"Siklus reinkarnasi... Sebenarnya apa itu siklus reinkarnasi... Aku sebelumnya sudah memahami, siklus ini adalah langit. Tapi sebenarnya, selain sebagai langit, siklus ini punya makna yang lebih dalam." Wang Lin berjalan di permukaan langit, dalam pikirannya terus terbayang siluet Zhou Ru, Situ Nan, dan si orang gila.
"Pengalaman si orang gila mungkin bukan siklus reinkarnasi, tapi pilihan Zhou Ru dan pilihan Situ Nan justru adalah siklus... Mereka memilih untuk tidak meninggalkan, melainkan melebur di sini karena terlalu banyak ikatan, terlalu banyak keterkaitan, keengganan untuk melepaskan.
"Zhou Ru enggan melepaskan orangtua dan ikatan kekeluargaan di kehidupan ini, Situ tak tega meninggalkan prajurit yang mengikutinya seumur hidup. Seperti yang dikatakan Situ, setiap siklus reinkarnasi adalah satu kehidupan yang penuh dengan berbagai keterkaitan, bagaimana mungkin bisa terputus begitu saja?"
"Inilah kekuatan siklus reinkarnasi... Membuat manusia terperangkap di dalamnya, tak mampu - atau mungkin tak ingin - membebaskan diri." Sorot mata Wang Lin dipenuhi kebingungan, namun dalam kebingungan itu tersirat pencerahan spiritual yang semakin dalam.
"Reinkarnasi adalah langit, juga merupakan sebuah cermin. Diri yang ada dalam cermin ini adalah reinkarnasi itu sendiri."
Kebingungan di mata Wang Lin perlahan sirna, digantikan kejernihan. Pemahamannya tentang siklus reinkarnasi - melalui Zhou Ru dan Situ - mulai mendekati kesempurnaan.
"Entah bagaimana pilihan orang lain..." Wang Lin memandang ke kejauhan sambil mendesah pelan, lalu melanjutkan langkahnya.
Di tanah suku dewa wilayah Bei Zhou, terdapat pegunungan berhutan lebat yang terlihat sangat berbahaya. Di bawahnya mengular jalan utama berkelok seperti "satu garis langit".
Di sana, terdapat sebuah gua persembunyian. Sekelilingnya sepi tak berpenghuni, hanya ada burung dan binatang liar. Namun sejak gua ini muncul bertahun-tahun lalu, tak ada lagi binatang yang berani mendekati tempat ini.
Di dalam gua persembunyian terpancar kemewahan yang luar biasa. Tak terhitung bola lampu kristal menerangi ruangan hingga terang benderang, namun cahaya ini justru menambah hawa dingin karena kesunyian yang mencekam.
Saat ini, di ruang utama gua tersebut, seorang kultivator sedang duduk bersila bermeditasi.
Kultivator ini terlihat masih muda, bertubuh mirip kurcaci dengan kepala yang luar biasa besar. Proporsi tubuhnya sangat tidak seimbang, membuat penampilannya aneh.
Kultivator berkepala besar itu bermuka muram. Ritme latihan pernafasan-nya mengisi gua dengan aura mengerikan.
"Si Kepala Besar..." Suara itu tiba-tiba menggema dalam gua yang dipenuhi tatapan dingin, memecah kesunyian saat sang kultivator sedang asyik bermeditasi.
Kultivator itu jiwa bergetar, membuka mata dengan kasar. Pada sekejap mata saat matanya terbuka, tanpa keraguan sedikitpun ia menyemburkan Sinar Hijau yang mengeluarkan deruan tajam, menyambar ke depan sosok putih yang tiba-tiba muncul di gua persembunyian.
Wang Lin menunjukkan keanehan di raut wajah. Sinar Hijau itu ternyata seekor Lipan mengerikan. Sebelum sempat mendekat, angin anyir sudah menerpa. Tangan kanan Wang Lin mengangkat, menunjuk ke arah lipan. Seketika tubuh lipan itu membeku, mengambang di udara tak bergerak.
Kultivator Berkepala Besar itu kini menunjukkan ekspresi terguncang. Lipan ini telah ia murnikan dalam Jiwa Yuan Shen-nya. Bahkan lawan dengan tingkat kultivasi sedikit di atasnya pun akan terlilit, memberinya waktu cukup untuk melarikan diri atau menyerang balik.
Tapi sekarang, mahluk itu justru membeku di udara dengan mudah oleh orang di depannya. Bahkan kemampuan supernatural apa yang digunakan lawannya pun tak bisa ia deteksi.
“Ma Tao, kau benar-benar ingin membabat habis!” Kultivator Berkepala Besar mengeluarkan deru-deru mengerikan sepanjang hidupnya. Seluruh tubuhnya bergemuruh, kabut tebal menyebar. Ia menggoyangkan tubuh hendak melarikan diri.
"Ma Tao?" Wang Lin tertegun. Jari tangan kanannya menunjuk ke dalam kabut. Seketika cahaya kristal menembus kabut, tepat saat kultivator itu hendak kabur, tiba-tiba mencap di antara alisnya.
