Keesokan harinya saat login, Lu Xin juga muncul dengan semangat, hampir bersamaan dengan Lu Li.
Nama game-nya adalah Adik Perempuan Keluarga Lu Xinxin. Saat membuat karakter, nama-nama seperti Lu Xin, Xinxin, dan belasan lainnya semuanya sudah dipakai. Akhirnya terpaksa memilih nama asal-asalan.
Lu Xin juga termasuk ras night elf yang lahir di Lembah Bayangan, hanya nomor kelahirannya berbeda dengan milik Lu Li.
Jika tidak memasukkan nomor, teleportasi akan menggunakan persetujuan diam-diam ke lokasi kelahiran pengguna.
Lu Li memasukkan "Lembah Bayangan" lalu nomor tersebut, yang muncul tentu lokasi tempat Lu Xin berada.
Lu Xin berdiri di luar titik teleportasi.
Begitu melihat Lu Li, dia langsung mengenalinya dan berteriak lantang: "Kakak, aku di sini!"
Dunia ini masih sangat baru baginya. Bertemu kakak di dalam game terasa seperti kejutan tak terduga, seolah mereka telah lama berpisah lalu tiba-tiba bersua di tikungan jalan.
"Kulihatmu, Kakak akan menambahkanmu sebagai teman. Nanti bisa memanggil Kakak melalui fitur teman." Lu Li mendekat dan memeluk adik perempuan versi virtual ini.
"Kak, aku sudah punya puluhan teman," ujar Lu Xin sambil memastikan daftar pertemanannya dengan riang.
"Bukannya kamu baru mulai bermain kemarin? Dari mana dapat banyak teman begitu?" Alis Lu Li berkerut.
"Tidak juga. Begitu masuk game, banyak orang langsung mengajak berteman. Kalau bukan karena Kak Doudou datang, mungkin lebih banyak lagi." Lu Xin yang selalu dilindungi sang kakak sama sekali tak menyadari maksud tersembunyi.
Baginya, para pemain di game ini hanya terlihat sangat antusias.
"Hapus semua itu." Wajah Lu Li gelap. Ingin kubunuh semua yang berani mendekati adikku yang imut ini.
"Kenapa? Mereka baik-baik saja, bahkan mengajariku cara bermain." Lu Xin masih bingung.
"Kalau di realitas ada yang minta nomor komunikasi padamu, maukah kamu berikan? Kalau ada yang mau berteman, mengajakmu makan..." Lu Li saat ini penuh akal licik, sama sekali tidak merasa malu memutarbalikkan fakta.
"Pasti orang jahat dong." Lu Xin terbukti langsung tercuci otaknya.
Dia mengingat-ingat kembali, sorot mata para pemain yang memandangnya memang agak terlalu antusias.
"Mereka menolongmu hanya untuk mendapatkan kepercayaanmu, baru akan menyakitimu ketika timing-nya matang. Jangan asal tambah teman lagi." Lu Li dalam hati berbangga, melanjutkan: "Tidakkah kau dengar? Sebagian besar orang di game ini tidak punya batas moralitas, membunuh adalah hal yang normal..."
Seolah-olah dia sendiri tidak pernah membunuh di dalam game.
Pidato panjang lebar ini, "pemain nomor satu dalam game" justru mengajarkan sang adik bukan strategi gameplay, melainkan filosofi hidup "jangan sembarangan menerima permintaan pertemanan dari orang asing".
Setelah cuci otak sukses, dia mengajak sang adik berburu monster untuk upgrade level.
Pemain level tinggi yang melawan monster level rendah tidak akan mendapat pengalaman sama sekali. Contohnya Lu Li level 26, melawan monster di bawah level 10 akan mendapat XP zero. Selain benda tugas, tidak akan ada drop barang.
Untuk mendorong pemain tingkat tinggi membantu newbie, game mengatur: setiap party yang memiliki anggota level rendah, monster yang dibunuh anggota senior akan memberikan sedikit XP ke anggota junior dan menghasilkan beberapa drop.
Tentu saja XP dan drop ini jumlahnya sangat sedikit.
Tapi Lu Li siapa? Monster level 7-8 mati satu tebasan. Kerusakan yang menumpuk membuat XP yang didapat Lu Xin jauh lebih cepat daripada bertarung sendiri.
"Kakak, jangan jalan terlalu cepat. Aku mau mengambil barang." Lu Xin menyimpan busur kecilnya ke tas, berjongkok di tanah sambil susah payah memunguti benda-benda.
Yang dia kumpulkan hanya sampah: peralatan putih yang dijual ke toko seharga dua koin tembaga, barang tak berguna berwarna kelabu dengan harga beli satu koin tembaga.
“Xinxin, barang-barang itu jangan diambil lagi, tidak berharga.” Dahi Lu Li berkeringat.
“Nggak kok! Kemarin Kak Doudou dan teman-teman bantu aku upgrade, aku mengumpulkan satu tas penuh barang, dijual dapat satu koin perak lho!” Bantahan lantang Lu Xin.
Satu koin perak...
Kali ini keringat Lu Li mengalir deras seperti air terjun. Kenapa adik perempuannya bisa seimut ini, sampai rela pegal-pegal mengumpulkan barang senilai satu koin perak.
Baiklah, satu koin perak setara satu yuan. Bagi kakak-beradik Keluarga Lu dulu, ini cukup untuk membeli sekantong kecil sayur asin.
“Kakak sebentar lagi harus bertanding, jadi tidak bisa temani kamu upgrade. Bukannya kamu ingin cepat-cepat dapat anjing?” Lu Li memancing dengan umpan anjing.
