Di Dunia Dewa Tai Gu, di pusat persis tanah berbentuk bulat itu, di atas gunung tempat salju pelangi tujuh warna melayang-layang, terlihat dua siluet.
Mereka adalah Wang Lin dan Li Mawan.
Mereka berdiri di sana, memandangi jembatan tak jauh sambil berbicara dengan suara lembut.
Sorot mata Wang Lin penuh kelembutan saat memandangi ekspresi Li Mawan. Pemandangan ini telah dinantikannya sangat lama, ribuan tahun, akhirnya terwujud kembali.
Salju pelangi yang berjatuhan itu tak lagi membawa makna kesedihan, sangat berbeda dengan fragmen yang pernah dilihat Wang Lin saat memisahkan arwahnya di Kuil Leluhur Shigu.
“Ini adalah kisah yang panjang, Wan'er. Setelah kita pergi, mari kita cari tempat yang sederhana. Akan kugunakan sisa hidupku untuk menceritakan kisah ini padamu... Dan Ping'er, serta istrinya Qing Yi. Aku yakin kau akan menyukai mereka.” Wang Lin berkata dengan suara lirih.
Li Mawan mengangguk lembut. Matanya menatap wajah pria di depannya. Wajah yang sama seperti dulu, namun kini menyimpan kesan zaman dan jejak pengalaman yang tersembunyi.
Dia bisa membayangkan betapa beratnya pengorbanan yang harus dilakukan Wang Lin untuk membangunkannya dari tidur panjang.
“Sekarang, biarkan aku membawamu... Menginjak Langit bersama...” Wang Lin mengangkat pandangan ke jembatan di kejauhan. Sorot matanya bersinar terang bak ribuan bintang, tanpa jejak duka yang pernah menghantuinya.
Tangannya tetap erat menggenggam tangan Li Mawan sejak sang kekasih bangkit. Tak berani ia melepaskannya, khawatir sang rembulan akan kembali hilang dari genggamannya.
Siluet berdua perlahan melangkah maju, menapaki Jembatan Menginjak Langit itu, menuju ujung jembatan tempat kekosongan ilusif yang terhubung dengan langit, berjalan setapak demi setapak.
Li Mawan juga menggenggam erat tangan Wang Lin, tak ingin melepaskannya seumur hidup. Ia merasakan kehangatan yang memancar dari telapak tangan itu, menghadirkan kehangatan dan kedamaian yang terpisah selama ribuan tahun dalam hatinya.
Siluet mereka perlahan berjalan hingga mencapai ujung jembatan. Sesaat sebelum menginjakkan kaki, langkah Wang Lin terhenti sejenak. Tangan kirinya terangkat, mengibaskan gerakan ke arah bumi di belakangnya.
Dari kibasan itu, tiga cahaya panjang muncul di udara kosong, menyambar langsung ke permukaan bumi.
Di dalam cahaya pertama terdapat separuh kompas. Menyatu dengan bumi bulat itu, gemuruh dahsyat mengguncang. Separuh ilusif sebelumnya langsung menjadi nyata, membuat tak terhitung retakan dan pegunungan yang berubah menjadi skala dan mantra di permukaan bumi memancarkan cahaya menyilaukan. Dalam keadaan utuh, semuanya perlahan mulai mengalirkan energi.
Pada cahaya panjang kedua, terdapat sebuah jarum raksasa yang mengambang lalu menyusut dengan cepat, menyatu dengan gunung yang dihujani salju berwarna pelangi. Jarum itu berputar mengelilingi bumi bulat sambil menyapu sekilas.
Sebuah kekuatan dahsyat menyebar dari bumi, gemuruh yang menggemparkan langit.
Di dalam cahaya panjang ketiga, terdapat sebuah mutiara - mutiara putih bernama Tian Ni!
Benda itu melayang di antara langit dan bumi, memancarkan cahaya lembut. Kehadirannya langsung menyempurnakan bumi dan kompas penentu batas ini.
"Tarik!" Wang Lin berkata dengan suara lembut.
Begitu ucapannya bergema, bumi mulai menyusut dengan kecepatan yang terlihat mata, dikelilingi kabut tebal. Beberapa saat kemudian, seluruh bumi menghilang. Gunung yang dihujani salju pelangi pun lenyap. Segala sesuatu di alam semesta ini, kecuali jembatan tempat Wang Lin dan Li Mawan berdiri, menyatu menjadi sebuah kompas sebesar telapak tangan!
