"Paman tenang saja, kita pasti akan membalas dendam untukmu." Xiao Ba Jiang menepuk-nepuk dadanya kecil sambil berjanji pada troll sekarat itu.
“Kalian harus pergi ke Hinterland mencari Altar Zul, di atasnya ada beberapa pendeta troll, bunuh mereka.” Kebencian yang terpendam di kedalaman hati selama bertahun-tahun meluap tanpa keraguan, Mazoja menunjukkan semangat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dia berkata dengan garang: "Bawa palu Zul yang mereka jaga ke Hilsbrad, di puncak Hilsbrad ada altar lain, isi daya palu itu di sana, setelah selesai pukul gong tembaga milik Gazz'raela, dia akan keluar dari air suci, kumohon bunuhlah dia, gunakan jus magis untuk melawannya, dia benci aroma jus magis..."
Jus magis memang racun, setelah meminum begitu banyak jus magis, ketahanan Mazoja sampai sekarang sudah cukup hebat, suaranya semakin melemah.
Akhirnya, perlahan-lahan segala sesuatu menjadi sunyi.
Tubuhnya bagaikan pasir keemasan di sekeliling, perlahan-lahan tercerai-berai oleh angin, kembali ke tempat asalnya. Begitulah seharusnya akhir dari Troll Pasir.
"Ayo, kita lanjutkan ke BOSS berikutnya dulu. Setelah selesai baru cari palu." Lu Li menghela napas.
Xiao Ba Jiang terlihat sangat sedih. Dengan dipimpin Can Meng, ia masih terus menoleh ke belakang.
Tak ada rasa haru khusus, toh ini bukan urusan mereka. Kisah Mazoga yang minim mereka ketahui, apalagi identitas Naga yang dikorbankan untuk Gazz'raela.
Setiap NPC seolah hidup dengan emosi dan kisahnya sendiri.
Perasaan haru sempat mengganggu, tapi dungeon harus terus dilanjutkan.
Dengan set armor ketiga, Lu Li mulai berharap dua BOSS terakhir akan menjatuhkan item keempat.
Hasil Pembunuhan Pertama benar-benar sehebat legenda!
Ia mengirimkan panduan dua BOSS ini kepada Elf Air yang saat itu masih berjuang di misi Pembantaian Seratus Orang. Yang dimaksud "Pembantaian Seratus Orang" adalah ratusan monster kecil yang tiba-tiba muncul setelah menyelamatkan Sersan Walles.
Mendengar Lu Li berhasil mengalahkan dua BOSS lagi, Elf Air merasa sangat iri.
Meski penuh keyakinan akan meraih Pembunuhan Pertama di Zul'Farrak, masalah pencuri dalam masih membebani pikirannya. Setelah berdiskusi singkat tentang strategi dungeon, mereka pun menutup komunikasi.
Sudah hampir seharian penuh sejak memasuki dungeon. Lu Li dan timnya beristirahat lebih lama kali ini, toh hanya tersisa dua BOSS terakhir.
Sesuai perjanjian dengan Elf Air, hak Pembunuhan Pertama BOSS terakhir harus diberikan kepada Paviliun Hujan Ringan.
Artinya meski mampu membunuh BOSS terakhir, Lu Li harus menunda eksekusi sampai Paviliun Hujan Ringan menyelesaikan pembunuhan mereka terlebih dahulu.
Sekarang progres Paviliun Hujan Ringan begitu lambat, mereka bisa istirahat lebih lama, bahkan log out untuk makan sesuatu pun tak masalah. Lu Li log out untuk menjenguk adik perempuannya, mengobrol sebentar sebelum kembali ke dalam game.
Dua BOSS terakhir ini letaknya tidak jauh, bahkan bisa dibilang berdekatan. Tapi kali ini pemain cukup beruntung, tidak perlu menghadapi keduanya sekaligus.
Pemain melewati serangkaian bangunan gurun, mengalahkan gelombangan monster kecil Sandfury, hingga tiba di kuil terakhir ini.
Ini adalah tempat pemujaan Troll Pasir, di mana Totem Gurun kuno dan mistis terlihat di mana-mana. Sebagian besar berbentuk ular, yaitu patung Gazz'raela si Hydra raksasa bermulti-kepala.
Pertama yang dilihat Lu Li dan kawan-kawan adalah kolam air besar.
Di permukaan air yang dingin mengambang kabut hawa dingin, kedalaman kolam yang gelap tak terlihat dasarnya, seolah terhubung dengan dunia lain.
Di tepi kolam, seorang calon imam troll sedang berpatroli - itulah Peramal Air Vereesa.
