suku Kuno dan bangunan mereka.
Di dalam kota, semua bangunan memiliki kesan kasar dan berukuran raksasa. Anggota-anggota Suku Kuno berlalu-lalang dengan gesit. Beberapa pria kekar berpakaian zirah kulit terus-menerus meneriakkan perintah di dalam kota. Orang-orang yang melihat mereka langsung menunjukkan ketakutan dan berduyun-duyun menghindar.
Di luar gerbang kota, kerumunan orang tampak sangat ramai bagai gelombang pasang.
Wang Lin berada di kejauhan gerbang kota, tidak memilih masuk, melainkan berdiri di sana mengamati satu per satu orang Suku Kuno. Di sini ia melihat Gu Yao, Dewa Iblis, dan Dewa Kuno! Meski ukuran tubuh mereka normal, namun Bintik Bintang di antara alis, mata kiri dan kanan mereka membuat Wang Lin merasakan familiaritas.
Ini pertama kalinya Wang Lin menyaksikan begitu banyak orang Suku Kuno.
Di samping gerbang kota, terdapat tujuh delapan pria kekar berpakaian kulit. Di antara alis atau kedua mata mereka, terdapat Bintik Bintang yang berkedip-kedip menunjukkan level lima atau enam bintang. Ekspresi mereka tak sabar, sorot mata terus menyapu kerumunan yang lalu-lalang sambil berseru rendah.
"Cepat, yang di belakang juga cepat! Setengah batang dupa lagi gerbang akan ditutup!"
"Setelah memasuki Kota Batu Hitam, segera berpencar! Larangan berkeliaran selama tiga hari! Tanpa perintah pemimpin kota, dilarang keluar!"
Dalam bentakan pria kekar itu, keramaian di gerbang kota perlahan mereda. Para pejalan yang hendak masuk mempercepat langkah mereka.
Kurang dari setengah batang dupa, area di luar gerbang kota telah menjadi lengang. Kontras tajam dengan keriuhan sebelumnya. Para anggota Suku Kuno yang masuk ke dalam kota juga segera berpencar, membuat siluet tubuh di dalam kota cepat menghilang. Satu-satunya yang terlihat adalah puluhan pria kekar berpakaian kulit yang berdiri di sudut-sudut strategis kota. Pandangan mereka sesekali mengawasi gerbang kota, lalu beralih ke bangunan menjulang di pusat persis kota.
Kelengangan tempat ini tiba-tiba membuat siluet Wang Lin yang berdiri tak jauh terpapar jelas, menarik perhatian delapan pria kekar di gerbang kota.
Dengan ekspresi tenang, Wang Lin menarik kembali pandangannya dari kota itu. Ia berbalik dan berjalan menjauh. "Tak ada ahli sejati di kota ini... Peta kepingan giok yang kuinginkan harus selengkap mungkin. Hanya ahli sejati yang memiliki artefak seperti itu."
Tetapi begitu ia berbalik, suara segera terdengar dari belakang.
"Berdirilah!"
Dua dari tujuh delapan pria kekar itu melangkah maju. Keduanya memiliki tubuh Dewa Kuno dengan lima bintik bintang di antara alis, mendekat dengan langkah besar.
Wang Lin mengerutkan kening, memilih berhenti dan menghadap kedua orang yang mendekat.
"Siapa kau? Dari mana asalmu!" Sorot mata tajam kedua pria itu memancar, salah satunya dengan ekspresi bermusuhan membentak.
"Wang Lin." Jawabnya perlahan.
"Kulihat kau berdiri lama di sini tapi tak masuk kota. Serahkan token identitasmu!" Pria kedua menatapnya sambil mengulurkan tangan kanan.
"Dan perlihatkan cap sukumu!" Tambah pria pertama.
Senyum tipis mengembang di wajah Wang Lin. Sembilan bintik bintang berpendar redup di dahinya, membuatnya tak berbeda dengan anggota Suku Kuno.
Pada saat sembilan bintik bintang ini terpapar jelas, kedua pria kekar itu tertegun. Pupil mata mereka menyempit tajam sambil mundur beberapa langkah, lalu serentak memberi penghormatan dengan menyatukan tinju ke arah Wang Lin.
"Hormat pada Yang Mulia Suci! Kami tak tahu kedatangan Yang Mulia. Ucapan kami sebelumnya penuh ketidakhormatan, mohon Yang Mulia menghukum." Keduanya tetap dalam sikap penghormatan, ekspresi mereka memancarkan rasa hormat yang luar biasa disertai seberkas kefanatikan.
Perubahan sikap kedua orang ini langsung menarik perhatian lima orang tersisa di belakang gerbang kota. Begitu melihat sembilan bintik bintang di antara alis Wang Lin, wajah mereka langsung berubah drastis dan berduyun-duyun maju memberi penghormatan ritual.
"Hormat pada Yang Mulia Suci!"