Kompas itu berdengung, mengambang di atas tangan kiri Wang Lin. Saat terus berputar, ukurannya menyusut lagi. Pada akhirnya, yang muncul di telapak tangan Wang Lin tetaplah Mutiara Tian Ni itu!
Mutiara Tian Ni merupakan bagian paling krusial dari Kompas Penetap Batas. Bentuknya juga sama persis dengan wujud Kompas Penetap Batas yang telah utuh.
Mengepal mutiara itu, Wang Lin menoleh tajam. Ia tak melihat langit maupun bumi, hanya kehampaan. Di ujung kehampaan itu, ia melihat sebuah siluet.
Itu adalah Gu Dao.
Gu Dao terpaku menyaksikan semua ini. Ia juga melihat jembatan satu-satunya yang ada di tengah kehampaan, beserta dua siluet di atasnya.
"Inilah jawabannya..." gumam Gu Dao, ekspresinya menunjukkan perasaan kompleks.
Wang Lin tersenyum tipis. Dengan gerakan tangan kanannya, pusaran raksasa muncul di belakang Gu Dao. Di dalam pusaran itu terlihat Benua Xiangang. Gu Dao diam sejenak, lalu memberikan penghormatan dalam-dalam kepada Wang Lin sebelum masuk ke pusaran dan menghilang tanpa jejak.
Setelah ia pergi, Wang Lin menggandeng Li Mawan yang juga melihat siluet itu namun tak mendengar kabar apa pun, melangkah menuju ujung jembatan dan menghilang dalam kehampaan ilusif.
Seiring kepergian Wang Lin, jembatan itu perlahan berubah menjadi cahaya kristal, berpencar lalu melebur dengan kehampaan di sini hingga lenyap.
Ini adalah tempat bagaikan Tao Yuan, di kejauhan terdapat sebuah paviliun dengan meja batu dan dua kursi batu. Di salah satu kursi batu dekat meja, saat ini duduk seseorang yang membelakangi Wang Lin. Orang ini mengenakan jubah abu-abu dengan rambut kelabu, tak terlihat wajahnya.
Di belakang orang ini, berdiri seorang pelayan.
Wang Lin menggandeng Li Mawan melangkah keluar dari kehampaan, tiba-tiba muncul di tempat seperti Tao Yuan ini. Saat ia membawa Li Mawan keluar, sang pelayan berbalik memandang Wang Lin dengan senyum di wajahnya.
Wang Lin memandang pelayan ini. Penampilannya tampak agak renta, namun ia tetap langsung mengenali orang ini.
"Ling Tianhou." Wang Lin berbicara perlahan.
"Benar, tapi juga tidak." Pelayan tua itu menggelengkan kepala tanpa bicara. Yang bersuara adalah pria berjubah abu-abu yang membelakangi Wang Lin. Ia berbalik sambil tersenyum memandang Wang Lin.
"Ini pastilah Nyonya Wang. Ternyata memang sangat serasi dengan Rekan Tao Wang." Pria berjubah abu-abu itu tersenyum sambil menatap Wang Lin.
Li Mawan tetap dengan ekspresi tenang. Ia berdiri di samping Wang Lin, memandang dengan tenang ke arah pria berjubah abu-abu itu.
Wang Lin menatap pria berjubah abu-abu yang berbicara itu, tiba-tiba tersenyum. Sambil menggandeng Li Mawan, ia maju ke depan. Di hadapan orang tua itu, ia mengibaskan lengan bajunya. Seketika, kursi batu yang tersisa satu itu tumpuk-tindih, berubah menjadi dua. Wang Lin pun duduk bersama Li Mawan.
Di atas meja batu antara dirinya dengan murid jubah abu-abu tersebut, terpajang sebuah papan catur dengan biji hitam dan putih yang tersebar acak, jelas terlihat seperti situasi yang rumit.
"Tubuh kedua-mu dulu meninggalkan pertarungan saat baru setengah jalan bermain denganku. Setelah menunggu bertahun-tahun, akhirnya kau datang. Mari kita lanjutkan." Ucap murid jubah abu-abu itu sambil mengambil satu butir biji hitam dan meletakkannya di posisi tertentu pada papan.
"Kau adalah penjaga?" Wang Lin menatap murid jubah abu-abu setelah mengamati papan catur.
"Aku adalah, dan kau juga." Murid jubah abu-abu itu mengangkat kepala sambil tersenyum.
