"Chihunzi..." Wang Lin mendengus keras. Saat ini semua kejadian di dalam dan luar dunia dewa baru jelas-jelas terasa oleh Shen Shi-nya. Ia melihat wajah sombong Chihunzi, melihat pemuda di sampingnya yang memiliki hubungan darah samar, bahkan melihat formasi di luar dunia dewa sedang digerogoti oleh cahaya merah.
Melihat tingkat korosi formasi itu, kira-kira masih ada waktu dua hari sebelum benar-benar menghilang.
Chihunzi dari masa lalu yang pernah dibebaskan Wang Lin dari segel, meski saat itu kondisinya lemah, tapi tetap merupakan kekuatan yang mengesankan bagi Wang Lin. Namun sekarang, ketika kekuatannya telah pulih sepenuhnya dan mencapai puncak, di mata Wang Lin ia hanyalah semut kecil yang rapuh.
Semut kecil ini bisa ia hancurkan ribuan kali hanya dengan satu jari.
Dengan dengusan dingin, tubuh Wang Lin melangkah maju dan menghilang dari Domain Bintang Luo Tian. Bersamaan dengan kepergiannya, pintu cahaya di tempat itu juga menyusut dan lenyap seolah tak pernah ada.
Saat muncul kembali, Wang Lin tidak berada di sekitar Chihunzi di luar dunia dewa, melainkan melangkah masuk ke dunia dewa baru yang sudah bertahun-tahun tak ia kunjungi. Kemunculannya sama sekali tak terdeteksi oleh semua kultivator di dalam.
Apalagi oleh Chihunzi dan kroni-kroninya di luar.
Langit dunia dewa tak lagi berwarna biru seperti dahulu, melainkan menjadi merah menyala yang terasa berat bagai hendak runtuh. Namun di balik warna langit yang menekan itu, istana-istana megah di permukaan bumi, kontur gunung yang berombak, serta gemericik sungai tetap mengukir keindahan surgawi setetes demi setetes.
Dibandingkan saat Wang Lin pergi dulu, beberapa tempat masih terlihat familiar baginya, sementara yang lain sama sekali asing.
Dengan diam, Wang Lin mengangkat tangan kanannya dan mengacungkan ke depan. Seketiga, tiga cahaya muncul melalui materialisasi, memunculkan tiga sosok di hadapannya.
Mereka adalah Xu Liguo, Liu Jinbiao, dan satu-satunya murid yang mengikutinya kembali ke dunia kediaman—Tiga Belas.
Tiga Belas bukan manusia biasa. Setelah muncul, ia melirik sekeliling langit-bumi dengan bayangan keraguan sesaat, lalu segera kembali normal. Ia menyatukan tinju memberi penghormatan pada Wang Lin sebelum berdiri di samping tanpa bersuara.
Bagi dirinya, Xian Gang maupun dunia kediaman, selama bisa mengikuti Guru ke mana pun, segala sesuatu kehilangan makna khusus.
Berbeda dengannya, Liu Jinbiao dan Xu Liguo menunjukkan ekspresi aneh. Setelah melirik sekeliling, keduanya saling bertukar pandang licik. Wang Lin secara samar menangkap kesan kesombongan dalam raut wajah mereka.
Seolah-olah mereka baru kembali ke kampung halaman yang kecil setelah mengunjungi tempat besar, dengan kepuasan diri yang luar biasa.
Wajah mereka seolah mengukir kalimat: "Tahu tidak? Gue pernah ke Benua Xiangang! Tempatnya luas banget!"
"Kita sudah sampai. Kalian boleh beristirahat. Aku akan menemui teman lama." Wang Lin memandang ufuk langit sambil berbicara perlahan. Langkah kakinya berubah menjadi cahaya panjang yang melesat pergi.
Segala makhluk di dunia dewa ini telah disapu oleh Shen Shi Wang Lin saat pertama kali menginjakkan kaki. Ia melihat banyak hal, termasuk Mu Bingmei.
Di puncak gunung tempat Mu Bingmei berada, siluetnya seolah hendak tertiup angin, menampakkan kesan lemah. Ia menggigit bibir bawahnya, lama kemudian mendesah pelan sambil mengelus Pedang Kristal di tangannya. Sorot matanya menunjukkan tekad baja, seakan telah memutuskan sesuatu yang penting.
