“Secara teori ini adalah sebuah diari:”
〖Butuh waktu lebih dari sebulan untuk menangani urusan Li Huibin. Kembali ke Jianghai hari ini, urusan lanjutan juga telah selesai. Mungkin beberapa hari ke depan bisa bermalas-malasan.〗
Jika bukan karena keadaan yang terlalu mendesak, sungguh tidak ingin menyelesaikan hal ini dengan cara seperti ini. Li Huibin secara keseluruhan adalah orang yang mampu, mungkin termasuk tipe yang sangat kompeten. Jika bukan karena ini, ayahku dulu tidak akan menyerahkan seluruh Grup Perdagangan Jing Shu kepadanya. Jiaming pernah berkata bahwa kemampuan sering berasal dari emosi tunggal tertentu - orang dengan emosi dan nafsu yang tunggal biasanya bisa fokus, seperti sindrom Asperger. Kemampuan Li Huibin mungkin berasal dari keserakahan invasif yang ada di tulangnya.
Keserakahan bukanlah hal buruk. Jika bukan karena keserakahan-nya, tidak mungkin dalam beberapa tahun ini memperluas Grup Perdagangan Jing Shu berkali-kali lipat. Dalam konteks ini, beberapa kekurangan masih bisa dimaklumi. Korupsinya yang rakus, hubungan kekerabatan yang keterlaluan, atau sifat kejam-nya - semua ini tidak masalah. Keluarga Dongfang terhadap orang seperti ini, meski suatu hari nanti diurungkan, tidak pernah membunuh sampai habis, bisa disebut berpisah dengan baik.
Aku benar-benar tidak bisa memahami bagaimana keserakahan tanpa batas itu bisa terjadi.
Punya reputasi, posisi, uang yang tidak habis dimakan beberapa generasi, kerabat dan teman semua hidup enak. Mengapa masih tidak pernah puas? Bahkan ingin menjual seluruh keuntungan Grup Perdagangan Jing Shu ke luar negeri. Jika bukan karena ini, bagaimana mungkin seluruh keluarganya jadi mayat beku di perbatasan Nepal...
Bahkan jika bukan karena ini, aku benar-benar penasaran ke mana dia akan memperluas keserakahan berikutnya, dan apa lagi yang akan dia jual yang mencengangkan.
Sebelumnya sempat mengira keluarganya diancam organisasi asing, setelah diverifikasi ternyata tidak, hal ini benar-benar membuatku sedih, bukan hanya karena kerugian komprehensif hampir 10 miliar.
Sudahlah, lebih baik tidak memikirkan ini. Besok harus bertemu dengannya, Hmm, besok atau lusa...
17 Mei 2013, Jumat.
Dongfang Wan〗
……
……
Usai mandi, dia duduk di kursi balkon dengan gaun tidur sambil merilekskan diri, menunggu rambut panjangnya kering oleh angin malam - katanya pengering rambut mudah merusak rambut, selama bisa dirawat, dia lebih memilih berhati-hati.
Dulu semasa sekolah sempat mempertahankan kebiasaan menulis diari, tapi seiring bertambahnya usia dan kompleksitas urusan, beberapa hal tidak pantas direkam terlalu detail. Kebiasaan terbarunya hanyalah mereview pikiran seharian di otak sebelum tidur. Tak lama kemudian, dia mengusir pikiran itu dan mulai merencanakan janji temu besok.
Bangkit dari kursi, dia memandang taman di bawah sambil menggoyangkan rambut panjangnya, lalu masuk ke dalam rumah. Setelah mengamati penampilannya di meja rias, berbalik pergi, tiba-tiba kembali lagi dan menatap cermin dengan seksama.
Kerutan?
Syukurlah tidak.
Dia mengusap sudut matanya dengan lembut menggunakan jari, lalu menyisir rambutnya dengan kedua tangan ke pipi kiri sambil bercermin, kemudian ke pipi kanan. Tiba-tiba, dia menggelengkan kepala sambil tersenyum. Semua ini gara-gara janji kencan besok yang membuatnya resah.
Persis seperti gadis kecil.