"Tian Yunzi adalah roh senjata. Secara alami, aku meninggalkan satu proyeksi kesadaran spiritual padanya - yaitu Tian Yunzi berjubah abu-abu yang kau lihat." Rupa murid jubah abu-abu itu terbukti identik dengan Tian Yunzi, namun aura yang ditangkap Wang Lin berbeda persis seperti penjelasannya - inilah versi Tian Yunzi berjubah abu-abu.
"Seperti Dunia Pelangi yang awalnya diciptakan oleh tubuh kedua-mu, kemudian ditemukan dan dimanfaatkan roh senjata itu. Aku juga dulu merasa penasaran, kini baru tahu bahwa siklus reinkarnasi ternyata begitu sederhana dalam pandanganmu.
Tiruan Mutiara Tian Ni yang bertebaran di Dunia Pelangi itu, bukankah itu akar dari tebakan dan percobaan berulang tubuh kedua pembantai-mu untuk mengetahui bagian yang hilang? Baik Prinsip Abadi Dao Jing maupun Kitab Tribulasi, bukankah itu merekam seluruh pengalaman hidupmu?
'Feng Zhi Xiuzhen Xing...' Kata 'Sejati' di sini mewakili diri sejati dalam siklus reinkarnasi. Makna kalimat ini adalah membimbing semua makhluk di dunia ini untuk mencari jalan diri sejati dalam reinkarnasi, lalu melampauinya." Sorot mata murid jubah abu-abu memancarkan apresiasi saat ia berbicara perlahan.
"Aku tidak punya nama. Jika aku adalah yang pertama mencapai lapisan Menginjak Langit di dunia ini, maka kaulah yang kedua. Di antara kita, tidak ada makhluk yang bisa datang dengan Menginjak Langit.
Kecuali tubuh kedua-mu itu..." Ucap murid jubah abu-abu dengan senyuman.
“Kompas penentu batas, apakah kau yang menciptakannya? Roh senjata itu, apakah kau yang mengurungnya di dalam?” Wang Lin diam sejenak, tangan yang menggenggam Li Mawan tetap tak dilepas, menatap murid jubah abu-abu itu dan bertanya.
“Langkah Keempat adalah Menginjak Langit, puncak di dunia Ni Chen. Namun di Empat Domain langit dan bumi semesta, masih ada yang mencapai Langkah Kelima... atau bahkan Langkah Keenam... Sebelum aku tiba di sini, papan catur ini sudah ada.”
“Mari bermain catur, giliranmu...” ujar murid jubah abu-abu itu dengan suara lirih.
Wang Lin terdiam sebentar, kemudian tersenyum tipis. Tangan kirinya terangkat, di telapak tangannya sudah ada sebuah batu mutiara putih. Dengan memegang bidak putih ini, ia meletakkannya di satu titik di papan catur.
Saat bidak putih itu mendarat, seluruh papan catur tiba-tiba berubah. Bidak hitam-putih mulai bergerak sendiri bagai sedang melakukan deduksi. Pada akhirnya, ketika Li Mawan juga meneliti dengan saksama, semua bidak hitam-putih di papan catur itu melebur menjadi satu, hanya menyisakan dua bidak.
Satu hitam, satu putih.
Biji putih berada di pihak Wang Lin, biji hitam di sisi murid jubah abu-abu itu.
"Sudah mengerti?" Wang Lin mengangkat kepala, menatap murid jubah abu-abu.
"...Mengerti." Murid jubah abu-abu merenung sejenak, menghela napas pelan lalu mengangguk.
Wang Lin tersenyum, bangkit berdiri sambil menggandeng Li Mawan. Tanpa menoleh ke arah kedua orang dan papan catur itu, tubuhnya melangkah mantap ke depan bersama Li Mawan, menghilang dari tempat ini.
Seiring kepergiannya, biji putih di papan catur pun perlahan berubah ilusif, akhirnya lenyap seolah mengikuti Wang Lin.
Wang Lin telah pergi, membawa serta Li Mawan.
Di Benua Xiangang, selain Gu Dao, tak ada lagi yang mengetahui segala rahasia dalam Dunia Dewa Tai Gu.
Di tanah suku kuno, di sebuah gunung yang tenang, Wang Lin duduk bersila di sana. Li Mawan berdiri di belakangnya memandang dengan lembut. Wang Lin telah bermeditasi di tempat ini selama berhari-hari.
Ia seolah menunggu sesuatu. Li Mawan tidak tahu, dan juga tidak ingin tahu. Selama Wang Lin ada di sampingnya, ia sudah merasa puas. Namun di dasar kalbunya, masih ada sebuah pertanyaan yang ingin ditanyakan saat Wang Lin bangun.