Pedang di tangannya mati-matian digenggam. Setelah melirik langit berwarna darah sesaat, ia berbalik kasar seolah ingin meninggalkan tempat ini. Namun tepat di detik ia berbalik, seluruh tubuh Mu Bingmei gemetar. Pandangannya menunjukkan ketidakpercayaan saat terpaku menatap sosok yang berdiri tak jauh di belakangnya, mengamat-amati dirinya.
Sosok itu adalah seorang pemuda berjubah putih dengan sehelai rambut putih. Ada keasingan yang bercampur familiaritas dalam penampilannya.
Pandangan mereka saling bertaut di bawah langit berdarah, dengan barisan gunung sebagai latar, desau angin pegunungan sebagai alunan musik, dan seluruh langit sebagai landasan - menyatu dalam keheningan yang memadat.
Wang Lin memandang perempuan di hadapannya yang juga memancarkan perpaduan familiaritas dan keasingan. Sorot matanya dipenuhi ekspresi kompleks yang telah menyertainya begitu lama.
Di hadapannya terbayang gadis ceria di Sekte Hengyue tempo dulu, siluet memesona yang membuat sesak napas di Makam Zhuque.
Siluet itu terus berubah-ubah, terhenti di Domain Bintang Luo Tian saat Wang Ping melengking pilu, mengalir dalam kepahitan hingga akhirnya membeku pada kenangan lukis saat Wang Lin meninggalkan dunia kediaman.
Hari itu, langit dan bumi dunia dewa dihiasi gerimis. Dalam hujan, sosok perempuan berjubah putih melayang laksana kapas yang menari-nari di tengah rintik.
Di dalam hujan, seorang perempuan cantik luar biasa yang memegang payung hujan. Rambut hitam pekatnya bagai lukisan hidup, kecantikan dan keanggunannya laksana peri. Kedatangannya seakan membuat langit-bumi terdiam, hanya suara gemericik hujan yang membawa kekuatan secara iblis, melenyapkan segala ingatan. Siluetnya yang memesona itu bagai tersaput kabut hujan yang samar.
"Jika aku masih ada di dunia ini, akan ku kembali." Wang Lin menatap perempuan di hadapannya. Siluetnya bertumpuk dengan ingatan, perlahan melebur dalam sorot matanya.
Mu Bingmei tak percaya pada apa yang disaksikannya. Ia tertegun di tempat, dalam bayangan keraguan. Siluet Wang Lin berjubah putih berambut perak itu semakin dalam menyusup ke dasar kalbunya, meleburkan ingatan mereka. Akhirnya, gambaran itu juga melebur di hatinya.
Di samar-samar, dia seolah melihat kembali ribuan tahun silam di Sekte Hengyue, Planet Zhuque. Di tengah kerumunan calon murid, berdiri satu-satunya pemuda yang tak terpana oleh pesona kecantikannya.
Terbayang jelas sosok itu di Makam Zhuque, menghalangi langkahnya dengan tatapan dingin yang mengawasi.
Juga di Domain Bintang Luo Tian, pria itu menggelegar menderu saat mengetahui segala perbuatan tubuh keduanya, matanya memancarkan kesedihan yang mendalam.
Fragmen terakhir yang terpateri adalah hari kepergiannya dari dunia kediaman. Saat itu, gemericik hujan seakan merajut benang-benang perpisahan.
Dalam rintik hujan, siluetnya terasa asing—keasingan yang menusuk hati. Namun di balik kedinginannya, tersirat kelembutan. Dia tahu: itu adalah bahasa perpisahan, sebab langkah ini mungkin takkan pernah kembali.
“Jika aku masih di dunia ini, akan kujemputmu...” Mu Bingmei menggigit bibir bawahnya, sorot matanya berkilauan. Air mata mengalir dari sudut matanya. Setelah Wang Lin meninggalkan dunia kediaman, dirinya tak pernah selemah ini sebelumnya.
Wang Lin memandangi perempuan cantik luar biasa itu dengan senyum lembut. Dengan desahan pelan, ia maju dan berdiri di samping Mu Bingmei, bersama-sama menatap langit berwarna darah.
“Setelah meninggalkan dunia kediaman, di Benua Xiangang, selalu ada satu kalimat yang ingin kusampaikan padamu. Kini aku sudah kembali, dan kalimat itu akhirnya memiliki pendengar.” Wang Lin menatap langit sambil berkata lirih.
Mu Bingmei berdiri di sebelah Wang Lin, mengangguk pelan. Jantungnya berdegup kencang dug... dug. Segala yang terjadi masih terasa mustahil baginya, tak tahu harus berkata apa lagi.
