Keputusan si orang gila dihormati Wang Lin. Setiap orang punya tanggung jawab masing-masing, hal ini Wang Lin pahami.
Ia tak berhak menentukan tanggung jawab si orang gila. Sebagai teman, membangunkannya dari bertapa sudah merupakan tindakan terbaik. Jalan selanjutnya bagaimana ditempuh, tak perlu lagi diarahkan Wang Lin.
Wang Lin juga memiliki jalan yang harus ditempuh. Ia harus kembali ke dunia kediaman, kembali ke Planet Zhuque, kembali ke tempat dimana ia dibesarkan.
"Mungkin pertemuan berikutnya dengan Si Gila akan terjadi 300 tahun lagi..." Wang Lin berjalan menjauh di antara langit dan bumi. Meski kini memiliki tingkat kultivasi terkuat di Xiangang, beberapa hal masih membuatnya bingung—seperti Dunia Dewa Tai Gu, Tian Yunzi, atau kebangkitan kembali Wan'er.
Berjalan di bawah langit tak bertepi ini, sorot mata Wang Lin juga dipenuhi kebingungan. Ia tak tahu apakah teman-teman lamanya itu benar-benar ingin ingatan mereka bangkit, apakah mereka sungguh ingin ikut kembali ke dunia gua persembunyian bersamanya.
"Mungkin... melupakan masa lalu dan memulai kembali melalui siklus reinkarnasi di Benua Xiangang, adalah pilihan terbaik bagi mereka..." gumam Wang Lin. Di depannya terbayang wajah Zhou Ru—pilihan gadis itu memang demikian adanya.
"Aku tak bisa menggantikan pilihan mereka dengan kehendakku sendiri." Wang Lin mendesah pelan. Tubuhnya membeku sejenak, menatap ke kejauhan. Di sana, di tempat Situ Nan berada.
Negara Wu Xuan adalah sebuah kerajaan dunia fana yang terletak di bagian utara Zhongzhou, dalam wilayah Tianla Zhou. Di seluruh Tianla Zhou terdapat empat kerajaan dunia fana yang saling berselisih secara tahunan. Meskipun tidak ada perang besar-besaran, di daerah perbatasan sering terjadi pertempuran dalam skala kecil.
Namun keempat kekaisaran besar ini telah banyak mengendalikan keadaan, sehingga skala perselisihan dan pertempuran tetap tak bisa diperluas terlalu banyak.
Di perbatasan antara Wu Xuan dengan negara tetangganya, ditempatkan pasukan militer dalam jumlah besar. Kamp militer yang tak henti-hentinya berjejer itu terlihat begitu padat, dipenuhi aura pembunuhan yang mencekam khas dunia fana.
Di arah yang mendekati wilayah negara, di luar pintu gerbang kamp militer, saat ini terdapat ribuan prajurit berbaju zirah. Mereka berdiri tegak dengan dada membusung dalam formasi vertikal. Beberapa orang yang jelas terlihat sebagai jenderal dan pejabat sipil juga berdiri di sana, mengangkat kepala memandang ke kejauhan seolah menanti sesuatu.
Tak lama kemudian, derap kaki kuda menggema dari jalan utama di depan. Saat mendekat, terlihat kuda hitam tangguh bagai angin puyuh menerobos barisan ribuan prajurit. Sepuluh zhang di depan para jenderal, kuda perang itu meringkik sambil mengangkat kaki depan tiba-tiba, berhenti dengan paksa sebelum seorang pria melompat turun dari pelana.
Orang ini juga mengenakan baju zirah. Setelah mendarat, ia bersujud dengan satu lutut di tanah, kedua tangan menyatukan tinju.
"Lapor!"
"Konvoi Pangeran Selatan kini berada seratus li di sebelah sini!" suara prajurit itu bergema. Usai berkata, ia menunduk sambil menanti perintah.
"Teruskan penyelidikan! Pasukan depan maju ke depan, sambut Konvoi Pangeran Selatan di jarak seratus li!" Di antara para jenderal dan pejabat sipil, seorang tua berwajah penuh wibawa tanpa perlu marah—jelas menjadi pusat perhatian—mata berkilat sebelum memberi perintah tegas.
Setelah ucapannya selesai, segera seorang pria paruh baya di sampingnya maju memberi penghormatan dengan menyatukan tinju, lalu berbalik pergi. Di belakangnya, lebih dari 10.000 prajurit menerjang keluar dari kamp militer, menunggang kuda perang yang melesat menghujam sambil menciptakan debu dalam jumlah besar.
