"Kakak!" Setelah berhasil mengusir pemain yang terus menggoda, Lu Xin melihat Lu Li berdiri di pintu sambil menatapnya.
"Kamu harus log out dan tidur." Kalimat Lu Li yang merusak suasana langsung menghapus kegembiraan di wajah Lu Xin.
Dia cemberut kesal: "Masih ada beberapa jam sebelum game berakhir, baru saja gelap. Kak, aku ingin main lagi. Aku kan pemain kehidupan."
Lu Xin sudah mengundurkan diri dari sekolah, pihak kampus juga sangat memahami situasinya.
Atau lebih tepatnya, mereka tidak ingin murid dengan masalah jantung duduk di kelas - itu seperti bomb waktu yang bisa meledak kapan saja.
"Jelas tidak boleh." Meski sangat menyayangi adiknya, bahkan dari dasar hati memanjakan gadis ini, Lu Li bukan hanya kakak tapi juga kepala keluarga. Seperti pepatah 'kakak sulung menjadi ayah', apalagi ayah mereka sudah lama tiada.
“Hmph! Kamu paling menyebalkan.” Lu Xin sedang asyik bermain, dipaksa keluar dari game membuat hatinya sangat kesal.
Kakaknya terlalu keras kepala, begitu memutuskan sesuatu tak ada ruang untuk negosiasi.
“Besok Hari Para Santo, kamu boleh main sepuasnya.” Lu Li tak tega melihat adiknya murung, langsung berkompromi di hal lain - ini yang telah diperjuangkan Lu Xin selama beberapa hari.
“Aku boleh main ke luar?” Lu Xin langsung melupakan kekesalan barusan.
“Boleh, tapi aku harus ikut.” Lu Li mulai cerewet: “Kamu tidak boleh main permainan yang terlalu berbahaya...”
“Kalau begitu bolehkah aku nonton orang lain main?” Lu Xin berlari memeluk lengan kakaknya, bayangan Hari Para Santo besok sudah membuatnya tak sabar.
Hari Para Santo, bagi kakak-beradik Lu Li maupun seluruh kelompok masyarakat kawasan kumuh, sama ilusinya dengan Hari Valentine.
Hidup saja susah, mana ada yang peduli apa itu Hari Para Santo.
Pengetahuan Lu Xin tentang Halloween sepenuhnya berasal dari buku dan film.
Dia bahkan pernah menulis puisi pendek tentang Halloween di kelas, terinspirasi dari film bertema penyihir yang berjudul sesuatu:
Dia membuka pintu.
Di luar pintu ada sekumpulan anak-anak kecil yang menggemaskan.
Mereka mengenakan jubah penyihir mini.
Tertawa sambil berseru.
Trick or treat...
Adegan ini mengingatkannya pada.
Beberapa waktu sebelumnya.
Penyihir yang terbang pergi mengendarai sapu itu.
Kalian semua terlihat luar biasa.
Selamat Halloween.
Dia menangis seperti anak kecil.
Terisak sambil berkata.
Maaf, tapi aku tidak punya permen sama sekali...
Para penyihir cilik itu menjerit ketakutan dan kabur.
Puisi kecil ini cukup kasar, tapi sudah cukup bagus untuk siswa SMP. Saat itu dia memenangkan juara pertama dengan hadiah lampu meja mewah, yang kemudian dijual Lu Xin ke teman sekelas. Kedua kakak beradik itu menikmati makan enak.
Ini pertama kalinya kakak-beradik Keluarga Lu merayakan Halloween, meskipun di dalam game.
Festival Halloween adalah hari raya Barat yang popularitasnya tentu tidak setara dengan Natal yang kini mendunia. Ini merupakan tradisi Gereja Katolik, terutama populer di wilayah berbahasa Inggris seperti Amerika Utara dan Kepulauan Britania, kemudian Australia dan Selandia Baru.
Namun di mata anak-anak, merayakan Halloween mutlak merupakan hal yang ajaib.
Malam itu anak-anak akan memakai kostum dan topeng, mengunjungi rumah-rumah untuk mengumpulkan permen—yah, mungkin poin terakhir inilah yang paling penting.
Festival-festival di dunia nyata selain "Hari Jomblo" sudah kehilangan atmosfernya, sedangkan Halloween dalam game tentu lebih meriah. Jika kamu bertemu Thrall atau Tyrande, apapun level dan identitasmu, kamu bisa dengan nyaman meminta permen pada mereka.
Mungkin permen Sargeras juga bisa diminta, hanya saja semua orang tidak tahu di sudut mana dia bersembunyi.
Pernah ada yang tiba-tiba ingin meminta permen pada BOSS di dungeon atau area liar, tentu saja akhirnya dia dipukul sampai mati oleh BOSS tersebut.
“Besok aku akan berdandan sebaik-baiknya, aku paling suka Halloween.” Lu Xin girang seperti kutu yang melonjak-lonjak.