Saat ini tentu belum terlihat tua. Bahkan tanpa makeup, penampilannya tak jauh berbeda dari gadis remaja biasa. Namun bagaimanapun, usia 32 tahun yang mendekati 33 tahun ini, di mata sebagian orang, wanita 30-an dianggap seperti sampah. Tentu saja dia tidak akan dicap seperti itu. Meski diakui sebagai perempuan elit paling top sekalipun, tetap ada yang iri hati membicarakan di belakang: "Gak laku-laku", "Nggak ada yang mau", "Feminis ekstrem dengan kelainan mental". Saat berusia 28-29 tahun, semua ini bisa ditertawakan. Belakangan, dia mulai merasakan tekanan halus dari berbagai komentar itu.
Dengan aset lebih dari satu miliar, pria tak menikah itu hal biasa. Tapi bagi wanita, status lajang akan digosipkan jadi monster: "Kaisar Wu Zetian zaman modern", "Punya 3.000 selir", "Hidup malam yang hura-hura". Semua itu masih bisa ditolerir. Yang paling membuatnya tersentak adalah pertemuan dengan ayahnya di Beijing tahun lalu, di mana sang ayah mulai membicarakan soal pernikahan.
Tentang hubungan tertentu antara dirinya dengan Jiaming, sebenarnya ayahku cukup paham. Dulu sikapnya tegas, ditambah usianya masih muda, jadi ayah tidak terlalu mempermasalahkan. Baru kali ini ayah mulai menyiratkan kekhawatiran. Kekhawatirannya beralasan—Jiaming adalah pria sudah beristri yang memiliki ikatan baik dengan Lingjing dan Shasha. Umumnya, jika seorang ayah mengetahui putrinya bergaul dengan pria beristri, pasti akan mematahkan kaki orang itu. Namun situasi keluarga kami spesial. Selama tidak sampai pergaulan bebas, ayah cenderung membiarkan kehidupan pribadi yang agak melenceng—tentu saja status Jiaming mungkin menjadi salah satu faktor. Tapi setelah bertahun-tahun, hubungan ini terus berlanjut tanpa tanda-tanda putus, wajar jika ayah akhirnya angkat bicara.
Ayah hanya menyampaikannya dengan gaya mengobrol, tapi maksudnya jelas: sebagai wanita berusia tiga puluhan, sudah waktunya memikirkan masa depan. Meski ada perasaan dengan Gu Jiaming yang memang pria bertanggung jawab, bagaimana nanti di usia 40 atau 50 tahun? 60 atau 70 tahun? Mentalitas manusia bisa berubah. Tidak mustahil suatu hari muncul rasa tidak puas, menyesali waktu terbuang untuk hal-hal yang tidak sepadan.
“Ayahku adalah orang yang sudah berpengalaman, wajar jika punya pemikiran seperti itu. Faktanya, banyak teman atau tetua keluarga yang dikenal, katanya saat muda hidup berantakan dan tidak jelas, begitu masuk usia tiga puluhan, seringkali akhirnya menetap. Pria berkeluarga dan berkarier, wanita mengurus suami dan anak, perlahan menjadi lebih bertanggung jawab. Sesekali dia melihat dirinya dari sudut pandang objektif, sebenarnya dalam hati juga khawatir, jika suatu hari benar-benar berpisah dengan Jiaming, dia tidak punya apa-apa. Tapi kalau memikirkan Jiaming secara konkret, akhirnya lega: Mungkin masih harus mengganggunya seperti ini tanpa malu selama bertahun-tahun lagi...”
Mengingat kembali, tahun ini usianya 32 tahun. Sejak pertemuan pertama dengan Jiaming di Akademi Hati Kudus pada awal musim gugur 1997 yang memicu interaksi mereka, benar-benar sudah setengah hidupnya.
Awalnya tidak suka padanya, merasa karakternya lesu, tidak serius dalam segala hal, dan tidak punya semangat kolektivitas. Saat itu perkiraannya terhadap dirinya juga pasti tidak bagus, mungkin menganggapnya sebagai wanita sombong yang ikut campur dan tidak tahu apa-apa. Begitulah mereka menjadi seperti musuh - dia menganggapnya menyebalkan, dia menganggapnya lucu. Siapa sangka perlahan-lahan bisa berubah seperti sekarang.
“Tidak ada urusan jadi pahlawan atau tidak! Guru menunjukku sebagai ketua kelas sementara, aku tidak boleh membiarkan kalian sembarangan mengusir siapa pun dari kelas ini! Kau dan Han Gangcheng ini kenapa lagi, datang mengganggu orang tanpa alasan?”
“Mental bertanding? Tolong, kalian yang memaksaku ikut lomba ini. Apa aku pernah setuju sesuatu?”