"Jenderal, maksud kedatangan Nan Wang ini... kemungkinan penuh kebencian." Di samping jenderal tua itu, seorang pejabat sipil menunjukkan ekspresi khawatir sambil berkata perlahan.
"Kabarnya Nan Wang ahli menikmati hidup dengan kemewahan luar biasa. Di mana pun ia lewati, hampir semua orang dilanda ketakutan."
"Aku juga dengar ia memiliki istri dan selir berjumlah besar, bahkan membangun istana pribadi yang melebihi milik Kaisar saat ini..." Si pembicara ragu sejenak, akhirnya tidak menyelesaikan kalimatnya.
Sang jenderal tua tetap diam, seolah tidak mendengar perkataan orang di sekitarnya. Ia berdiri tegak tanpa bicara, namun dari sorot matanya yang dingin berkilat cepat, terpancar hawa maut yang menyelimuti, membuat sosoknya dipenuhi aura kharisma yang menggentarkan.
Sebagai jenderal besar perbatasan yang memegang komando hampir 500.000 pasukan tanpa identitas keluarga kerajaan, wajar jika dia menimbulkan kecemburuan. Andai bukan karena Negara Wu Xuan masih membutuhkan jenderal tua pemenang ratusan pertempuran ini, mungkin sudah lama dia dilepas dari jabatan.
"Kabarnya Pangeran Selatan ini sangat sombong dan sangat memperhatikan penampilan. Jika skala penyambutan tidak megah, dia akan kecewa... Jenderal, haruskah kita kirim lebih banyak pasukan..."
"Jenderal, hamba juga setuju untuk mengerahkan lebih banyak pasukan penyambut. Karena Pangeran Selatan menyukai kemewahan, mari kita gelar 100.000 pasukan penyambut dengan jalan sepanjang 100 li untuk menunjukkan kewibawaan pasukan kita!"
"Jenderal, jangan ragu! Pangeran Selatan ini orang licik yang selalu mencari-cari kesalahan Jenderal. Terhadap orang seperti ini, kita harus..."
Sang jenderal tua mengerutkan kening. Saat tangannya terangkat, suasana sekitar langsung hening seketika. Semua pandangan tertumpu padanya, membuktikan wibawanya yang tak tergantikan di barak militer ini.
"Prajuritku adalah para pahlawan yang telah melalui puluhan tahun pertempuran berdarah. Aku tak setuju mereka digunakan untuk menyambut Pangeran Selatan ini! Seribu pasukan dari barak depan, dengan Lao Fu sendiri yang hadir di sini, sudah lebih dari cukup!" Suara jenderal tua itu tegas menghujam, tak memberi celah untuk bantahan.
Begitu ucapan itu terlantun, semua orang di sekelilingnya serentak menegakkan postur, menyatukan tinju dan menyetujui.
"Pangeran Selatan..." Sang jenderal menatap ke kejauhan, mendengus keras dalam hati. Ia muak dengan gelar itu. Dalam benaknya, orang yang akan datang ini tak layak menyandang sebutan "Pangeran Selatan".
Sejauh seratus li, kereta mewah sepanjang sepuluh zhang (≈33 meter) beserta rombongan panjangnya sedang melintasi jalan utama, membentang hampir satu li (≈500 meter). Di sekeliling kereta-kereta itu, para petarung bela diri berbaju sederhana berjalan dengan angkuh mengawal.
Alunan musik dan tawa manja perempuan-perempuan terdengar samar dari dalam kereta raksasa itu, menciptakan kesan keramaian pesta di dalamnya.
“Bagus, lompatannya bagus, Wang akan memberimu hadiah!” Suara pria terdengar sambil tertawa terbahak-bahak, bahkan dari dalam gerbong, di tengah tawanya terselip erangan napas bernafsu yang kotor.
Terhadap suara-suara ini, para pengawal petarung yang mengiringi rombongan sudah lama terbiasa, sama sekali tidak memperhatikannya.
Setelah berjalan beberapa li lagi, di samping gerbong raksasa itu, seorang pelayan berbaju biru kehijauan yang awalnya duduk tiba-tiba membuka mata, mengeluarkan suara melengking.
"Perintah Raja Selatan: Pasukan berhenti sementara!"
Seiring perintahnya, rombongan gerbong yang panjang bagai naga ini perlahan berhenti. Terlihat dari gerbong besar di depan, turunlah perempuan-perempuan mempesona. Mereka semua memiliki kecantikan langka namun berpakaian tidak rapi, jelas baru saja dikenakan, wajah-wajah mereka menunjukkan kelelahan, lalu berjalan menuju gerbong di belakang setelah turun.