“Sekarang, log out segera!” Lu Li bertekad bulat mengusir adiknya keluar dari game.
Ia tidak memberi tahu sang adik bahwa asal-usul Halloween sebenarnya memiliki penjelasan yang sangat menjemukan.
Konon, arwah yang telah meninggal akan kembali ke bekas tempat tinggalnya pada hari ini untuk mencari makhluk hidup dalam tubuh manusia hidup, demi memperoleh regenerasi. Inilah satu-satunya harapan bagi manusia untuk bangkit kembali setelah kematian. Sementara manusia hidup takut arwah penasaran akan merebut nyawa mereka, maka mereka mematikan perapian dan cahaya kandil agar arwah tak bisa menemukan manusia hidup, sekaligus menyamar sebagai siluman Setan untuk menakuti pergi roh orang mati. Setelah itu, mereka akan menyalakan kembali api abadi dan cahaya kandil, memulai kehidupan baru di tahun berikutnya.
Memang ini adalah legenda yang sangat suram, hanya membuktikan bahwa hati manusia pada dasarnya dipenuhi keegoisan.
"Kalau jadi Lu Xin, dia pasti akan bimbang. Jika harus menukar nyawa sendiri demi ayah dan ibu..." Sedangkan Lu Li tidak akan bimbang dengan barang semacam ini. Di matanya, adik perempuannya lah yang paling penting, bukan orang tua yang sudah lama meninggal dan tidak pernah menjalankan tanggung jawab apa pun.
Orang rasional tidak pernah merindukan hal-hal yang mustahil.
Setelah mengusir adiknya log out, Lu Li memanfaatkan sisa waktu untuk melanjutkan upgrade. Waktu leveling-nya tidak lebih banyak dari pemain lain, efisiensinya mungkin juga kalah dari penyihir sistem grup, karena itu dia semakin tidak boleh malas.
Plus saat leveling juga bisa sekalian bernegosiasi dengan Genhao San tentang masalah strategi aktivitas besok.
"Di waktu bebas, aku harap semua orang lebih aktif berpartisipasi. Jangan pergi leveling atau masuk dungeon. Kalau game merilis aktivitas seperti ini, pasti ada daya tarik yang membuat semua orang terlibat." Lu Li tidak bisa menjelaskan terlalu banyak, tapi sebagai bos de facto serikat, dia bisa menggunakan pengaruhnya untuk melakukan beberapa hal.
“Baik, besok aku akan mengusir semua keluar bermain.” Genhao San awalnya berencana memberitahu anggota guild untuk tidak menyia-nyiakan waktu leveling atau masuk dungeon.
Karena Lu Li sudah berkata demikian, sudah pasti keputusan final ada di tangan Lu Li.
“Tim elit guild siaga, siapkan sepuluh tempat duduk. Kalau kamu ikut, tambah jadi sebelas, genapkan kelompok 100 orang. Pastikan formasi siap segera.” Lu Li menjelaskan detail acara sebelum masuk ke inti persoalan.
“Apa yang harus kita lakukan?” Genhao San mengirim pesan.
Dia tahu acara besok akan sangat penting - item, peralatan, pengalaman. Setiap acara resmi selalu membanjiri hadiah, tapi mobilisasi ratusan elit guild seperti ini benar-benar belum pernah dia alami.
“Besok di dungeon pemakaman Biara Berdarah akan muncul BOSS khusus. Batas maksimal anggota dungeon akan dinaikkan jadi 100 orang. Kita harus masuk secepatnya. Sore aku harus menemani adikku bermain, harapannya bisa menguras BOSS-nya cepat.” Tangan Lu Li tetap gesit mengoperasikan karakter sambil tetap lancar mengobrol.
Genhao San tak berdaya mengolok, segera menyerang BOSS ternyata bukan untuk meraih Pembunuhan Pertama, melainkan agar tidak mengganggu waktu bermain bersama gadis Lu Xin itu.
"Aku yang akan memimpin sebagai dirigen. Ini kegiatan kelompok pertama serikat kita yang benar-benar memenuhi kriteria. Pastikan semua anggota menjaga konsentrasi penuh. Jika performanya terlalu buruk, aku akan langsung menendang mereka keluar untuk standby." Tekanan Lu Li sebagai pemimpin pertama kali dalam pertempuran skala besar ini cukup berat.
"Tenang, bahkan tanpa kau bilang pun aku akan menendang yang bermasalah." Genhao San menepuk dada sambil menjamin.
Meskipun saat ini saat bertarung melawan BOSS di area liar, serikat besar kadang mengerahkan 1-2 kelompok 100 orang, tapi sebagian besar kekuatan justru dipakai untuk saling serang dengan pihak lain yang ingin merebut BOSS. Yang benar-benar menyerang BOSS sebenarnya tidak banyak.
Fondasi yang lemah dari Pedang Penghakiman mengharuskan kegiatan kelompok seperti ini untuk proses tumbuh kembangnya.
