Sayangnya pemain di peta ini benar-benar minim, baru ketemu satu setelah beberapa jam. Cara menambah poin penilaian via duel jelas tidak efektif.
Namun, pemain yang gagal menyergap malah tewas di tangan Lu Li ini memberi peringatan: Ini bukan game solo. Probabilitas sekecil apapun tetap ada. Kali ini penyergapnya belum jagoan, bayangkan jika lawannya ahli, pasti tidak akan semudah ini.
Menyingkirkan kecerobohan, Lu Li kini lebih waspada. Selama bisa menyamar, ia akan tetap menyelinap. Ia juga tak lagi sembarangan mencari tempat untuk istirahat.
Sejak memasuki peta tugas hingga sekarang, sudah lima jam berlalu. Lu Li akhirnya melihat sesuatu di luar rawa—sebatang pohon raksasa yang menjulang tinggi.
Ucapan "pohon raksasa" dalam keseharian sebenarnya hiperbola, paling-paling hanya ilusi visual karena ketinggian pohon yang luar biasa.
Namun pohon yang ada di hadapannya ini, Lu Li yakin bukan sekadar tipuan mata.
Dalam petualangan di "Fajar" selama ini, pohon terbesar yang pernah dilihatnya di kehidupan sebelumnya mungkin Nordrassil di Gunung Hyjal—pohon dunia bangsa Night Elf.
Nordrassil begitu megah, hampir menaungi separuh Gunung Hyjal.
Tapi dibandingkan dengan pohon raksasa ini, Nordrassil bagaikan tunas kecil.
Ganier!
Nama itu segera terlintas di benak Lu Li yang pernah membuka-buakikan kitab Azeroth tak terhitung jumlahnya.
Begitu teringat, ia langsung tenggelam dalam kebingungan baru.
Bagaimana mungkin ini Ganier!
G'Hanir adalah Pohon Induk Azeroth, di mana setiap biji pohon di dunia bertunas. Tempat ini menjadi surga bagi semua burung dan makhluk bersayap di Azeroth, bahkan para Naga memilihnya sebagai lokasi untuk menghabiskan sisa hidup mereka.
Pohon ini telah lama binasa, bersama Penjaga burung gagak semi-dewa Aviana yang runtuh dalam Perang Kuno.
Lu Li menatap kanopi G'Hanir yang tak terbatas, jiwa-jiwa yang terbang berputar, serta kilat yang melingkupi ranting-rantingnya. Ia akhirnya paham bahwa dirinya berada dalam peta ilusi.
Pohon Induk G'Hanir bukan targetnya, begitu pula dengan semi-dewa burung gagak Aviana yang mustahil terkait dengannya.
Namun, menyaksikan G'Hanir dan mengingat Aviana, Lu Li akhirnya teringat target misinya kali ini - Renthar.
Renthar sebenarnya juga seorang night elf, dan membicarakannya berarti harus menyebut Aviana.
Awalnya, Aviana hanyalah seekor burung gagak biasa yang tinggal di pohon ibu G'hanir. Meski memperoleh sedikit kekuatan ilahi karena kedekatannya dengan G'hanir, pada dasarnya ia tetap burung gagak biasa.
Aviana beruntung, ia mendapat perhatian Elune dan menjadi kurir sang dewi bulan.
Tugas kurir dewa sebenarnya tidak rumit - kewajibannya hanyalah menyampaikan pesan Elune kepada semi-dewa Cenarius.
Tak lama kemudian, karena Aviana juga mengantarkan pesan untuk semi-dewa lainnya, kejujuran dan kecepatannya mendapat pujian universal. Sebagai balasan, para semi-dewa menganugerahinya kemampuan lebih untuk membantu menyelesaikan misi dengan lebih baik dan cepat. Akhirnya, Aviana sendiri berubah menjadi makhluk setara mereka - seorang semi-dewa.
Siapa bilang kurir tak punya masa depan? Di dunia nyata ada Li Zicheng, di dunia virtual ada semi-dewa Aviana.
Saat Perang Kuno, Avi terkadang menjelma sebagai avatar ras manusia biasa untuk memberikan petunjuk kepada manusia atau night elf yang dikejar Penjaga Kiamat, membantu mereka keluar dari bahaya. Namun sebagian besar waktu, dia berputar-putar di ketinggian untuk melakukan pengintaian, menyediakan laporan intelijen tentang Burning Legion kepada Cenarius.
Saat itulah seorang pengkhianat muncul, dia adalah Leinsac.
Tak ada yang tahu mengapa Leinsac merosot - hal itu tidak penting. Elf Merosot dengan kekuatan lemah ini berhasil mendeteksi pergerakan Avi, dan diam-diam menyampaikan laporan intelijen kepada Penjaga Kiamat.