Jumlah perempuan ini luar biasa banyak, kira-kira mencapai puluhan orang. Sulit dibayangkan bagaimana mereka semua bisa muat dalam gerbong sepuluh zhang itu.
Seiring kepergian mereka, puluhan perempuan mempesona kembali muncul dari gerbong belakang. Seperti bergantian, mereka menggantikan yang telah pergi dan naik ke gerbong. Tak lama, derap kuda kembali bergema disertai alunan musik, desahan mesum, dan gelak tawa pria itu.
Dalam perjalanan naga gerbong ini, tak berselang lama terdengar gemuruh kuda dari depan. Seribu lebih prajurit penyambut tampak. Melihat hanya segelintir pasukan datang, dengus keras bergema dari gerbong sepuluh zhang.
Namun iring-iringan tak berhenti. Di bawah pengawalan seribu pasukan, mereka terus bergerak maju.
Satu shichen kemudian, barisan gerbong mewah itu perlahan muncul di pinggir kamp militer. Sorot mata semua orang tertuju sementara desah mesum masih terdengar samar-samar.
Semakin mendekat, suara mesum itu kian jelas. Seluruh prajurit mendengarnya. Kening jenderal tua berkerut, pandangannya menunjukkan ketidaksukaan.
Ia mendengus, melangkah besar ke depan. Di belakangnya, sejumlah pejabat sipil turun mengikuti, membawa aura pembunuh yang tiba-tiba mendekat. Kedatangannya membuat semua pengawal dan petarung di sekitar gerbong yang berhenti itu tegang. Mereka bisa merasakan aura pembunuh dari tubuh sang jenderal tua. Aura ini bahkan membuat mereka gemetar ketakutan.
"Berhenti, Pangeran Nan..." Meski ketakutan, para pengawal itu buru-buru maju. Pelayan berbaju hijau di atas gerbong itu tiba-tiba berdiri, melontarkan suara melengking.
"Kau siapa!" Sebelum ucapan pelayan itu selesai, dari samping jenderal tua muncul seorang pria paruh baya dengan sorot mata ganas. "Bicara!" bentaknya rendah.
Begitu kata-kata itu terucap, semua prajurit di tempat itu memusatkan pandangan pada si pelayan. Aura pembunuh tak kasat mata menutupinya, membuat wajahnya seketika pucat pasi. Lidahnya seperti terkunci.
"Sinan! Apa maksudmu!!" Saat sang jenderal tua mendekat, geraman rendah tiba-tiba bergema dari dalam gerbong. Suara-suara mesum langsung terputus seketika.
"Sinan sang Jenderal Tua, datang untuk menjemput Wang Selatan." Ekspresi sang tua penuh wibawa walau tanpa marah, berdiri sejarak sepuluh zhang dari gerbong, berbicara perlahan.
Di dalam gerbong, keheningan berlangsung sesaat sebelum cadar tersingkap hingga. Seorang pria paruh baya dengan lingkar mata menghitam akibat mabuk-mabukan muncul. Ia berdiri di atas gerbong, menatap tajam sang jenderal. Sorot mata gelapnya sekali menggeser sebelum tiba-tiba tersenyum.
"Pantas dijuluki Marsekal Besar Sinan dari Wu Xuan! Keberadaanmu di perbatasan cukup menjamin kedamaian Wu Xuan. Atas titah Kaisar, kami datang memberi penghargaan pada pasukan perbatasan!"
“Oh? Kalau begitu mari masuk ke kamp militer, silakan!” Sang jenderal tua menatap Pangeran Nan dengan ekspresi dingin, namun pandangannya memberikan tekanan besar pada pangeran tersebut. Terutama di saat semua orang di sini memancarkan aura pembunuh dan kedinginan, membuat keringat mengucur di dahinya.
"Tidak perlu... Wang cukup di luar saja, tidak perlu masuk ke dalam." Pangeran Nan memaksakan senyum dan buru-buru menjawab.
Semua orang di tempat ini tidak menyadari bahwa seluruh adegan ini diamati dengan jelas dari awal hingga akhir oleh Wang Lin yang berdiri di langit. Pandangan Wang Lin terus terfokus pada satu sosok - Jenderal Situ Nan!
"Alih-alih menjadi pangeran, malah menjadi jenderal besar... Aku penasaran apa yang akan dipikirkannya setelah ingatan kehidupan sebelumnya terbangun..." Senyum merekah di wajah Wang Lin, penuh kebahagiaan.