Berbeda dengan mayoritas Troll Pasir, Vereesa sang Peramal Air telah menjelajahi seluruh penjuru dunia untuk mengumpulkan pengetahuan dan artefak suci guna membantunya mengendalikan air suci Zul'Farrak. Meskipun perilakunya telah menciptakan banyak musuh di negeri asing, ia memandang kemampuan menguasai kekuatan luar biasa ini sebagai penebusan atas perbuatan buruknya di masa lalu.
Selain calon imam ini, wilayah krusial seperti kuil tentu dijaga ketat oleh pasukan Troll Pasir yang tak terhitung jumlahnya.
"Babat monster dulu, Feng Shao hati-hati jangan sampai memancing BOSS. Kalau kena aggro BOSS kita mati sudah." Lu Li mengingatkan Biru Muda Laut Angin.
Banyak pemain baru yang lengah, menganggap monster-monster kecil berada cukup jauh sehingga langsung menyerang BOSS. Mereka tidak menyadari bahwa Vereesa sang Peramal Air bisa memerintahkan pasukan pengawalnya untuk berkumpul dan membunuh pemain yang berani menantangnya.
“Monster kecil itu jauh sekali.” Benar saja, dungeon ini terlalu mudah ditaklukkan, ekor Biru Muda Laut Angin sudah melambai-lambai sombong di atas kepalanya.
"Baik, kita lawan BOSS dulu. Kau yang tarik." Sebagai komandan, Lu Li memutuskan untuk memberikan pelajaran keras dengan fakta. Ia memberikan kode mata kepada anggota lain.
Suasana juga agak terlalu kaku. Mengorbankan MT sebentar untuk mencairkan suasana, seharusnya tidak berlebihan... mungkin...
Saat Biru Muda Laut Angin berlari ke arah BOSS, semua anggota berbalik dan kabur. Bahkan Can Meng dan Xiao Ba Jiang pun sudah menyadari rencana ini.
Begitu memasuki cakupan kebencian Vereesa sang Peramal Air, troll wanita itu menjerit keras.
Seolah akan dilecehkan oleh Biru Muda Laut Angin, langkahnya terhenti sejenak. Seketika ia melihat puluhan troll yang tadinya berpatroli di kejauhan kini semua menerjang ke arahnya.
“Semua orang kabur... kabur...” Biru Muda Laut Angin terkejut, berbalik ingin mengingatkan rekan-rekannya.
Lalu menemukan rekan-rekan yang dikhawatirkannya sudah kabur tanpa jejak. Kesedihan terbesar di dunia ini tak melebihi ini. MT saat ini hatinya mati suri, merasa bertahan hidup justru lebih menyedihkan daripada mati bersih.
Hujan Maret menggunakan Mantra Kebangkitan untuk menyelamatkan Biru Muda Laut Angin yang mati akibat serangan kelompok.
Biru Muda Laut Angin berjongkok di situ, seolah siap menangis kapan saja. Sampai Piao Ling mendekat dan menendangnya: "Diam saja buat apa? Cepat pergi menarik monster! Kita barusan mengajakmu kabur bersama, tidak dengar?"
Percaya ucapan kalian lebih baik percaya setan.
Biru Muda Laut Angin mengeluh dan menghela nafas sambil pergi menarik monster. Kali ini jauh lebih patuh.
Monster kecil harus dibersihkan sedikit demi sedikit, sambil tetap mengitari Peramal Air Vereesa. Area waspada BOSS ini agak terlalu luas, kesimpulan yang didapat Biru Muda Laut Angin dengan mengorbankan nyawanya tadi.
Biru Muda Laut Angin dikerjai teman nakal, terus-menerus mengutuk rekan satu tim agar terjatuh dari tempat tidur dan patah gigi depan saat bangun pagi. Justru efisiensi kerjanya menjadi lebih baik.
Setelah membersihkan monster kecil, semua mulai bersiap untuk menyerang BOSS.
Zul'Farrak bukan dungeon berkesulitan tinggi, hanya beberapa BOSS seperti Antu Suer, Imam Bayangan Sezz'zaz, dan Gazz'raela di akhir yang cukup menantang. Sementara Peramal Air Vereesa jelas tidak termasuk kategori itu.
Satu-satunya yang perlu diperhatikan dalam membunuh BOSS ini adalah memastikan semua monster kecil telah dibersihkan tuntas.
Selain itu, monster kecil di sini respawn sangat cepat, menuntut intensitas damage tim yang tinggi. Harus mengakhiri nyawa BOSS dalam dua puluh menit, jika tidak akan muncul kembali banyak monster kecil. Saat BOSS dan monster kecil melakukan serangan dua arah, bahkan tim terkuat pun akan hancur.
Tim Lu Li sama sekali tidak perlu khawatir tentang masalah damage.
Setelah membersihkan monster kecil, tim Lu Li hanya membutuhkan belasan menit untuk menjatuhkan BOSS ini, bahkan dengan pertimbangan Water Therapy Vereesa yang terus-menerus dilepaskan.