Sejumlah besar iblis mengumpulkan serangan terhadap kurir para semi-dewa. Tombak Penjaga Kiamat akhirnya menembus raga Avi. Darahnya menghujani tanah, iblis Burning Legion yang terkena darahnya pun tumbang bergelimpangan.
Hanya dengan seorang tokoh kecil seperti ini, nyaris menghancurkan seorang semi-dewa.
"Target Lu Li adalah membunuh pengkhianat ini dan membawa kepalanya kembali sebagai bukti."
"Setelah memasuki cakupan cahaya Mother Tree G'hanir, tanah di bawah kaki Lu Li akhirnya bukan lagi rawa berlumpur - tempat ini telah menjadi Surga bagi arwah-arwah."
"Dia terpaksa masuk ke status penyamaran dengan tenang, bergerak diam-diam bersama pengikut Druid-nya."
"Suruh pengikutmu menyembuhkan! Kalau tidak kita semua binasa!"
"MP habis, lebih baik kita kabur..."
"Hehe, anak-anak Kubu Terang, tak satu pun boleh lolos!"
"Akhirnya terdengar suara percakapan. Lu Li menghindari beberapa monster arwah dan menyaksikan dua kubu yang sedang bertarung: tiga pemain Kubu Terang melawan dua pemain kubu jahat. Meski jumlahnya lebih banyak, kubu Terang justru terdesak oleh lawan yang lebih sedikit."
Di kubu jahat ada satu pencuri dan satu pejuang, masing-masing membawa pengikut pencuri dan Ksatria, kombinasi pedang kasar yang khas.
Dalam waktu singkat saat Lu Li tiba, pencuri dan pejuang ini sudah berhasil membunuh satu pemain lawan. Setelah pemain tewas, pengikutnya juga langsung menghilang.
Tiga lawan dua saja kalah, apalagi dua lawan dua, situasinya semakin timpang.
Lu Li tidak berniat membantu. Dia bukan orang suci, mana mungkin membantu orang asing tanpa alasan. Kejayaan kubu? Kalimat seperti itu hanya bisa menipu pemula yang emosional. Faktanya, 80% pemain yang tewas akibat PK di peta misi justru dibunuh oleh sesama kubu.
Pemain Kubu Terang lainnya tewas. Pemain kubu jahat juga tidak tanpa kerugian - pengikut pencuri mereka tinggal darah tersisa, sementara pengikut Ksatria diperkirakan kehabisan MP dan tidak menggunakan skill penyembuhan, hanya membantu memukul dengan palu.
Pemain terakhir dari Kubu Terang berprofesi Ksatria, sangat tangguh saat PK. Namun menyaksikan dua rekan sementara tewas, semangat bertarungnya sudah hilang. Dia malah berdiam diri menjadi mangsa mudah.
Seperti burung gereja yang memanfaatkan pertikaian capung dan belalang, saatnya membersihkan sisa-sisa pertempuran.
Lu Li menyelinap di belakang pemain thief Kubu Jahat, lalu menyergapnya.
Kedua pemain jahat itu saling waspada. Mereka sibuk berebut poin dengan membunuh musuh terakhir, sama sekali tak menyadari kehadiran pihak ketiga.
Pemain thief malang itu tumbang sebelum sempat menahan serangkaian skill Lu Li. Senjatanya bahkan menghasilkan drop saat mati.
Pemain warrior mundur dua langkah sambil mengawasi Lu Li. Selama pertempuran dia bermain aman dengan skill menyembuhkan dari Ksatria pengikut, sehingga HP-nya hampir penuh. Masih ada kesempatan untuk bertarung.
"Terima kasih dewa game sudah menolong, HP-ku tidak banyak, aku duluan pergi. 'Kill' orang ini kuserahkan padamu." Pemain Ksatria yang baru saja lolos dari maut itu memutar bola matanya, lalu berbalik pergi. Dengan kehadiran pencuri baru di sebelahnya, pasti prajurit itu tidak berani mengejarnya. Soal si pencuri itu, targetnya jelas orang lain, lagipula dia sesama pemain Kubu Terang seperti dirinya.
Sayangnya dia salah. Saat berbalik, Lu Li muncul seperti hantu di belakangnya. Backstab, Serangan Bayangan, langsung menyerang.
"Sial! Kau bukan manusia ya? Tidak membunuh kubu musuh, malah kabur ke sini untuk membunuhku!" Ksatria itu dipukul hingga pingsan oleh Serangan Bayangan dengan tingkat penyelesaian tinggi dari Lu Li, hanya bisa mengumpat.
Awalnya sudah dikepung dua orang, HP-nya bahkan tidak setengah. Setelah beberapa skill Lu Li, dia menjatuhkan dua poin dan terlempar keluar dari peta tugas.