“Gu Jiaming, kau bolos lagi!”
“Begini saja, karena kau sudah turun, aku anggap kau datang untuk menemani latihan tim basket. Kau tidak suka belajar malam, ya latihan main basket saja, boleh kan? Basket paling bisa melatih rasa kehormatan kolektif manusia...”
“Aku tidak bisa main basket...”
“Gu Jiaming, kau sengaja!”
“Tentu saja aku sengaja...”
“Suyan adalah calon istri yang kupelihara sejak kecil.”
“Gu Jiaming kau bajingan!”
“Jadi pacarku.”
“Liburan musim dingin kita ke Paris...”
“Kau ini sama sekali tidak menarik.”
“Wang Tujia kau ngapain?”
“Aku tahu maksud kedatanganmu ke Paris. Kemarin malam aku melihat Kakak Suyan.”
“Liburan musim panas ke Guilin saja.”
“...Terima kasih sudah terus mengajakku main.”
Heh, waktu seperti baijiu. Kini teringat, bertahun-tahun telah berlalu, pengalaman semakin kaya, sudah bertemu berbagai macam manusia berbeda, tapi benar-benar belum menemukan siapa pun yang seaneh Jiaming - tentu, mungkin ini karena mata kekasih melihat mutiara tersembunyi, tapi sampai sekarang, orang itu memang benar-benar spesial luar biasa. Karena itu juga, selama bertahun-tahun, perasaan padanya terus menguat, tak pernah melihat hari di mana itu memudar.
“Jadi, hal-hal yang perlu ditangani akhir-akhir ini sudah selesai. Ke depannya, jangan salahkan aku kalau terus mengganggumu...”
Saat mengucapkan kalimat ini, dia sedang duduk di depan jendela besar kamar suite presiden di lantai atas hotel. Di luar jendela, gerimis yang turun sejak pagi hari memenuhi pemandangan. Kaca besar jendela memantulkan tata letak mewah dalam kamar, sekaligus profil Dongfang Wan yang kini terlihat intelek dan matang. Poni rambutnya terjuntai di satu sisi pipi, dengan senyum tipis di bibir. Penampilan perempuan mandiri dan percaya diri ini sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang ingin mengganggu orang lain.
Tentu saja, wajah samping yang cantik ini hanyalah sebagian kecil dari pemandangan yang terpantul di jendela. Jika menggeser pandangan sedikit ke bawah, akan terlihat leher dan tulang belikat putih mulus dari wanita tangguh berusia 32 tahun yang mengendalikan beberapa grup perusahaan ini. Layaknya angsa yang sombong, pemandangan ini bukan karena gaun berlengan rendah yang dikenakannya, melainkan karena... dia sama sekali tidak mengenakan pakaian.
Hanya dengan seprai putih yang membungkus tubuh memikat dari dada ke bawah, lekuk indah paha dan betisnya tetap terlihat dari balik kain. Dongfang Wan sambil membalut seprai itu dengan hati-hati menyesap kopi dari gelasnya. Sementara satu-satunya penonton adegan memikat ini - pria berkemeja putih di ranjang besar - justru asyik membaca majalah, hanya sesekali melirik ke arahnya sambil mengangguk "Oh".
Sudah lama memahami sifat pria ini, Dongfang Wan juga malas marah, hanya terus berbicara tentang pengaturan dirinya belakangan ini. Setidaknya dia paham, meski terlihat linglung terhadap berbagai hal, tetapi untuk hal yang benar-benar perlu dia perhatikan, dia tak pernah melakukan pengabaian. Itu sudah cukup. Apalagi majalah bisnis yang sedang dia baca sekarang menggunakan foto-foto Dongfang Wan yang diambil beberapa waktu lalu sebagai sampul, lengkap dengan wawancara panjang. Dalam foto itu dia mengenakan jas wanita, cantik, tenang, dan penuh percaya diri. Isi wawancaranya juga penuh pujian, pantas ditunjukkan.
