Kamu yang menjualnya padaku!
Mendengar kalimat ini, insinyur Goblin itu mengalirkan air mata deras. Seolah mengingat larian di bawah matahari terbenam itu - resep bom yang telah sirna darinya!
"Dia sebenarnya punya kesempatan untuk menjadi maestro teknik paling top, menjadi makhluk terhebat dalam ras Goblin, mengumpulkan kekayaan yang tak terjangkau oleh banyak orang di dunia ini..."
Semua berakhir pada tiga koin emas itu.
"Kamu yang jual ke aku, tiga koin emas." Lu Li menekankan lagi, tanpa sadar sedang menusuk pisau ke hati Akar yang malang.
Insinyur Goblin dengan template BOSS level enam puluh langsung terjatuh pingsan. Tak ada yang membantu bangun. Para penjaga yang selama ini hanya memiliki hubungan biasa-biasa saja dengannya malah memalingkan muka, berpura-pura tidak melihat.
Mereka juga menyadari, hari ini kelompok ini bukan datang untuk menyerang Kota Duri Bergerigi, mungkin hanya ada sedikit masalah pribadi.
Sebagai penjaga kota, mereka merasa tak perlu melakukan interferensi.
Ras aneh ini bisa mengkhianati sahabat terbaik hanya demi sekantong koin emas, jadi wajar jika mereka memilih berdiri menonton.
Lu Li tahu dirinya aman, bahkan tidak perlu khawatir ada NPC yang membuat masalah di Kota Duri Bergerigi di kemudian hari. Hari ini dia mengintimidasi dan menyuap para goblin NPC yang serakah dan pengecut ini dengan menunjukkan pasukan sekuat ini.
Dengan orang sebanyak ini, bagaimana jika mereka menyerangku? Ini jelas intimidasi.
Dengan orang sebanyak ini, jika setiap orang bisa kudapatkan setidaknya satu koin emas, itu akan menjadi kekayaan yang layak bagi pendosa.
Mengenai Akale, setelah dia siuman, Lu Li datang ke tokonya dan membuat dua bom bodoh di hadapannya, lalu mengirimkan produk jadinya juga. Apakah dia bisa mempelajari resepnya atau tidak, itu bukan urusan Lu Li.
Awalnya transaksi itu dilakukan dengan prinsip 'tangan bayar tangan terima'. Meskipun goblin salah menjual barang, tidak bisa dikatakan Lu Li merampas dengan paksa.
Kelebihan terbesar ras ini adalah menghormati transaksi.
Sekarang Lu Li juga telah memberikan kompensasi. Meski Akale masih enggan, dia terpaksa menyatakan tidak akan menuntut pertanggungjawaban atas hal ini lagi.
Mengenai hubungan pribadinya dengan Lu Li, pasti benar-benar dingin hampir seperti permusuhan. Ke depannya, kemungkinan tidak ada sama sekali kesempatan untuk membeli barang atau menerima tugas darinya.
Setelah masalah terselesaikan, Lu Li mengucapkan terima kasih kepada semua orang, menyatakan pasti akan merekam beberapa poin untuk masing-masing anggota dan sebagainya.
Anggota serikat yang datang nimbrung merasa terhormat sekali. Sebenarnya mereka tidak melakukan apa-apa, seluruh proses hanya memakan waktu lebih dari sepuluh menit, apalagi ini menyangkut urusan Dewa Lu Li - poin terakhir ini yang penting, banyak pemain di Pedang Penghakiman yang mengagumi Lu Li. Bisa membantu bos serikat, meski harus mengorbankan beberapa poin pun tidak masalah.
Tak disangka Lu Li begitu baik hati, bahkan ada poin guild yang bisa didapat.
Sebagai petinggi organisasi, Lu Li setiap bulan memiliki poin pribadi yang bisa dibagikan. Dalam "Fajar", setiap guild melakukan hal seperti ini. Sebagai pemegang jabatan tinggi, sudah sepantasnya memiliki posisi dan layak menikmati beberapa sumber daya guild.
Kota Duri Bergerigi yang telah kembali tenang menyambut kedatangan kapal besar yang pulang.
Para pelaut bertelanjang dada mengayuh dayung kayu, meneriakkan nyanyian berirama yang penuh sukacita menyambut daratan.
Burung-burung laut putih terbang tinggi menembus awan karena terkejut.
Becky kecil melompat-lompat berusaha melihat para pelaut di kapal, sayangnya terlalu pendek. Matanya hanya menangkap ombak putih yang berkilauan. Lu Li mengangkatnya ke bahunya agar bisa memandang lebih jauh.
Ini adalah penantian yang ditakdirkan tak berujung.
Setelah kapal membongkar muatan, para pelaut berkelompok menuju tavern dan penginapan sambil tertawa. Becky tetap tak melihat ayahnya.