Bahkan setelah mendengar ucapan Wang Lin ini, dirinya masih merasakan ketegangan yang begitu kuat. Perasaan seperti ini, bagi seorang Shengnyu Kunxu, seorang Perawan Suci dari dunia dewa, yang selama ini selalu tegar, merupakan hal yang sangat langka. Di dunia ini, kecuali Wang Lin, seolah tak ada pria kedua yang bisa membuatnya merasa panik seperti saat ini.
Mungkin jika masih ada, maka itu adalah Wang Ping.
Tangan kanannya menggenggam pedang itu, sedangkan tangan kirinya tanpa sadar meremas ujung jubahnya, jari-jarinya terlihat pucat.
"Liu Mei..." Wang Lin menarik kembali pandangannya dari langit berwarna darah, menatap Mu Bingmei di sampingnya, lalu berkata lembut.
"Jangan katakan, aku tak mau dengar!!" Jiwa Mu Bingmei bergetar hebat. Raut wajahnya seketika memucat, pedang di tangan kanannya jatuh ke tanah. Tubuhnya terhuyung-huyung mundur, saat ini dia terlihat begitu tak berdaya, begitu rapuh, seolah hembusan angin saja bisa mencerai-beraikannya.
Wajahnya memancarkan kecantikan yang menyayat hati, dipadu dengan air mata yang menciptakan aura kelemahan yang tak bisa diabaikan.
"Aku tidak mau mendengar, Wang Lin, aku... aku tidak mau mendengar..." Air mata di mata Mu Bingmei semakin deras, butiran-butiran air mata itu mengalir di pipinya dan membasahi jubahnya.
Wang Lin memandangi Mu Bingmei, menyaksikan kerapuhan dan pandangan tak berdaya dalam kebingungannya, ia pun menghela napas pelan.
"Kembaliku kali ini selain untuk menemui teman lama, juga untuk menyelesaikan segala urusan denganmu. Metode membangkitkan Wan'er sudah kutemukan. Setelah meninggalkan tempat ini, saatnya aku menghidupkannya kembali."
Mu Bingmei terus menangis, dengan kecerdasannya mana mungkin ia tak memahami maksud Wang Lin. Wajahnya pucat pasi menyiratkan kepahitan.
"Liu Mei, biarkan masa lalu berlalu... Kesalahan di masa lampau, aku juga turut bersalah... Mari kita simpan segala ini dalam ingatan, kuburkan dalam-dalam... Dulu kau pernah berkata ingin bertemu Wang Ping...
Kali ini aku kembali, akan mengakhiri tekadmu. Wang Ping juga membutuhkan seorang ibu. Akan ku lakukan Teknik Mimpi Jalan, di sana kau dan aku, bersama Ping'er, menjalani satu siklus reinkarnasi untuk mengakhiri... Biarkan Ping'er melihat ibunya, hapuskan penyesalanmu, dan... penyesalanku juga." Wang Lin memandang Mu Bingmei, berkata dengan suara lirih.
Mu Bingmei diam. Lama kemudian, ia menghapus air mata, memandang Wang Lin dengan ekspresi kompleks, perlahan mengangguk.
"Menemanimu menyelami Mimpi Jalan ke dunia manusia biasa, mengalami siklus 100 tahun untuk mengakhiri segalanya... Lalu sekarang, kaulah suamiku, benar?" Mu Bingmei bergumam.
Wang Lin menutup mata. Ketika membukanya kembali, ia mengangguk.
Di wajah Mu Bingmei muncul senyuman yang basah oleh air mata. Ia perlahan melangkah maju, berada di depan Wang Lin, lalu memeluknya. Wajah sempurna bak lukisan itu bersandar di dada pria itu.
Wang Lin dengan lembut memeluk Mu Bingmei. Aroma harum yang terpancar dari tubuh wanita itu seolah bisa membuat mabuk.
Inilah pelukan pertama mereka yang memiliki makna sesungguhnya - pelukan dimana segala perasaan campur aduk akhirnya ditanggalkan. Dengan siklus reinkarnasi 100 tahun, mereka akan mengakhiri hubungan tak lazim ini yang mungkin adalah kesalahan, atau sekadar karma buruk.
Keduanya tetap berdiri di puncak gunung itu di bawah langit berdarah. Waktu perlahan berlalu. Sehari kemudian, rona merah langit semakin pekat, bahkan mulai muncul retakan halus yang rapat, seolah siap runtuh kapan saja. Wang Lin kemudian membawa Mu Bingmei meninggalkan gunung itu, berjalan menuju kejauhan.