Dulunya dia tidak suka melakukan wawancara seperti ini. Sejak merantau meninggalkan keluarga Dongfang, dia sudah tidak menyukainya. Kini saat mulai meneruskan usaha keluarga Dongfang, semakin tidak perlu menggunakan wawancara untuk menambah penghuni. Alasan menyetujui kali ini karena pemimpin redaksi majalah tersebut adalah mantan teman sekelas di Akademi Hati Kudus. Tapi wawancara untuk orang berposisi seperti Dongfang Wan tentu tak lepas dari pujian. Sebagai orang yang dikenal, dia memang sensitif terhadap hal semacam ini. Mungkin itu juga alasan Jiaming tertarik. Sesekali dia tertawa saat membacanya. Dongfang Wan melirik tajam, mendengus protes: "Kenapa kau tertawa aneh begitu?"
"Nggak ada." Kali ini Jiaming malah tertawa terbahak, membandingkan majalah dengan Dongfang Wan. "Aku cuma merasa... huu... dada montokmu di foto ini... terlihat lebih besar daripada sekarang, hehehehe..."
Dongfang Wan sudut matanya kejang-kejang beberapa kali, menggeretakkan gigi, kemudian memalingkan wajah: "Aku tidak marah."
"Benar, harus tetap tenang……"
"Sama sekali tidak marah."
"Aku cuma merasa foto ini kenapa sepertinya sudah di-retouch…… Hei, ngapain kamu berdiri……"
"Selalu bikin kesal, darahlah penghabisan!"
"Heeiii——"
Setelah bercanda kejar-kejaran, mereka duduk di ranjang. Dongfang Wan bersandar di dada pria sambil mengangkat majalah itu untuk membandingkan dengan tubuhnya sendiri. Seprainya sudah melorot ke bawah perut, tapi dia sama sekali tidak ambil pusing——Lagipula sudah sering dilihat dan dipegang-pegang. Saat ini dia cuma ingin membuktikan bahwa barang ori jauh lebih seksi daripada foto. Tapi Jiaming yang melingkarkan tangan di dadanya justru menutupi payudaranya.
"Idiot banget sih, bandingin sama foto sendiri……Keliatan gede di foto karena pake baju, setuju?"
Ukuran payudara Dongfang Wan memang bukan yang besar, tapi juga tidak bisa dibilang kecil. Ukuran sedang yang membuatnya puas, jadi tidak ada masalah percaya diri. Kali ini cuma cari alasan untuk bercanda, setelah berkejaran dia tertawa lagi: "Katanya dokter, ternyata amatir. Bukannya struktur tubuh manusia harusnya langsung paham kalau liat? Setelah telanjang kan keliatan lebih besar dari foto……"
Jiaming mengangkat bahu: "Aku dari Palang Merah, spesialis mengobati lapar seks……"
"Siapa yang lapar……Aku cuma butuh yang normal-normal aja……"
"Aku bilang siapa……"
"Kalau gitu aku mau lagi……"
Perlahan-lahan mereka masuk ke dalam selimut. Tak lama kemudian, desau tawa Dongfang Wan terdengar.
“Ada apa, Aaaaa?”
“Oh iya, aku ingat, pas hari difotoin, kayaknya emang pake bra yang agak tebel. Waktu beli liat di kotak tertulis sesuatu kayak ‘Bikin wanita lebih percaya diri’ gitu, desauuu...”
Mikirin itu, dia cekikikan terus di dalem selimut...
Seluruh pagi hari sebenarnya berlalu dalam atmosfer kayak gini. Buat Dongfang Wan sama Jiaming, ketemuan berdua sesekali nggak ada yang spesial—setidaknya di awal. Biasanya langsung ke hotel, sewa kamar, naik ranjang, simpel dan to the point. Kayak kata Dongfang Wan, ini kebutuhan normal. Dia kadang dinas 1-2 bulan, keliling ke timur-barat. Bahkan kalo lagi di Jianghai, waktu buat berduaan sama Jiaming juga jarang. Dia juga masih muda cantik, tanpa ada pria lain, bisa pertahankan model hubungan kayak gini udah susah banget.
Pola kayak gini mungkin udah ditentuin sejak pengakuan langsung waktu itu. Malam di musim dingin tahun 2004, Dongfang Wan yang lagi mabuk akhirnya memberanikan diri bilang, “Hoi, Gu Jiaming, aku suka sama kamu... Ayo kita ML...” juga sederhana aja. Proses penerimaannya agak ribet, tapi objektifnya, kayanya karena Dongfang Wan ngajak ML, ya Jiaming setuju. Sejak itu, hubungan ini bertahan sampai hari ini, lebih dari 8 tahun kemudian.