Wang Lin merasa agak terkejut, namun raut wajaknya tetap tenang. Pengetahuan sebenarnya tentang Suku Kuno tidak begitu mendalam, hanya memahami garis besar bentang alam dan struktur sederhana. Mengenai adat istiadat serta pembagian strata identitas, sama sekali tidak ia kuasai.
"Setelah aku menunjukkan Dewa Kuno sembilan bintang, mereka langsung menyebutku sebagai Junjungan Suci? Kalau begitu, di Suku Kuno ini, Gu yao Sembilan Bintang disebut sebagai Sang Iblis Suci, sedangkan Dewa Iblis Sembilan Bintang disebut sebagai Raja Iblis?" Wang Lin membuat tebakan.
"Warisan yang kudapat dari Yemo masih ada bagian yang tidak utuh, tentang ingatannya pun tidak banyak kuketahui. Hanya tahu bahwa di Suku Kuno, semua anggota klan—baik dari keturunan mana pun—terdiri dari Dewa Kuno, Gu yao, dan Dewa Iblis.
Jika demikian, aku penasaran sebutan apa yang akan diberikan Suku Kuno padaku yang telah menguasai tiga jalan: Dewa Kuno, Gu yao, dan Dewa Iblis semuanya sampai sembilan bintang..." Dalam perenungannya, Wang Lin teringat pengalamannya di dunia kediaman saat melewati kerusakan-tribulasi kedua Suku Kuno, dimana dia mendapatkan Darah Jiwa dan pengakuan dari leluhur kuno.
Selama tahun-tahun ini, meski tidak secara aktif berlatih tubuh Suku Kuno-nya, seiring perjalanan waktu Wang Lin telah mencapai level puncak di ketiga jalan (sembilan bintang untuk Dewa Kuno, Gu yao, dan Dewa Iblis), hanya saja jarang menunjukkannya.
“Melihat penampilan beberapa orang ini, di Suku Kuno, yang bisa mencapai sembilan bintang sepertinya tidak banyak... atau mungkin karena lokasi ini terpencil.” Berbagai pikiran melintas sekilas di benak Wang Lin, wajahnya menunjukkan senyuman.
“Tidak apa-apa, apakah kau membawa peta kepingan giok?” Wang Lin bertanya santai. Ucapannya hanya sedikit dimengerti oleh anggota Suku Dewa, karena ini adalah bahasa khas Suku Kuno.
Pria kekar itu tertegun, namun tidak banyak bicara. Tangan kanannya menepuk dada, seketika sebuah kepingan giok muncul melalui materialisasi. Artefak ini digunakan baik oleh Suku Dewa maupun Kuno, hanya saja energi yang dibutuhkan untuk merekam dan membukanya berbeda.
“Catatan dalam kepingan giok hamba ini tidak lengkap, hanya mencakup area secara garis besar.” Pria kekar itu dengan hormat menyerahkan kepingan giok. Wang Lin menerimanya lalu menyapu sekilas isinya dengan kekuatan Suku Kuno yang mengalir.
Kepingan giok itu memang seperti dikatakannya, sangat sederhana. Hanya mencatat beberapa kabupaten terdekat secara mendetail, semakin jauh lokasinya semakin samar pencatatannya.
Namun melalui peta dalam kepingan giok ini, ditambah pemahaman Wang Lin sebelumnya, kini telah dipastikan bahwa 36 kabupaten Suku Kuno ini, 12 kabupaten teratas adalah wilayah Klan Shigu. Di bawahnya, dua arah membentuk formasi segitiga yang saling berhadapan, yaitu wilayah Jigu dan Daogu.
Sedangkan Kota Batu Hitam ini terletak di pinggiran Kabupaten Musang, bagian dari Klan Shigu.
"Mengapa kota ini ditutup?" Wang Lin meremas kepingan giok itu, berbicara perlahan.
"Lapor Tuan Suci, kami mendapat perintah pemimpin kota untuk mengosongkan empat gerbang Kota Batu Hitam dalam sebatang dupa, guna menyambut kedatangan Pangeran Jidu dan delegasi Daogu." Salah satu pria kekar di hadapan Wang Lin buru-buru menjawab dengan hormat, tanpa menyembunyikan apapun.
"Delegasi Daogu? Aku baru keluar dari masa bertapa, tidak mengetahui hal ini. Jelaskan secara detail." Sorot mata Wang Lin berkedip nyaris tak terlihat.
Pria kekar itu tanpa ragu mulai bercerita dengan penuh hormat.
“Mengenai misi Daogu ini, pengetahuan sosok kecil ini juga terbatas. Hanya kabarnya dikirim oleh keluarga kerajaan Daogu, selama ratusan tahun terakhir terus mencari perempuan cantik di seluruh wilayah Suku Kuno. Konon... konon ini untuk Kaisar Daogu memilih selir.”