Seluruh tubuh kultivator besar itu gemetar. Sorot matanya memancarkan kebingungan. Berbagai ingatan seolah terus terbayang dalam pikirannya. Bersamaan dengan itu, tangan kanan Wang Lin mencengkeram angkasa. Seketika kekuatan alam semesta di pegunungan sekitar mulai menggulung gemuruh, terkumpul di tangan kanannya, berubah menjadi pedang kecil.
Pedang ini, terkumpul dari kekuatan alam semesta, terwujud melalui Jurus Keyakinan Wang Lin, layak disebut Harta Karun Tertinggi!
Dengan satu kibasan, pedang kecil itu menyambar ke dalam kabut, menusuk dinding di samping. Setelah memandang dalam-dalam ke arah si kepala besar yang sedang bangkit ingatannya dalam kabut, sorot mata Wang Lin memancarkan kelembutan. Lengan bajunya berkibar, kekuatan alam semesta terkumpul membentuk segudang pil yang masuk ke dalam labu, diletakkannya di samping sebelum ia berbalik pergi.
Lama kemudian, kabut itu berpencar. Si kepala besar keluar dengan wajah penuh kebingungan dan perasaan campur aduk. Ia duduk termangu memandangi gua persembunyian yang kosong, hingga setelah jeda panjang, akhirnya mengangkat kepala dan bergumam lirih.
"Tuan..." Matanya menatap pedang yang membuatnya gemetar ketakutan, lalu beralih ke labu berisi pil berkekuatan alam semesta pekat di sampingnya. Butiran air mata mulai mengalir di pipinya.
Di wilayah Bei Zhou yang sama namun di benua berbeda, puluhan cahaya panjang mengaum melesat di langit. Seberkas cahaya kristal tiba-tiba muncul dari kejauhan, menghilang di tengah kerumunan kultivator yang masih tertegun, menyisakan kebingungan di antara mereka.
Tak seorang pun menyadari, cahaya kristal ini saat menghilang, di antara kilauan cahaya menyilaukan, meresap ke dalam kerumunan kultivator tersebut, tepat di antara alis seorang pelayan berbaju jubah merah.
Seluruh tubuh pelayan itu gemetar, ingatan terpendam dalam pikirannya perlahan bangkit dari tidur.
Para kultivator itu tercengang sebentar, setelah berdiskusi singkat, mereka kembali melesat dengan cepat. Pelayan jubah merah di antara kerumunan itu, sorot matanya dipenuhi kebingungan. Beberapa shichen kemudian, saat para kultivator beristirahat dan melakukan latihan pernafasan di sebuah gunung, kebingungan di matanya sirna, berganti dengan kerumitan dan bayangan keraguan.
"Aku adalah... Hong Shanzi..." Bisik pelayan jubah merah itu menatap langit, senyum perlahan mengembang di wajahnya. Ia menarik napas dalam-dalam, memandang daratan ini di hadapannya, hatinya dipenuhi gejolak semangat.
Di Dongzhou, tepatnya di Nanizhou yang pernah dilintasi Wang Lin di masa lalu, terdapat sebuah sekte kecil. Jumlah kultivator di sekte ini tidak banyak, hanya sekitar ribuan orang. Lokasi gerbang sekte mereka juga tidak terlalu baik, dengan energi spiritual yang tidak terlalu pekat.
Terutama setelah beberapa Mahadewa dari Suku Dewa dan Sang Kaisar Dewa mengeluarkan dekrit kerajaan yang memerintahkan seluruh sekte Suku Dewa untuk bersiap perang secara total, aliran bawah mulai bergerak. Hal ini membuat sekte kecil seperti mereka tidak bisa tetap tenang, dan harus bergabung dengan sekte-sekte besar agar bisa terus bertahan.
Perang akan segera dimulai. Sekte kecil seperti ini akan sulit meneruskan warisannya dalam Pertempuran Xian Gu yang akan datang.
Shen Bao, sebagai pemimpin sekte ini yang tingkat kultivasinya cukup tinggi, kini diliputi kecemasan. Ia tidak tahu ke mana arah masa depan, tidak tahu apakah sektenya masih akan eksis ratusan tahun mendatang di bawah bayang-bayang perang besar.
Dengan susah payah ia merangkak mencapai posisi sebagai pemimpin sekte. Ia tidak ingin menyerah, namun jalan di depannya seolah hanya satu: menjadi bawahan sekte besar.
Namun objek dan pilihan bergabung, akan membawa akibat yang berbeda. Sebagian besar konsekuensinya sama seriusnya. Bahkan para Sesepuh di dalam sekte memiliki pendapat berbeda dengannya, pilihan bergabung mulai menunjukkan tanda-tanda perpecahan.
Di tengah kegelisahan Shen Bao, pada suatu hari, seorang pemuda berjubah putih dengan sehelai rambut putih berjalan menanjak dari kaki gunung, melangkah menuju sekte ini. Ia adalah Wang Lin.