Awalnya, Dongfang Wan mengatakan "Aku tidak mau kau bertanggung jawab", ini jelas ucapan tidak tulus. Perasaannya saat itu sulit digambarkan, pengorbanan demi kedamaian yang tak terkira. Yang bertahan sepertinya hanya hubungan fisik. Jiaming adalah orang yang aneh, dia menganggapku sebagai teman semata karena persahabatan. Saat aku meminta untuk naik ranjang, dengan kekecewaan dia pun setuju. "Kau butuh, maka aku pun tak peduli." Pemikiran seperti ini bagi Dongfang Wan belum tentu hal positif, bahkan pernah membuatnya bingung. Namun seiring pendalaman interaksi, barulah dia perlahan merasakan sesuatu - mungkin alasan mereka mengangguk, tidak sesederhana itu. Dua tahun lalu dia pernah menanyakan hal ini pada Jiaming dengan serius, dan jawaban Jiaming kali itu tidak main-main.
"Mungkin ini terdengar licik. Jika hanya karena kita teman, sebelum SMA masih mungkin. Setelah SMA, aku tidak mungkin menyetujui ini hanya karena hubungan persahabatan..."
"Saat mengatakan ini, ada perasaan berusia dalam nada bicaranya. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, wajar saja. Sejak kejadian tumor otak yang membuatnya menghilang selama empat tahun, hingga pertemuan kembali dengan Lingjing dan yang lain, mungkin sulit baginya untuk menerima perasaan siapa pun lagi, kecuali yang sudah ada sebelumnya. Di masa sekolahnya, meski sering lesu dan karakternya begitu buruk sampai orang ingin memukulnya, bagi yang benar-benar penasaran, sebagian tetap tak terhindarkan tertarik padanya. Seperti diriku, Guru Yahan, atau Kaoru—kita selalu bisa melihat sesuatu dalam dirinya, bagai kilatan tajam yang tersembunyi di balik kapas."
"Namun selama bertahun-tahun ini, meski masih kurasakan keistimewaannya, tak ada lagi orang baru yang terlibat secara ambigu dengannya. Sisi tajam dalam dirinya akhirnya sepenuhnya mereda, atau mungkin bertransformasi menjadi sesuatu yang lain. Yang dulu terasa, masih bisa dirasakan. Yang tak pernah terasa, kini semakin tak terjangkau. Mungkin bisa dikatakan, pintu untuk benar-benar menerima seseorang sebagai teman telah tertutup rapat."
"Karena itu, kini dia semakin terbiasa dengan pola hubungan sederhana ini, dan menemukan kebahagiaan di dalamnya. Meski terlihat aneh bagi orang luar, bahkan ayahku dan para tetua keluarga sempat khawatir, tapi hidup harus terus berjalan seperti ini."
"Hei, Jiaming... Kadang aku berpikir, bagaimana jadinya jika aku tak pernah bertemu denganmu?"
“Tidak lama kemudian, bertiga duduk di atas karpet depan sofa mengobrol, Jiaming memegang remote kontrol mengganti saluran melihat iklan.”
“Belajar, jatuh cinta, menjadi wanita karier tangguh, menikahi Lei Qing.”
“Kenapa harus menikahi Lei Qing?”
“Baiklah, kau terlalu angkuh, kesepian sampai akhir hayat...”
“Hmph, nasibku terlalu buruk. Selain jadi selirmu seperti ini, hanya bisa kesepian sampai tua...” Dongfang Wan menyangga dagu dengan wajah kesal.
“Karena wawasanmu terlalu tinggi... Tapi masih bisa menikahi Lei Qing.”
“Aku tidak akan mempertimbangkan ini.” Dongfang Wan berpikir sejenak, lalu tersenyum lagi, “Sebenarnya aku teringat kejadian dulu, merasa sangat menarik. Waktu itu apakah aku terlalu ikut campur urusan orang?”
Jiaming memiringkan kepala, memandangnya seperti melihat hantu: “Tidak mungkin, kau tidak mungkin mulai merefleksikan diri. Siapa kau sebenarnya? Pasti bukan Dongfang Wan. Cepat mengaku, siapa yang menyamar ini.”
“Aku tidak merefleksikan diri! Aku tidak melakukan kesalahan! Sampai sekarang aku masih menggunakan syarat yang sama untuk mengelola orang-orang di perusahaanku. Dan kalau bukan karena ikut campur urusan orang, kita tidak bisa bersama sekarang.” Ia mengangkat alisnya, “Tapi ada satu hal yang belum kukatakan.”