Tiga hari berlalu lagi. Di senja hari itu, saat langit mulai redup, Wang Lin membuka matanya. Ia menatap langit.
Di atas langit, di luar Benua Xiangang, kini muncul seorang pria berjubah hitam dengan rambut hitam panjang. Tubuhnya dipenuhi aura pembantaian dan kehancuran. Berdiri di luar Benua Xiangang, pandangannya dingin menembus ke dalam benua itu, menyapu Tanah Suku Kuno di mana sorot mata yang mengamat-amatinya berada.
Penampilannya identik dengan Wang Lin!
Diam sejenak, pria berjubah hitam itu limbung. Tubuhnya menyambar masuk ke Benua Xiangang, berubah menjadi cahaya hitam yang langsung menuju Tanah Suku Kuno. Tiba di gunung tempat Wang Lin berada, ia berdiri di hadapannya.
Ia melihat Li Mawan, tatapan dinginnya berubah penuh kelembutan.
"Kau sebenarnya Bisa tidak datang." Wang Lin menatap tubuh kedua pembantai berjubah hitam di hadapannya.
Pria Berjubah Hitam diam, tangan kanannya menepuk sehelai rambut hitamnya lalu terputus. Saat dilepas, helaian rambut itu melesat perlahan berubah menjadi putih.
Saat helai putih itu muncul, tangan kanan Wang Lin mengangkat. Di telapak tangannya juga muncul sehelai rambut putih yang perlahan tarik kembali setelah muncul.
Pria Berjubah Hitam melirik Li Mawan sekali lagi, menutup mata, lalu berubah menjadi Gas Hitam yang menghapus kecerdasan terbatasnya sebelum melebur ke dalam tubuh Wang Lin.
Wang Lin menyerap seluruh Gas Hitam itu. Dalam tubuhnya kembali menyatu menjadi tubuh pembantai sejati. Ia menoleh tajam memandang Li Mawan, tiba-tiba memahami mengapa Luo Mo yang telah memiliki kecerdasan ini tetap memilih untuk tarik kembali dan melebur ulang dengannya.
"Bagiku ini lima abad... Baginya ini tak terhitung jumlahnya siklus reinkarnasi..."
“Melihatku untuk apa.” Li Mawan tersenyum.
“Apakah kau melihatnya?” Wang Lin tiba-tiba bertanya.
“Siapa?” Li Mawan tertegun, tadi, ia sama sekali tidak melihat apapun.
“Bukan apa-apa, mari kita pergi. Bukankah kau ingin melihat Wang Ping dan istrinya? Kita akan pergi ke tempat yang tidak dikenali orang, memulai kehidupan biasa...” Wang Lin berdiri sambil tertawa.
“Tidak berkultivasi lagi?” Li Mawan mengedipkan mata, lalu berdiri di samping Wang Lin.
“Berkultivasi ada di hati. Setelah menemukan diri sejati, di mana pun sama saja.” Wang Lin tertawa lebar, memeluk Li Mawan. Berdua berubah menjadi cahaya panjang, melaju menuju langit yang semakin gelap setelah senja.
“Wang Lin, setelah permainan catur itu berakhir... Apa yang kalian pahami? Aku agak tidak mengerti... Sebenarnya memahami apa?” Suara Li Mawan bergema lembut.
Keduanya perlahan menjauh, di ujung langit, perlahan menghilang.
Mereka tidak melihat, di momen ini, tak jauh dari kaki gunung, di sudut Kota Batu Hitam, seorang perempuan berjubah putih membelakangi lentera keluarga Fang. Ia menengadah, memandangi cahaya panjang yang menjauh di langit. Air mata mengalir dari sudut matanya, menggores pipinya, menetes ke jubah.
"Lupakanlah, lupakan segalanya... Di kehidupan sebelumnya, ikan-ikan di air juga seperti ini menyaksikan burung-bet terbangan perlahan menghilang..." Perempuan itu bergumam, sorot matanya berkabut. Ikan-ikan di air itu menangis, namun air mata mereka melebur dalam air, seolah tak terlihat oleh burung-bet terbangan.
"Di kehidupan sebelumnya kita adalah burung-bet terbangan dan ikan, tapi di hidup ini, kita bukan..." Di belakang perempuan itu, tiba-tiba muncul suara lembut.
Sosok tubuh indahnya bergetar. Tiba-tiba ia menoleh, melihat siluet yang tersenyum memandanginya di balik cahaya redup lentera...
（Akhir Cerita）