Wang Lin menemui Shen Bao. Setelah beberapa shichen, Wang Lin meninggalkan tempat itu.
Saat ia pergi, Shen Bao berdiri di luar aula utama menatap langit, sorot matanya dipenuhi kebingungan. Lama kemudian, kebingungan itu perlahan menghilang, berubah menjadi keteguhan.
Hampir semua teman lama dari dunia kediaman telah ditemui Wang Lin dalam periode ini. Sebagian ia pilih untuk membuka ingatan kehidupan sebelumnya, sebagian lagi ia berikan hak untuk memilih.
Namun apapun hasil akhirnya, Wang Lin selalu meninggalkan jaminan keselamatan bagi mereka, menyelesaikan ikatan sumber asal dunia kediaman. Atau bisa dikatakan, semua orang ini sejatinya merupakan anggota sekte bernama Tujuh Sambaran.
Sekte Matahari-Bulan, sekte terkuat di Benua Tianfang. Jumlah anggota sekte ini mencapai 100.000 lebih, menjadikannya sekte nomor satu di seluruh Benua Tianfang, sekaligus bagian dari Sembilan Sekte dan Tiga Belas Gerbang di Dongzhou.
Dalam ribuan tahun terakhir, banyak bakat langit muncul di Sekte Matahari-Bulan. Namun tak satu pun bisa menyaingi seorang perempuan bernama Qing Hong. Bakat perempuan ini sungguh langka, sulit ditemukan bahkan dalam sepuluh ribu tahun!
Ratusan tahun silam, ia menjadi murid Sekte Matahari-Bulan. Dalam waktu singkat sekitar seribu tahun, ia telah menjadi ahli Langkah Ketiga yang mencapai puncak Nirvana. Hanya selangkah lagi ia bisa mencapai tahap Kong Ling.
Ini tentu berkaitan erat dengan didikan intensif yang diberikan Sekte Matahari-Bulan, tetapi juga menunjukkan betapa berharganya perempuan bernama Qing Hong di mata sekte tersebut.
Terutama Sesepuh Besar sekte yang hampir selalu bertapa sepanjang tahun dengan tingkat kultivasi Golden Respect. Konon ia telah memiliki kemampuan setara Tian Zun, namun belum mencoba melakukan Penerobosan ke Tempat Nirvana Tianzun.
Orang ini secara pribadi menerima perempuan itu sebagai muridnya. Setiap beberapa tahun dia keluar dari tapa untuk membimbing masalah kultivasi sang murid. Bahkan pernah suatu periode, dia membawa muridnya ke tempat bertapanya sendiri untuk berlatih bersama.
Perempuan ini dijuluki "Perawan Suci" di Sekte Matahari-Bulan. Disamping dikagumi oleh ribuan anggota sekte, kecantikannya yang luar biasa membuatnya menjadi objek pemujaan para murid.
Namun keunggulan perempuan ini bagai kilat yang menyilaukan, ditambah sifat dinginnya. Selama ratusan tahun tak pernah terlihat gelagat memilih pasangan kultivasi. Justru sikap inilah yang semakin meningkatkan kekaguman para murid.
Terutama para keturunan sesepuh dan murid-murid yang merasa memenuhi syarat, usaha merayu perempuan ini tak pernah surut.
Pada hari ketika Qing Hong keluar dari masa tapanya, langit diselimuti awan hitam bergemuruh. Deru petir yang seolah siap menghujani bumi mengganggu konsentrasinya, seakan membawa firasat akan datangnya peristiwa besar.
Dia berdiri di luar gua persembunyian miliknya, memandang awan hitam di antara langit dan bumi, menyaksikan kelopak warna-warni di bawah gunung yang tersapu hujan, sorot matanya menunjukkan kebingungan.
Seekor kupu-kupu indah terbang dari kejauhan, menantang angin kencang, menari-nari mengitari perempuan itu, menarik pandangannya.
Ia menyukai warna merah, menyukai kupu-kupu. Semua orang di sekte hanya tahu kesukaan pertamanya, namun kegemaran kedua ini tak ada yang tahu.
Memandang kupu-kupu yang menari itu, kebingungan dalam sorot mata perempuan cantik ini semakin dalam. Sama seperti orang yang bereinkarnasi lainnya, dalam mimpinya sering muncul kehadiran kabur.
Ia selalu merasa dirinya bukan bagian dari langit dan bumi ini. Perasaan ini membuat sikap dinginnya berbeda dari yang lain.
Gemuruh dahsyat bergema, hujan gemericik jatuh membasahi bumi, menyatu dengan angin gunung membentuk tirai hujan seperti cadar.
Ia mengenakan gaun merah, dari kejauhan tampak bagai Hong Die, bersama kupu-kupu di hadapannya, dalam terpaan angin gunung dan derasnya hujan, seakan akan tertiup angin tanpa ada yang peduli.
"Hong Die..." Suara lembut bergema dari belakang perempuan itu.