“Kau punya hubungan gelap.”
“Terus kenapa? Hanya boleh kau yang punya, aku tidak boleh?” Dongfang Wan melotot berteriak, lalu tiba-tiba menghantamkan kepalanya ke bahu Jiaming, “Aku tidak punya! Cuma waktu Tahun Baru ayah mengobrol denganku, bilang mungkin aku harus menikah. Jadi akhir-akhir ini aku memikirkan hal ini.”
Jiaming mengangguk: “Kekhawatiran orang tua... Wajar.”
“Ya, Dia takut aku jadi selir sampai usia 40-an, saat kita berpisah nanti, aku tak dapat apa-apa... Memang terdengar aneh mengatakan 'tak dapat apa-apa', tapi begitulah kenyataannya. Aku tahu karakter-mu, tapi kau dan Lingjing Shasha juga pernah berpisah. Siapa tahu kalau suatu saat kau akan mencampakkanku karena suatu hal. Sekarang aku masih bisa menerima kalau kau bilang hubungan kita hanya sekadar fisik, tapi 10 atau 20 tahun lagi, saat aku berusia 45 atau 50 tahun, siapa tahu aku akan menjadi nenek tua yang pelit dan kejam. Kalau saat itu aku datang ke rumahmu berulah, bukankah kau akan langsung BUNUH aku?”
“Berdasarkan pengalamanku bertahun-tahun dalam memahami manusia, aku tak akan melakukannya.” Jiaming tersenyum, mengusap rambutnya, “Kau seharusnya juga tak akan begitu.”
Dongfang Wan bersandar pada tubuhnya, ikut tersenyum: “Aku juga tahu ini cuma bentuk penegasan. Tapi kadang, aku benar-benar takut membayangkan jadinya saat aku tua nanti. Bukankah kau ini dokter? Bagaimana cara menyembuhkan penyakit mental seperti ini?”
“Err, soal ini... Harus dilakukan perlahan-lahan...”
“Aku punya cara...” Dongfang Wan berbisik kecil.
“Apa?”
“Aku ingin memberi anak.” Seperti sedang membocorkan rahasia besar, dia menurunkan volume suaranya namun mengucapkannya kata demi kata dengan tegas. Jiaming tertegun sejenak, lalu menatapnya sambil tersenyum.
“Tidak mudah.”
“Tidak ada masalah. Keluarga tidak akan banyak menentang. Kakak tidak akan protes, Papanya juga akan senang kalau aku punya anak. Meski dari keluarga orang tua tunggal juga tidak apa, aku akan berikan lingkungan dan pendidikan terbaik. Sama seperti Tao Tao-nya Guru Yahan. Aku sudah mulai siap secara mental untuk punya anak, cuma masih takut sakit.” Dia tersenyum, menggenggam tangan Jiaming dan menempelkannya di perutnya, perlahan menggeser-geser. “Kalau operasi caesar, sayatannya horizontal atau vertikal ya?”
"Potong secara vertikal." Jari Jiaming mengayun beberapa kali, entah menyentuh bagian mana, Xiao Wan secara tiba-tiba tertawa, menekan tangan pria itu sambil meringkukkan tubuhnya. Beberapa saat kemudian baru duduk kembali, wajahnya memerah sambil terengah-engah.
"Selama keluarga tidak keberatan, aku tidak takut dengan gosip orang luar. Saat persiapan sudah matang, akan meminta Tuan bersusah payah mengurusnya, Tuan Suami."
Dia tersenyum cemerlang, gigi mutiaranya putih bersih dengan genit yang memesona. Jiaming memandangnya cukup lama, akhirnya hanya bisa mengangkat bahu. Xiao Wan bersandar di bahunya.
“Kau selalu tidak memberikan tanggapan tentang hal-hal ini, tapi aku tahu hal yang harus dilakukan selalu kau usahakan sebaik mungkin. Jangan khawatir suatu hari akan terjadi salah kaprah yang melukaiku, kau pasti takkan melakukannya... Bahkan tanpa cinta sejati, jika ini benar-benar hanya hubungan fisik, selama delapan sembilan tahun hanya denganmu aku berhubungan, hingga sekarang dalam hidupku hanya denganmu saja, aku merasa sepadan memberimu anak tanpa penyesalan... Apalagi aku mencintaimu, Jiaming...”