"Ayahku pasti akan kembali, kan?" gadis kecil itu bertanya dengan wajah memilukan.
"Tentu. Selama kau tetap ceria, suatu hari nanti mereka akan pulang dengan kapal penuh hadiah lezat dan baju indah," jawab Lu Li.
“Mungkin besok dia sudah kembali.” Anak yatim itu mengangguk, bergumam pelan.
“Ada lagi yang ingin Kamu makan atau tempat yang ingin Kamu kunjungi? Katakan, Paman akan antar.” Lu Li berkata sambil memeriksa waktu, meski tidak tega tetap bertanya.
“Paman, apakah setelah keinginanku terpenuhi, Kamu akan pergi?”
Anak yatim sepertinya lebih sensitif. Meski baru berusia beberapa tahun, dia bisa merasakan pikiran Lu Li.
“Ya, tapi Paman akan menyempatkan waktu menjengukmu.” Lu Li tak berani menatapnya, wajah kebingungan gadis kecil itu membuatnya trenyuh.
Dunia ini memang penuh kesengsaraan. Tak ada yang bisa hidup tanpa beban, perbedaannya hanya siapa yang lebih mengenaskan. Gadis kecil yang kehilangan orang tua di usia 5-6 tahun ini jelas menyedihkan, tapi Lu Li bukan tipe yang terlalu mudah berbelas kasihan.
Dia terus mengingatkan diri sendiri: ini cuma NPC.
"Janji untuk tetap mengunjungi di masa depan juga bukan sepenuhnya pengabaian, dia tidak keberatan mengorbankan sedikit waktu dan perhatian untuk gadis kecil ini."
Becky sepertinya juga sadar tidak bisa menahan paman yang begitu baik padanya, akhirnya hanya bisa berkata lesu: "Suatu hari, ketika petugas pengawas mengajak kami jalan-jalan, aku melihat kurcaci mendorong gerobak penuh mainan lucu. Ada boneka, mobil tembaga kecil, bola, dan beberapa layang-layang."
"Lalu?" Lu Li kembali menarik napas lega.
"Dulu saat mama masih ada, dia selalu mengajakku terbang layang-layang. Aku ingin layang-layang kecil, tapi paman pengawas bilang 'itu' butuh uang." Gadis itu berkata dengan ekspresi canggung: "Aku tidak punya uang, harus menunggu dewasa dulu baru bisa cari uang..."
"Paman akan mengajakmu membeli, model apapun boleh." Lu Li membawanya menemui pedagang barang-barang.
Setiap pedagang barang-barang punya benda-benda unik andalan mereka, layang-layang termasuk barang yang cukup laris. Lu Li membeli beberapa layang-layang dengan harga satu koin emas.
Satu berbentuk capung, satu Naga Peri, dan satu lagi kupu-kupu.
"Terima kasih." Memeluk layang-layang yang dibelikan Lu Li untuknya, Beiki kecil mengerutkan bibirnya, menahan kesedihan sambil mengucapkan terima kasih pada Lu Li.
"Beiki, saat kamu sudah besar, semuanya akan membaik." Lu Li mengelus kepala gadis kecil itu, dalam hati menghela napas pelan.
Ada sebuah film yang memuat dialog seperti ini.
Pertanyaan: Apakah hidup selalu menyakitkan seperti ini, atau hanya saat masih kecil?
Jawaban: Selalu seperti ini.
Mungkin mereka benar. Saat menontonnya dulu, Lu Li hanya merasa sangat sedih. Tapi dia lebih memilih untuk percaya ini salah, setidaknya setelah dewasa semuanya akan membaik, kehidupan masih menyimpan secercah harapan.
Entah apa sebenarnya arti harapan bagi seorang NPC kecil.
Mengantar Beiki kecil kembali ke panti asuhan.
Di panti asuhan di alun-alun gereja ini, anak-anak berkeliaran di mana-mana dengan tangisan yang tak henti-hentinya.
Lu Li menyaksikan Becky kecil berjalan mundur selangkah sambil terus menoleh ke belakang menuju anak-anak itu, seolah ada mulut besar yang menelan cahaya di belakangnya. Program membuat gadis kecil malang ini terlalu nyata.
"Bolehkah aku mengunjunginya nanti?" tanya Lu Li kepada wali Nadinger.
Nadinger mengangguk gembira: "Tentu saja! Kami selalu menyambut petualang penuh kasih sepertimu. Kami akan merawat Becky dengan baik, tenang saja."
Lu Li terdiam sejenak, lalu mengulurkan sepuluh koin emas ke tangan lawannya.
Bagi orang dengan sifat pelitnya, kedermawanan sebelumnya terhadap Biru Muda Laut Angin dan yang lain jelas bertujuan merangkul. Pengorbanan tanpa pamrih seperti ini sangat langka. Jika orang yang saling mengenal dengan baik melihatnya, pasti akan terkejut sampai dagu terlepas.