Mendengar kata "anjing", Lu Xin langsung bimbang. Akhirnya keinginan memiliki anjinglah yang menang.
Sebenarnya dia juga paham, waktu kakaknya sangat berharga. Dalam durasi yang sama, kakaknya bisa menghasilkan ratusan koin perak.
Dengan enggan berpisah melihat tumpukan sampah tertinggal di belakang, dia hampir harus berlari kecil untuk mengimbangi kecepatan Lu Li.
"Kakak, di depan ada macan tutul galak, juga babi hutan." Lu Xin mengintip dari belakang Lu Li, mengawasi dengan hati-hati.
Inilah ciri khas pemula dalam game. Saat pertama masuk game dulu, Lu Li jelas-jelas menggunakan cheat.
Pemain baru yang bahkan belum pernah mencoba game paling sederhana, ditambah usia 15 tahun yang masih polos - kenaifannya sangat wajar.
Sang kakak yang punya adik-complex ini malah melihat setiap gerakan adiknya begitu menggemaskan.
Macan tutul dan babi hutan memang ganas, dulu dijuluki pembunuh desa pemula. Bahkan ada yang kewalahan saat duel satu lawan satu.
Tapi di tangan Lu Li, mereka tumbang hanya dengan satu tebasan.
Lu Xin kemarin dibawa ke level tiga oleh Dou Jingjing dan lainnya. Lu Li berencana hari ini membawanya ke level sepuluh. Saat itu nanti, dengan mencari buku skill Sihir Penjinakan, dia bisa menangkap beberapa anak anjing untuk dimainkan.
Sebelum level dua puluh, kelas Pemburu memiliki tiga slot hewan peliharaan. Meski hanya bisa mengeluarkan satu untuk bertempur, mereka bisa memiliki tiga baby sekaligus.
Tiga tuan tanah perempuan yang suka tidur belum login. Namun anggota Unit Tentara Bayaran Xinxin sudah cepat-cepat masuk game.
Lu Li menyapa semua anggota di ruang obrolan, lalu mengundang Lu Xin masuk ke dalamnya.
"Siapa ini?" Piao Ling bertanya bingung. Masuknya orang asing secara tiba-tiba ke ruang obrolan membuatnya terkejut, mengingat ruang obrolan guild biasanya tertutup untuk non-anggota.
"Adik perempuannya keluarga Lu, Xinxin..."
Wei Lan Hai Feng berteriak: "Aku tahu! Ini pasti adikmu, benar kan, Lu Li?"
"Halo semua, aku Lu Xin, adik perempuan dari kakak laki-lakiku." Suara Lu Xin terdengar agak gugup. Untungnya ini voice chat, kalau tatap muka langsung mungkin dia tidak berani menyapa orang asing seaktif ini.
Begitu sapaan selesai, ruang obrolan langsung dipenuhi tawa terbahak-bahak.
'Adik perempuan dari kakak laki-laki'? Kalimat macam apa itu?
"Ahem, ini adikku. Kalian jangan berlebihan. Xinxin ini agak pemalu." Lu Li tak tega melihat ekspresi canggung adiknya, langsung berubah menjadi induk ayam yang melindungi.
"Di mana? Bawa kemari biar kami lihat!" Xiao Ba Jiang berteriak penuh rasa ingin tahu.
"Iya! Selama ini cuma dengar kabar kamu punya adik. Kami mau lihat wajahnya!" Can Meng antusias. Konon umur adik Lu Li lebih muda dari mereka.
"Sebentar lagi pertandingan dimulai." Lu Li khawatir adiknya ketakutan. Rekan satu timnya ini sepertinya memang kurang waras semua.
"Sistem baru akan mulai mengatur ranking setelah kita memastikan, sedikit terlambat tidak masalah." Semakin dilarang melihat semakin penasaran, terutama Luo Ying Hui Yi yang memiliki rasa ingin tahu besar, sudah tidak bisa menahan diri.
Lu Li terpaksa menyebutkan nomor desa pemula Lembah Bayangan ini.
Tak lama kemudian semua orang berkumpul di area tambang Kobold, tempat Lu Li sedang membantai Kobold level sepuluh dengan kejam.
"Wah!" Can Meng yang pertama menerjang, gadis ini berlari sambil menjerit menghampiri Lu Xin, "Xiao Ba Jiang cepat lihat, dia benar-benar mirip boneka!"
"Memang sangat mirip dengan 'itu' di rumah kalian." Xiao Ba Jiang mendekat dan bertanya: "Berapa umurmu?"
"Aku lima belas tahun, sekarang kelas satu SMA." Jawab Lu Xin dengan serius.
Awalnya Lu Li khawatir duo imut bodoh ini akan menakuti adiknya, tapi ternyata Lu Xin bisa bergaul cukup baik dengan mereka.
Sebenarnya dia terlalu protektif, bukankah Lu Xin yang bersekolah setiap hari pasti bisa berinteraksi dengan teman sekelas?
“Kamu ternyata sudah 15 tahun? Sama sekali tidak terlihat, paling-paling seperti anak 11-12 tahun, wajahmu juga sangat kekanak-kanakan.” Xiao Ba Jiang mengamati dengan saksama lalu menggelengkan kepala.
"Tak apa, lebih muda setahun tetap lebih muda. Cepat panggil kakak!" Can Meng menyikut Xiao Ba Jiang ke samping dan mendesak Lu Xin untuk memanggilnya kakak.
